ReforMiner Quarterly Energy Notes April 2017

dokumen-dokumen yang mirip
POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI sasa

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

ReforMiner Quarterly Notes

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK-POKOK DALAM PENGATURAN PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2017) Jakarta, 10 Februari 2017

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

ERA BARU MIGAS INDONESIA:

5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

BAB I PENGANTAR. menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2012 TENTANG

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 267/PMK.011/2014

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 10 Mei 2013

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Proses Pengadaan dan Standar Kontrak Pembangkit Tenaga Listrik Yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

2017, No Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa k

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG

Inception Report. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan

OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS

Perubahan Ketentuan Mengenai Izin Lokasi David Wijaya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.011/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

Materi Paparan Menteri ESDM

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan tidak langsung yang

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas

2017, No pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas):

bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian ESDM. Alokasi. Pemanfaatan. Gas Bumi.

Perubahan Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan oleh Auraylius Christian

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LISTRIK DARI ENERGI TERBARUKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

SUMMARY REPORT SEMINAR TATA NIAGA GAS BUMI DAN BBM Forum Energizing Indonesia (FEI) Jakarta, 22 November 2017

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM RANGKA KETAHANAN ENERGI NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

ReforMiner Quarterly Energy Notes April 2017 Catatan atas Implementasi dan Regulasi Kontrak Bagi Hasil Gross Split Pemerintah sejak 13 Januari 2017 lalu telah menerapkan kebijakan kontrak bagi hasil gross split pada kegiatan usaha hulu migas. Penerapan kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 08/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pada akhir Maret 2017 lalu, pemerintah juga telah menerbitkan Permen ESDM No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Berikut adalah catatan ReforMiner dari pelaksanaan kebijakan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang telah berjalan hingga kuartal I tahun 2017 dan atas regulasi tersebut, khususnya Permen ESDM No. 8/2017 : 1. Dalam mengimplementasikan kontrak bagi hasil gross split pemerintah tergolong bergerak cepat, namun, dengan kondisi peraturan yang menjadi dasarnya belum sepenuhnya siap. 2. Implementasi kontrak gross split dapat dikatakan telah berjalan, namun dengan menyisakan pertanyaan dan permasalahan, baik menyangkut konseptual filosofinya maupun operasionalisasinya. 3. Persoalan yang langsung muncul adalah menyangkut bagaimana pengembalian investasi yang telah ditanamkan kontraktor sebelum kontrak lama (PSC) berakhir dan kemudian kontrak berubah menjadi gross split. 4. Oleh pemerintah, persoalan nomor (3) diatasi dengan menerbitkan Permen ESDM No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 5. Ada perbaikan (kejelasan) dari hasil nomor (4), tetapi tetap masih menyisakan persoalan. Jika terdapat ketentuan di dalam kedua peraturan tersebut yang saling tidak bersesuaian, -contoh dalam hal penambahan atau pengurangan angka split sebagai konsekuensi dari pengembalian investasi- tidakkah hal tersebut akan semakin menambah ketidakpastian? ReforMiner Institute Page 1

