Perilaku Perempuan dalam Menentukan Pilihan Politik pada Pemilu DPRD Kota Medan 2014 M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN 1, T. IRMAYANI 2 1 Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email: abib_compact@yahoo.co.id 2 Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email:t.irmayani@gmail.com Diterima tanggal 28 Juli 2016/Disetujui tanggal 1 November 2016 The representation of women is one of the most highlighted in the general elections in Indonesia in the last period.this is because the representation of women in the legislature is very minimal. This study describe female behavior in determining political choices in the legislative election in 2014. Especially at dapil 2 (electoral district) in the Kota Medan. The findings of the study is there are three approaches that can see and analyze how the behavior of voters (women) determine the political choices in elections. First, sociological approach; Second, a psychological approach; Thirdly, the approach of rational voters.female voter behavior influenced the figures and the track record of candidates,there is a tendency to choose the incumbent candidates, independently, saw the vision, mission, or the track record of candidates. The study used the approach to political ideology. This study method is descriptive. Collecting data with depth interview. Analysis of data using qualitative analysis. Keywords: Behavior voters, women voters, political participation. Pendahuluan Kesetaraan gender dalam bidang politik diciptakan demi mewujudkan cita-cita demokrasi perwakilan dengan menciptakan keseimbangan komposisi perwakilan antara laki-laki dan perempuan di lembaga parlemen khususnya. Karena apabila mandat diberikan kepada kaum laki-laki saja itu tidak akan mewakili seluruh rakyat yang pada dasarnya masyarakat terdiri dari golongan laki-laki dan perempuan, yang masing-masing di antara laki-laki dan perempuan terdapat kepentingan dan kebutuhan yang tidak selalu sama, sehingga seperti dalam permasalahan perempuan dianggap perempuanlah yang memberikan solusi terhadap permasalahan perempuan tersebut. Hal ini terjadi karena sangat kecil peluang laki-laki yang bisa memperjuangkan hak perempuan karena laki-laki tidak mengalami apa yang di rasakan oleh perempuan. 1 Kesetaraan gender dalam bidang politik khusunya di parlemen dapat diwujudkan melalui pemilihan umum. Melalui pelaksanaan pemilihan umum secara langsung inilah kesempatan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Kesetaraan gender sangat penting untuk diwujudkan 1 Lihat Harmona Daulay. 2007. Perempuan Dalam Kemelut Gender. Medan:USU Press.hal.35 1
dalam rangka untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen yang memang masih menjadi masalah, karena masih terjadi ketimpangan jumlah laki-laki dan perempuan di lembaga legislatif. Upaya meningkat keterwakilan perempuan di parlemen sudah dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya upaya dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kuota minimal 30%. Akan tetapi, hal ini masih belum memperlihatkan hasil yang maksimal, hal ini dapat dilihat dari hasil pemilihan sampai pada periode 2009 secara konsisten masih dibawah 30 %, baik di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, dan kabupaten/kota.pada pemilu 2009 lalu, rata-rata keterwakilan perempuan secara nasional di tingkat DPRD Provinsi hanya 16%, begitupun dengan ratarata DPRD Kabupaten/Kota yang hanya 12% 2. Rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif semata-mata tidak hanya dinilai dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, hal ini dikarenakan bukan kebijakan yang merupakan bagian terpenting, melainkan pemilih itu