STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

Utilization of Cassava Peel Flour for Producing Sago Instant Noodle.

EVALUASI MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN SEBAGAI MAKANAN KAYA SERAT

MI INSTAN BERBASIS PATI SAGU DAN IKAN PATIN SERTA PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN METODE AKSELERASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

PENERIMAAN PANELIS DAN ANALISIS USAHA MI INSTAN BERBASIS PATI SAGU DAN IKAN PATIN

SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN PATI SAGU DALAM PROSES PEMBUATAN CAKE. Substitution of Wheat Flour With Sago Starch on the Quality of Cake

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

STUDI PEMBUATAN RAINBOW CAKE MENGGUNAKAN PATI SAGU (Metroxylon sp.) LOKAL RIAU

Shelf Life Estimation of Instant Noodle from Sago Starch and Catfish (Pangasius sp.) Using Accelerated Method. Harapan Siregar ( )

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

PENGARUH FORTIFIKASI ALGA HIJAU BIRU (Spirulina) PADA MAKARONI IKAN PATIN (Pangasius hyppophthalmus) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

MUTU SENSORI MI INSTAN YANG DIBUAT DARI SUBSTITUSI PATI SAGU DENGAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

Alumni Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan

PENGGUNAAN TEPUNG SAGU SEBAGAI PENGENTAL (THICKENER) PADA THICK TOMATO KETCHUP PROPOSAL SKRIPSI OLEH : SHERLY

KOMBINASI TEPUNG TAPIOKA DENGAN PATI SAGU TERHADAP MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PEMANFAATAN PATI SAGU DAN TEPUNG BIJI SAGA DALAM PEMBUATAN MI INSTAN UTILIZATION OF SAGO STARCH AND SAGA SEED FLOUR FOR PRODUCING INSTANT NOODLES

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu)

INDAH KUMALASARI J

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN MI KERING UTILIZATION OF COCONUT FLOUR TO MAKING DRY NOODLE

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN...

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBSTITUSI BEKATUL TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK DAN KADAR SERAT KUE KEMBANG LOYANG

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK

STUDI PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sp) DAN DAGING IKAN BELUT (Monopterus albus) DALAM PEMBUATAN SOSIS

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PADA MEDIA BIJI DURIAN VARIETAS MANALAGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PIGMEN OLEH Monascus sp.

MUTU ORGANOLEPTIKDAN KADAR PROTEIN MIE BASAH YANG DISUBTITUSI DENGAN AMPAS TAHU

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Kekayaan dan keragaman sumber daya laut tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT SINGKONG DALAM PEMBUATAN MI SAGU INSTAN

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Transkripsi:

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN Study On Making Instant Sago Noodles With Variaous Sago Addition Of Catfish Meat Suandi Anirwan (0706120721) Usman Pato and Yusmarini Suandianirwan@ymail.com ABSTRACT The objective of this research was to produce instant noodles made from sago starch and catfish that meets quality of instant noodle standard. The design used in this study were completely randomized design with 5 treatments and 3 replications. The treatment were SP0 (starch sago 100%), SP1 (97.5% starch sago, catfish meat 2.5%), SP2 (95% starch sago, meat catfish 5%), SP3 (92.5% starch sago, catfish meat 7.5%), SP4 (90% sago starch, meat catfish 10%) and SP5 (87.5% starch sago, catfish meat 12.5%). The data obtained were statistically analyzed using analysis of variance (ANOVA) and followed by a test using Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of 5%. The results show, variation of that starch sago and catfish meat significanly affect ed the moisture and protein contents, acid value and intactness. The best treatment was SP4, (sago starch 90% and 10% of catfish flesh) with a water content of 9.31%, 10.90% protein, 1.47% Numbers acid and integrity of instant noodles sago 93.85%. That meets the indonesian instant noodle standard (SNI 01-3551- 2000). Keyword : instant noodles, sago starch, catfish meat. I. PENDAHULUAN Tanaman sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia termasuk Provinsi Riau. Tanaman sagu dapat digunakan sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam upaya mengoptimalkan program diversifikasi pangan non-beras. Tanaman sagu di Provinsi Riau tersebar di daerah pesisir dan pulau-pulau besar dan kecil yakni di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Inderagiri Hilir, Kampar, Pelalawan dan Siak. Areal tanaman sagu di Provinsi Riau pada tahun 2011 seluas 82.378 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 62.178 ha (84,75%) dan perkebunan besar swasta seluas 20.200 ha (15,25%). Masyarakat yang berdomisili pada beberapa daerah yang merupakan daerah penghasil sagu di Indonesia, umumnya memanfaatkan sagu sebagai bahan pangan tradisional seperti pepeda, lempeng, bagea dan sinoli yang terdapat di daerah Maluku dan Irian Jaya. Pemanfaatan sagu di Provinsi Riau masih terbatas dalam bentuk sagu gabah, sagu rendang, kue bangkit, kerupuk sagu dan mi sagu basah. Pemanfaatan sagu sebagai bahan baku pembuatan mi instan masih sangat