6. Permasalahan lain yang berpotensi muncul adalah dalam beberapa aspek berikut: a. Kepemilikan aset, Pasal 21 Permen ESDM 8/2017 menyebutkan bahwa seluruh barang dan peralatan yang dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha hulu migas secara langsung menjadi milik/kekayaan Negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas. Ada kontradiksi logika di dalam hal pengadaan barang secara mandiri oleh kontraktor tetapi barang tersebut menjadi milik Negara. b. Pemberlakuan kontrak, dalam pasal 24 Permen ESDM 8/2017 ditetapkan bahwa gross split diberlakukan terhadap Wilayah Kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang. Sementara Wilayah Kerja yang kontraknya diperpanjang dapat memilih untuk menggunakan model kontrak semula atau kontrak bagi hasil gross split. Ada ambiguitas, jika pemerintah telah berketapan untuk menerapkan gross split, maka apakah berarti kontrak dan kontraktor eksistingnya tidak akan diperpanjang? c. Penyederhaan birokrasi dan administrasi, dalam pasal 15 Permen ESDM 8/2017 diatur tentang peran SKK Migas di dalam pemberian persetujuan atau penolakan terhadap rencana kerja dan anggaran yang diajukan kontraktor. Di dalam pasal 16 juga diatur tentang persetujuan atau penolakan terhadap rencana pengembangan lapangan (POD) yang pertama kali maupun yang selanjutnya. Sedangkan pasal 23 mengatur tentang peran SKK Migas di dalam pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan operasional hulu migas. Ketentuan-ketentuan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang sampai seberapa jauh pengendalian manajemen kegiatan di dalam sistem gross split yang diterapkan akan berbeda dengan pengendalian pada sistem Production Sharing Contract (PSC) sebelumnya. d. Porsi bagi hasil, dalam pasal 5 ditetapkan bahwa Base split untuk minyak bumi ditetapkan sebesar 57 % bagian Negara dan 43 % bagian Kontraktor. Sedangkan Base split untuk gas bumi ditetapkan sebesar 52 % bagian Negara dan 48 % bagian Kontraktor. Di dalam Lampiran disebutkan komponen variabel split meliputi: status Wilayah Kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan CO 2, kandungan H 2S, berat jenis minyak bumi, TKDN pada masa pengembangan lapangan, dan tahapan produksi. Kemungkian persoalan muncul; (1) bagaimana menerapkan dan memonitor komponen-komponen variabel tersebut yang berbeda-beda dan dapat ReforMiner Institute Page 2

sangat beragam pada setiap Wilayah Kerja yang ada?, (2) bagaimana memasukkan porsi pengembalian investasi (Permen ESDM No. 26/2017) ke dalam angka bagi hasil yang telah ditetapkan secara rigid di dalam Permen ESDM No. 8/2017 tersebut? 7. Dari regulasi dan implementasi yang ada sejauh ini, terlihat bahwa model gross split yang diterapkan esensinya masih sebatas mengubah dasar dan besaran angka split yang digunakan, sementara di dalam aspek pengendalian manajemen dan kegiatan operasional, utamanya masih mendasarkan pada model PSC lama. Dengan demikian, klaim dan argumentasi atas efisiensi yang salah satunya akan dihasilkan dari penyederhanaan administrasi dan birokrasi yang selama ini dikemukakan menjadi dipertanyakan validitasnya. 8. Kembali kepada pertanyaan mendasar, sebenarnya apa yang ingin dicapai dari penerapan sistem bagi hasil gross split ini? Benar-benar untuk efisiensi dan penyederhanaan administrasi dan manajemen atau sebatas short cut untuk memperbesar porsi bagian pemerintah, atau untuk hal lain? 9. Pemerintan perlu melakukan beberapa perbaikan, baik di dalam aspek regulasi maupun di dalam tahapan implementasi model kontrak bagi hasil gross split ini. Salah satu yang direkomendasikan ReforMiner adalah agar di dalam peraturan yang ada disebutkan secara tegas bahwa kontrak bagi hasil gross split adalah hanya merupakan sebuah pilihan saja, dan bukan sebuah keharusan mutlak ataupun sebuah keharusan yang dikondisikan. ReforMiner Institute Page 3

