PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG. IZIN USAHA PERIKANAN dan TANDA PENCATATAN KEGIATAN PERIKANAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 22 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 2

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Walikota Tasikmalaya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

plembaran DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 6 TAHUN 2001 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2001 T E N T A N G

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN

L E M B A R A N D A E R A H

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN KOLONG

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH DI BIDANG PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

Transkripsi:

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya ikan sebagai bagian kekayaan bangsa harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; b. bahwa dalam rangka pembangunan daerah, sumberdaya ikan dan lingkungannya perlu dikelola secara optimal dan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat; c. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan yang baik diperlukan peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan perikanan dan pengawasannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan tentang Perikanan. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

- 2-2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Di Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4935); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4230); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN dan WALIKOTA TANGERANG SELATAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TENTANG PERIKANAN.

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Tangerang Selatan. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Walikota adalah Walikota Tangerang Selatan. 4. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan dibidang perikanan. 5. Perikanan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis Perikanan. 6. Sumberdaya Ikan adalah potensi semua jenis ikan. 7. Pengelolaan Perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan dibidang Perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. 8. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap ikan atau membudidaya ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. 9. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

- 4-10. Pembudidaya Ikan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 11. Pembudidaya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. 12. Pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia. 13. Hasil Perikanan adalah setiap bentuk produk yang berupa ikan utuh atau produk yang mengandung bagian ikan, termasuk produk yang sudah diolah dengan cara apapun yang berbahan baku utama ikan. 14. Pemasar Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan memasarkan hasil perikanan termasuk olahannya. 15. Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan yang selanjutnya disingkat TPUPI adalah keterangan yang diterbitkan oleh Dinas kepada Pembudidaya Ikan yang tidak wajib memiliki Izin Usaha Perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Benih Ikan adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu yang belum dewasa, termasuk telur, larva, dan biakan murni alga. 17. Balai Benih Ikan yang selanjutnya disingkat BBI adalah unit pelaksana teknis yang menjadi pusat penerapan teknik pembenihan untuk Pembudidayaan Ikan. 18. Pusat Pemasaran Distribusi Ikan yang selanjutnya disingkat PPDI adalah lingkungan terpadu sentra pemasaran hasil Perikanan yang dibangun bertujuan untuk mendukung kegiatan dan/atau usaha pemasaran hasil Perikanan dan pengawasan pengendalian mutu. 19. Masyarakat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum, adat istiadat, dan norma tertentu sebagai warga bersama yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal atau domisili pada suatu tempat tertentu, termasuk organisasi kemasyarakatan. 20. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 21. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

- 5-22. Penyidikan adalah rangkaian tindakan penyidik dalam hal mengumpulkan bukti tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 23. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Kegiatan Usaha Perikanan yang dikembangkan merupakan usaha Pembudidayaan Ikan. (2) Usaha Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jenis kegiatan Pembudidayaan Ikan di air tawar. Pasal 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan pada jenis kegiatan Pembudidayaan Ikan di air tawar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), antara lain: a. kolam; b. sungai; c. situ; d. embung; e. waduk; f. sawah; dan/atau g. genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang berpotensial di wilayah Daerah. BAB III PERENCANAAN PERIKANAN Pasal 4 (1) Dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan Perikanan Daerah, Pemerintah Daerah menyusun rencana pembangunan dan pengembangan Perikanan. (2) Rencana pembangunan dan pengembangan Perikanan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan: a. tata ruang; b. potensi dan permasalahan yang terjadi di lapangan; c. kesesuaian lingkungan fisik wilayah;

- 6 - d. ketersediaan sumberdaya pendukung; e. ketersediaan infrastruktur; f. kondisi budaya dan kearifan lokal; dan/atau g. potensi keragaman spesias. (3) Rencana pembangunan dan pengembangan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. pemberdayaan Pembudidaya Ikan Kecil, Pembudidaya Ikan, pengolah ikan, dan Pemasar Ikan; b. pengembangan sumberdaya manusia; c. pengembangan kelembagaan; d. pengembangan infrastruktur; dan e. kemitraan. (4) Rencana pembangunan dan pengembangan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan secara bertahap, sinergis dan merupakan bagian integral dari rencana pembangunan Daerah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pembangunan dan pengembangan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), diatur dalam Peraturan Walikota. BAB IV USAHA PERIKANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 Pengembangan usaha Pembudidayaan Ikan dilaksanakan berdasarkan ciri khas kondisi Daerah, diprioritaskan pada upaya: a. pengembangan usaha Pembudidayaan Ikan terpadu dengan pengolahan dan pemasaran hasilnya; b. peningkatan pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan serta diversifikasi usaha pembudidayaan ikan yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan; dan c. pengembangan usaha Pembudidayaan Ikan di wilayah perkotaan, berskala rumah tangga dengan permodalan yang efisien, sarana dan prasarana khas, dan teknologi tepat guna.