terbatas, padahal sagu berpotensi untuk dijadikan mi yang merupakan salah satu produk olahan sagu yang bernilai ekonomis. Mi instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas penyebarannya. Hal ini disebabkan karena harganya yang murah, nilai kalorinya yang cukup tinggi (nilai kalori yang dihasilkan pati sagu sebanyak 2 kali lipat dibanding beras) dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya simpan yang cukup tinggi. Mi instan merupakan produk makanan yang sangat banyak diproduksi di Indonesia. Masalah dalam industri mi saat ini adalah bahan baku utamanya yaitu terigu yang masih harus diimpor karena gandum belum bisa dibudidayakan secara komersil di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu dan menurunkan harga jual mi adalah dengan memanfaatkan pati sagu. Penggunaan pati sagu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi mi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber pangan lokal. Salah satu kekurangan pati sagu adalah rendahnya kadar protein (kurang dari 0,7%) sehingga mi instan yang dihasilkan mengandung protein yang kecil. Salah satu upaya untuk meningkatkan kadar protein mi instan adalah dengan penambahan daging ikan patin pada proses pembuatannya. Ikan patin (Pangasius sp.) termasuk golongan ikan berprotein tinggi (16,1%) dan berlemak sedang (5,7%). Ikan patin merupakan ikan budidaya air tawar yang paling banyak dihasilkan di Provinsi Riau. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau, angka produksi patin mencapai 383 ribu ton pada tahun 2011. Berdasarkan kondisi tersebut telah dilakukan penelitian yang berjudul Studi Pembuatan Mi Instan Sagu dengan Variasi Penambahan Jumlah Daging Ikan Patin. 1.1.Tujuan Penelitian Memproduksi mi instan berbasis pati sagu dan ikan patin yang memenuhi standar mutu mi instan (SNI 01-3551- 2000). II. METODE PENELITIAN 2.1. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. dalam pembuatan mi adalah: SP0 = Mi instan dari pati sagu 100% SP1 = Mi instan dari pati sagu 97,5%, daging ikan patin 2,5% SP2 = Mi instan dari pati sagu 95%, daging ikan patin 5% SP3 = Mi instan dari pati sagu 92,5%, daging ikan patin 7,5% SP4 = Mi instan dari pati sagu 90%, daging ikan patin 10% SP5 = Mi instan dari pati sagu 87,5%, daging ikan patin 12,5%

