PENDAHULUAN. akibat infeksi diantaranya adalah Rotavirus, E.coli, Salmonella, Campylobacter,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus diare di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diare menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di

UJI EFEK ANTIDIARE INFUSA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat. Faktor

UJI EFEK ANTIDIARE FRAKSI LARUT AIR EKSTRAK ETANOL 50% DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Penelitian efek antidiare ekstrak daun salam (Eugenia polyantha) dengan metode transit intestinal oleh Hardoyo (2005), membuktikan

UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL 50% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Selain itu, pengobatan antidiare juga dapat menggunakan obat-obat kimia. Salah satu contohnya adalah loperamid. Loperamid HCL memiliki efek samping

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. bijinya untuk asma, bronkitis, kusta, tuberkulosis, luka, sakit perut, diare, disentri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

disebabkan oleh bakteri misalnya bakteri Salmonella thypi, Shigella, Campylobacter dan jenis coli tertentu atau dapat juga disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat

BAB I PENDAHULUAN. semakin meluas. Penggunaan obat tradisional mempunyai banyak keuntungan karena

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarang semut ini tidak hanya terdapat di Papua, namun keragaman sarang

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

Sistem Pencernaan Manusia

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

diare di Indonesia sebanyak kasus rawat inap dan kasus rawat jalan. Kematian akibat diare di Indonesia pada tahun 2009 mempunyai

OBAT GASTROINTESTINAL

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk) PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sehingga tanaman kelapa dijuluki Tree of Life (Kriswiyanti, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA Daun salam (Eugenia Polyyantha)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran pola konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN MINDI (Melia azedarach Linn) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

Hasil Pengamatan Standarisasi Simplisia No Analisis Hasil Analisis Standarisasi 1 2 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. saluran pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah terganggu dan jika

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

TINJAUAN PUSTAKA. Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan. merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012).

Pengetahuan tentang overweight dan obesitas, baik yang menyangkut penyebab, maupun akibatnya perlu diketahui orang banyak khususnya bagi remaja, guna

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. akut atau gastroenteritis akut terjadi pada orang dewasa (Simadibrata &

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk setiap tahun, penyebab utamanaya adalah Vibrio cholera 01,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penetapan Kadar Sari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Disentri basiler yang berat pada umumnya disebabkan oleh Shigella

Transkripsi:

PENDAHULUAN Diare merupakan suatu keadaan di mana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair) sehingga dapat mengganggu aktivitas dan menyebabkan dehidrasi. Diare dapat disebabkan oleh patogen-patogen yang menginfeksi saluran pencernaan, antara lain bakteri, virus, parasit, dan jamur. Penyebab utama diare akibat infeksi diantaranya adalah Rotavirus, E.coli, Salmonella, Campylobacter, Shigella, Entamoeba histolytica dan Histoplasma capsulatum. Penyebab diare selain infeksi bisa juga disebabkan karena alergi dan keracunan makanan (Robbins, 2007; Bravo, 2011:4; Cangemi, 2011:13:442-8 ). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Di Asia, estimasi kejadian diare mencapai 1,2 milyar kasus dengan rincian 435 juta kasus di Asia Timur dan Pasifik serta 783 juta kasus di Asia Selatan. Prevalensi klinis diare di Jawa Barat melewati rata-rata prevalensi di Indonesia yaitu, mencapai angka 10,2%. Pada tahun 2011, berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011, angka kejadian diare di Provinsi Jawa Barat mencapai 1.777.546 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat termasuk daerah dengan angka kejadian diare yang cukup tinggi di Indonesia (WHO, 2009; Depkes RI, 2012). 1

