BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi beton pracetak adalah struktur beton yang dibuat dengan metode percetakan sub elemen struktur (sub assemblage) secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop (off-site fabrication) dan dipasang dilokasi (installation) setelah beton cukup umur. Pada dasarnya prinsip sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Sistem pracetak akan berbeda dengan konstruksi beton monolit konvensional pada aspek perencanaan yang tergantung atau ditentukan oleh metoda pelaksanaan dari fabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar sub elemen. Beton pracetak merupakan suatu inovasi didalam dunia konstruksi yang sebenarnya tidak berbeda dengan beton konvensional. Berbicara tentang sistem pracetak maka hal pertama untuk dijadikan pertimbangan memakai sistem ini adalah bentuk yang tipikal dan jumlah yang banyak sehingga dapat lebih efisien dalam hal penggunaan waktu dan biaya. Kelebihan sistem ini dalam aspek ekonomi, mutu dan kecepatan konstruksi dibandingkan dengan sistem konvensional. Selain memiliki kelebihan sistem ini juga memiliki kekurangan, antara lain sistem pracetak memerlukan analisa tambahan yang lebih rumit dibanding dengan sistem konvensional. Harus diperhitungkan dengan cermat sistem sambungan yang digunakan, pertemuan tulangan apakah sudah memenuhi panjang penyaluran serta saat perencanaan sudah harus memikirkan lokasi pembuatan, peralatan dan perangkat fabrikasi, sistem pengangkutan dan sistem pemasangan di lapangan. 1
2 Salah satu permasalahan mendasar adalah kehandalan sambungan antar sub elemen sistem pracetak terhadap beban gempa yang menjadi pertanyaan, dapat dikatakan secara natural hubungan antara sub elemen yang satu dengan sub elemen yang lain tidaklah sangat monolitik sebagaimana pada sistem konvensional cast in place. 1.2 Rumusan Masalah Akibat dari hubungan antara sub elemen yang satu dengan sub elemen yang lain pada sistem pracetak tidaklah sangat monolitik mengakibatkan daktilitas dan kontinuitas sistem struktur pracetak sulit dicapai terutama pada sambungan antara sub elemen. Tata cara perencanaan, analisis dan disain struktur beton pracetak umumnya tetap didasarkan pada peraturan beton umum, sistem struktur diharapkan dapat berperilaku daktail menyerupai struktur monolit sehingga prosedur perancangan dan pendetailannya serupa pada struktur monolit, metoda desain seperti ini disebut sebagai pendekatan desain emulasi (emulate design), dikehendaki sistem pracetak mempunyai perilaku sekaku dan setegar sistem monolit. Dengan demikian konsep desain kapasitas yang umumnya digunakan dalam perancangan portal konvensional terhadap beban lateral dapat digunakan dalam perancangan portal pracetak. Desain kapasitas ini dapat tercapai dengan menerapkan falsafah strong column-weak beam dimana sendi-sendi plastis (plastifikasi) diharapkan terbentuk pada balok di muka kolom dan titik pertemuan balok-kolom pracetak masih elastis. Sesungguhnya sistem beton pracetak mempunyai perilaku khas yang berbeda dengan sistem monolit, yakni pada sistem sambungan pertemuan (joint) yang menyatukan sub elemen pracetak sehingga struktur tidak akan sekaku dan setegar sistem monolit, serta perlu diperhatikannya kontrol tegangan pada waktu pelaksanaan dalam proses perencanaan. Belum banyaknya penelitian mengenai sistem sambungan pracetak ini sehingga dalam aplikasinya disyaratkan penerimaan kehandalan suatu sistem struktur harus berdasarkan hasil tes struktural untuk memenuhi kriteria sekaku dan setegar yang memenuhi persyaratan perencanaan. Hal ini dapat dimengerti karena titik kumpul merupakan titik pertemuan antar komponen-komponen pracetak dimana kekakuan dan aliran tegangan kemungkinan besar berbeda dengan sistem monolit.