Catatan atas Permen ESDM No. 26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Permen ESDM No.26/2017 adalah tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. ReforMiner menilai, meskipun tidak dinyatakan sebagai aturan pelaksana untuk penerapan sistem gross split, aturan ini terbit sebagai solusi atas satu permasalahan yang muncul dari penerapan sistem gross split; yaitu di dalam hal perlakuan atas investasi yang telah dikeluarkan kontraktor yang semula menggunakan sistem PSC tetapi kemudian (harus) beralih menggunakan sistem gross split, dan bagaimana mekanisme pengembaliannya. Catatan ReforMiner atas hal itu adalah sebagai berikut: 1. Klaim pemerintah, bahwa pengaturan ini diperlukan untuk menjaga kewajaran atau stabilitas tingkat produksi dan optimalisasi penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu migas, cukup beralasan. Namun, ReforMiner menilai pertimbangan utama yang sebenarnya adalah lebih untuk mengatasi celah kekurangan Peraturan No. 08/2017 tentang Gross Split yang belum mengatur tentang mekanisme pengembalian investasi yang sudah terlanjur dikeluarkan oleh kontraktor ketika sebelumnya masih menggunakan sistem Production Sharing Contract (PSC) biasa. 2. Dalam peraturan ini, disebutkan jika jika perpanjangan kontrak menggunakan model gross split, maka biaya investasi yang belum dikembalikan dapat ditagihkan melalui perhitungan dalam bagian kontraktor. 3. Ketentuan ini di satu sisi secara perhitungan ekonomi logis dan dapat dipahami, namun di sisi lain dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena berpotensi bertentangan dengan angka porsi bagi hasil gross split yang telah ditetapkan secara baku di dalam Permen No. 08/2017. 4. Dalam hal kontrak tidak diperpanjang, mekanisme pengembalian biaya investasi berpotensi menimbulkan permasalahan teknis di dalam implementasinya, yang dapat mempengaruhi minat KKS baru untuk mengambil alih pengelolaan blok migas habis masa kontrak. Hal ini karena KKKS baru wajib mengembalikan biaya investasi yang belum dikembalikan kepada KKKS lama. Nilai pengembalian yang harus dibayarkan oleh KKKS baru itu meliputi sisa biaya investasi pada kontrak sebelumnya yang belum dikembalikan. ReforMiner Institute Page 4

5. Dengan adanya poin (4) di atas, biaya untuk memperoleh hak pengelolaan blok migas habis masa kontrak menjadi lebih mahal. Bahkan dalam kondisi tertentu KKKS baru dapat dikatakan harus ikut membayar resiko bisnis, termasuk dalam hal ini ketidakefisienan yang misalnya telah dilakukan oleh KKKS existing. 6. Dengan kata lain, ReforMiner menilai, meskipun dalam hal penjelasan lebih detil dan pengaturan tentang mekanisme pengembalian investasi untuk KKKS yang telah memasuki periode kontrak gross split memang diperlukan, regulasi ini pada dasarnya: a) Semakin menegaskan arah ke depan pemerintah untuk secara tidak langsung mengkondisikan KKKS, terutama yang masih mengelola suatu blok (eksisting), untuk ke depannya tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan sistem gross split, atau tidak mendapatkan perpanjangan, dan b) Memberi sinyal kepada KKKS baru yang akan mengambil alih kontrak bahwa konsekuensi yang akan mereka hadapi adalah sistem gross split itu sendiri, dengan tambahan biaya berupa pengembalian investasi kepada KKKS lama. suatu sinyal yang memberi jaminan pengembalian investasi kepada KKKS eksisting, tetapi tidak mendorong KKKS baru untuk masuk mengelola suatu blok yang telah ada. ReforMiner Institute Page 5