- 7 - Pasal 6 Kegiatan Pembudidayaan Ikan wajib memperhatikan prinsip-prinsip, sebagai berikut: a. penggunaan induk dan benih unggul; b. menerapkan cara budidaya ikan yang baik dengan memperhatikan persyaratan keamanan pangan mulai tahap praproduksi, produksi dan pasca produksi; dan c. mengembangkan jenis ikan budidaya bernilai ekonomis, sesuai dengan potensi spesifik yang dapat menjadi produk unggulan Daerah serta berorientasi pasar. Pasal 7 Usaha Pembudidayaan Ikan di Daerah dilakukan oleh perseorangan dan Korporasi. Bagian Kedua Usaha Pembudidayaan Ikan Pasal 8 Usaha Pembudidayaan Ikan dilaksanakan dalam sistem bisnis Perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan dan pemasaran. Paragraf 1 Praproduksi Pasal 9 Usaha Pembudidayaan Ikan pada tahap praproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, meliputi: a. pemetaan lahan; b. identifikasi lokasi; c. status kepemilikan lahan; dan/atau d. pencetakan lahan Pembudidayaan Ikan.

- 8 - Paragraf 2 Produksi Pasal 10 Usaha Pembudidayaan Ikan pada tahap produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, meliputi: a. pembenihan; b. pembesaran; dan/atau c. pemanenan ikan. Pasal 11 Jenis usaha Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dan huruf b, meliputi : a. usaha pembenihan ikan; b. usaha pembesaran ikan; dan c. usaha pembenihan ikan dan pembesaran ikan. Pasal 12 Usaha pembenihan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi: a. kegiatan pemeliharaan calon induk atau induk; b. pemijahan; c. penetasan telur; dan/atau d. pemeliharaan larva atau benih atau bibit. Pasal 13 Pengadaan benih ikan dan/atau induk ikan berasal dari: a. hasil penangkapan dari alam; b. hasil penangkaran dan/atau pemuliaan di wilayah Daerah; dan/atau c. pemasukan dari luar wilayah Daerah.

- 9 - Pasal 14 Usaha pembesaran ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, meliputi kegiatan pembesaran mulai dari ukuran benih sampai dengan ukuran panen. Pasal 15 Usaha pembenihan ikan dan pembesaran ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan yang dilakukan dalam satu kesatuan usaha. Paragraf 3 Pengolahan Pasal 16 Usaha Pembudidayaan Ikan pada tahap pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, meliputi: a. penanganan hasil; b. pengolahan; c. penyimpanan; d. pendinginan; dan/atau e. pengawetan ikan hasil pembudidayaan. Pasal 17 Pembangunan dan pengembangan pengolahan Hasil Perikanan berdasarkan kondisi spesifik Daerah dititikberatkan pada upaya: a. pengembangan teknologi, sarana dan prasarana, lingkungan dan kapasitas produksi unit pengolahan ikan yang ramah lingkungan; b. pengembangan sarana dan prasarana pengolahan Hasil Perikanan serta pengembangan jaringan pemasarannya; c. peningkatan pembinaan, penyuluhan, pelatihan, pengawasan dan pengendalian kegiatan Perikanan, dalam rangka peningkatan ketertiban, kepastian hukum, peningkatan peluang usaha; dan d. pengembangan jenis produk olahan yang dapat dijadikan produk unggulan Daerah.