2 Penggunaan obat tradisional di Indonesia pada hakekatnya merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia. Keuntungan dari penggunaan obat tradisional adalah efek samping yang relatif kecil dibandingkan obat modern, juga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun untuk menemukan obat baru. Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walpers) yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai pelengkap bumbu dapur juga mempunyai khasiat sebagai obat salah satunya sebagai obat diare (Wijayakusuma, 2002). Selain itu salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah pepaya. Pepaya (Carica papaya L.) tumbuh hampir diseluruh daerah di Indonesia. Dalam pengobatan alternatif tanaman pepaya digunakan masyarakat untuk mengobati diare, obat cacing, penguat lambung, peluruh haid, memicu enzim pencernaan, merangsang ASI dan menambah nafsu makan (Indran, dkk., 2008:323; dan Imaga, dkk., 2009: 102-106). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka timbulah beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu apakah ekstrak etanol daun salam, daun pepaya, dan kombinasi keduanya memiliki aktivitas antidiare terhadap mencit putih jantan galur Swiss Webster yang telah di induksi dengan oleum ricini dan berapakah dosis dari ekstrak etanol daun salam, daun pepaya, dan kombinasi keduanya yang paling efektif sebagai antidiare pada mencit putih jantan galur Swiss Webster yang telah diinduksi dengan oleum ricini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan aktivitas antidiare dan mengetahui perbandingan aktivitas dari ekstrak etanol daun salam, daun pepaya, dan kombinasi keduanya sebagai antidiare pada mencit putih jantan galur Swiss Webster.

3 Adapun manfaat dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi, terutama yang berhubungan dengan aspek obat bahan alam serta uji toksisitasnya. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah terkait efek antidiare dan diharapkan masyarakat bisa lebih memanfaatkan tanaman herbal terutama daun salam, daun pepaya, ataupun kombinasi keduanya sebagai pengobatan alternatif untuk antidiare dan telah banyak digunakan secara empiris.

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Diare Diare adalah pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Menurut WHO (1999) secara klinis didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Kekerapan yang dianggap masih normal adalah sekitar 1 sampai 3 kali dan banyaknya 200 sampai 250 gram perhari mengandung 70% hingga 95% (Mutschler, 1991, WHO, 1999 dan Robbins, 2007). 1.1.1. Patogenesis dan patofisiologi diare Penyebab tersering terjadinya diare adalah motilitas usus halus yang berlebihan, yang disebabkan oleh iritasi lokal dinding usus oleh infeksi bakteri atau virus atau stres emosional. Transit cepat isi usus halus tidak memungkinkan penyerapan cairan secara adekuat. Diare juga dapat terjadi ketika partikel-partikel osmotis aktif terdapat dalam jumlah berlebihan, sepertii yang terjadi pada defisiensi laktase, di lumen saluran pencernaan. Partikel partikel ini menyebabkan cairan masuk dan tertahan di lumen sehingga fluiditas tinja meningkat (Sherwood, 2011). Selain itu toksin bakteri Vibrio cholera (penyebab kolera) dan mikroorgnisme tertentu lainnya mendorong sekresi cairan dalam jumlah berlebihan oleh mukosa usus halus sehingga terjadi diare hebat. Diare yang terjadi 4

5 sebagai respons terhadap toksin dari agen infeksi adalah penyebab utama kematian pada anak di negara-negara yang sedang berkembang (Sherwood, 2011). Diare dapat terjadi akibat abnormalitas primer dari cairan usus dan transpor elektrolit. Distensi kemudian merangsang kontraksi propulsif. Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare, yaitu sekretorik dan osmotik. Infeksi usus dapat menyebabkan diare melalui 2 mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering terjadi, dan keduanya dapat terjadi pada satu penderita (Schwartz, 2000) : a. Diare sekretorik, disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus). b. Diare osmotik, dimana mukosa usus halus yaitu epitel berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Dalam keadaan ini diare terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan sejenis itu berupa larutan isotonik, air, dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare.

