IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

Penilaian Risiko Terhadap Paparan Debu pada Perbaikan Ruangan Studi Analisis Pada Perbaikan Ruangan di Gedung PT. X (Persero) Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

Achmad Zaki Yamani Mahasiswa Pascasarjana Teknik Industri Universitas Islam Indonesia No Hp

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen

Kata Kunci: Debu Kapur, Keluhan Gangguan Pernafasan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dari proses produksi terkadang mengandung potensi bahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

Riski Noor Adha 1, Rafael Djajakusli 1, Masyitha Muis 1.

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

OVERVIEW SIFAT FISIK DAN KIMIA DEBU PENCEMARAN UDARA AKIBAT DEBU INDUSTRI

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

PENGARUH KADAR DEBU BATU BARA TERHADAP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA TENAGA KERJA DI UNT BOILER

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

PENGUKURAN KADAR DEBU DAN PERILAKU PEKERJA SERTA KELUHAN KESEHATAN DI TEMPAT PERTUKANGAN KAYU DESA TEMBUNG KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN KAPASITAS PARU PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN CEMENT MILL PT.SEMEN BOSOWA MAROS

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan yang sangat komplek. Dewasa ini juga telah terjadi trend dan

Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Faktor Pekerja Terhadap Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Industri Meubel Di Kota Pekanbaru Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Novie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Agar terciptanya lingkungan yang aman, sehat dan bebas dari. pencemaaran lingkungan (Tresnaniangsih, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan konstruksi dan manufaktur, yaitu:

HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAYU DI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI PT. ARUMBAI KASEMBADAN, BANYUMAS


Transkripsi:

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL Identification of Dust Concentration at Working Environment and Workers Respiratory Disorders in Finish Mill Aditya Surya Atmaja 1 dan Denny Ardyanto 1 1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya (denny_ard@unair.ac.id) Abstract : The objectives of this research were to measure total dust concentration in Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik and to identify respiratory disorders at worker. This was a descriptive study with cross sectional approach. Data collection by measured total dust concentration at Top Silo and under Mill using Low Dust Volume Sampler and High Dust Volume Sampler and also interview the workers by questioners. The result showed that the total dust concentration still under TLV. Workers respiratory disorders were cough and sneezing, happened to worker who were 50 59 years old, 26 30 years of work period, had smoking habit and sometime used masker. It was recommended that the company have to measure dust concentration using Personal Dust Sampler, implement job rotation in Finish Mill, and campaign about stop smoking and always using masker while their working to the workers. Keywords : dust concentration, finish mill, respiratory disorders PENDAHULUAN Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan pembangunan di bidang industri memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negatif pada tenaga kerja salah satunya adalah timbulnya gangguan pada saluran pernafasan karena terpapar oleh bahan yang dihasilkan selama proses produksi seperti debu. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan (Mukono, 1997). Sedangkan menurut Hidayat (2000), debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses penghancuran, penanganan, grinding, impaksi cepat, peledakan dan pemecahan dari material organik atau anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan 161