3 Beberapa model sambungan telah diteliti oleh para ahli maupun para praktisi, model sambungan tersebut telah teruji dan cocok untuk diterapkan pada daerah tingkat kerawanan seismisitas tinggi, namun dalam aplikasinya beberapa konsep sambungan tersebut dinilai masih cukup mahal biayanya terutama jika sistem pracetak ini hanya digunakan untuk bangunan sederhana pada daerah tingkat kerawanan seismisitas sedang maupun rendah. Untuk mendapatkan perilaku sambungan balok-kolom pracetak yang sederhana dan ekonomis, maka dalam tulisan ini dilakukan studi eksperimental pada sub-sistem struktur sambungan titik kumpul balok-kolom pracetak menggunakan cara aplikasi penyambungan antar sub elemen pracetak dilakukan dengan pengecoran di tempat (cast in place). Model sambungan balok-kolom pracetak diambil sesederhana mungkin dengan asumsi mudah untuk diaplikasikan dan memenuhi kriteria sekaku dan setegar yang memenuhi persyaratan perencanaan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan perilaku umum sambungan pertemuan balok-kolom pracetak, yaitu hubungan beban perpindahan, tingkat daktilitas, degradasi kekuatan dan kekakuan, disipasi energi serta pola retak dan keruntuhan. Suatu model sambungan pertemuan balok-kolom pracetak perlu digambarkan perilaku dinamiknya yang memenuhi kiteria kehandalan dan ketegaran pada daerah seismisitas tertentu, tinjauan secara ekonomis, dan kemudahan pelaksanaan konstruksi. Studi ini menyajikan data-data bersifat eksperimental yang menunjukkan kemampuan seismik dari pertemuan balok-kolom pracetak. 1.4 Batasan Masalah Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian komponen dan sistem sambungan pertemuan balok-kolom pracetak dan mengambil model sub-sistem struktur penyambungan titik kumpul interior balok-kolom. Komponen yang menyusun subsistem sambungan didesain sedemikian rupa sehingga perilakunya dapat diketahui dengan baik, maka pengujian hanya perlu dilakukan sistem sambungan komponen. Pada pengujian ini dibuat tiga buah benda uji model sambungan balok-kolom pracetak (JBKP-
4 1, JBKP-2 dan JBKP-3) dengan metode sambungan basah, kuat tekan beton rencana (fc ) adalah 30 MPa pada umur 28 hari dan tegangan leleh baja (fy) adalah 400 MPa untuk tulangan utama balok dan kolom, sedangkan untuk tulangan geser adalah 240 MPa. Benda uji pertemuan balok-kolom ini terdiri dan komponen balok dan kolom yang dikerjakan secara pracetak, sedangkan daerah pertemuan (joint) merupakan pekerjaan cor di tempat (cast-in-place). Perencanaan benda uji didasarkan pada bangunan 5 lantai yang terletak pada wilayah gempa IV, mengacu pada peraturan perencanaan gempa dan beton di Indonesia. Pendimensian benda uji menggunakan skala model SE = 1 dan SL = 2/5, komponen kolom dengan ukuran penampang lebar 200 mm, tinggi 200 mm, ketinggian kolom 700 mm (as-tengah tinggi kolom) sehingga tinggi total kolom adalah 1400 mm, komponen balok pracetak berbentuk empat persegi panjang, dengan lebar 160 mm dan tinggi total penampang balok 240 mm, dengan panjang balok dari muka kolom adalah 1000 mm. Perbedaan antara ketiga benda uji tersebut (JBKP-1, JBKP-2 dan JBKP-3) terletak pada model penyambungan elemen pracetak pada daerah titik kumpul balok-kolom. Sebagai pembanding juga akan diteliti pertemuan balok-kolom interior monolit (JBKM-1) yang didesain menggunakan cara-cara standar pendetailan (ACI dan SNI) dengan dimensi yang sama pada balok-kolom pracetak. Variabel-variabel pengujian yang ditinjau secara kualitatif adalah bentuk kurva beban lateral-perpindahan (hysteresis-loop) dari sistem struktur, secara kuantitatif pengujian ekperimental akan meninjau faktor kekakuan, redaman histeresis dan ketegaran sistem pada fasa inelastik. Kehandalan sambungan diperiksa melalui uji pembebanan lateral siklik dua arah (pseudo-dynamic). 1.5 Manfaat Penelitian Kemampuan sistem sambungan balok-kolom pracetak hasil pengujian akan dibandingkan dengan pengujian kemampuan pertemuan balok-kolom monolit, apakah memenuhi persyaratan dari sambungan-sambungan yang yang dapat berperilaku daktail pada daerah seismik dan mampu memenuhi kriteria sekaku dan
5 setegar yang memenuhi persyaratan perencanaan sehingga didapatkan model sambungan yang sesuai dan efisien untuk diaplikasikan. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai sistem sambungan rangka beton pracetak telah banyak dilakukan dalam rangka memperkaya khasanah pengetahuan dan perkembangan beton pracetak. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai kriteria penerimaan sistem sambungan rangka pracetak terutama sambungan balok-kolom pracetak dengan mengambil model sambungan yang mudah dan umum diaplikasikan, secara garis besar penelitian ini akan mempelajari perilaku beberapa model balok kolom pracetak dengan berbagai model sambungan terhadap beban siklik.