BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya pendidikan tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun. Dewasa ini, Indonesia telah meningkatakan subsidi pendidikan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan. Kesadaran bahwa bangsa dan negara tidak akan maju tanpa pendidikan, menjadi indikasi kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Zuhairini mengatakan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia dalam meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi rohaninya (pikir, rasa, karsa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (pancaindra dan ketrampilan) (Hamdani, 2011: 17). Menurut Priatna, pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi (Hamdani, 2011: 19). Senada dengan uraian di atas, menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Ayat 1: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Fungsi dari Pendidikan Nasional itu sendiri kemudian dipertegas dalam Sistem Pendidikan Nasional dalam UU Nomor 20 pasal 3, bahwa: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1
2 Agar tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai, maka diperlukan pembelajaran yang efektif. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional/ UUSPN No. 20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar. Interaksi dalam hal ini adalah proses belajar mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa peserta didik belajar efektif. Belajar di sini adalah suatu aktivitas mencari, menemukan, dan melihat pokok masalah (Slameto, 2003: 92). Kegiatan pembelajaran yang efektif akan tercapai salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Semakin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Dengan pembelajaran yang efektif maka aktivitas belajar peserta didik akan semakin tinggi, dan semakin tinggi aktivitas siswa maka akan semakin tinggi pula prestasi belajarnya. Terutama dalam pembelajaran fisika, dimana belajar fisika tidak dapat dilakukan dengan hanya duduk diam di kelas mendengarkan penjelasan dari guru. Untuk mendapatkan kebermaknaan dari suatu pelajaran, guru dan siswa dituntut untuk lebih aktif menciptakan pembelajaran yang kondusif (Hamruni, 2012: 7). Fisika merupakan salah satu cabang ilmu IPA yang mempelajari tentang yang mempelajari tentang benda-benda atau materi dan gerakannya beserta kegunaannya bagi manusia. Fisika sebenarnya adalah pelajaran yang sangat menyenangkan untuk dipelajari, sebab fisika sangat berkaitan erat dengan kehidupan. Pada kenyataan di lapangan, fisika merupakan salah satu pelajaran yang sangat ditakuti dan dihindari oleh peserta didik, karena mereka menganggap fisika sangat sulit untuk dipahami. Oleh karena itu dalam pembelajaran fisika, harus didukung dengan metode pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara efektif dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan (Aunurrahman, 2009: 140).
3 Namun, pada umumnya metode yang banyak digunakan oleh para guru di lapangan merupakan metode konvensional atau metode ceramah. Metode ceramah adalah cara mengajar guru yang paling tradisional dan telah lama digunakan oleh para guru, yaitu penyajian materi melalui penuturan dan penerangan lisan guru kepada siswa tanpa adanya hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Kegiatan belajar mengajar akan berpusat pada guru, siswa kurang berperan aktif di dalamnya. Hal ini akan berdampak pada sedikitnya aktivitas belajar siswa yang kemudian berdampak pada turunnya prestasi belajar siswa. (Hamdani, 2011: 95-96). Dalam pembelajaran dengan metode ceramah siswa tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah yang berakibat pada proses penyerapan pengetahuan yang kurang tajam. Metode ini juga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keberanian dalam mengungkapkan pendapatnya. Kaitannya dengan pembelajaran fisika, metode cermah kurang cocok diterapkan dalam suatu pembelajaran. Dalam pembelajaran fisika banyak sekali materi yang harus dilakukan dengan berbagai kegiatan praktek maupun kerja kelompok untuk menggali potensi peserta didik sehingga akan didapatkan kebermaknaan suatu pembelajaran. Karena pembelajaran yang sesungguhnya adalah menciptakan makna dalam peserta didik, bukan hanya dengan menghafal materi (Sagala, 2011: 202). Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan untuk terlibat secara aktif dalam kelompok mereka. Dalam lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya, dapat membangun komunitas pembelajaran yang saling membantu satu sama lain (Huda, 2014: 32-33).