sendiri. Jika kebijakan telah banyak dibuat tetapi para pemilih sangat sedikit untuk memilih perempuan tentunya harapan akan jumlah keterwakilan perempuan yang lebih besar, khususnya dalam memenuhi kuota 30% perempuan di lembaga legislatif akan sangat sulit diwujudkan. Hal ini dapat diartikan keterwakilan politik sangat ditentukan oleh pemilih, karena pemilih merupakan wujud dari partisipasi rakyat yang menentukan wakilnya di bidang politik, sehingga rakyat sebagai pemilih yang sangat menentukan keterwakilan politik khususnya di lembaga legislatif. Pemilih perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor dalam menentukan pilihan seperti adanya pengaruh dari budaya patriarkhi yang ada. Hal ini dapat diartikan, keterwakilan politik perempuan yang rendah bisa dikarenakan pemilih yang sedikit untuk memilih calon perempuan dalam pemilu legislatif. Pa- dahal jika dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan pemilih perempuan secara nasional pada tahun 2010 perbedaannya tidak jauh dengan laki-laki, yaitu jumlah penduduk perempuan 118.010.413 dan jumlah penduduk laki-laki 119 630 913 3. Akan tetapi banyak provinsi yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih besar, seperti di Sumatera Utara dimana jumlah penduduk perempuan berjumlah 6.498.850 jiwa dan jumlah laki-laki 6.483.354 jiwa 4, sehingga seharusnya apabila mayoritas dari penduduk perempuan tersebut memilih calon legislatif dari kaum perempuan juga tentunya perolehan suara calon perempuan akan lebih besar dan keterwakilan politik perempuan di legislatif akan lebih banyak pula, minimal memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan. Permasalahan kurangnya dukungan terhadap calon legislatif perempuan masih terjadi pada pemilu legislatif 2014, bahkan seperti pada pemilihan anggota DPRD Kab/Kota di Medan terdapat dua daerah pemilihan yang tidak berhasil meloloskan calong anggota DPRD Kab/Kota berjenis kelamin perempuan, yaitu dapil1 dan dapil 2. Pda penulisan ini, penulis hanya membahas dapil 2 kota Medan dikarenakan pada dapil 2 kota Medan memiliki pemilih (perempuan) yang lebih banyak dibandingkan dapil lainnya. Selain itu dapil 2 memiliki jatah kursi yang lebih nayak dari dapil lainnya. Jumlah pemilih (perempuan) dan jumlah jatah kursi yang lebih banyak ketimbang dapil lain tentu merupakan suatu keuntungan bagi calon anggota DPRD kota Medan yang berjenis kelamin perempuan, karena peluang untuk memperebutkan kursi sudah lebih besar, akan tetapi nyatanya dari hasil pemilu DPRD kota Medan pada tahun 2014, dapil 2 kota Medan tidak berhasil meloloskan satupun caleg perempuan. Pendekatan dan Metode Studi ini membahasbagaimana perilaku pemilih (perempuan) dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan anggota DPRD kota Medan tahun 2014. Pendekatan 2 Ayu Anastasia, Lembar Fakta WRI Reperesentasi Perempuan, [artikel online], tersedia di situs: http://www.academia.edu/. Diakses pada 5 Mei 2014, Pukul 14.00 Wib. 3 Badan Pusat Statistik, Data Penduduk, tersedia disitus:http://sp2010.bps.go.id/, diakses pada 18 Agustus 2014, Pukul 07.00 Wib. 4 Ibid. 2
yang digunakan oleh penulis dalam studi ini adalah pendekatan perilaku politik. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan studi dokumen. Teknik analisa data adalah dengan menggunakan analisis kualitatif. Pemilu Legislatif Kota Medan Tahun 2014 Pemilihan umum legislatif kembali diselenggarakan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu legislatif 2014 ini dilaksanakan untuk memilih anggota legislatif di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Pada pemilu DPRD Kota Medan tahun 2014 diikuti 597 calon anggota DPRD Kota Medan dari seluruh daerah pemilihan 5. Pemilu legislatif tahun 2014 diikuti 12 partai politik nasional dan 3 partai politik lokal yang berasal dari Aceh. Partai politik yang ikut dalam pelaksanaan pemilu DPRD Kota Medan 2014 yaitu Partai Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, PBB dan PKPI. Selain itu, pemilu DPRD Kota Medan memiliki jumlah pemilih sebanyak 1.731.891. Daerah pemilihan 2 kota Medan memiliki jumlah pemilih yang paling besar, baik pemilih yang berjenis kelamin laki-laki maupun pemilih yang berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 414.023.Seluruh caleg tersebut nantinya akan memperebutkan 50 kursi untuk seluruh daerah pemilihan pada pemilu DPRD kota Medan tahun 2014. Jumlah alokasi kursi untuk anggota DPRD Kota Medan 2014 paling besar dimiliki daerah pemilihan 2 kota Medan dengan jumlah 12 kursi, sedangkan yang terendah dimiliki oleh dapil 3 dan dapil 4 yang memiliki jatah 8 kursi dari 50 kursi yang tersedia untuk anggota DPRD kota Medan 2014. Selain itu, daerah-daerah pemilihan ini memiliki beberapa kecamatan yang tercakup di dalamnya. Pemilihan umum anggota DPRD Kota Medan tahun 2014 sebagian besar dimenangkan 5 Data Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dari Setiap Kecamatan Di Tingkat Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014. oleh calon yang berjenis kelamin laki-laki. Anggota legislatif yang memperoleh suara paling tinggi mewakili dapilnya yaitu untuk dapil 1 Hasyim,SE dari partai PDIP dengan jumlah perolehan suara 12.350 suara, dapil 2 dimenangkan oleh H.Iswanda Nanda Ramli dari partai Golkar dengan jumlah perolehan suara 8.943 suara, dapil 3 Drs.Herri Zulkarnaen,Msi dari partai Demokrat dengan 5.219 suara, dapil 4 dimenangkan oleh 2 caleg dari partai PDIP yaitu Paul. M. A. Simanjuntak & Drs. Wong Chun Sen dengan jumlah perolehan suara yang sama yaitu sebesar 7.812 suara, dan terakhir dapil 5 dari partai Golkar dengan nama Mulia Asri Rambe dengan jumlah 6.647 suara. Keterwakilan perempuan merupakan salah satu hal yang paling disoroti dalam pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia beberapa periode terakhir. Hal ini dikarenakan perwakilan perempuan di lembaga legislatif masih sangat minim, selain untuk meningkatkan kesetaraan gender di parlemen, anggota legislatif perempuan sangat dibutuhkan mengingat saat ini semakin banyak kasus-kasus yang melibatkan perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus pelecehan seksual, dan sebagainya. Kasus-kasus tersebut seharusnya menjadi pembahasan yang penting di lembaga legislatif, dan pembahasan ini tentunya juga harus melibatkan perempuan secara aktif dalam proses pembuatan dan pengambilan. Oleh karena itu, caleg-caleg perempuan seharusnya banyak yang terpilih untuk duduk di lembaga legislatif agar permasalahanpermasalahan tadi dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Akan tetapi, hal tersebut tampaknya masih sangat sulit, seperti pada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun 2014, caleg perempuan masih sangat sedikit yang mendapatkan jatah kursi untuk duduk di kursi DPRD kota Medan. Kurangnya caleg perempuan yang lolos dalam pemilu legislatif DPRD kota Medan tahun 2014 disebabkan karena ada 2 dapil yang tidak berhasil meloloskan satupun caleg perempuan, seperti di dapil 1 dan 2 kota Medan. Daerah pemilihan kota Medan 2 merupakan dapil yang memiliki jumlah kecamatan paling banyak yaitu terdapat 6 3
