BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cuci tangan mengunakan sabun telah menjadi salah satu gerakan yang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Program pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB III METODE PENELITIAN. variabel dependent. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I LATAR BELAKANG

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Wujud

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat 2010 (Mubarak dan Chayatin, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya (sinus rongga telinga tengah pleura) (Depkes, 2013). Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA disebabkan oleh virus / bakteri yang diawali dengan panas dengan disertai salah satu atau lebih gejala (tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak) (Kemenkes RI, 2013). ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. ISPA yang mengenai jaringan paru paru atau ISPA berat dan dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang banyak mengakibatkan kematian khususnya pada balita diantaranya penyakit ISPA lainnya yaitu sekitar 80-90 % (Depkes RI, 2013). Menurut WHO tahun 2013 di dunia angka kematian anak akibat pneumonia atau infeksi saluran pernafasan akut yang mempengaruhi paru paru dinyatakan menjadi penyebab kematian sekitar 1,2 juta anak setiap tahun. Dapat dikatakan setiap jam ada 230 anak di dunia yang meninggal karena pneumonia ( WHO, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa di Indonesia pneumonia menempati peringkat kedua kematian balita (15,5%) dari seluruh 1

2 penyebab kematian, jumlah kematian anak balita disebabkan kasus pneumonia pada tahun 2013 di tetapkan menjadi (78,8%) per 1000 balita dan kematian bayi akibat pneumonia sebanyak (13,6%) per 1000 balita. Kasus pneumonia pada balita menurut provinsi Jawa Tengah berdasarkan kelompok umur tahun 2013 dengan target penemuan 322.978 atau (27,2 %) pada balita umur < 1 tahun dan 1-4 tahun yaitu berjumlah 55.932 (17,32 %) balita. Berdasarkan Dinas Kesehatan Banjarnegara tahun 2013 penemuan kasus pneumonia di Kecamatan Mandiraja untuk wilayah Puskesmas 1 Mandiraja penderita pneumonia diperkirakan berjumlah 287 balita atau 3,026 % dan penderita yang ditangani berjumlah 21 balita atau 7,3 %. Dari data laporan tahun 2014 di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja jumlah penemuan kasus ISPA cukup tinggi yaitu di desa Somawangi. Pada desa Somawangi penderita bukan pneumonia yaitu berjumlah 223 anak ( 19,7%), Selanjutnya penderita Pneumonia berjumlah 13 anak (16 %) Kuat ( 2014). Berdasarkan data laporan kasus kesakitan Puskesmas 1 Mandiraja tahun 2014 kejadian ISPA pada kisaran umur 1-5 tahun (Puskesmas 1 Mandiraja, 2014). Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Arifin, 2010). Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya

3 sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Sanitasi yang baik yaitu memiliki syarat rumah sehat (Karim, 2012). Kondisi rumah harus memenuhi persyaratan rumah sehat yang dinilai melalui program inspeksi sanitasi rumah oleh petugas kesehatan lingkungan. Penilaian rumah sehat meliputi 3 komponen yaitu bangunan rumah, sarana sanitasi dasar, dan perilaku. Pada survey menurut Provinsi Jawa Tengah berdasarkan kesehatan rumah di Kabupaten Banjarnegara yang termasuk rumah sehat sekitar 84,7 % dan rumah tidak sehat sekitar 15,3 % (Riskesdas, 2013). Berdasarkan survey di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Presentase rumah yang ada 9.617 unit rumah yang di kategorikan sebagai rumah sehat di perkirakan sejumlah 3.220 unit rumah ( 33,48 % ) dan jumlah rumah yang tidak sehat 6.397 unit rumah (66,51%). Berdasarkan suvey di desa Somawangi yang dikategorikan Rumah sehat yaitu berjumlah 468 unit rumah (18,15 %) dan jumlah rumah yang tidak sehat yaitu 2110 unit rumah (81,84 %) (Puskesmas 1 Mandiraja, 2014). Berdasarkan penilaian rumah yang ada di Desa Somawangi di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja untuk jumlah rumah yang tidak sehat lebih banyak daripada rumah sehat. Ciri-ciri lingkungan rumah yang dikatakan belum sehat antara lain di ruangan belum ada jendela, belum ada jalan keluar untuk asap dapur, dinding rumah masih terbuat dari kayu/bambu, lantai tanah yang kotor, belum mempunyai tempat air bersih sendiri, tempat sampah yang tidak

