BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilakukan untuk menunjang dan mendorong berkembangnya pembangunan daerah. Di samping itu, pembangunan daerah juga ditingkatkan untuk memperkokoh pembangunan nasional dan menciptakan struktur perekonomian nasional yang mantap dan dinamis (Adisasmita, 2013). Dalam hal ini, baik pembangunan nasional maupun pembangunan wilayah diharapkan dapat bersinergi sehingga dapat mencapai pertumbuhan ekonomi wilayah dan pertumbuhan ekonomi nasional yang terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga akan berdampak pada pencapaian keberhasilan pembangunan nasional dan daerah secara menyeluruh. Adisasmita (2013) menambahkan bahwa dalam hubungan analisis optimalitas (efesiensi) dengan perkembangan wilayah, masing masing wilayah memiliki karakteristik fisik, sosial dan ekonomi yang berbeda beda satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam pembangunan di setiap wilayah harus disesuaikan dengan potensi dan kondisi yang dimilikinya, dengan demikian diharapkan akan mencapai keberhasilan pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut kemudian didukung dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana dimaksudkan dari tujuan penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Disamping itu konsekuensi diberlakukan peraturan ini adalah adanya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan kepada pemerintah daerah yang sebelumnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Kewenangan yang dimaksud adalah mencakup seluruh bidang 1
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaannya, yaitu daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi, serta sumber daya alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari pemerintah pusat. Hal ini akan mempengaruhi perekonomian daerah yang pada akhirnya akan berdampak pada terciptanya peningkatan pembangunan daerah (Fachrurrazy, 2009). Dengan adanya prinsip desentralisasi dan otonomi daerah tersebut, Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengelola sendiri pembangunan wilayahnya. Keberhasilan pembangunan tersebut kemudian dapat diukur melalui pertumbuhan ekonomi wilayah yang deperoleh dari peningkatan output agregat (barang dan jasa) yang dinyatakan dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berikut adalah PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam koridor pembangunan ekonomi Bali Nusa Tenggara. Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (2000) Provinsi NTT, Provinsi NTB dan Provinsi Bali tahun 2004 2013 (miliar) Tahun Provinsi NTT Provinsi NTB Provinsi Bali 2004 9,537 14,928 19,963 2005 9,867 15,184 21,072 2006 10,369 15,604 22,185 2007 10,902 16,369 24,450 2008 11,430 16,832 25,910 2009 11,921 18,874 27,291 2010 12,547 20,073 28,882 2011 13,523 19,440 30,758 2012*) 13,972 19,221 32,804 2013**) 14,746 20,417 34,788 Rata-rata 11,881 17,694 26,810 *) : Angka sementara, **) : Angka sangat sementara Sumber: BPS NTT dalam http://ntt.bps.go.id/webbeta/frontend/subjek/view/id/52#subjek ViewTab3, BPS Bali dalam http://bali.bps.go.id/tabel.php?id=14, BPS NTB dalam http://ntb.bps.go.id/webbeta/frontend/ dan olahan penulis, 2015 2
Berdasarkan tabel diatas terlihat jelas bahwa dalam koridor Bali Nusa Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang sangat rendah dibandingkan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Hal ini ditunjukan dengan nilai PDRB NTT selalu berada pada urutan terendah setiap tahunnya dibandingkan dengan kedua provinsi lainnya. Rata rata nilai PDRB NTT pada tahun 2004 2013 hanya sebesar Rp11.881 miliar, sedangkan Provinsi NTB Rp17.694 miliar dan Provinsi Bali Rp26.810 miliar. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT, Provinsi NTB, Provinsi Bali dan Nasional tahun 2005 2013 (%) Tahun Provinsi NTT Provinsi NTB Provinsi Bali Nasional 2005 3.46 1.71 5.56 5.69 2006 5.08 2.77 5.28 5.50 2007 5.15 4.90 5.92 6.35 2008 4.84 2.82 5.97 6.01 2009 4.29 12.14 5.33 4.63 2010 5.25 6.35 5.83 6.22 2011 5.62-2.69 6.49 6.49 2012*) 5.41-1.10 6.65 6.26 2013**) 5.56 5.69 6.05 5.78 Rata-rata 4.96 3.62 5.90 5.88 *) : Angka sementara, **) : Angka sangat sementara Sumber: BPS NTT dalam http://ntt.bps.go.id/webbeta/frontend/subjek/view/id/52#subjek ViewTab3, BPS Bali dalam http://bali.bps.go.id/tabel.php?id=14, BPS NTB dalam http://ntb.bps.go.id/webbeta/frontend/ dan olahan penulis, 2015 Selain itu jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa rata rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tahun 2005 2013 masih tertinggal jauh dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali maupun Nasional. Rata rata pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT adalah 4,96%, lebih tinggi 1,34% dibandingkan dengan Provinsi NTB. Namun rata rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Bali 5,90% dan Nasional 5,88%. 3