kecamatan, diantaranya kecamatan Medan Polonia, kecamatan Medan Johor, kecamatan Medan Maimun, kecamatan Medan Selayang, kecamatan Medan Sunggal, dan kecamatan Medan Tuntungan. Selain itu, daerah pemilihan 2 merupakan dapil yang memiliki jumlah pemilih yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan dapil lainnya. Hal ini bukan berarti dapat memudahkan caleg perempuan dalam mendapatkan jatah kursi untuk duduk di lembaga parlemen. Hal ini seperti yang terjadi pada pemilu anggota DPRD kota Medan 2014 khususnya pada dapil 2 kota Medan beberapa waktu yang lalu dimana tidak satupun caleg perempuan yang berhasil maju menjadi anggota DPRD kota Medan. Padahal setiap partai politik peserta pemilu tahun 2014 sudah memenuhi kuota 30% pencalonan perempuan, hal ini terbukti mulai dari partai Nasdem yang persentase keterwakilan perempuannya untuk dijadikan calon anggota DPRD di dapil 2 sebesar 36,36% (4 calon perempuan), partai PKB 33,33% (4 calon perempuan), partai PKS 33,33% (4 calon perempuan), PDIP 33,33%, partai Golkar 41,67 (5 calon perempuan), partai Gerindra 33,33% (3 calon perempuan), PAN 33,33% (4 calon perempuan), PPP 33,33% (4 calon perempuan), partai Hanura 33,33% (4 calon perempuan), PBB 33,33% (4 calon perempuan), dan PKPI sebanyak 33,33% (4 calon perempuan) keterwakilan perempuan. Dari 36 caleg perempuan yang ada tidak satupun ada yang berhasil menjadi anggota DPRD kota Medan periode 2014-2019. Upaya pemerintah sampai saat ini sudah cukup baik dalam usaha meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, akan tetapi sekarang yang menjadi permasalahan bukan satu-satunya terletak pada kebijakan yang diciptakan pemerintah, tetapi ada hal yang lebih mendasar dalam melihat permasalahan kurangnya perwakilan perempuan di kursi DPRD kota Medan khusunya untuk dapil 2, yaitu terletak pada pemilih (perempuan) itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ibu Asmawati dalam wawancara yang dilakukan. Ia berpendapat bahwa : Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan keterwakilan perempuan sudah sangat baik, karena sudah memberikan peluang yang luar biasa kepada wanita dengan membuat kebijakan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan, tetapi sekarang tergantung kami sebagai perempuan ini sekarang meningkatkan kesempatan, sumber daya manusia,dan memanfaatkan kesempatan tersebut. 6 Dari kutipan wawancara dengan salah satu pemilih (perempuan) tersebut dapat dimaknai bahwasannya informan tersebut menyadari bahwa pemilih (perempuan) harus lebih memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan pemerintah kepada kaum perempuan, tentunya hal ini mengasumsikan bahwasannya sebanyak apapun produk kebijakan yang akan diciptakan pemerintah namun pemilih (perempuan) masih enggan untuk memilih calon legislatif perempuan, tentunya sampai kapanpun kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif tidak akan terpenuhi. Perilaku Pemilih Perempuan Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang khususnya perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, pertimbangan dan penilaian-penilaian pribadi selalu dimiliki setiap pemilih sebelum menentukan pilihan politiknya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa sama dan bisa berbeda setiap orangnya, tergantung dari motivasi,kepentingan, dan hal-hal lain yang daapat mempengaruhi perilaku pemilih dalam menentukan pilihan politiknya. Seperti halnya pada pemilihan anggota DPRD kota Medan tahun 2014, dimana para pemilih memiliki banyak pertimbangan dan penilaian-penilaian terhadap calon anggota DPRD kota Medan 2014, hal ini dikarenakan pada pemilu yang lalu, pemilih dianggap sudah benar-benar mempersiapkan dengan matang siapa yang akan dipilih untuk menjadi anggota DPRD kota Medan 2014-2019. Hal ini merupakan implikasi dari sistem pemilu yang menerapkan sistem daftar terbuka dengan sistem suara terbanyak untuk pemilu legislatif 2014. Ada beberapa cara atau pendekatan untuk mengetahui bagaimana perilaku pemilih (perempuan) dalam 6 Hasil wawancara dengan Asmawati, pada tanggal 14 Januari 2015 di Kantor Camat Medan Tuntungan. 4