162 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 biji-bijian. Istilah debu yang digunakan di industri adalah menunjuk pada partikel yang berukuran antara 0,1 sampai 25 mikron. Timbulnya debu sebagai hasil samping dari proses produksi ini harus sedapat mungkin dicegah dan dikendalikan. Hal ini sesuai dengan Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 Ayat 1 Huruf G, tentang Syarat Syarat Keselamatan Kerja, berbunyi : Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran. Pada lingkungan kerja debu berpotensi menimbulkan: (a) gangguan kesehatan, antara lain gangguan hidung dan tenggorokan yang dapat mengakibatkan selesma dan infeksi lain atau kanker hidung, gangguan paru akibat bronchitis, emphysema, pneumoconiosis, asma atau kanker; (b) peledakan, jenis debu yang termasuk antara lain debu tepung, karet batubara dan debu metal, misalnya aluminium, bisa meledak jika berada dalam ruang terbatas; (c) pengaruh terhadap produktivitas kerja dan menyebabkan kerusakan produk. Tempat kerja yang berdebu menyebabkan pelaksanaan kerja menjadi lebih sulit dan bisa merusak produk atau mesin. Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dari paparan ini menyebabkan paralysis cilia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mucus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala batuk menahun yang produktif (Yunus, 1991). Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan pada paru yang disebabkan oleh debu, asap, gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat kerja mereka. Berbagai penyakit paru kerja dapat terjadi akibat paparan zat, seperti debu serta gas yang timbul pada proses industrialisasi. Pekerja yang berhubungan dengan zat tersebut dapat menderita kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun (Yunus, 1991). Debu termasuk penyebab penyakit akibat kerja (PAK) dari faktor kimia, terutama disebabkan oleh masuknya debu melalui jalan pernafasan. Menurut Siswanto (1991c) faktor yang menentukan besarnya gangguan kesehatan akibat debu, antara lain: (a) Kadar debu di udara. Makin tinggi kadar debu, makin cepat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenikmatan dalam bekerja; (b) Ukuran atau diameter debu. Debu yang berdiameter kecil akan dapat masuk jauh ke dalam alveoli, sementara yang besar akan tertahan pada cilia di saluran pernafasan atas; (c) Sifat debu. Debu mempunyai sifat inert, fibrogenik dan karsinogenik; (d) Reaktifitas debu. Debu organik kurang reaktif namun dapat menyebabkan reaksi iritasi; (d) Cuaca kerja. Lingkungan yang panas dan kering, mendorong timbulnya debu

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja 163 dan debu yang terbentuk dalam keadaan panas akan menjadi lebih reaktif; (e) Lama waktu papar. Debu dapat menimbulkan kelainan paru dalam jangka waktu cukup lama; (f) Kepekaan individu. Bentuk kepekaan seseorang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Kepekaan disini tidak hanya dalam bidang morfologis, namun juga dalam bidang fisiologis dan iritasi. Pemaparan akibat debu sangat berbahaya, antara lain mempunyai 3 respon yang berbeda, yaitu respon allergic atau atopi (hay fever pada saluran pernafasan) dan pemaparan yang menahun dapat menyebabkan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), respon perubahan immunologic pada jaringan paru dan pada perubahan tersebut dapat terjadi secara permanen. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga respon tersebut dikenal sebagai allergic alveolitis atau hypersensitivitas pneumonitis (Siswanto, 1991b). Berdasarkan penelitian yang terdahulu, bahwa jenis keluhan subyektif pada saluran pernafasan tenaga kerja antara lain adalah batuk, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, dan sesak napas dengan keterangan bahwa responden memilih lebih dari satu keluhan. PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Gresik, merupakan perusahaan yang bergerak pada industri semen dan bahaya potensial yang terdapat adalah debu. Bagian penggilingan (Finish Mill) merupakan daerah yang paling banyak menghasilkan debu dan memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak, sehingga risiko gangguan kenyamanan dalam bekerja serta gangguan terhadap saluran pernafasan dari bagian ini juga cukup banyak. Perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah berapakah kadar debu total (total dust) dan apa sajakah keluhan subyektif pernafasan tenaga kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Gresik? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kadar debu total dan mengidentifikasi keluhan subyektif pernafasan tenaga kerja bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Pabrik Gresik. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan dilakukan secara cross sectional. Pengambilan data dilakukan di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. yang berlokasi di Gresik. Sasaran penelitian adalah kadar debu dan tenaga kerja di bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Populasi penelitian sebesar 47 orang. Sampel dipilih berdasarkan status tenaga kerja, yaitu tenaga kerja tetap, sehingga besar sampel penelitian adalah sebesar 24 orang. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kadar debu adalah besar secara kuantitas serpihan benda akibat adanya tekanan yang melayang di udara. Pengukuran kadar debu menggunakan selulosa filter paper diameter 55 mm dua