- 10 - Pasal 18 (1) Proses Pengolahan Ikan dan produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan Pengolahan Ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan Hasil Perikanan. (2) Sistem jaminan mutu Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas subsistem: a. pengawasan dan pengendalian mutu; b. pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar bahan baku, persyaratan atau standar sanitasi dan teknik penanganan serta pengolahan, persyaratan atau standar mutu produk, persyaratan atau standar sarana dan prasarana, serta persyaratan atau standar metode pengujian; dan c. sertifikasi. (3) Setiap orang yang melakukan penanganan dan Pengolahan Ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan Pengolahan Ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan Hasil Perikanan. (4) Setiap orang yang memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan Pengolahan Ikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Setiap orang yang memenuhi dan menerapkan persyaratan penerapan sistem jaminan mutu Hasil Perikanan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperoleh Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Ikan hasil pembudidayaan harus memenuhi standar mutu dan keamanan hasil Perikanan. (7) Produk hasil pengolahan Perikanan harus memenuhi persyaratan dan/atau standar mutu dan keamanan Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 19 (1) Bahan tambahan makanan hanya boleh digunakan bila diperlukan. (2) Jenis, bahan tambahan makanan, dan batas maksimum penggunaan bahan tambahan makanan yang diperbolehkan dan/atau dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 11 - Pasal 20 Setiap orang dilarang mengolah ikan yang berasal dari lahan atau perairan yang tercemar. Pasal 21 (1) Kegiatan Pengolahan Ikan harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan yang menjamin tersedianya ikan bermutu baik. (2) Bangunan untuk kegiatan Pengolahan Ikan dan sekitarnya harus dirancang dan ditata dengan konstruksi yang memenuhi persyaratan sanitasi. (3) Sarana dan prasarana yang digunakan pada kegiatan Pengolahan Ikan harus ditata sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan. (4) Peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan tahan karat, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi sesuatu apapun terhadap bahan baku yang sedang diolah maupun produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi. (5) Peralatan dan perlengkapan yang dipakai untuk menangani bahan bukan makanan atau bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung, harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan makanan serta produk akhir. (6) Bangunan yang digunakan untuk Pengolahan Ikan, perlengkapan, peralatan serta semua sarana fisik yang digunakan harus dirawat, dibersihkan dan dipelihara sesuai standar kebersihan dengan tertib dan teratur. (7) Pembuangan limbah, baik padat, cair atau gas dari lingkungan kerja harus dilakukan dengan sempurna dan memenuhi ketentuan pembuangan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 12 - Pasal 22 Pengolahan Ikan dan pengemasan produk akhir Pengolahan Ikan harus dilakukan berdasarkan standar pengolahan dan teknik pengemasan yang ditentukan sesuai dengan jenis komoditas. Paragraf 4 Pemasaran Pasal 23 Usaha Pembudidayaan Ikan pada tahap pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, meliputi: a. pengumpulan; b. penampungan; c. pemuatan; d. pengangkutan; e. penyaluran; dan/atau f. pemasaran ikan hasil pembudidayaan. Pasal 24 Pengembangan kegiatan pemasaran Hasil Perikanan berdasarkan kondisi spesifik Daerah dititikberatkan pada upaya: a. pengembangan sarana dan prasarana pemasaran Hasil Perikanan yang produktif dan memenuhi persyaratan higien dan sanitasi; b. pengembangan sistem informasi dan jaringan pemasaran yang efektif, efisien dan berdaya jangkau luas; c. pengembangan kerjasama dan kemitraan yang kuat, efektif serta efisien; dan d. pengembangan pemasaran ikan hias sebagai produk yang dapat dijadikan produk unggulan Daerah yang khas.

- 13 - Pasal 25 (1) Pemasaran Hasil Perikanan meliputi: a. ikan hidup; b. ikan segar; dan/atau c. ikan olahan. (2) Pemasaran ikan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus bebas dari penyakit dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemasaran ikan segar dan ikan olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, harus sesuai dengan sistem jaminan mutu dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pelaksanaan sistem jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan pada tahap: a. kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi; b. kegiatan Pembudidayaan Ikan; c. kegiatan produksi pengolahan Hasil Perikanan; d. kegiatan pendistribusian dan pemasaran Hasil Perikanan; e. pengadaan dan pengelolaan sarana perikanan; dan f. pembinaan mutu hasil perikanan. Pasal 26 Pengumpulan, penampungan, pemuatan, pengangkutan, penyaluran, dan/atau pemasaran ikan hasil Pembudidayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, harus berpedoman pada persyaratan higien dan sanitasi. BAB V TPUPI Bagian Kesatu Umum Pasal 27 Setiap Orang yang melakukan Usaha Perikanan harus mencatatkan diri, usaha dan kegiatannya kepada Dinas.