Catatan atas Pengaturan Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Listrik (Permen ESDM No.11/2017) Pada akhir Januari 2017 lalu pemerintah menerbitkan Permen ESDM No.11/2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Listrik. Pemerintah mengklaim terbitnya Permen ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan pasokan gas bumi untuk sektor ketenagalistrikan dengan harga yang wajar dan kompetitif. Catatan ReforMiner atas kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: 1. ReforMiner menilai terbitnya Permen ini merupakan bagian dari pelaksanaan proyek kelistrikan 35.000 MW. Hal itu mengingat pelaksanaan proyek 35.000 MW akan meningkatkan konsumsi gas untuk kelistrikan hingga sekitar 85,68 % dari konsumsi saat ini. Saat ini konsumsi gas untuk kelistrikan adalah sebesar 1.169,39 BBTUD. Sementara tambahan konsumsi gas yang dibutuhkan dari pelaksanaan proyek 35.000 MW adalah sebesar 1.002 BBTUD. 2. ReforMiner memproyeksikan, terbitnya Permen ESDM No.11/2017 akan memberikan dua konsekuensi utama terhadap pengelolaan gas di dalam negeri, yaitu terjadinya perubahan kebijakan alokasi dan penetapan harga gas. a. Alokasi gas Peningkatan kebutuhan gas oleh sektor kelistrikan, kemungkinan akan merubah kebijakan alokasi dari produksi gas Indonesia. Untuk produksi lapangan gas eksisting, alokasi yang selama ini untuk kepentingan ekspor kemungkinan secara bertahap akan direalokasi untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di dalam negeri. Alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri gas pipa dan LNG selama kurun 2003-2015 rata-rata tercatat mengalami peningkatan sebesar 9 % setiap tahunnya. Serapan LNG untuk dalam negeri juga meningkat dari 30 cargo pada 2003 menjadi 58 cargo pada 2016. Sementara, untuk kontrak pengusahaan gas yang baru kemungkinan besar akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit-pembangkit listrik di dalam negeri. Sektor industri dan pupuk kemungkinan akan menjadi prioritas alokasi selanjutnya setelah alokasi gas untuk kelistrikan terpenuhi. b. Harga gas Dengan terbitnya Permen ini, kebijakan penetapan harga gas akan mengalami beberapa penyesuaian. Selain akan ditetapkan oleh Menteri ESDM, penetapan harga gas juga akan ReforMiner Institute Page 6

menggunakan acuan harga minyak/icp. Harga gas akan menggunakan acuan persentase tertentu terhadap ICP untuk setiap MMBTU. Kemungkinan masih akan terdapat regulasi lanjutan untuk menentukan periode dan mekanisme penyesuaian harga gas secara teknis yang mengacu pada harga minyak/icp tersebut. Harga gas impor akan berpengaruh atau menjadi referensi dalam menetapkan harga gas di dalam negeri. Harga gas dalam negeri secara tidak langsung akan diarahkan untuk tidak lebih tinggi dari 11,5 % ICP/MMBTU. Hal ini karena konsumen di dalam negeri diperbolehkan untuk mengimpor gas jika harga melampaui formula tersebut. Impor gas (LNG) dapat dilakukan jika harga LNG di dalam negeri lebih besar dari 11,5 % ICP/MMBTU free on board dan sepanjang harga LNG yang diimpor paling tinggi 11,5 % ICP/MMBTU pada terminal regasifikasi pembeli (landed price). Jika harga LNG yang akan diimpor lebih dari 11,5 % ICP/MMBTU landed price, PLN dan BUPTL dapat membeli gas pipa dengan harga lebih besar dari 11,5 % ICP/MMBTU atau membeli LNG dalam negeri dengan harga lebih besar dari 11,5 % ICP/MMBTU free on board. ReforMiner Institute Page 7

Catatan atas Revisi PP No.79/2010 (Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Migas) Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas telah lama dinilai kalangan industri hulu migas sebagai salah satu regulasi utama yang menghambat investasi di bidang hulu migas. Pangkal persoalannya, di mata industri hulu migas, keberadaan PP 79/2010 ini membuat prinsip perpajakan assume and discharge yang mestinya berlaku di dalam kontrak PSC menjadi tidak dapat diberlakukan. Merespon hal itu, pemerintah pada akhir Maret lalu telah selesai melakukan revisi terhadap PP 79/2010 tersebut. Catatan ReforMiner atas revisi yang dilakukan pemerintah terhadap PP 79/2010 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemberlakuan prinsip perpajakan assume and discharge yang menjadi tuntutan industri hulu migas pada dasarnya telah diakomodir di dalam revisi ini, tetapi hal itu tidak dilakukan secara langsung dan eksplisit. Hal ini tidak dapat dilakukan karena otoritas perpajakan tidak mungkin memberlakukan ketentuan perpajakan pada suatu sektor (melalui PP) yang bertentangan dengan ketentuan perpajakan lainnya yang lebih tinggi (Undang-Undang). Dalam hal ini, otoritas perpajakan menerapkan prinsip equal treatment di dalam memberlakukan ketentuan perpajakan kepada semua sektor. 2. Beberapa ketentuan dalam revisi PP tersebut yang secara prinsip sebenarnya identik dengan assume and discharge diantaranya adalah: a. Ketentuan mengenai kebijakan PBB pada masa eksplorasi. Dalam revisi ini tidak menggunakan frasa pembebasan atau dikecualikan tetapi menggunakan frasa pengurangan sebesar 100 % dari yang tercantum dalam SPPT. Pasal 26A ayat (4) draft Revisi PP 79/2010: Pada a. tahap eksplorasi Kontraktor diberikan fasilitas: pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam SPPT selama masa eksplorasi. b. Pemberian insentif perpajakan pada masa eksploitasi. Menteri Keuangan akan memberikan fasilitas perpajakan kepada KKKS setelah memperoleh pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri ESDM. Fasilitas perpajakan yang akan diberikan ReforMiner Institute Page 8