6 1.1.2. Penggolongan obat antidiare Kelompok obat yang digunakan pada diare adalah sebagai berikut (Tjay, 2002) : a. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon dan furazolidon. b. Obstipansia untuk terapi sintomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yaitu : 1) Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Candu dan alkaloidnya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida) dan antikolinergika (atropin ekstrak Belladonna). 2) Adstrigensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin dan tanalbumin), garam-garam bismuth dan aluminium. 3) Adsorbensia, menyerap zat-zat beracun (toksik) yang dihasilkan oleh bakteri, misalnya karbon aktif, silikondioksida koloida, dan kaolin. 4) Spasmolitika, yaitu obat-obat yang dapat mengurangi kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare. Misalnya papaverin dan oksilasifenonium (Tjay, 2002). 1.1.3. Loperamid Loperamid adalah opoid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus, karena tidak menembus ke dalam otak. Oleh karena itu, loperamid hanya mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan (Neal, 2005).

7 Loperamid (imodium) memiliki kesamaan mengenai rumus kimianya dengan opiat petidin dan berkhasiat obstipasi kuat dengan mengurangi peristaltik. Berbeda dengan petidin, loperamid tidak bekerja terhadap SSP (Sistem Saraf Pusat), sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Zat ini mampu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tjay, 2002). Seperti difenoksilat, mekanisme kerja loperamid adalah dengan menghambat motilitas saluran pencernaan dan mempengaruhi otot sirkular dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengn difenoksilat untuk pengobatan diare kronik (Tjay, 2002). 1.2. Tinjauan Botani 1.2.1. Daun salam Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di perkarangan dan sekitar rumah. Pohon salam dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.400m dpl. Salam ditanam untuk diambil daunnya sebagai pelengkap bumbu dapur. Secara tradisional, daun salam digunakan sebagai obat sakit perut. Daun salam juga dapat digunakan untuk menghentikan buang air besar yang berlebihan (diare). Selain itu daun salam juga dimanfaatkan untuk mengatasi asam

8 urat, stroke, kolesterol tinggi, melancarkan peredaran darah, radang lambung, gatal-gatal, kencing manis, dan lain-lain ( Dalimartha, 2000). a. Klasifikasi Secara ilmiah daun salam ini diklasifikasikan sebagai berikut (Backer, 1965, Cronquist, 1981 dan Dalimartha, 2000): Divisi Kelas Sub Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Rosidae : Myrtales : Myrtaceae : Syzygium : Syzygium polyanthum (Wight) Walpers Sinonim : Eugenia polyantha Wight, Eugenia nitida Duthie, Eugenia balsamea Ridley b. Nama daerah Daun salam merupakan daun yang berasal dari Indonesia. Di indonesia sendiri, daun salam memiliki berbagai sebutan, antara lain salam (Jawa, Kalimantan), gowok (Sunda), meselangan (Sumatera) (Dalimartha, 2000). c. Morfologi daun Daun salam merupakan daun tunggal berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, letak berhadapan, panjang tangkai 0,5-1 cm, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan

9 menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau, dan permukaan bawah berwarna hijau muda (Dalimartha, 2000). d. Kandungan kimia Kandungan senyawa aktif dalam daun salam yang mendatangkan manfaat kesehatan adalah minyak atsiri yang mengandung sitral, seskuiterpen, lakton, eugenol, dan fenol. Senyawa lain yang terkandung dalam daun salam antara lain saponin, triterpen, flavonoid, tanin, polifenol, dan alkaloid (Dalimartha, 2000). e. Khasiat dan manfaat Daun salam biasanya digunakan sebagai bumbu dapur, perwarna jala atau anyaman bumbu. Namun, beberapa referensi menyebutkan bahwa daun salam dapat digunakan sebagai terapi kesehatan, seperti obat diare, hipertensi, maag, diabetes melitus, sakit gigi, penurunan kadar kolesterol, dan penurunan kadar asam urat (Dalimartha, 2000). 1.2.2. Daun Pepaya Pepaya merupakan buah tropis yang keberadaannya cukup melimpah. Pepaya dikenal sebagai buah meja yang nikmat dikonsumsi langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Selain nikmat, pepaya juga diketahui memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh manusia. Sejatinya, bagian tanaman pepaya lainnya juga menyimpan khasiat. Salah satunya adalah daun pepaya. Manfaat daun pepaya adalah getah daun muda untuk obat pencahar, daunnya merangsang sekresi empedu serta sebagai obat sakit perut, demam malaria, dan penyakit cacing serta membantu proses pencernaan. Hasil penelitian mengenai khasiat daun pepaya