menentukan pilihan politiknya pada pemilu DPRD tahun 2014 di dapil 2 kota Medan. Pertama, dilihat dari pendekatan sosiologis, pendekatan ini melihat latar belakang seseorang atau sekelompok orang atas dasar jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, pekerjaan, bahkan daerah asal menjadi variabel yang mempengaruhi terhadap keputusannya untuk memberikan suara pada saat pemilihan 7.Pilihan politik pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan ditinjau dari pendekatan sosiologis faktor keluarga yang dalam hal ini diperankan oleh Ayah masih berpengaruh tehadap pilihan politik pemilih. Meskipun tidak banyak responden dalam penelitian ini yang menganggap Ayah/Suami yang merupakan sosok pemimpin dalam sebuah keluarga, sudah tidak lagi bisa mempengaruhi pilihan politik anggota keluarganya. Adapun reponden yang dipengaruhi oleh faktor keluarga (Ayah) dalam menentukan pilihnnya yaitu Silvia yang merupakan seorang mahasiswi, ia mengungkapkan dalam wawancara sebagai berikut, Ayah saya mempengaruhi pilihan politik kami sekeluarga, karena apa yang dipilih Ayah memang biasanya kami ikuti. 8 Kutipan wawancara dengan Silvia tersebut dapat dimaknai bahwasannya sosok Ayah yang merupakan kepala kelurga masih sangat dominan posisinya, termasuk dalam mempengaruhi pilihan politik anggota keluarganya. Pada kutipan wawancara ini juga mendeskripsikan bahwa di dalam lingkungan keluarga terdapat norma-norma dan nilainilai yang biasanya dibentuk oleh kepala keluarga (ayah/suami) untuk diikuti oleh anggota keluarganya. Selanjutnya, berdasarkan pendekatan sosiologis faktor yang mempengaruhi pilihan politik pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan yaitu adanya faktor Agama. Hal ini seperti yang dikatakan Silvia dalam wawancara sebagai berikut, Yang saya lihat tentunya agamanya, urusan yang saya pilih 7 Lihat T.Irmayani, Perilaku Perempuan Pemilih dalam Menetapkan Pilihan pada Pemilu 2009, Jurnal Politeia Ilmu Politik (Volume 4,Nomor 1, 2012),hal.14. 8 Hasil wawancara dengan Silvia pada tanggal 25 Februari 2015 di kecamatan Medan Maimun. nantinya tidak memenuhi janjinya itu sudah tanggung jawabnya sama Tuhan. 9 Faktor agama ini sebenarnya berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan sosial secara lebih luas. Hal ini sejalan dalam pendekatan sosiologis yang melihat hubungan antara predisposisi sosial-ekonomi pemilih dan keluarga pemilh. Menurut Pomper predisposisi sosial-ekonomi pemilih dan keluarga pemilih mempunyai hubungan yang berkaitan dengan perilaku memilih seseorang. Misalnya, preferensi-preferensi politik keluarga, apakah preferensi politik Ayah, atau preferensi politik ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak. Predisposisi sosial ekonomi bisa berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografi, dan sebagainya. 10 Kedua, melalui pendekatan psikologis yang menekankan pentingnya sikap dan sosialisasi sebagai aspek yang saling sebenarnya saling berkaitan untuk menjelaskan mengenai perilaku pemilih. Hal ini dikarenakan adanya sosialisasi akan mempengaruhi sikap dan preferensi politik pemilih. Pendekatan psikologis menurut Richard Rose dan Ian Mc.Allicer, yaitu ikatan emosional pada satu parpol, orientasi terhadap isu-isu dan orientasi terhadap kandidat. 11 Berdasarkan pendekatan psikologis, orientasi terhadap kandidat menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan. Figur caleg yang mampu menginspirasi dan figur caleg yang bersih dari segala isu negatif seperti kasus korupsi, dll, merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih (perempuan) secara psikologis. Faktor kandidat yang menginspirasi dapat mempengaruhi sikap pemilih (perempuan). 12 Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak dengan tokoh yang disegani atau ke- 9 Hasil wawancara dengan Silvia pada tanggal 25 Februari 2015 di kecamatan Medan Maimun. 10 Indar Melani,Perilaku Pemilih Pemula Di Kecamatan Duampanua Pada Pemilukada Kabupaten Pinrang Tahun 2013, (Makassar: Jurusan Ilmu PolitikFISIPUniversitas Hasanuddin, 2014), hal. 75. 11 Ibid.,hal. 84. 12 T.Irmayani. Loc.cit. 5
