BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.854, 2015 KEMENPERIN. Standar Industri Hijau. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR INDUSTRI HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Menteri Perindustrian berwenang untuk menyusun dan menetapkan standar industri hijau; b. bahwa dalam rangka penyusunan standar industri hijau, perlu menyusun suatu pedoman; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Penyusunan Standar Industri Hijau; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5671); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;
2015, No.854 2 4. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian; 5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR INDUSTRI HIJAU. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. 2. Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat 3. Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat SIH adalah standar industri yang terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang dibakukan dan disusun secara konsesus oleh semua pihak terkait yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau. 4. Rancangan Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat RSIH adalah rumusan SIH yang disusun oleh tim teknis secara konsensus. 5. Rancangan Akhir Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat RASIH adalah RSIH yang siap ditetapkan menjadi SIH. 6. Penyusunan SIH adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk merumuskan Rancangan SIH (RSIH) sampai penetapan SIH. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 2 Perencanaan Penyusunan SIH dilakukan dengan memperhatikan: a. Kebijakan nasional di bidang standardisasi; b. Perkembangan Industri dalam negeri dan luar negeri; c. Perjanjian internasional; dan d. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 3 Penyusunan SIH dilakukan dengan menerapkan prinsip:
3 2015, No.854 a. Transparansi dan keterbukaan; b. Konsensus dan tidak memihak; c. Efektif dan relevan; d. Koheren; dan e. Dimensi pengembangan. Pasal 4 Penyusunan SIH harus memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar, konsisten, dan tervalidasi. Pasal 5 (1) RSIH disusun oleh Tim Teknis. (2) RSIH yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas di dalam rapat teknis. (3) Rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihadiri oleh tim teknis. (4) Apabila diperlukan rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar/ahli dari luar anggota tim teknis dan/atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan. (5) Hasil rapat teknis dituangkan dalam Berita Acara Rapat Teknis. Pasal 6 (1) RSIH hasil pembahasan rapat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibahas di dalam rapat pra konsensus. (2) Rapat pra konsesus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Tim Teknis. (3) Apabila diperlukan rapat pra konsesus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar dari luar anggota Tim Teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota Tim Teknis dalam mengambil keputusan. (4) Hasil rapat pra konsensus dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pra Konsensus. Pasal 7 (1) RSIH hasil pembahasan rapat pra konsesus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dibahas di dalam rapat konsensus. (2) Rapat konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) anggota tim teknis. (3) Apabila diperlukan rapat konsesus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar dari luar anggota tim teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota tim teknis dalam mengambil keputusan. Pasal 8 (1) RSIH dapat ditetapkan menjadi RASIH apabila disetujui secara aklamasi dalam rapat konsensus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. (2) Apabila aklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penetapan RSIH menjadi RASIH dilakukan melalui voting dan
2015, No.854 4 disetujui paling sedikit oleh 2/3 (dua pertiga) dari anggota Tim Teknis yang hadir. (3) Apabila anggota Tim Teknis yang menyetujui penetapan RSIH menjadi RASIH dalam voting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai 2/3 (dua pertiga), maka RSIH harus diperbaiki dengan memperhatikan masukan dan tanggapan dari peserta rapat. (4) RSIH yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas kembali dalam rapat konsensus berikutnya untuk mendapat persetujuan untuk ditetapkan menjadi RASIH. (5) Hasil rapat konsensus dituangkan dalam Berita Acara Rapat Konsensus. Pasal 9 (1) Anggota Tim Teknis yang tidak hadir dalam rapat konsensus dapat memberikan pandangannya secara tertulis sebagai bahan pertimbangan rapat konsensus. (2) Pandangan anggota Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam voting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat. Pasal 10 RASIH ditetapkan menjadi SIH melalui Peraturan Menteri. Pasal 11 SIH wajib dipublikasikan melalui website Kementerian Perindustrian dalam bentuk file elektronik (e-file). Pasal 12 Penulisan Standar Industri Hijau, Tata Cara Penomoran Standar Industri Hijau, Berita Acara Rapat Teknis, Berita Acara Rapat Pra konsensus, dan Berita Acara Rapat Konsensus, mengacu pada Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 13 Tim Teknis dapat melakukan kaji ulang SIH sesuai dengan kebutuhan seperti isu lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebijakan pemerintah. Pasal 14 Tim Teknis dibentuk oleh pimpinan unit kerja eselon 1 yang membidangi Industri Hijau. Pasal 15 (1) Ruang lingkup Tim Teknis didasarkan pada keahlian dan kompetensi teknis komoditi industri sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. (2) Tim Teknis bertugas melaksanakan seluruh kegiatan Penyusunan SIH.
5 2015, No.854 Pasal 16 (1) Keanggotaan Tim Teknis terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan anggota. (2) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan. (3) Keanggotaan tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mewakili seluruh pemangku kepentingan yang meliputi unsur produsen/asosiasi produsen, konsumen, regulator, dan pakar di bidang yang relevan. (4) Masa jabatan keanggotaan tim teknis sampai dengan ditetapkannya SIH oleh Menteri. Pasal 17 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Teknis dibantu oleh unit kerja eselon 2 yang membidangi Industri Hijau selaku Sekretariat Tim Teknis. (2) Sekretariat Tim Teknis memiliki tugas: a. Memfasilitasi dan menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan Tim Teknis; b. Menyediakan seluruh bahan, referensi, dan sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan Tim Teknis. c. Memutakhirkan dan memelihara seluruh informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan Tim Teknis agar dapat diakses dan ditelusuri dengan mudah; dan d. Menyiapkan RASIH untuk disampaikan kepada Menteri, dilengkapi dengan informasi Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, SALEH HUSIN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY
2015, No.854 6
7 2015, No.854
2015, No.854 8
9 2015, No.854
2015, No.854 10
11 2015, No.854
2015, No.854 12
13 2015, No.854
2015, No.854 14
15 2015, No.854
2015, No.854 16
17 2015, No.854
2015, No.854 18
19 2015, No.854
2015, No.854 20
21 2015, No.854
2015, No.854 22
23 2015, No.854
2015, No.854 24
25 2015, No.854
2015, No.854 26