- 14 - Pasal 28 (1) Setiap Orang yang melakukan Usaha Perikanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, meliputi: a. melakukan Pembudidayaan Ikan dengan menggunakan teknologi sederhana; dan/atau b. melakukan Pembudidayaan Ikan dengan kriteria luas lahan. (2) Pembudidayaan Ikan dengan kriteria luas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. usaha pembenihan ikan; dan/atau b. usaha pembesaran ikan. (3) Setiap Orang yang melakukan Usaha Perikanan dengan kriteria di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria luas lahan Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota. Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Pasal 29 (1) Setiap Orang untuk memiliki TPUPI, harus mengajukan permohonan kepada Walikota disertai dengan persyaratan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 30 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Walikota menerbitkan TPUPI. (2) Walikota dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan TPUPI kepada pejabat yang ditunjuk. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.

- 15 - Bagian Ketiga Perubahan, Perpanjangan, dan Penggantian Pasal 31 (1) Perubahan TPUPI dapat diajukan terhitung sejak TPUPI diterbitkan. (2) Perubahan TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Walikota dengan melampirkan persyaratan. (3) Walikota dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan perubahan TPUPI kepada pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perubahan TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 32 (1) Perpanjangan TPUPI dilakukan sebelum masa berlaku TPUPI berakhir. (2) Perpanjangan TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan permohonan kepada Walikota dengan disertai persyaratan. (3) Walikota dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan perpanjangan TPUPI kepada pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perpanjangan TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 33 (1) Penggantian TPUPI dapat dilakukan apabila TPUPI asli rusak atau hilang. (2) Penggantian TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Walikota dengan disertai persyaratan. (3) Walikota dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan penggantian TPUPI kepada pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penggantian TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.

- 16 - BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Kewajiban Pasal 34 Setiap orang yang melakukan Usaha Perikanan wajib mematuhi ketentuan mengenai: a. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; b. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budidaya; c. Pembudidayaan Ikan dan perlindungannya; d. pencegahan pencemaran dan kerusakan Sumberdaya Ikan serta lingkungannya; e. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; dan f. jenis ikan yang dilindungi. Bagian Kedua Larangan Pasal 35 Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau Pembudidayaan Ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian Sumberdaya Ikan dan/atau lingkungannya. Pasal 36 (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya perikanan. (2) Setiap orang dilarang membudidayakan ikan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. (3) Setiap orang dilarang membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan sumberdaya ikan, lingkungan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia.

- 17 - (4) Setiap orang dilarang menggunakan obat-obatan dan pakan ikan yang dapat membahayakan sumberdaya perikanan, lingkungan, dan/atau kesehatan manusia. Pasal 37 Setiap orang dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong, dan/atau alat yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam melaksanakan penanganan dan Pengolahan Ikan. BAB VII SARANA PRASARANA PERIKANAN Pasal 38 Sarana dan prasarana dalam Usaha Perikanan, antara lain: a. sumber air; b. BBI; dan c. PPDI. Bagian Kesatu Sumber Air Pasal 39 Sumber air sebagimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a, meliputi mata air, sungai, saluran irigasi, setu, dan sumber air lainnya, dipelihara dan dilindungi kelestariannya oleh Pemerintah Daerah. Bagian Kedua BBI Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk BBI. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan BBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan perangkat daerah.

- 18 - Bagian Ketiga PPDI Pasal 41 (1) Dalam rangka mendukung kegiatan dan/atau usaha pemasaran Hasil Perikanan dan pengawasan pengendalian mutu Hasil Perikanan, dibangun PPDI. (2) PPDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan lingkungan terpadu sentra pemasaran Hasil Perikanan, yang meliputi: a. pasar retail ikan; b. pasar grosir ikan; dan c. pasar ikan hias. Pasal 42 (1) Untuk mendukung pengelolaan PPDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dilakukan upaya, yang meliputi: a. fasilitas tetap yang terdapat dan/atau disediakan di lingkungan PPDI; dan/atau b. pelayanan jasa. (2) Fasilitas tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa: a. lahan; b. bangunan; c. media pendingin; dan d. peralatan. (3) Pelayanan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa: a. jasa pelayanan pengujian mutu; b. jasa pelayanan barang dan alat; c. jasa pelayanan pemenuhan kebutuhan es; d. jasa pelayanan distribusi hasil perikanan; dan e. jasa lainnya. Pasal 43 Ketentuan lebih lanjut mengenai PPDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, diatur dalam Peraturan Walikota.