pada tahap eksploitasi diantaranya adalah: (1) pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam kegiatan hulu migas; (2) pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; (3) pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan Bea Masuk; dan (4) pengurangan PBB atas Tubuh Bumi paling tinggi sebesar 100% dari PBB Migas terutang yang tercantum dalam SPPT. Pertimbangan keekonomian proyek Hulu Migas dari Menteri ESDM (Pasal 26B ayat (2) Revisi PP 79/2010) Menteri Keuangan memberikan insentif: 1. Pembebasan pungutan Bea Masuk. 2. Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 3. Pembebasan PPh 22 atas impor yang telah dibebaskan dari pungutan bea masuk. 4. Pengurangan PBB atas Tubuh Bumi paling tinggi sebesar 100 % dari yang tercantum dalam SPPT. 3. Selain secara implisit menerapkan prinsip assume and discharge, revisi PP 79/2010 ini juga menegaskan pemberian insentif lain untuk kegiatan usaha hulu migas. Beberapa insentif tersebut adalah: a). Investment credit, yaitu tambahan investasi biaya modal dalam jumlah tertentu, yang berkaitan langsung dengan fasilitas produksi, yang diberikan sebagai insentif untuk pengembangan lapangan minyak dan/atau gas bumi tertentu. b). Pembebanan Cost Sharing oleh Kontraktor dalam rangka pemanfaatan Barang Milik Negara di bidang hulu minyak dan gas bumi dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. c). Adanya ketentuan yang mengatur bahwa Menteri ESDM dapat menetapkan bagi hasil yang dinamis kepada KKS hulu migas. ReforMiner Institute Page 9

Pasal 10A draft Revisi PP 79/2010: Menteri dapat menetapkan besaran bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada Kontrak Kerja Sama. 4. Secara keseluruhan ReforMiner menilai, meskipun belum dapat menyelesaikan seluruh persoalan perpajakan yang terkait kegiatan usaha hulu migas, revisi PP 79/2010 yang dilakukan pemerintah sudah merupakan langkah yang positif. Pemerintah telah mengakomodir beberapa isu yang selama ini menjadi tuntutan dan perhatian dari industri hulu migas di dalam koridor peraturan peraturan perundangan yang berlaku saat ini. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah segera mengoperasionalkan revisi PP 79/2010 ini melalui penerbitan peraturan pelaksananya (Peraturan Menteri Keuangan). ReforMiner Institute Page 10