4 Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mengajak peserta didik untuk ikut berperan aktif dalam aktivitas pembelajaran kelompok kecil. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Parker (1994) kelompok kecil kooperatif dapat didefinisikan sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama (Huda, 2014: 29). Pada hakikatnya, tujuan pembelajaran kooperatif selain untuk membangun interaksi positif dalam aktivitas pembelajaran, adalah menciptakan individu-individu yang memiliki kepribadian dan rasa tanggung jawab yang besar. Untuk itu, partisipasi dari setiap individu sangat diperlukan sehingga setelah berpartisipasi dalam tugas kelompok peserta didik akan lebih siap menghadapi tugas-tugas yang harus diselesaikan secara individu secara mandiri. Diantara tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dan Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dikembangkan oleh Spencer kagan pada tahun 1990. Model pembelajaran ini memberi kesempatan suatu kelompok yang beranggotakan empat orang untuk berdiskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Kemudian dua dari anggota kelompok akan berkunjung ke kelompok lain dan dua yang lain akan menerima kunjungan dari kelompok lain untuk berbagi hasil diskusi. Setelah itu mereka kembali ke kelompok semula dan mempresentasikan hasil diskusi mereka (Huda, 2014: 140-141). Model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dikembangkan pertama kali oleh Frank Lyman dari University of Maryland pada tahun 1985. Pembelajaran diawali dengan membentuk pasangan-pasangan sebangku, kemudian mereka akan mendiskusikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Kemudian guru meminta setiap pasangan untuk berbagi, menjelaskan, atau menjabarkan hasil consensus atau jawaban yang telah mereka sepakati pada siswa-siswa yang lain di ruang kelas (Huda, 2014: 132).
5 Sesuai dengan penelitian Palupi (2013) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dan TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Dalam penelitian lain, Zainuddin (2014) diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran langsung. Sedangkan dari penelitian Isnaini (2014), diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS mendapatkan hasil lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Dalam penelitian lain, Budiastuti (2013) diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas peneliti mengambil judul skripsi Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dan Think Pair Share (TPS) pada materi pokok Pemuaian Kelas VII MTs SA PP Al Falah ditinjau dari Aktivitas Siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu: 1. Sebagian pendidik masih menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Kurangnya peran aktif siswa di dalam proses pembelajaran karena penggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Rendahnya aktivitas belajar siswa akibat proses pembelajaran dengan model satu arah. 4. Rendahnya prestasi belajar siswa oleh rendahnya aktivitas belajar siswa. 5. Belum ada riset untuk menguji efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan TPS khususnya untuk pembelajaran fisika.
6 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran Fisika dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TPS. 2. Pembelajaran ditinjau dari aktivitas belajar peserta didik. 3. Indikator keberhasilan peserta didik dalam mempelajari fisika dilihat dari kemampuan kognitif peserta didik yang berupa pencapaian keberhasilan akademik nilai tes akhir pada pokok bahasan Pemuaian. 4. Materi Fisika yang diambil pada penelitian ini adalah pokok bahasan Pemuian yang merupakan salah satu pokok bahasan di SMP kelas VII Semester I. D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis menuliskan perumusan masalah yaitu: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe TS-TS dan tipe TPS terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Pemuaian? 2. Adakah perbedaan pengaruh antara aktivitas belajar peserta didik kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika peserta didik pada pokok bahasan Pemuaian? 3. Adakah interaksi pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe TS-TS dan tipe TPS dengan aktivitas belajar peserta didik terhadap kemampuan kognitif Fisika peserta didik pada pokok bahasan Pemuaian? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya: 1. Perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe TS-TS dan tipe TPS terhadap kemampuan kognitif Fisika peserta didik pada pokok bahasan Pemuaian.
7 2. Perbedaan pengaruh antara aktivitas belajar peserta didik kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika peserta didik pada pokok bahasan Pemuaian. 3. Interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe TS-TS dan tipe TPS dan aktivitas belajar peserta didik terhadap kemampuan kognitif Fisika peserta didik pada pokok bahasan Pemuaian. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan : 1. Memberikan masukan kepada pendidik agar lebih memperhatikan masalahmasalah yang terkait dengan kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar. 2. Memberikan alternatif model mengajar yang efektif dan efisien untuk materi tertentu dalam bidang studi Fisika 3. Memberikan masukan kepada pendidik Fisika pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan tipe TPS. 4. Sebagai bahan pertimbangan, masukan atau acuan bagi penelitian sejenis.