164 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 buah untuk alat Low Volume Dust Sampler (LVDS) dan selulosa filter paper diameter 110 mm dua buah untuk alat High Volume Dust Sampler (HVDS), untuk satu lokasi pengukuran. Debu yang tertangkap pada filter paper ditimbang dan kadar debu total dihitung dengan rumus : ( X 2 X 1 ) ( Y 2 Y 1 ) C = X 1000 F x t Keterangan : C = kadar debu total (mg/m 3 ) X 2 - X 1 = berat filter paper sampel sesudah sebelum perlakuan (mg) Y 2 - Y 1 = berat filter paper kontrol sesudah sebelum perlakuan (mg) t F = waktu (menit) = flowrate (liter per menit) Keluhan subyektif pernafaan adalah perasaan tidak nyaman yang terkait dengan kesehatan dalam hal menghirup udara yang dirasakan individu tenaga kerja. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. mulai membangun pabrik semen di Gresik pada tahun 1955 dengan kontraktor dari Amerika Serikat. Pabrik ini berdiri di atas lahan seluas 412 Ha, berada di Desa Sidomoro, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Semen yang dihasilkan terdiri dari 3 jenis yaitu; Ordinary Portland Cement (OPC) atau Semen Portland Type 1, Portland Pozzoland Cement (PPC) dan Semen jenis SBC. 1. Kadar Debu di Bagian Finish Mill Pabrik semen merupakan pabrik yang menggunakan tanah liat dan batu kapur dalam jumlah yang cukup banyak, maka kontaminan atau polutan yang paling banyak adalah dalam bentuk debu. Debu yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan kerja tetapi juga di luar lingkungan kerja (Mulyono, 1996). Pengukuran kadar debu dilakukan pada pukul 09.30 WIB dan pukul 10.00 WIB. Pengukuran dilakukan pada 2 titik di bagian Finish Mill, yaitu di unit Top Silo dan di bawah Mill. Data lengkap mengenai hasil pengukuran kadar debu, dapat dilihat pada Tabel 1.

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja 165 Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Debu di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Lokasi Top Silo Bawah Mill Metode Kadar Debu Total di Udara (mg/m 3 ) LVDS 1,18 HVDS 1,67 LVDS 0,00 HVDS 2,73 Berdasar Tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar debu total (total dust) di Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, unit Top Silo, dengan menggunakan alat LVDS adalah 1,18 mg/m 3 dan alat HVDS adalah 1,67 mg/m 3, sedangkan di bawah Mill, dengan menggunakan alat LVDS adalah 0 mg/m 3 dan alat HVDS adalah 2,73 mg/m 3. Hasil pengukuran kadar debu dengan menggunakan alat LVDS dan HVDS belum dapat disebut sebagai kadar debu yang terhirup oleh tenaga kerja (respirable dust) karena debu yang terukur adalah debu yang tidak lolos paper filter ukuran 55 mm untuk LVDS dan debu yang tidak lolos paper filter ukuran 110 mm untuk LVDS dimana hasil pengukuran tersebut merupakan kadar debu total yang ada di lingkungan kerja. Ukuran debu yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan memiliki ukuran lebih kecil dari 10 mikron. Semakin kecil ukuran debu, letak penimbunannya pada saluran pernafasan juga semakin dalam. Sebagai gambaran, hal yang perlu diperhatikan mengenai ukuran debu dan letak penimbunannya dalam saluran pernafasan, yaitu (Yunus, 1991) : 1. Partikel dengan ukuran 5 10 mikron, akan tertahan dan tertimbun oleh saluran pernafasan atas. 2. Partikel dengan ukuran 3 5 mikron, akan tertahan dan tertimbun oleh saluran pernafasan bagian tengah. 3. Partikel dengan ukuran 1 3 mikron, akan tertahan dan tertimbun oleh alveoli paru. 4. Partikel dengan ukuran 0,1 0,5 mikron, berdifusi dengan gerak brown keluar masuk alveoli, bila membentur alveoli, maka akan tertimbun di alveoli. 5. Partikel dengan ukuran kurang dari 0,1 mikron, tidak mudah mengendap di alveoli. Namun, berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja, NAB kadar debu yang mengganggu kenikmatan kerja adalah 10 mg/m 3 dimana debu tersebut tidak mengandung asbes dan kandungan silika bebas < 1 %. Maka dari hasil pengukuran kadar debu tersebut, diperoleh bahwa secara