Catatan atas Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik Pemerintah kembali menerbitkan peraturan tentang harga listrik EBT melalui Permen ESDM No. 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Permasalahan tentang harga jual listrik EBT sebelumnya telah diatur melalui sejumlah regulasi seperti Permen ESDM No.19 Tahun 2015, Permen ESDM No.44 Tahun 2016, Permen ESDM No.19 Tahun 2016 dan Permen ESDM No. 21 Tahun 2016. Catatan ReforMiner atas peraturan terbaru di dalam permasalahan harga listrik EBT tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, terbitnya permen ini tampaknya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi listrik EBT, sehingga diharapkan dapat menghasilkan harga listrik yang kompetitif dan lebih murah diserah PLN. 2. Dari sisi substansi, perubahan cukup signifikan yang terjadi pada Permen No.12 Tahun 2017 dibandingkan peraturan sebelumnya diantaranya adalah: a. Pada ketentuan pembelian tenaga listrik dengan menggunakan harga patokan seperti yang terdapat pada Pasal 5 tentang harga pembelian listrik PLTS Fotovoltaik. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jika harga BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik paling tinggi sebesar 85% dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Sementara jika BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik sama dengan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk pembelian tenaga listrik dari PLT Bayu (PLTB), PLT Biomasa (PLTBm), PLT Biogas (PLTBg) dan PLTA. b. Sementara itu ketentuan berbeda diberlakukan untuk pembelian tenaga listrik dari PLT Sampah (PLTSa) dan PLT Panasbumi (PLTP), ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasa 11 menyebutkan, Jika harga BPP Pembangkit PLTA dan PLTP di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan ReforMiner Institute Page 11

nasional, maka harga patokan pembelian tenaga listrik dari PLTA dan PLTP tersebut paling tinggi sebesar BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Sementara jika BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTSa ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. c. Ketentuan lain yang juga relevan adalah menyangkut mekanisme pembelian tenaga listrik dari PLTA dan PLTP. Dalam hal ini ada kententuan yang menyebutkan bahwa pembelian tenaga listrik dilakukan dengan membangun jaringan evakuasi daya dari tenaga listrik ke titik sambung PT PLN dengan menggunakan pola kerjasama Build, Own, Operate, Transfer (BOOT). Dengan adanya ketentuan BOOT kepemilikan pembangkit secara langsung akan menjadi aset negara setelah kontrak kerjasama berakhir. 3. ReforMiner menilai, substansi pokok dari Permen ESDM 12/2017 di atas, meskipun tampaknya ditujukan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi bagi pengembang listrik EBT, hal itu berpotensi menjadi disinsentif bagi investasi pengembangan listrik EBT ke depan. 4. Secara makro, Permen ini juga terlihat seperti antiklimaks dari keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan EBT yang selama ini sebenarnya sudah dapat dikatakan berada di jalur yang benar. 5. Berdasarkan politik penganggaran KESDM dalam beberapa tahun terakhir, keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan EBT sebenarnya sudah dapat dilihat. Berdasarkan anggaran KESDM dan realisasinya pada 2015 dan 2016, diketahui alokasi anggaran untuk Ditjen EBTKE selalu meningkat dan tercatat merupakan yang terbesar kedua setelah Ditjen Migas. Untuk tahun anggaran 2017 ini, meski mengalami sedikit penurunan, anggaran yang dialokasikan untuk Ditjen EBTKE masih tetap yang terbesar kedua setelah Ditjen Migas. Dari total pagu anggaran Rp. 7,3 triliun, 19,3% nya dialokasikan untuk Ditjen ETBKE, sedangkan Ditjen Migas 36,8%. 6. Dari data dan informasi yang dihimpun, diketahui bahwa selama 7 (tujuh) tahun terakhir (2010-2016) produksi EBT rata-rata mengalami kenaikan sebesar 9,9 % untuk setiap tahunnya. 7. ReforMiner menilai hal yang sudah berada pada jalur positif seperti tren kemajuan penggunaan EBT di atas sebaiknya diteruskan dan tidak dimentahkan kembali ReforMiner Institute Page 12

melalui kebijakan atau peraturan yang sifatnya cenderung mengeneralisir seperti misalnya menetapkan patokan harga 85% dari BPP sebagaimana yang ada pada Permen ESDM 12/2017 tersebut. ReforMiner Institute Page 13