lompok panutan. Hal ini dapat dimaknai bahwasannya figur caleg yang menginspirasi dapat menimbulkan sikap untuk menyamakan diri yang dilakukan pemilih untuk meniru figur yang menginspirasinya tersebut, sehingga membentuk ikatan emosional dalam diri pemilih. Figur caleg yang menginspirasi juga diungkapkan informan pada saat wawancara seperti berikut.pernyataan ini diungkapkan Nani Rianti dalam wawancaara sebagai berikut. Yang menjadi pertimbangan saya dalam memilih anggota legislatif khususnya anggota DPRD kota Medan tahun 2014 yaitu karena figur kandidatnya yang menginspirasi, dan juga memihak kepada masyarakat. 13 Pernyataan yang diungkapkan Nani rianti tersebut semakin memperjelas bahwa figur calon anggota DPRD kota Medan yang dapat menginspirasi dirinya akan mempengaruhi dirinya secara psikologis dalam menentukan pilihan pada pemilihan umum anggota legislatif DPRD kota Medan tahun 2014. Pilihan pada figur yang dapat menginspirasi menunjukkan bahwa pemilih (perempuan) memilih figur dengan melihat adanya kesamaan emosional atau adanya ikatan emosional antara si pemilih (perempuan) dengan kandidat yang akan dipilihnya, akan tetapi memang faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih berdasarkan pendekatan psikologis ini tidak banyak pemilih (perempuan) yang diwakili informan-informan menunjukkan perilaku ini. Terakhir, (3) pendekatan pemilih rasional; Berkaitan dengan pendekatan psikologis tadi, pendekatan pemilih rasional menganggap dalam menentukan pilihannya, pemilih memiliki pertimbangan apa yang menjadi keuntungan/kerugian apabila ia memutuskan untuk memilih partai ataupun kandidat tertentu. Antara pendekatan psikologis dengan pendekatan pemilih rasional saling berkaitan, dimana pada bagian pendekatan psikologis pemilih melihat pada orientasi terhadap kandidat yang melihat kualitas dari calon anggota DPRD kota Medan tahun 2014 berdasarkan kinerjanya yang dinilai sudah berkontribusi langsung terhadap masyarakat, sedangkan berdasarkan pendekatan pemilih rasion- al, pemilih (perempuan) juga melihat kualitas dari para kandidat calon anggota DPRD kota Medan tahun 2014 dipandang dari segi rasionalitas pemilih yang menganggap kualitas dari kontestan merupakan hal yang penting, karena berharap dengan memilih kandidat yang berkualitas dan sudah tau kinerja caleg tersebut sebelumnya, pemilih akan mengetahui apa untung/rugi nya apabila memilih kandidat/partai tersebut. Pada pendekatan pemilih rasional, faktor kualitas calon menjadi pertimbangan utama, dan bahkan mayoritas dari informan yang diwawancarai pada penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka memilih dengan melihat kualitas yang dimiliki figur caleg sebelum akhirnya menentukan pilihannya. Kualitas caleg yang dimaksud adalah kelayakan seorang caleg yang dianggap sudah memberikan kontribusi nyata yang bermanfaat kepada masyarakat, yang artinya calon legislatif yang akan dipilih dilihat dari kinerjanya dan kiprahnya di masyarakat, manfaat apa yang telah mereka (caleg) berikan kepada masyarakat. Konkretnya faktor rasional yang dipilih informan dengan melihat kualitas kandidat yang akan dipilih dilihat dari visi misi dan rekam jejak calon legislatif DPRD kota Medan tahun 2014 yang akan dipilih. Rasionalitas pemilih dapat dilihat dalam pernyataan Idah Bintang,SE yang diungkapkan saat wawancara seperti berikut, Saya melihat dari segi kualitas figurnya. Orangnya harus punya dedikasi ke masyarakat dan tidak boleh ada yang lagi terkena kasus. 