ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

dokumen-dokumen yang mirip
LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

Mujiyanto* ), Jastal **)

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH

Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah

INFEKSI Schistosoma japonicum PADA HOSPES RESERVOIR TIKUS DI DATARAN TINGGI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

Hafsah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 8 Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi Tengah

PEMBERANTASAN SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA SCHISTOSOMIASIS CONTROL IN INDONESIA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENULARAN Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE

ABSTRACT. Barodji '1, M. Sudomo '1, J. Putrali '1 dan M.A. Joesoef 2, PENDAHULUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

BEBERAPA FAKTOR RISIKO HOST

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

KUMPULAN PENELITIAN MALONDA MAKSUD

PENDAHULUAN. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002 ABSTRACT. TOLIBIN ISKANDAR ' dan HENNY H. LUMEN0 2

Pemanfaatan Air Sungai dan Infeksi Schistosoma Japonicum di Napu Poso Sulawesi Tengah Tahun 2006

PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH

ELIMINASI SCHISTOSOMIASIS DI SULAWESI TENGAH; REVIEW SISTEMATIK DAN FOKUS GROUP DISCUSSION

Balai Litbang P2B2 Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

Received date: 18/2/2014, Revised date: 22/4/2014, Accepted date: 24/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

Variasi Genus Keong di Daerah Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH

Proses Penularan Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Selamat Datang di PENYAKIT BERSUMBER DONGGALA BINATANG (P2B2) DONGGALA BALAI LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT PROFIL TAHUN 2016

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

The prevalence of helminthiasis prevalence in Palu, Sulawesi Tengah. Prevalensi kecacingan usus di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

UJI PAPARAN TELUR CACING TAMBANG PADA TANAH HALAMAN RUMAH (Studi Populasi di RT.05 RW.III Rimbulor Desa Rejosari, Karangawen, Demak)

PENGARUH PERILAKU HIDUP SEHAT TERHADAP KEJADIAN ASCARIASIS PADA SISWA SD NEGERI SEPUTIH III KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KUMPULAN PENELITIAN YUSRAN UDIN

HUBUNGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI CACING TREMATODA PADA TERNAK SAPI DI PETANG KECAMATAN PETANG, BADUNG SKRIPSI.

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot

ARTIKEL HUBUNGAN KEBERADAAN TERNAK DAN LOKASI PEMELIHARAAN TERNAK TERHADAP KASUS MALARIA DI PROVINSI NTT

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN SKISTOSOMIASIS PADA HEWAN DAN MANUSIA DI LEMBAH NAPU, LEMBAH BESOA DAN LEMBAH DANAU LINDU KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

PREVALENSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI DI DESA CIHANJUANG RAHAYU PARONGPONG BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

KUMPULAN PENELITIAN TRIWIBOWO A. GARJITO

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA

Infection risk of intestinal helminth on elementary school student in different ecosystem of Tanah Bumbu district in 2009

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Mangkurat. korespondensi: Keywords: Density level, Aedes aegypti, water reservoirs, elementary school

LAPORAN KINERJA BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** THE TRANSMISSION OF SCHISTOSOMIASIS IN DODOLO AND MEKARSARI VILLAGES OF NAPU HIGHLAND CENTRAL SULAWESI Abstract The transmission of schistosomiasis is still ongoing in and Villages of Napu highland, Poso District. The people who infected with Schistosoma japonicum, intermediate host, Oncomelania hupensis lindoensis snails that infected by cercaria, infective stage of S. japonicum and reservoir host, rats, which infected by S. japonicum were still found. The purpose of this study was to identify the transmission of schistosomiasis at and Villages, Napu highland. The epidemiological investigation was analyzed using observational study with cross sectional design. Data collections were conducted, including stool, snail and rat surveys. Stool samples were examined by the Kato-Katz method and rats were dissected to identify the prevalence rate of schistosomiasis in human and rats. Snails were examined using crushing method to identify the infection rate of the snails. Prevalence rate of schistosomiasis in human, rats (Rattus exulans) and infection rate O. hupensis lindoensis snails in were 6,9%, 8,3%, 2,8% and in were 6,1%, 10% 2,6% respectively. Prevalence of schistosomiasis in and villages is still high, so we need continuous surveillance. Keywords: Schistosomiasis, Schistosoma japonicum, O. hupensis lindoensis,, Pendahuluan Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang ditemukan pada manusia, yaitu: Schistosoma japonicum, S. haematobium dan S. mansoni. Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang 2. Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tornado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma 2 Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering. * Balai Litbang P2B2 Donggala, Sulawesi Tengah ** Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 113 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 3 Tahun 2010