- 19 - BAB VIII BIMBINGAN TEKNIS DAN PENYULUHAN Pasal 44 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan bimbingan teknis dan penyuluhan Perikanan. (2) Dalam penyelenggaraan bimbingan teknis dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait. BAB IX PERAN SERTA, PEMBERDAYAAN DAN KEMITRAAN Bagian Kesatu Peran Serta Pasal 45 Peran serta Masyarakat dalam Pengelolaan Perikanan meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pasal 46 Peran serta Masyarakat dalam tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, berupa: a. mengidentifikasi berbagai potensi dan permasalahan; b. memberikan informasi; dan c. memberikan masukan dalam proses perencanaan sampai dengan pengawasan Usaha Perikanan. Pasal 47 Peran serta Masyarakat dalam tahap pelaksanaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, berupa menjaga, memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta kelestarian fungsi lingkungan.

- 20 - Pasal 48 Peran serta Masyarakat dalam tahap pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, berupa: a. memberikan informasi atau laporan terhadap Usaha Perikanan; dan b. melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan sumberdaya perikanan dan lingkungan sumberdaya perikanan yang merugikan kehidupannya. Pasal 49 Peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, bertujuan untuk: a. menjamin terselenggaranya pengelolaan Sumberdaya Ikan secara optimal dan berkelanjutan; b. menjamin serta melindungi kepentingan Masyarakat; dan c. mengakomodasi pengetahuan dan kemampuan Masyarakat dalam pengelolaan perikanan. Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diatur dalam Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pemberdayaan Pasal 51 (1) Pemerintah Daerah mendorong usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan dalam bidang perikanan yang berdaya guna dan berhasil guna. (2) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi terjalinnya hubungan pasar yang baik antara konsumen, pembudidaya, pengolah dan Pemasar Ikan. Pasal 52 Pemberdayaan Masyarakat dilakukan oleh Pemerintah Daerah, pelaku usaha, kelompok masyarakat, dan/atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam bentuk pemberian berbagai macam fasilitas, pelatihan, dan program-program yang ditujukan untuk masyarakat atau mengutamakan peran serta Masyarakat.

- 21 - Bagian Ketiga Kemitraan Pasal 53 (1) Dalam upaya peningkatan Usaha Perikanan dikembangkan melalui kemitraan. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengembangan usaha beserta pengembangan jejaringnya, pendampingan, penelitian terapan dan rekomendasi kebijakan. BAB X PELAPORAN Pasal 54 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan Usaha Perikanan wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Usaha setiap 6 (enam) bulan, yang memuat mengenai realisasi produksi. (2) Laporan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Walikota melalui Dinas. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota. BAB XI PENGAWASAN Pasal 55 Pemerintah Daerah mengatur dan membina tata pemanfaatan air dan lahan Pembudidayaan Ikan dalam rangka menjamin kuantitas dan kualitas air untuk kepentingan Pembudidayaan Ikan. Pasal 56 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap Usaha Perikanan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemantauan, pengamatan lapangan, pengendalian dan evaluasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota.

- 22 - BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 57 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (6) dan ayat (7), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 25 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 35 dan Pasal 54 ayat (1), dapat dikenakan sanksi, berupa: a. teguran atau peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau d. pencabutan TPUPI. BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 58 (1) Pejabat PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan tindak pidana di bidang Perikanan dimaksud agar keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;

- 23 - d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung; h. memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa; i. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; j. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa; k. menghentikan Penyidikan; dan l. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran Penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya Penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 59 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38 Peraturan Daerah ini, dipidana dengan pidana sesuai ketentuan Pasal 89, Pasal 84 ayat (1), Pasal 86 dan Pasal 91 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 60 Setiap usaha perikanan yang telah ada wajib menyesuaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

- 24 - BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 61 (1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua produk hukum Daerah yang mengatur tentang Perikanan dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. (2) Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 62 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan. Ditetapkan di Tangerang Selatan pada tanggal 26 Agustus 2015 WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Diundangkan di Tangerang Selatan pada tanggal 26 Agustus 2015 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN, AIRIN RACHMI DIANY MUHAMAD LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 NOMOR 5 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN, BANTEN: (5)/(2015).