14 Pernyataan yang diungkapkan Idah Bintang,SE tersebut menunjukkan perilaku pemilih yang rasional, karena sebagai pemilih memang sudah seharusnya memilih caleg yang berkualitas dan berdedikasi kepada masyarakat. Perilaku pemilih (perempuan) yang menginginkan kualitas tersebut cenderung memilih caleg yang sudah berpengalaman dan kiprahnya sudah dikenal baik. Hal ini seperti yang diungkapkan Sarah dalam wawancara seperti berikut. 13 Hasil wawancara dengan Nani Rianti, pada tanggal 20 Januari 2015 di kantor Camat Medan Johor. 14 Hasil wawancara dengan Idah Bintang, pada tanggal 20 Januari 2015 di Kantor Camat Medan Johor. 6
... Saya memilih karena melihat kualitasnya tanpa melihat suku,agama,ataupun gender nya. Kualitas yang dimaksud yaitu kinerja nyatanya yang sudah pernah dirasakan masyarakat, ngapain milih caleg yang baru kalau memang sudah ada yang terbukti kualitasnya. 15 Pernyataan Sarah tersebut menunjukkan perilaku pemilih (perempuan) yang menentukan pilihannya dipengaruhi oleh rekam jejak figur caleg, hal ini juga menunjukkan sebagai pemilih (perempuan) juga ada kepekaan untuk memilih caleg yang benar-benar dianggap mampu untuk menjadi anggota legislatif khususnya DPRD kota Medan tahun 2014 dengan catatan harus memiliki rekam jejak yang dianggap baik dengan telah berkontribusi secara positif dan telah memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat khususnya masyarakat di dapil 2 kota Medan. Evaluasi terhadap kandidat sangat dipengaruhi oleh sejarah dan pengalaman masa lalu kandidat, baik dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat 16. Hal ini sejalan dengan pendapat V.O.Key, salah satu tokoh penting yang menggagas pendekatan pilihan rasional, Key menyatakan: Yang menentukan pilihan para pemilih adalah sejauh mana kinerja pemerintah, partai, atau wakilwakil mereka baik bagi dirinya sendiri atau bagi negaranya, atau justru sebaliknya. 17 Adanya perilaku untuk melihat rekam jejak kandidat yang mengevaluasi kinerja kandidat ini menunjukkan perilaku pemilih (perempuan) yang cenderung memilih caleg incumbent karena seperti apa yang diungkapkan Sarah sebelumnya dapat dimaknai bahwasannya apabila sudah terlihat caleg yang benar-benar berkualitas dan juga dapat dirasakan kotribusi positifnya di masyarakat, maka secara sadar pemilih akan memilih caleg tersebut. Selain itu, perilaku dengan melihat rekam jejak kandidat tersebut inilah yang melahirkan kriteria-kriteria yang mempengaruhi perilaku pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan seperti kualitas kandidat yang dilihat bukan hanya dari rekam jejak seperti yang telah di- 15 Hasil wawanara dengan Sarah, pada tanggal 22 Februari 2015 di Kecamatan Medan Johor. 16 Indar Melani,op.cit., hal.82. 17 Ibid. jelaskan sebelumnya, melainkan juga melihat faktor visi-misi. Visi misi penting untuk dilihat karena dari visi misi pemilih mengetahui apa yang akan diperbuat caleg apabila terpilih. Faktor visi misi ini mempengaruhi pilihan politik perempun di dapil 2 kota Medan seperti yang terlihat dari ungkapan Asmawati dalam wawancara sebagai berikut. Yang menjadi pertimbangan saya adalah kualitas,visi-misinya harus betul dilihat. Jangan memilih karena adanya hubungan kekeluargaan, kita harus melihat apakah dia itu pantas untuk dipilih,apakah dia bisa menaikkan taraf hidup kita. 18 Seperti pernyataan Asmawati tersebut, dapat dilihat bahwasannya visi misi sangat mempengaruhi