10 menunjukkan bahwa papain pada daun pepaya memiliki efek terapi pada penderita inflamasi atau pembengkakan organ hati, mata, kelamin, dan usus halus. Di samping itu, daun papaya juga memiliki aktivitas antioksidan, antikoagulan, serta menyembuhkan luka lambung dan usus (Dalimartha, 2000). a. Klasifikasi Taksonomi dari tanaman pepaya adalah sebagai berikut (Backer, 1963: 314, Cronquist, 1981: 415-418, Kalie, 1996: 10-23, dan Suriana, 2013): Divisi Kelas Sub Kelas Bangsa Suku : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Dilleniidae : Vioales : Caricaceae Jenis : Carica papaya L. b. Nama daerah Pepaya memiliki nama daerah yang bermacam-macam. Di Sumatra disebut kates, embelik, botik, bala, sikailo. Di Kalimantan disebut buah medung, buah dong. Di Sulawesi disebut Kaliki. Di Jawa disebut kates, gandul. Di Ambon disebut papae. Pente (Aceh), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Tapaya (Ternate), Palaki (Seram), Padu (Flores), Papaya (Gorontalo), Kustel (Banjar) (Syamsuhidayat, 2000:616 dan Utami dkk, 2013) c. Morfologi daun Carica papaya L. adalah semak berbentuk pohon dengan batang yang lurus dan bulat. Bagian atas bercabang atau tidak, sebelah dalam berupa spons dan

11 berongga, sebelah luar banyak tanda bekas daun, tinggi pohon 2,5-10m, tangkai daun bulat berongga, panjang 2,5-10m (Steenis, 1992:342-345). Daun Carica papaya L. bulat atau bulat telur, bertulang daun menjari, tepi berangap, berbagi menjari, ujung runcing, garis tengah daun 25-75 cm, sebelah atas berwarna hijau tua, sebelah bawah hijau agak muda daun licin dan suram, pada tiap tiga lingkaran batang terdapat 8 daun (Steenis, 1992:342-345). Bunga hampir selalu berkelamin satu atau berumah dua, tetapi kebanyakan dengan beberapa bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang, berkelopak sangat kecil, mahkota berbentuk terompet berwarna putih kekuningan hingga kuning terang, dengan tepi yang bertaju lima, dan tabung yang panjang 1,75-2,5 cm, langsing, taju berputar dalam kuncup, kepala sari brtangkai pendek, dan duduk bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas dan hampir lepas, putih kekuningan, bakal buah beruncing satu, kepala putik lima (Steenis, 1992: 342-345). Buah buni, bulat telur memanjang berwarna kuning hijau dengan warna orange didalamnya, berukuran 10-25cm, biji berwarna hitam, biji banyak, dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, dialamnya berduri (Steenis, 1992:342-345). d. Kandungan kimia Daun pepaya mengandung banyak konstituen biologis aktif. Termasuk didalamnya alkaloid, carpaine, dihydrocarpaine, flavonol, tanin, nikotin, glikosida sianogen, dan papain. Telah dilaporkan bahwa konstituen tersebut pada daun