Hal ini menunjukkan bahwa sejauh ini pembangunan wilayah yang ditinjau melalui pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tertinggal cukup jauh. Oleh karena itu hal ini perlu menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah setempat untuk ditangani, melalui perumusan dan penentuan kebijakan yang tepat. Sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi agar sejajar dengan wilayah wilayah lainnya di Indonesia bahkan menjadi lebih tinggi. Provinsi NTT terdiri dari 21 kabupaten dan 1 kota. Sebagai wilayah kepulauan, masing masing wilayah kabupaten dan kota pada dasarnya memiliki karakter fisik, sosial, dan ekonomi serta potensi wilayah yang berbeda beda. Hal ini kemudian akan memberikan dampak terhadap perumusan strategi pembangunan wilayah yang berbeda beda pula, yang pada akhirnya akan secara langsung berdampak pada PDRB dan pertumbuhan ekonomi pada masing masing wilayah tersebut. Berikut adalah rata rata PDRB dan pertumbuhan ekonomi 21 kabupaten dan 1 kota di Provinsi NTT. Tabel 1.3 Rata Rata PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan (2000) Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT Tahun 2009-2013 No. Wilayah PDRB (miliar) Pertumbuhan Ekonomi (%) 1. Kab. Sumba Barat 317 5.37 2. Kab. Sumba Timur 753 4.79 3. Kab. Kupang 1,060 4.44 4. Kab. Timor Tengah Selatan 996 4.21 5. Kab. Timor Tengah Utara 513 4.67 6. Kab. Belu 771 4.85 7. Kab. Alor 452 4.80 8. Kab. Lembata 161 4.82 9. Kab. Flores Timur 654 4.75 10. Kab. Sikka 896 4.25 11. Kab. Ende 839 5.15 12. Kab. Ngada 427 5.37 13. Kab. Manggarai 621 5.18 14. Kab. Rote Ndao 365 4.90 15. Kab. Manggarai Barat 425 3.85 bersambung... 4
lanjutan... 16. Kab. Sumba Tengah 233 4.32 17. Kab. Sumba Barat Daya 288 5.53 18. Kab. Nagekeo 320 4.42 19. Kab. Manggarai Timur 407 5.09 20. Kab. Sabu Raijua 160 7.01 21. Kab. Malaka 479 4.17 22. Kota Kupang 2,489 7.50 23. Provinsi NTT 13,287 5.23 Sumber: BPS NTT dalam http://ntt.bps.go.id/webbeta/frontend/subjek/view/id/52#subjek ViewTab3, dan olahan penulis, 2015 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa wilayah dengan nilai PDRB tertinggi adalah Kota Kupang Rp2.489 miliar dan disusul oleh Kabupaten Kupang Rp1.060 miliar. Hal ini disebabkan oleh keberadaan Kabupaten Kupang sebagai satu satunya wilayah kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan konsentrasi segala aktivitas jasa, perdagangan, dan pemerintahan sehingga memiliki daya tarik sendiri yang kemudian berdampak pada peningkatan PDRB. Begitu juga dengan Kabupaten Kupang, sebagai wilayah yang secara administratif berbatasan langsung dengan Kota Kupang, wilayah ini memperoleh keuntungan lokasi yang memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan wilayah akibat kedekatan wilayah secara administratif. Sedangkan wilayah dengan nilai PDRB terendah adalah Kabupaten Sabu Raijua Rp160 miliar. Hal ini bisa disebabkan oleh letak wilayah yang berada pada pulau terpencil dan berada jauh dari wilayah wilayah lainnya di Provinsi NTT. Sehingga hal ini menjadi kandala dan tantangan sendiri bagi wilayah ini untuk dikembangkan. Namun dengan mengoptimalkan semua potensi wilayah yang ada diharapkan wilayah wilayah yang memiliki pendapatan yang masih dikategorikan rendah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah mereka masing masing. Kemudian jika dilihat dari rata rata pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi NTT hanya terdapat 4 kabupaten dan 1 kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik jika dibandingkan dengan rata rata pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yaitu Kab. Sumba Barat, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Sabu Raijua dan Kota Kupang. Sedangkan 17 kabupaten 5