166 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 keseluruhan kadar debu total yang terukur di bagian Finish Mill masih dibawah NAB kadar debu total yang diperkenankan. 2. Keluhan Subyektif Pernafasan Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill Berdasar wawancara terhadap tenaga kerja mengenai gangguan paparan debu di tempat kerja, 12 (50 %) tenaga kerja berpendapat bahwa paparan debu di tempat kerjanya agak mengganggu. Distribusi pendapat tenaga kerja mengenai gangguan paparan debu di tempat kerjanya ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendapat Tenaga Kerja Mengenai Gangguan Paparan Debu di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Pendapat Tenaga Frekuensi Kerja Sangat Mengganggu 9 37,5 Agak Mengganggu 12 50,0 Tidak Mengganggu 3 12,5 24 100,0 Selain pendapat mengenai rasa terganggu dengan adanya paparan debu di lingkungan kerjanya, tenaga kerja juga ditanya mengenai keluhan subyektif akibat paparan debu di lingkungan kerjanya terhadap saluran pernafasannya. Hasil mengenai keluhan subyektif tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tenaga Kerja Menurut Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Keluhan Subyektif Frekuensi Pernafasan Ada Keluhan 21 87,5 Tidak ada Keluhan 3 12,5 24 100,0 Debu semen, jika ditinjau dari segi bahayanya terhadap kesehatan manusia, termasuk golongan nuisance dust, yakni debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja dan tidak menyebabkan terjadinya fibrosis tetapi hanya menyebabkan endapan pada hidung (Siswanto, 1991b). Debu yang tidak menyebabkan fibrosis dinamakan debu inert. Namun belakangan diketahui bahwa tidak ada debu yang benar-benar inert. Dalam dosis besar, semua debu bersifat merangsang dan dapat menimbulkan reaksi pada tubuh walaupun

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja 167 reaksi tersebut ringan (Yunus, 1991). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 3, dimana 87,5% tenaga kerja mengalami keluhan subyektif pada saluran pernafasannya akibat paparan debu di tempat kerjanya. Macam keluhan akibat paparan debu terhadap saluran pernafasan yang diderita oleh tenaga kerja adalah batuk, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, sesak nafas, bersin dan nyeri dada. Distribusi macam gangguan saluran pernafasan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tenaga Kerja Mengenai Macam Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Macam Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan Frekuensi Batuk 13 54,2 Hidung Tersumbat 9 37,5 Nyeri Tenggorokan 9 37,5 Sesak Nafas 5 20,8 Bersin 15 62,5 Nyeri Dada 6 25,0 Berdasar Tabel 4, diketahui bahwa keluhan subyektif saluran pernafasan yang paling banyak diderita oleh tenaga kerja adalah bersin, yaitu sebanyak 15 (62,5%) orang, sedangkan keluhan subyektif saluran pernafasan yang paling sedikit diderita adalah sesak nafas yaitu, sebanyak 5 (20,8%) orang. Keluhan tersebut merupakan manifestasi suatu mekanisme pertahanan tubuh yang penting dari saluran pernafasan dan paru. Bersin merupakan suatu reflek perlindungan yang disebabkan oleh masuknya partikel asing ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, sehingga tubuh secara alamiah akan berusaha mengeluarkannya. Mekanisme ini sangat penting untuk membersihkan saluran pernafasan bagian atas. Penyebab bersin adalah inhalasi debu dan benda asing. Batuk merupakan suatu refleksi perlindungan yang disebabkan karena iritasi, akibat masuknya partikel asing ke dalam saluran pernafasan, dimana reaksi ini merupakan reaksi yang lebih dalam daripada mekanisme terjadinya bersin. Mekanisme batuk ini penting untuk untuk membersihkan saluran pernafasan bagian bawah. Berdasar wawancara, diketahui bahwa waktu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dirasakan tenaga kerja paling banyak adalah pada saat bekerja, yaitu 14 (66,7%) orang, dan yang merasakannya saat di rumah, hanya sebanyak 3 (14,3%) orang. Selengkapnya tersaji pada Tabel 5.