Catatan atas Rencana Pembentukan Holding BUMN Migas Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah merencanakan pembentukan perusahan induk (holding), salah satunya di bidang migas. Untuk merealisasikan proses pembentukan holding BUMN yang dimaksudkannya, Pemerintah telah mengeluarkan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Catatan ReforMiner atas rencana pembentukan holding migas dan langkah yang telah dilakukan sejauh ini adalah sebagai berikut: 1. ReforMiner melihat holding BUMN migas yang dimaksud oleh Pemerintah adalah dalam pengertian parent company 1. 2. Berdasarkan pengertian pada nomor (1) di atas dan pada peraturan yang menjadi acuan pemerintah dalam pembentukan holding saat ini yaitu PP No. 72/ 2016, mekanisme pembentukan holding BUMN Migas yang akan dilakukan tampaknya adalah dengan cara akuisisi saham PGN oleh Pertamina. Atau dengan kata lain sebagaimana diatur dalam Pasal 2A ayat (2) PP No. 72/2016 adalah pengalihan saham milik negara yang ada pada pada PGN kepada Pertamina. Melalui mekanisme holding ini, PT Pertamina (Persero) [Pertamina] direncanakan akan bertindak sebagai parent company, dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. [PGN] akan menjadi anak perusahaannya. 3. Kemungkinan langkah dan arah pembentukan holding migas yang dimaksud sebagaimana nomor (2) di atas berpotensi memunculkan beberapa masalah, diantaranya: a. Masalah payung hukum yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya, yakni UU Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Perbendaharaan Negara, dan UU Migas. 1 Berdasarkan pengertian hukum korporasi yang dianut banyak negara, sebagaimana dijelaskan dalam Black s Law Dictionary, terdapat perbedaan antara holding company dan parent company. Holding company adalah perusahaan yang dibentuk untuk sebagai induk pengendali atas perusahaan lain dan perannya terbatas sebagai pemilik saham dan pengawas manajemen (tidak aktif dalam operasional kegiatan perusahaan yang dilingkupinya). Sementara parent company pada umumnya terbentuk melalui proses merger atau akuisisi atas perusahaan lain yang kemudian ditempatkan sebagai anak perusahannya. Parent company pada umumnya memiliki sendiri kegiatan operasional (bersifat aktif) yang untuk kepentingan investasi atau untuk membantu operasinya memerlukan anak perusahaan. ReforMiner Institute Page 14

b. Khusus terkait UU Migas, arah kecenderungan rencana pembentukan holding migas di atas berpotensi tidak sinkron dengan proses revisi UU Migas 22/2001 yang saat ini tengah bergulir di DPR. Berdasarkan informasi terkini yang dihimpun ReforMiner hingga catatan ini dibuat, kelembagaan hulu migas ke depan kemungkinan akan diarahkan pada pembentukan suatu badan yang disebut sebagai Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Secara struktur kelembagaan, BUK Migas didesain untuk berkedudukan langsung di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. 4. Berdasarkan hal-hal di atas, dan khususnya berkaitan dengan poin (3b) di atas, maka persepsi yang selama ini berkembang yang cenderung mengarah pada bahwa BUK Migas itu nantinya tak lain adalah (salah satu perwujudan dari) holding BUMN Migas itu sendiri, tidak tepat. 5. Sebaliknya, jika memang akhirnya harus menjadi seperti butir (4), maka jelas akan diperlukan langkah-langkah sinkronisasi peraturan perundangannya yang fundamental secara signifikan mulai dari tingkat UU, PP, hingga peraturan pelaksana lain di bawahnya. 6. Rencana penerapan holding BUMN Migas, mestinya tidak berjalan sendiri dan sekedar hanya merupakan langkah untuk merealisasikan akuisisi atau pengambilalihan saham PGN oleh Pertamina atau satu BUMN terhadap BUMN lainnya sebagaimana yang diarah pada PP No.72/2016 itu. Pembentukan holding BUMN migas mestinya mengantisipasi kemungkinan arah pengelolaan migas ke depan sebagaimana yang akan diatur dalam UU Migas baru nantinya. Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM perlu duduk bersama untuk membicarakan dan mensinkronkan hal itu. ReforMiner Institute Page 15

World Trade Centre (WTC) 5 Lt. 3A (3A56) Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta, DKI Jakarta, 12920 Indonesia Telp : 021-25985112 Fax : 021-25985001 Email : info@reforminer.com Website : http://www.reforminer.com ReforMiner Institute Page 16