lainnya masih memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah. Sehingga hal ini menjadi tugas yang penting bagi pemerintah daerah setempat untuk mengoptimalkan semua potensi wilayah yang ada sehingga dapat membantu meningkatkan PDRB dan pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Dengan melihat fakta fakta tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait prioritas pembangunan wilayah di Provinsi NTT dengan basis sektor unggulan masing masing wilayah kabupaten dan kota sebagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi PDRB wilayah melalui optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah yang ada. Dengan demikian diharapkan pembangunan di Provinsi NTT tidak tertinggal jauh dibandingkan dengan wilayah wilayah lainnya di Indonesia. Selain itu untuk mensinergikan kepentingan masing masing kabupaten dan kota pada dasarnya diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif. Sehingga produk penataan ruang tersebut yang tertuang dalam berbagai jenis kebijakan baik nasional dan derah dapat menjadi dasar pengembangan wilayah. Kemudian dalam penelitian ini perlu dilakukan pengkajian untuk mengavaluasi relevansi kebijakan kebijakan penataan ruang yang ada untuk mengetahui kesesuaian penentuan arahan pembangunan di Provinsi NTT berdasarkan sektor unggulan wilayah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi NTT sebagai rekomendasi dan bahan pertimbangan dalam perumusan strategi pembangunan wilayah dengan basis pengembangan potensi dan sektor unggulan wilayah. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, 6
pemerintah daerah telah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengelola sendiri daerahnya. Dengan demikian, pemerintah daerah seharusnya dapat memaksimalkan pembangunan daerah dengan memanfaatkan segala potensi wilayahnya secara lebih kreatif, sehingga dapat meningkatkan PDRB dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut sebagai bukti keberhasilan pembangunan. Namun pada keyataannya ditemukan fakta bahwa pembangunan wilayah di Provinsi NTT masih tertinggal jauh. Hal ini didukung dengan data data yang menunjukkan bahwa nilai PDRB NTT dan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tumbuh sangat rendah dibandingkan dengan Provinsi NTB, Bali dan nasional. Begitu pula dengan PDRB dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi NTT, masih terdapat banyak wilayah kabupaten yang memiliki nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi yang rendah dalam skala regional. Oleh karena itu, perlu dirumuskan strategi pembangunan wilayah yang tepat melalui penentuan sektor sektor yang menjadi prioritas pembangunan wilayah di provinsi NTT berdasarkan sektor unggulan masing masing kabupaten dan kota. Selain itu juga perlu dikaji kebijakan kebijakan pembangunan di Provinsi NTT yang berlaku, apakah penentuan agenda prioritas pembangunan, sasaran dan strategi pembangunan yang ada sudah berlandaskan pada pengembangan potensi wilayah. Selain itu apakah berbagai kebijakan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah sudah relevan, yang kemudian dapat menjadi dasar arahan pembangunan yang terpadu dan bersinergi sebagai bukti keberhasilan pembangunan di daerah. Dengan demikian pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sektor apa saja yang menjadi prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis normatif mengenai sektor unggulan masing masing wilayah kabupaten dan kota? 2. Bagaimana relevansi kebijakan pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap kebijakan pembangunan nasional dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur? 7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan sektor - sektor yang menjadi prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis normatif mengenai sektor unggulan masing masing wilayah kabupaten dan kota. 2. Mengkaji relevansi kebijakan pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap kebijakan pembangunan nasional dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini akan didapatkan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praksis. 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah referensi mengenai pembangunan wilayah berbasis sektor unggulan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota. 2. Manfaat praksis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan wilayah terkait penentuan prioritas pengembangan sektor wilayah, terkhususnya sebagai rekomendasi dan masukan terhadap penyusunan revisi dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NTT tahun 2006-2025 dan Perda Pemprov NTT No. 1 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Timur. 8
1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu lokasi penelitian, fokus penelitian, dan periode waktu. 1.5.1 Lokasi Penelitian Lokus dari penelitian ini adalah seluruh wilayah administratif kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri atas 21 kabupaten dan 1 kota. Berikut batas batas wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebelah Utara : Laut Flores Sebelah Selatan : Samudera Hindia dan Australia Sebelah Barat : Selat Sape Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Sebelah Timur : Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Gambar 1.1 Peta Administratif Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Bappeda Provinsi NTT dan Modifikasi Penulis, 2015 9