168 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Waktu Timbulnya Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan yang Dirasakan Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Waktu Timbulnya Keluhan Frekuensi Subyektif Pernafasan Saat Bekerja 14 66,7 Saat Istirahat 4 19,0 Saat di Rumah 3 14,3 21 100,0 3. Distribusi Silang antara Karakteristik Tenaga Kerja dengan Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan Pada bagian ini, dikupas lebih lanjut mengenai keluhan subyektif saluran pernafasan dengan karakteristik tenaga kerja yang meliputi umur, masa kerja, kebiasaan merokok dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa masker yang disediakan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik. Tabel 6. Distribusi Silang Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan menurut Umur Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Keluhan Subyektif pada Saluran Pernafasan Umur Ada Tidak Ada Total (tahun) 30 39 3 12,5 1 4,2 4 16,7 40 49 7 29,2 0 0,0 7 29,2 50 59 11 45,8 2 8,3 13 54,1 Total 21 87,5 3 12,5 24 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja sebagian besar berumur 50-59 tahun sebanyak 13 (54,1%) orang, dari 13 orang tersebut sebanyak 11 (45,8%) orang mengalami keluhan subyektif saluran pernafasan yaitu. Hasil selengkapnya tersaji pada Tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tenaga kerja sebagian besar memiliki masa kerja 26 30 tahun, yaitu sebanyak 12 (50,0%) orang, dari 12 orang tersebut sebanyak 10 (41,7%) orang mengalami keluhan subyektif saluran pernafasan. Hasil selengkapnya tersaji pada Tabel 7.

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja 169 Tabel 7. Distribusi Silang Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan menurut Masa Kerja Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero)Tbk., Gresik, Maret 2006. Keluhan Subyektif pada Saluran Pernafasan Masa Total Ada Tidak Ada Kerja (tahun) 11 15 2 8,3 1 4,2 3 12,5 16 20 1 4,2 0 0 1 4,2 21 25 3 12,5 0 0 3 12,5 26 30 10 41,7 2 8,3 12 50,0 31 35 5 20,8 0 0 5 20,8 Total 21 87,5 3 12,5 24 100,0 Menurut Siswanto (1991a), bahwa pertambahan usia seseorang akan mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan bernafas menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernafasan akan menjadi lebih sedikit. Sifat elastisitas paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun dan penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa pada kisaran usia yang paling tua yang paling banyak mengalami keluhan subyektif saluran pernafasan. Demikian pula, bagi tenaga kerja yang bekerja dengan paparan debu selama bertahuntahun akan mengalami kelainan paru (Siswanto,1991b). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 7, bahwa semakin lama masa kerja semakin banyak presentase tenaga kerja yang mengalami keluhan subyektif saluran pernafasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tenaga kerja yang memiliki kebiasaan merokok dan mengalami keluhan subyektif pernafasan adalah sebanyak 12 (50,0%) orang. Tenaga kerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengalami keluhan subyektif pernafasan sebanyak 9 (37,5%) orang. Hasil selengkapnya tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Silang Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan menurut Kebiasaan Merokok Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Keluhan Subyektif pada Saluran Pernafasan Kebiasaan Ada Tidak Ada Total Merokok Merokok 12 50,0 1 4,2 13 54,2 Tidak Merokok 9 37,5 2 8,3 11 45,8 Total 21 87,5 3 12,5 24 100,0