12 pepaya muda lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang sudah matang ( Bennett dkk., 1997: 59-66: dan Brocklehurst dkk., 1985: 525-527). Dua senyawa biologis aktif yang paling utama dari pepaya adalah chymopapain dan papain yang secara luas dikenal berguna untuk mengatasi gangguan pencernaan dan gangguan saluran pencernaan. Dimana menunjukkan bahwa papain, caricain, chymopapain, dan glisin endopeptidase pada pepaya dapat bertahan pada suasana ph asam dan terhadap degradasi pepsin. Namun pada ph rendah, transisi konformasi seketika mengubah enzim-enzim tersebut dari bentuk asli menjadi tetesan cair yang tidak cukup stabil dan cept terdegradasi oleh pepsin. Dengan demikian, perlu perlindungan terhadap denaturasi oleh asam dan menghindari proteolisis agar dapat bekerja efektif dala usus setelah pemberian oral untuk kontrol nematoda gastrointestinal (Huet, dkk., 2006 :620-626). e. Khasiat dan manfaat Tanaman pepaya secara keseluruhan berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit maupun untuk menjaga kesehatan tubuh. Daun pepaya dipercaya berkhasiat mengobati berbagai penyakit seperti demam, dan haid tidak lancar. Selain itu daun pepaya juga di percaya berkhasiat untuk mengobati cacingan pada anak-anak. Juga digunakan sebagai hemostatik dan dalam proses penyembuhan, tonik untuk analgesia, jantung dan pengobatan untuk perut (Nakazawa, 1996: 197-202). Akar jari pepaya untuk pengobatan karena digigit ular berbisa, anti inflamasi dari ekstrak etanol akar pepaya (Adjirni dkk., 200:129).

13 Biji pepaya untuk pengobatan rambut beruban sebelum waktunya dan obat cacing gelang, serta pengobatan lain misalnya maag, sariawan, merangsang nafsu makan dan memberi efek spermisisd (Muchlisahm 2004). 1.3. Kandungan Kimia yang Berfungsi Sebagai Antidiare Tanaman obat yang sering digunakan sebagai alternatif pengobatan antidiare merupakan tanaman-tanaman yang memiliki kandungan tanin. Tanin berfungsi sebagai pembeku protein dengan cara berikatan dengan mukosa di saluran cerna, sehingga mengurangi cairan yang masuk ke dalam lumen saluran pencernaan sehingga dapat digunakan sebagai antidiare (Dalimartha, 2000). 1.4. Oleum Ricini Oleum ricini atau minyak jarak merupakam trigliserida yang berkasiat sebagai lansaksia atau disebut sebagai obat pencahar. Minyak jarak diperas dari biji pohon (Ricinus communis) dan mengandung trigliserida dari asam risinoleaat, suatu asam lemak tak jenuh. Di dalam usus halus, sebagian zat ini diuraikan oleh enzim lipase dan menghasilkan asam risinoleat yang memiliki efek stimulasi terhadap usus halus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (30-45 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 2 sapai 8 jam setelah pemberian, berupa defekasi yang cair (Tjay, 2002) 1.5. Tinjauan ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada

14 bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda. Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih larut dalam pelarut organik (Heinrich, 2009). 1.5.1. Maserasi Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-terpotong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Heinrich, 2009). 1.5.2. Perkolasi Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap

15 banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%) (Heinrich, 2009). 1.5.3. Soxhlet Ekstraksi Soxhlet dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang berkondensasi didalamnya. Menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Heinrich, 2009).

16 1.6. Metode Pengujian Antidiare 1.6.1. Metode Proteksi Diare Metode proteksi terhadap diare yang diinduksi dengan menggunakan oleum ricini, yang bekerja mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulas peristaltik usus, shingga berkhasiat sebagai lansaksia. Berdasarkan kerjanya obat yang memiliki khasiat antidiare akan mampu mengurngi waktu terjadinya diare, mengurangi bobot feses diare dan memperbaiki konsistensi feses pada mencit yang dibuat diare dengan oleum ricini (Midian dkk, 1993). 1.6.2. Metode Transit Intestinal Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus. Obat diare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio pada hewan tanpa perlakuan (Midian dkk, 1993).