Pemberantasan yang dilakukan dengan metoda tersebut dapat menurunkan prevalensi dengan sangat signifikan seperti di Anca dari 74% turun menjadi 25%. 2 Kegiatan pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada tahun 1982. Pemberantasan pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan penanganan terhadap manusianya yaitu pengobatan penduduk secara masal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. 3 ' 4 Hasil pemberantasan tersebut mampu menurunkan prevalensi schistosomiasis. Selama periode tahun 1982-1988 di Dataran Tinggi Napu terjadi penurunan angka prevalensi dari 33,85% menjadi 1,51%. Reinfeksi masih saja terjadi sehingga prevalensinya berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena siklus penularan masih berlangsung terus. Semua mamalia baik liar maupun ternak ikut berperan sebagai sumber penular. 2 ' 5 Di Dataran Tinggi Napu, prevalensi schistosomiasis pada manusia selama 5 tahun terakhir (2003-2007) yaitu berturut-turut 0,63%, 0,52%, 0,64%, 1,21%, 1,14%. 6 Selain ditemukan kasus, juga masih ditemukan adanya hospes perantara yaitu keong O. hupensis lindoensis yang positif cercaria dan tikus yang positif mengandung cacing Schistosoma. Berdasarkan laporan dari Laboratorium Schistosomiasis yang ada di Dataran Tinggi Napu, terdapat fokus keong O. hupensis lindoensis sebanyak 380 fokus, sebanyak 291 fokus (76,58%) adalah positif cercaria dan sisanya (23,42%) negatif. 7 Hasil survei tikus di Dataran Tinggi Napu pada tahun 2005-2006 menunjukkan prevalensi S. japonicum pada tikus yaitu 3,8% dan 4%. 6 Masalah schistosomiasis cukup kompleks karena untuk melakukan pemberantasan harus melibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin menghilangkan penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. 2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penularan schistosomiasis di dan. Bahan dan Cara Kerja Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan di dan Dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Untuk mengetahui terjadinya penularan schistosomiasis dilakukan survei tinja, survei keong dan survei tikus. a. Pemeriksaan tinja Tinja dikumpulkan dari penduduk umur 2 tahun ke atas di dan dengan cakupan diusahakan di atas 80%. Tinja dikumpulkan selama tiga hari berturut-turut. Pemeriksaan dilakukan terhadap tinja penduduk tiga hari berturut-turut. Apabila ketiga ulangan sampel tetap negatif maka orang tersebut dinyatakan negatif. Pemeriksaan dilakukan dengan metoda Kato-Katz. b. Survei keong O. hupensis lindoensis Keong dikoleksi dengan menggunakan metode gelang besi yang berukuran 1/70 m 2 atau yang disebut ring method sehingga kepadatan persegi dapat dihitung. Gelang besi dilemparkan di habitat keong kemudian semua keong yang berada di dalam gelang koleksi diambil dimasukkan dalam kantong. Pencarian keong harus dilakukan dengan sangat teliti sehingga seluruh keong dapat diambil. Keong yang dikumpulkan kemudian dibawa ke laboratorium, diukur (untuk mengetahui umurnya) dan dipecah untuk menentukan ada tidaknya cercaria di dalam tubuh keong. c. Survei tikus Tikus ditangkap dengan menggunakan perangkap tikus yang dipasang di sekitar habitat keong. Tikus diidentifikasi untuk menentukan spesiesnya, kemudian dibedah untuk mengetahui adanya infeksi S. japonicum. Pemeriksaan tikus dipusatkan pada vena porta hepatica dan vena mesenterika superior untuk menemukan cacing dewasa. Pemeriksaan hati tikus juga dilakukan untuk mengetahui adanya telur S. japonicum di dalam hati. Hasil dan Pembahasan 1. Survei tinja Telah dilakukan pemeriksaan tinja terhadap 261 orang di dan 917 orang di. Hasil pemeriksaan tinja tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 3 Tahun 2010 114