170 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 Menurut Amstrong (1992), bahwa asap rokok dapat memperlambat gerakan cilia dan setelah jangka waktu tertentu akan menyebabkan gerak cilia menjadi lumpuh. Seseorang yang mempunyai kebiasaan merokok akan lebih mudah menderita radang paru. Tenaga kerja hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko kanker paru, karena asap rokok dapat mempertinggi risiko timbulnya penyakit (Yunus, 1991). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa presentase tenaga kerja yang merokok dan mengalami keluhan subyektif saluran pernafasan cukup besar (Tabel 8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja yang memiliki kebiasaan selalu memakai masker dan tidak mengalami keluhan subyektif pernafasan sebanyak 2 (8,3%) orang. Namun ditemui bahwa besar tenaga kerja memiliki kebiasaan hanya kadang - kadang memakai masker, yaitu 21 (87,5%) orang dan yang mengalami keluhan subyektif pernafasan sebanyak 20 (83,3%) orang. Hasil selengkapnya tersaji pada Tabel 9. Menurut Siswanto (1991a), kebiasaan menggunakan masker akan mengurangi pemaparan debu dalam paru, alat tersebut berfungsi sebagai penyaring udara pernafasan, sehingga kelainan paru dapat dihambat. Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa, tenaga kerja yang selalu menggunakan masker, lebih dari 50% tidak mengalami keluhan pernafasan. Tabel 9. Distribusi Silang Keluhan Subyektif Saluran Pernafasan menurut Kebiasaan Memakai Masker Tenaga Kerja di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik, Maret 2006. Keluhan Subyektif pada Saluran Pernafasan Kebiasaan Total Memakai Ada Tidak Ada Masker Selalu 1 4,2 2 8,3 3 12,5 Kadang kadang 20 83,3 1 4,2 21 87,5 Total 21 87,5 3 12,5 24 100,0 KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa kadar debu di Bagian Finish Mill PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Gresik masih di bawah NAB yang ditetapkan. Namun terdapat 50% tenaga kerja merasa bahwa paparan debu agak mengganggu, 87,5% tenaga kerja menderita

Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja 171 keluhan subyektif saluran pernafasan. Macam keluhan subyektif saluran pernafasan yang diderita adalah bersin (62,5%) dan batuk (54,2%). Berdasarkan karakteristik umur tenaga kerja, umur 50 59 tahun paling banyak menderita keluhan subyektif saluran pernafasan (45,8%), tenaga kerja dengan masa kerja 26 30 tahun paling banyak menderita keluhan subyektif saluran pernafasan, 50% tenaga kerja yang memiliki kebiasaan merokok menderita keluhan subyektif saluran pernafasan dan 83,3% tenaga kerja yang tidak disiplin mengenakan masker menderita keluhan subyektif saluran pernafasan. Disarankan bahwa perusahaan melakukan rotasi tenaga kerja yang memiliki umur di atas 50 tahun dan masa kerja di atas 25 tahun ke bagian lain yang tidak terpapar debu. Tenaga kerja dihimbau untuk mengurangi kebiasaan merokok dan perusahaan mengadakan penyuluhan tentang bahaya merokok terhadap kesehatan. Perusahaan hendaknya melakukan kontrol yang tegas bagi tenaga kerja yang tidak memakai masker. DAFTAR PUSTAKA Departemen Tenaga Kerja R.I. 1970. Undang-Undang No. 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Jakarta : Depnaker. Departemen Tenaga Kerja R.I. 1997. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01. Tahun 1997 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja. Jakarta : Depnaker. Hidayat, S. 2000. Dasar Dasar Toksikologi Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya : Universitas Airlangga. Mukono, H.J. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan. Surabaya: Airlangga University Press. Mulyono. 1996. Pengendalian Lingkungan Kerja. Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan K3 Bagi Karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Surabaya, Bagian K3 FKM Unair. Surabaya. Siswanto, A. 1991a. Kesehatan Kerja. Surabaya : Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker. Siswanto, A. 1991b. Penyakit Paru Kerja. Surabaya : Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker.

172 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.3, NO.2, JANUARI 2007 : 161-172 Siswanto, A. 1996c. Penyakit Akibat Debu Silika. Surabaya : Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker. Amstrong, S. 1992. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan. Diterjemahkan oleh M.Tjandrasa. Jakarta : Penerbit Arcan. Yunus, F. 1991. Diagnosa Penyakit Paru Kerja. Cermin Dunia Kedokteran No. 70 : 18 23.