perilakunya dalam menentukan pilihan. Selain itu, pernyataan Asmawati tersebut tersirat makna bahwasannya visi misi penting untuk dilihat, karena pemilih harus melihat apakah caleg tersebut bisa menaikkan taraf hidup masyarakat atau tidak. Pendapat Asmawati tersebut sangat rasional, karena memang seharusnya sebagai pemilih harus merasakan keuntungan apabila ia memutuskan untuk memilih seorng caleg tertentu. Kualitas, rekam jejak, dan visi misi, semua yang diungkapkan oleh para informan tersebut pada nyatanya menunjukkan dasar dari teori perilaku pemilih rasional itu sendiri. Penutup Perilaku pemilih (perempuan) dalam menentukan pilian politiknya pada pemilu DPRD tahun 2014 di dapil 2 kota Medan merupakan hal yang penting untuk diketahui. Dalam studi ini terdapat tiga pendekatan yang dapat melihat dan menganalisis bagaimana perilaku pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan dalam menentukan pilihan politiknya. antara lain: Pertama, pendekatan sosiologis; Kedua, pendekatan psikologis; Ketiga, pendekatan pemilih rasional. Berdasarkan hal tersebut pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan sedikit yang memilih caleg perempuan dikarenakan para pemilih (perempuan) masih meragukan kualitas dari caleg perempuan yang ada di dapil 2 kota Medan khususnya pada tingkat DPRD kab/kota dan kurangnya popularitas 18 Hasil wawancara dengan Asmawati, pada tanggal 14 Januari 2015 di Kantor Camat Medan Tuntungan. 7
dari caleg perempuan sehingga pemilih (perempuan) tidak mengetahui figur dan rekam jejak caleg perempuan tersebut.pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan menunjukkan kecenderungan untuk memilih caleg incumbent. Pemilih (perempuan) mampu menentukan pilihan politiknya secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh suami, ayah, ataupun kelompok-kelompok sosial tertentu. Rasioalitas pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan juga dapat dilihat dari kriteria-kriteria yang diinginkan terhadap seorang caleg yang akan dipilih seperti kualitas caleg yang dilihat dari visi-misi ataupun rekam jejak caleg tersebut. Kritera-kriteria tersebut menunjukkan perilaku pemilih (perempuan) yang sudah rasional, karena kualitas yang diharapkan diaharapkan akan mampu menguntungkan masyarakat. Wawancara dengan Nani Rianti (Kasubbag Keuangan Kecamatan Medan Johor), pada tanggal20 Januari 2015 di kantor Camat Medan Johor. Wawancara dengan Idah Bintang (Kasubbag Pelum Kecamatan Medan Johor), pada tanggal20 Januari 2015 di Kantor Camat Medan Johor. Wawancara dengan Sarah (mahasiswi), pada tanggal 22 Februari 2015 di Kecamatan Medan Johor. Wawancara dengan Asmawati (Kasubbag Umum Kecamatan Medan Tuntungan), pada tanggal14 Januari 2015 di Kantor Camat Medan Tuntungan. Daftar Pustaka Anastasia, Ayu. Lembar Fakta WRI ReperesentasiPerempuan1. Tersedia di situs: http://www.academia.edu/. Diakses pada 5 Mei 2014, Pukul 14.00 Wib. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk. Tersedia disitus: http://sp2010.bps.go.id/. Diakses pada 18 Agustus 2014, Pukul 07.00 Wib. Daulay, Harmona. 2007. Perempuan Dalam Kemelut Gender. Medan:USU Press. Data Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dari Setiap Kecamatan Di Tingkat Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014. Irmayani, T. 2012. Perilaku Perempuan Pemilih dalam Menetapkan Pilihan pada Pemilu 2009. Jurnal Politeia Ilmu Politik (Volume 4,Nomor 1),hal.12-18. Melani,Indar. 2014. Perilaku Pemilih Pemula Di Kecamatan Duampanua Pada Pemilukada Kabupaten Pinrang Tahun 2013. Makassar: Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Hasanuddin. Wawancara dengan SilviaPada tanggal25 Februari 2015 di kecamatan Medan Maimun. 8