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Tinja di dan Dataran Tinggi Napu Jumlah Penduduk Diperiksa Positif 5. japonicum Prevalensi (%) 261 917 18 56 6,9 6,1 Jumlah penduduk yang ditemukan positif telur S. japonicum di yaitu 18 orang dengan prevalensi 6,9% sedangkan jumlah penduduk yang ditemukan positif di yaitu 56 orang dengan prevalensi 6,1%. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi secara keseluruhan di Dataran Tinggi Napu pada tahun 2008 yaitu 2,4%, 8 tetapi masih lebih rendah dibandingkan di Cina pada tahun 2003 yaitu 92,74% dan di Propinsi Jiangxi, China pada tahun 2005 yaitu 18,08%. 9 ' 10 Fluktuasi ini disebabkan antara lain karena cakupan pemeriksaan tinja yang bervariasi. Pada tahun 2004, persentase cakupan survei tinja di yaitu 99% dan di yaitu 92%. Pada tahun 2005, cakupan survei tinja menurun di dua desa tersebut yaitu 87% di dan 80% di. Pada tahun 2006, cakupan survei tinja di turun menjadi 86% sedangkan di menurun drastis, hanya mencapai 33%, yaitu dari 893 penduduk hanya 297 penduduk yang mengumpulkan tinjanya untuk diperiksa. Fluktuasi prevalensi schistosomiasis disebabkan karena cakupan pemeriksaan tinja yang bervariasi setiap tahun. 11 Fluktuasi prevalensi schistosomiasis kemungkinan juga disebabkan karena adanya reinfeksi. Masyarakat yang pernah menderita schistosomiasis dan telah mendapat pengobatan kembali melakukan kegiatan sehari-hari di daerah fokus yaitu di sawah, kebun coklat, kebun sayur ataupun melintasi daerah fokus. Fluktuasi prevalensi schistosomiasis terjadi karena adanya reinfeksi schistosomiasis. 12 Selain itu penyebab tingginya prevalensi khususnya di disebabkan karena banyaknya pendatang ke daerah tersebut membuka persawahan maupun perkebunan di daerah fokus. Pendatang tersebut tidak mempunyai kekebalan sehingga dapat terpapar infeksi di daerah yang baru. Infeksi schistosomiasis di daerah endemis dengan mudah menular pada pendatang karena belum memiliki imunitas terhadap penyakit tersebut. 13 Prevalensi schistosomiasis yang tinggi di dua desa tersebut, mungkin juga disebabkan karena habitat keong O. hupensis lindoensis terletak di sekitar pemukiman penduduk. Penduduk yang banyak terinfeksi schistosomiasis di Daerah Danau Poyang, China adalah penduduk yang rumahnya lebih dekat ke danau (fokus keong) dan lebih sering terpapar air danau. 10 2. Survei keong Oncomelania hupensis lindoensis Keong Oncomelania memegang peranan penting dalam penularan schistosomiasis, oleh karena perkembangan stadium larvanya mulai dari mirasidium sampai bentuk serkaria terjadi dalam keong tersebut. 14 Pada penelitian ini, selain dilakukan pemeriksaan tinja, juga dilakukan survei keong untuk mengetahui keberadaan keong O. hupensis lindoensis sebagai hospes perantara S. japonicum. Hasil survei keong O. hupensis lindoensis dapat dilihat pada Tabel 2. Survei dilakukan pada masing-masing 9 fokus di dan. Jumlah keong yang ditemukan sebanyak 560 yaitu 252 di dan 308 di dengan infection rate di dan yaitu 2,8% dan 2,6%. Jumlah sampel keong O. hupensis lindoensis di dan yaitu 270 dengan kepadatan 65,3 m 2 dan 79,9 m 2. Angka ini bila dibandingkan pada tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebanyak 2,28% di dan 2,1% di. Peningkatan ini disebabkan karena selain masih adanya fokus lama yang aktif (keong yang ditemukan positif cercaria) juga karena terdapatnya fokus baru yang terbentuk akibat aktivitas penduduk seperti bekas sawah, parit di pinggir sawah dan daerah becek berair karena 115 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 3 Tahun 2010

Tabel 2. Hasil Survei Keong O.h. lindoensis di dan Dataran Tinggi Napu Jumlah sampel Jumlah Keong Kepadatan (m2) Keong Positif Infection Rate Total 270 270 540 252 308 560 65,3 79,9 72,6 7 8 15 2,8 2,6 2,7 Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Tikus di dan Dataran Tinggi Napu Jumlah Tikus Diperiksa Positif S. japonicum Prevalensi 12 10 1 1 8,3 10,0 aliran air yang tidak lancar dari sumur penduduk. Pada tahun 2008, terdapat 147 fokus lama yang diantaranya 26 fokus masih aktif sedangkan fokus baru yang terbentuk yaitu sebanyak 225 fokus dan yang ditemukan aktif adalah sebanyak 67 fokus. 8 Daerah fokus keong O. hupensis lindoensis ditemukan di daerah persawahan, kebun coklat, kebun sayur, pinggir hutan dan di sekitar sungaisungai kecil yang ada di dekat pemukiman. Masih terdapatnya daerah fokus di dan disebabkan karena pengolahan lahan yang tidak teratur sehingga banyak lahan yang terbengkalai dan juga daerah berair karena adnya rembesan air tanah. Keadaan ini menjadikan keong O. hupensis lindoensis tetap dapat hidup. Keong O.h. lindoensis yang mempunyai sifat amfibious menyukai daerah becek berair yang kaya bahan organik untuk kelangsungan hidupnya.' 3 Mata rantai penularan schistosomiasis yang paling lemah adalah pada keong penularnya sehingga jika dilakukan eliminasi pada keong penularnya, maka penularan akan terhenti. 11 Telah diketahui bahwa keong O. hupensis lindoensis bersifat amfibi, maka apabila habitatnya terendam air terus menerus, maka keong akan mati. Demikian pula bila habitatnya menjadi kering, maka keong juga akan mati. Apabila habitat keong dikeringkan atau diubah menjadi sawah yang tergenang air secara terus menerus, maka keong akan mati 2. 3. Survei tikus Schistosomiasis adalah penyakit parasitik yang bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi hewan mamalia, misalnya kerbau, sapi, kuda, anjing, babi dan tikus. Pada penelitian ini juga dilakukan survei tikus yang merupakan reservoir S. japonicum hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Survei tikus dilakukan di sekitar fokus keong O. hupensis lindoensis yang ada di dan. Jenis tikus yang ditemukan yaitu Rattus exulans dan jumlah tikus yang didapatkan yaitu 12 ekor di dan 10 ekor di dengan prevalensi S. japonicum pada tikus masing-masing di adalah 8,3% dan di adalah 10%. Keberadaan tikus sebagai reservoir menyebabkan siklus silvatik tetap terjadi. Jadi meskipun pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan secara intensif dengan pengobatan massal, melakukan pemberantasan fokus keong Oncomelania, pembuatan jamban keluarga dan meningkatkan sarana air bersih serta memberikan penyuluhan kepada penduduk mengenai schistosomiasis, tetapi apabila masih ditemukan Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 3 Tahun 2010 116