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kadar Air Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Air mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan pangan itu sendiri. Keberadaan air dalam mi instan sagu berhubungan dengan mutu mi instan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik terutama kerapuhan atau tekstur. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan pati sagu dan daging ikan patin memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air mi instan sagu yang dihasilkan sebelum penggorengan dan sesudah penggorengan. hasil analisis kadar air mi instan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. kadar air mi instan sagu(%). Sebelum penggorengan Sesudah penggorengan SP0 (pati sagu 100%) 10,53 a 8,43 a SP1 (Pati sagu 97,50%, daging ikan patin 2,50%) 11,18 b 8,62 b SP2 (Pati sagu 95,00%, daging ikan patin 5.00%) 11,18 b 8,78 b SP3 (Pati sagu 92,50%, daging ikan patin 7,50%) 11,26 b 9,00 c SP4 (Pati sagu 90,00%, daging ikan patin 10,00%) 11,29 b 9,31 d SP5 (Pati sagu 87,50%, daging ikan patin 12,50%) 12,21 c 10,85 e Tabel 1 menunjukan bahwa kadar air mi instan sagu sebelum penggorengan pada penelitian ini bervariasi dari 10,53% sampai 12,21% dan kadar air mi instan sesudah penggorengan juga bervariasi dari 8,43%-10,85%. Kadar air mi instan sagu cenderung meningkat dengan penambahan daging ikan patin. Hal ini disebabkan karena semakin banyak daging ikan yang ditambahkan akan menaikkan kandungan protein dalam adonan sehingga daya ikat air oleh protein daging akan meningkat. Hal ini berdampak pada semakin banyaknya air yang dapat ditahan sehingga jumlah air dalam mi instan semakin meningkat. Berdasarkan standar SNI 01-3551-2000, kadar air mi instan sebelum penggorengan maksimal 14,5% dan semua mi instan sagu yang dihasilkan telah memenuhi standar. Kadar air mi instan menurun dengan adanya proses penggorengan. Hal ini terjadi karena selama proses penggorengan menyebabkan sebagian air yang terikat pada mi akan menguap, Soeparno (1998) menyatakan bahwa proses pemanasan akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan menurunkan daya ikat air. Berdasarkan standar SNI 01-3551-2000 kadar air mi instan setelah penggorengan maksimal 10,0%. Mi instan sagu yang dihasilkan pada perlakuan SP5 setelah penggorengan tidak memenuhi standar kualitas mi yaitu melebihi 10,0%. 3.2. Kadar Protein Protein merupakan salah satu makromolekul yang penting dalam bahan pangan dan merupakan sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino esensial dan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh. Protein selain

berfungsi sebagai zat pembangunan dan pengatur dalam tubuh juga sebagai sumber energi. Kadar protein mi instan sagu setelah dianalisis secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada setiap perlakauan. kadar protein mi instan sagu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. kadar protein mi instan sagu(%). SP0 (Pati sagu 100%) SP1 (Pati sagu 97,50%, daging ikan patin 2,50%) SP2 (Pati sagu 95,00%, daging ikan patin 5.00%) SP3 (Pati sagu 92,50%, daging ikan patin 7,50%) SP4 (Pati sagu 90,00%, daging ikan patin 10,00%) SP5 (Pati sagu 87,50%, daging ikan patin 12,50%) 7,80 a 7,93 b 8,68 c 9,05 d 10,90 e 11,62 f Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ikan patin yang ditambahkan akan semakin tinggi kandungan protein mi instan sagu yang dihasilkan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kandungan protein ikan patin yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan patin mengandung protein 14,98% dan pati sagu mengandung protein 0,97%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hustiani (2005) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak daging ikan patin yang ditambahkan semakin tinggi pula protein yang terdapat dalam kerupuk dan surimi dari daging ikan patin. Mi instan sagu yang dihasilkan mengandung protein yang telah memenuhi standar mutu mi instan berdasarkan SNI 01-3551- 2000 yaitu minimal 4%. 3.3. Bilangan asam Bilangan asam merupakan salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kualitas minyak atau lemak, dan dari hasil ekstraksi produk makanan seperti mi. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda dan seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan pati sagu dan daging ikan patin memberikan pengaruh nyata terhadap bilangan asam mi instan yang dihasilkan. hasil analisis bilangan asam mi instan sagu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. bilangan asam mi instan sagu(%). SP0 (Pati sagu 100%) SP1 (Pati sagu 97,50%, daging ikan patin 2,50%) SP2 (Pati sagu 95,00%, daging ikan patin 5,00%) SP3 (Pati sagu 92,50%, daging ikan patin 7,50%) SP4 (Pati sagu 90,00%, daging ikan patin 10,00%) SP5 (Pati sagu 87,50%, daging ikan patin 12,50%) 1,18 a 1,20 ab 1,38 bc 1,39 bc 1,47 c 1,50 c

Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa bilangan asam mi instan sagu cenderung meningkat dengan penggunaan daging ikan patin. Hal ini berkaitan dengan kandungan lemak pada ikan patin yang relatif tinggi yaitu 6,6%. Menurut Panagan (2011), kadar minyak ikan patin rata-rata dengan berat 650-879 gram adalah 3,827%. Ikan patin mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang terdiri dari EPA dan DHA masing-masing 0,21-2,48% dan 0,95-9,96%. Asam lemak tidak jenuh mudah teroksidasi pada saat pengeringan dan penggorengan yang menyebabkan peningkatan bilangan asam. Walaupun terjadi peningkatan bilangan asam, namun masih memenuhi standar mutu mi instan (SNI 01-3551-2000) yaitu maksimal 2%. 3.4. Keutuhan Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa rasio pati sagu dan ikan patin berpengaruh nyata terhadap keutuhan mi instan sagu (Lampiran 6). keutuhan mi instan sagu yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. keutuhan mi instan sagu(%). SP0 (Pati sagu 100%) SP1 (Pati sagu 97,50%, daging ikan patin 2,50%) SP2 (Pati sagu 95,00%, daging ikan patin 5,00%) SP3 (Pati sagu 92,50%, daging ikan patin 7,50%) SP4 (Pati sagu 90,00%, daging ikan patin 10,00%) SP5 (Pati sagu 87,50%, daging ikan patin 12,50%) 82,45 a 91,06 b 93,93 c 93,66 c 93,85 c 93,65 c Tabel 4 menunjukan bahwa keutuhan mi instan berkisar antara 82,45% sampai 93,65% dan keutuhan mi instan sagu cenderung meningkat dengan meningkatnya penggunaan daging ikan patin. Hal ini berkaitan dengan sifat protein dari daging ikan patin yang berkontribusi kenyal dan tidak mudah putus pada pembuatan adonan dan produk mi instan. Koapaha dkk. (2011) menyatakan bahwa miosin pada daging ikan memegang peranan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel. Bila daging ikan diproses akan menghasilkan struktur yang kenyal. Mi yang kenyal akan sulit untuk putus atau patah sehingga tingkat keutuhannya makin baik. Keutuhan mi yang dihasilkan masih memenuhi standar mutu mi instan (SNI 01-3551- 2000) yaitu minimal 90%. Kecuali pada perlakuan SP0 yaitu mi instan sagu tanpa penambahan daging ikan patin yang memenuhi keutuhan 85,45%. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rasio pati sagu dan ikan patin secara statistik berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar protein, bilangan asam dan keutuhan mi instan sagu yang dihasilkan.

2. Mi instan yang dihasilkan pada semua perlakuan secara umum masih memenuhi standar mutu mi instan (SNI 01-3551- 2000), kecuali perlakuan SP5 kadar air setelah penggorengan tidak memenuhi standar kualitas yang melebihi 10% dan perlakuan SP0 yaitu mi instan sagu tanpa penambahan daging ikan patin yang memenuhi tingkat keutuhan kurang dari 90%. 3. terbaik yang dipilih penelitian ini adalah perlakuan SP4 (pati sagu 90%, daging ikan patin 10%) dengan kadar air 9,31%, kadar protein 10,90%, bilangan asam 1,47% dan keutuhan mi instan sagu 93,85%. 4.2. Saran Perlu adanya uji penerimaan konsumen dan lama penyimpanan serta analisis usaha mi instan berbasis pati sagu dan ikan patin. DAFTAR PUSTAKA BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3551 2000. Mie Instan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Hustiani, R. 2005. Karakteristik produk olahan kerupuk dan surimi dari daging ikan patin (Pangasius sutchi) hasil budidaya sebagai sumber protein hewani. Fakultas Teknologi Pertanian. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Koapaha, T., T Langi, dan L. E. Lalujan. 2011. Penggunaan pati sagu modifikasi fosfat terhadap sifat organoleptik sosis ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Jurnal Eugenia Volume 17 No. 1, Hal : 80-85. Panagan, A. T., H. Yohandini dan J. G. Uli. 2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif asam lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (Pangasius pangasius) dengan metoda kromatografi gas. Jurnal Penelitian Sains Volume 14 No 4 : 38-42. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Pres Cetakan III. Yogyakarta.