1.5.2 Fokus Penelitian Berikut adalah fokus penelitian terkait topik Evaluasi Relevansi Kebijakan Pembangunan Nasional dan Daerah Terkait Prioritas Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur. 1. Sektor unggulan Sektor unggulan dianalisis berdasarkan sektor basis dan potensi pengembangan sektor yang ada di masing masing 21 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Prioritas pembangunan wilayah Prioritas pembangunan wilayah ditentukan berdasarkan potensi masing masing wilayah kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggra Timur berdasarkan sektor sektor unggulan. Sektor dengan potensi pengembangan yang lebih besar menjadi prioritas utama pembangunan wilayah. 1.5.3 Periode Waktu Adapun penelitian ini akan dilakukan dalam jangka waktu 4 bulan dimulai dari bulan Februari hingga Mei 2014 dengan menggunakan data time series (2009 2013) yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur dan BPS kabupaten dan kota di Provinsi NTT. 1.6 Keaslian Penelitian Berdasarkan pencarian dan pengamatan penulis, bahwa penelitian dengan topik Evaluasi Relevansi Kebijakan Pembangunan Nasional dan Daerah Terkait Prioritas Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur belum pernah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah daftar penelitian penelitian terkait. 10
Tabel 1.4 Daftar Penelitian Terkait No Judul Peneliti Tahun Fokus Lokus 1. Sektor sektor Ekonomi Unggulan Kota Cimahi Periode 2003 2005 2. Analisis Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur Diky Nurikhsan Muhammad Ghufron 2007 Mengidentifikasi sektor sektor unggulan (basis) di Kota Cimahi dan sektor unggulan yang kompetitif dan mempunyai spesialisasi pada perekonomian Kota Cimahi 2008 Mengidentifikasi sektor unggulan Kabupaten Lamongan, dampak pengganda (Multiplier) pendapatan, besarnya peranan sektor ungggulan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dan strategi kebijakan yang tepat untuk membangun sektor unggulan daerah Kota Cimahi Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur Metode Analisis Metode Location Quotient (LQ) & Shift-Share Metode Location Quotient (LQ), multiplier pendapatan, analisis Shift- Share & SWOT 3. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB 4. Analisis Penentuan Sektor/Subsektor Unggulan dan Kaitannya dengan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Lampung Utara 5. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa Fachrurrazy 2009 Menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara Zulfi Haris 2012 Mengidentifikasi sektor dan subsektor prioritas wilayah yang digunakan dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah Aditya Nugraha Putra 2013 Penentuan sektor basis, sektor yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan Kabupaten Aceh Utara Kabupaten Lampung Utara Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa bersambung... Metode Location Quotient (LQ), Shift- Share, & Tipologi Klassen Metode Location Quotient (LQ) & Shift-Share Motede Location Quotient (LQ), Model Rasio 11
lanjutan... Yogyakarta 6. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Shift Share Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi di Kota Malang) Rizky Firmasyah komperatif, sektor yang memiliki keunggulan atau daya saing kompetitif maupun spesialisasi 2013 Menentukan sektor unggulan dan sektor yang berpotensi menjadi sektor unggulan Yogyakarta Kota Malang Sumber: Konstruksi Penulis dari Berbagai Jurnal Online dan Penelitian, 2015 Pertumbuhan (MRP), Overlay, Shift-Share, & Tipologi Klassen Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Shift-Share Dari beberapa penelitian di atas dapat dilihat bahwa penelitian penelitian tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan penelitian ini terkait fokus penelitian, lokus penelitian, dan metode analisis yang digunakan. Fokus penelitian dalam penelitian penelitian di atas secara umum sama dengan penelitian ini, yakni untuk menganalisis potensi wilayah yang diidentifikasi berdasarkan sektor unggulan masing masing wilayah penelitian. Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya sebatas menganalisis sektor unggulan wilayah saja, tetapi tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas pengembangan ekonomi wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan sektor sektor unggulan. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu Nurikhsan (2007), Facrurrazy (2009), Haris (2012) dan Firmansyah (2013) yang hanya sebatas menentukan sektor dan subsektor unggulan dalam penelitian mereka tanpa memasukkan unsur spasial maupun pembangunan wilayah. Sama halnya dengan penelitian ini, Guhfron (2008) tidak sebatas menganalisis sektor unggulan Kabupaten Lamongan saja, tetapi berdasarkan analisis sektor unggulan yang telah dilakukan kemudian digunakan untuk merumuskan rekomendasi berupa strategi kebijakan pengembangan sektor unggulan daerah. Selain itu, Putra (2013) dalam penelitiannya secara umum memiliki fokusan penelitian yang sama dengan penelitian ini, yakni tujuan akhir dalam penelitiannya adalah menentuakan prioritas pembangunan wilayah di 12
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), namun terdapat perbedaan lokus penelitian dengan penelitian ini. Penelitian ini mengambil lokus penelitian seluruh wilayah administratif kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari 21 kabupaten dan 1 kota dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Putra (2013) dalam penelitiannya mengambil lokus seluruh wilayah administratif provinsi DIY yang terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota. Sedangkan kelima penelitian lainnya mengambil lokus yang lebih sempit yaitu dalam cakupan satu kota dan satu kabupaten. Nurikhsan (2007) Kota Cimahi, Ghufron (2008) Kabupaten Lamongan, Fachrurrazy (2009) Kabupaten Aceh Utara, Haris (2012) Kabupaten Lampung Utara, dan Firmansyah (2013) Kota Malang. Sedangkan metode analisis yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap sektor sektor unggulan dalam penelitian penelitian sebelumnya dan penelitian ini adalah sama yaitu menggunakan metode LQ. Metode ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam wilayah amatan. Namun terdapat beberapa kombinasi metode yang digunakan dalam pencapaian tujuan akhir penelitian ini yang menjadikan penggunaan metode analisis secara keseluruhan dalam penelitian ini dengan penelitian penelitian sebelumnya berbeda. Guhfron (2008) menggunakan metode SWOT untuk merumuskan strategi kebijakan pengembangan sektor unggulan Kabupaten Lamongan, Firmansyah (2013) menggunakan kombinasi metode AHP untuk menentukan sektor unggulan, Putra (2013) menggunakan metode MRP & Overlay untuk menentukan sektor unggulan dan metode ranking untuk menentukan prioritas pembangunan wilayah. Sedangkan dalam penelitian ini, untuk menentukan sektor unggulan metode yang digunakan adalah sama dengan penelitian lainnya yaitu metode LQ, namun dalam penentuan prioritas pengembangan ekonomi wilayah metode yang digunakan adalah dengan memodifikasi model yang digunakan Putra (2013) dalam melakukan analisis terhadap penentuan prioritas pembangunan wilayah di Provinsi DIY yaitu dengan metode skoring. 13
1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun dengan alur penulisan yang terbagi dalam beberapa bab dan subbab yang dirinci sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan penjelasan terkait evaluasi kebijakan, teori pembangunan wilayah, sistem perencanaan pembangunan nasional dan MP3EI, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, konsep dan teori pembangunan ekonomi wilayah, konsep PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI), sektor unggulan sebagai strategi pembangunan wilayah, prioritas pembangunan wilayah dan kerangka teori. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas jenis metode yang akan digunakan peneliti, pendekatan penelitian, unit amatan, unit analisis, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis, dan tahapan penelitian yang akan digunakan BAB IV DESKRIPSI WILAYAH Pada bab ini akan memberikan gambaran umum mengenai wilayah penelitian. Diantaranya adalah kondisi geografis dan administratif, kondisi kependudukan, kondisi sarana dan prasarana, serta kondisi perekonomian wilayah amatan. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil pengolahan data dan analisis sektor unggulan wilayah dan menentukan prioritas pembangunan wilayah. Relevansi kesesuaian analisis dengan kebijakan kebijakan pembangunan terkait, dan diskusi temuan terkait temuan analisis oleh penulis. 14
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan. Dan diharapkan dapat berguna untuk ditindaklanjuti penelitian yang telah dilakukan. Serta saran dan rekomendasi berdasarkan hasil temuan bagi pemerintah daerah dan peneltian selanjutnya. 15