tikus yang positif S. japonicum, maka penularan akanterus terjadi. 16 Kesimpulan Penularan schistosomiasis masih berlangsung di dan dengan prevalensi di atas 1%. Saran Perlu dilakukan surveilance di dan secara berkesinambungan. Daftar Pustaka 1. Miyazaki, I. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. International Medical Foundation of Japan, Tokyo. 1991. 2. Sudomo, M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta. 2008. 3. Wibisono. Schistosomiasis Status In Indonesia In 2005. The 5 th RNAS + workshop, Denpasar Bali, Indonesia. 2005. 4. Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. Profil Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2006. Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2006a. 5. Sibadu, A. Pengaruh Pekerjaan, Status Gizi, Pemanfaatan Jamban Keluarga dan Pemanfaatan Sarana Air Bersih Terhadap Reinfeksi Schistosomiasis Japonica Pasca Terapi di Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Tahun 2002. Tesis Master Universitas Airlangga. Indonesia. 2004. 6. Subdin Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Situasi Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah Tahun 1984-2007. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. 2008. 7. Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. Data Surveilans Schsitosomiasis Tahun 2006. Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2006b. 8. Jastal, T.A. Garjito, S. Chadijah, Hayani, Mujiyanto. Laporan Survei di Dataran Tinggi Napu. Loka Litbang P2B2 Donggala. Sulawesi Tengah. 2008. 9. Zhou X.N., Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. 2004. The Current Status of Schistosomiasis Epidemic In China. http://www.pubmed.gov. 2004. Diakses tanggal 4 Maret 2009. 10. Fei Hu., Dan-dan Lin, Yin Liu, Yue-ming Liu, et. al. Studies On Relationship Between Spatial Distribution of People's Behavior and Infection of Schistoma japonicum In Poyang Lake Region. Proceedings of The 1 th International Symposium On Geospatial Health, September 8-10, 2007,Yunnan China. 2007. 11. Sudomo, M. & Pretty, M.D.S. Pemberantasan Schistosomiasis Di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 35 No. 1 pp.36-45. 2007. 12. Wang R.B., Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. Study On The Re-Emerging Situation of Schistoshomiasis Epidemic In Areas Already Under Control and Interuption. http://www.pubmed.gov. 2004. Diakses tanggal 4 Maret 2009. 13. Watts, S. The Social Determinants of Schistosomiasis. Report of The Scientific Working Group on Schistosomiasis, November 14-16, 2005. Geneva, Switzerland. http://www.who.int. 2005. Diakses tanggal 24 Mei 2008. 14. Hadidjaja, P. Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 1985. 15. Barodji, M. Sudomo, J. Putrali, M.A. Joesoef. Percobaan Pemberantasan Hospes Perantara Schistosomiasis (Oncomelania hupensis lindoensis) Dengan Bayluscide dan Kombinasi Pengeringan Di Dataran Lindu Sulawesi Tengah 1976. Buletin Penelitian Kesehatan XI (2) pp. 27-30. 1983. 16. Kasnodiharjo, M. Sudomo, I. Ilyas & Mudjiharto. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penduduk dalam Hubungannya dengan Schistosomiasis Setelah Dilakukan Pemberantasan di Daerah Lindu dan Napu, Sulawesi Tengah. Cermin Dunia Kedokteran 60pp. 37-39. 1990. 117 Media Litbang Kesehatan Volume XXNomor 3 Tahun 2010