4 memenuhi syarat seperti tidak terdapat tempat penampungan, tidak ada tutup, belum tersedia jamban sendiri, pembuangan limbah dibuang ke sungai tanpa proses pengolahan (Rofik, 2014). Berdasarkan hasil Inspeksi Sanitasi rumah tahun 2014 yang dilakukan di wilayah puskesmas 1 Mandiraja bahwa presentase keluarga kepemilikan pada bangunan rumah, sarana sanitasi dasar, dan perilaku antara lain jumlah rumah sehat 3.220 (33,48%), jamban sehat yaitu 1.394 (51,8%), tempat sampah yang sehat 1.385 (46,2%), sarana air bersih 1.454 ( 55,3%), sarana pengolahan air limbah yang sehat 1.124 (31,1%), rumah tangga berperilaku hidup bersih sehat (PHBS) yaitu 6347 (78,2%). Presentase rumah sehat, tempat sampah dan pengolahan air limbah di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja masih rendah yaitu hanya sebagian dari masyarakat yang memiliki rumah sehat, tempat sampah sehat dan pengolahan air limbah sehat (Puskesmas 1 Mandiraja, 2014). Peranan dan keterlibatan orang tua sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kematian ISPA pada balita. Namun saat ini peranan orang tua belum jelas terlihat, terkadang orang tua belum mampu mengenali gejala ISPA yang dialami oleh anak. Pengetahuan orang tua yang benar tentang ISPA dapat membantu mendeteksi dan mencegah penyakit ISPA lebih awal. Kurangnya informasi merupakan penyebab rendahnya pengetahuan bagi orang tua. Salah satu upaya yang dapat dilakukan sebagai pemberian informasi adalah melalui pendidikan kesehatan. Ratna & Titih (2008).

5 Pendidikan kesehatan merupakan penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan (Sanjaya, 2008). Pendidikan kesehatan mengupayakan perilaku masyarakat untuk menyadari atau mengetahui cara memelihara kesehatan, menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan dan kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit (Notoatmodjo, 2007). Dari latar belakang tersebut diatas merasa perlu untuk melakukan penelitian berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Sanitasi Rumah Terhadap Perilaku Orang Tua dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Anak Balita di Wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan sanitasi rumah terhadap perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak balita di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Di ketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan sanitasi rumah terhadap perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak balita di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

6 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan dan pekerjaan b. Diketahuinya gambaran perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit ISPA pada anak balita di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan. c. Diketahuinya perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit ISPA pada anak balita di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan. d. Diketahuinya perbedaan perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit ISPA di wilayah Puskesmas 1 Mandiraja Kabupaten Banjarnegara sebelum dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Institusi pendidikan Menambah ilmu pengetahuan yang mengenai penyakit ISPA yang berhubungan pendidikan kesehatan sanitasi rumah dan kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat serta sebagai bahan acuan untuk penelitian yang lebih mendalam mengenai penyakit ISPA. 2. Untuk Puskesmas Memberikan informasi bagi Puskemas 1 Mandiraja tentang Pengaruh pendidikan kesehatan sanitasi rumah terhadap perilaku orang tua dalam pencegahan penyakit ISPA. Sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam rangka pengambilan keputusan penanggulangi penyakit ISPA di

7 wilayah Puskesmas 1 Mandirja Kabupaten Banjarnegara dan dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit ISPA. 3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengetahui pentingnya pendidikan kesehatan sanitasi rumah terhadap perilaku orang tua dalam pencegahan ISPA dengan menerapkan dalam kehidupan sehari hari. 4. Bagi Peneliti Sebagai penerapan proses berfikir dalam menganalisa suatu masalah, juga sebagai media latihan dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan khususnya dibidang penelitian dan pendidikan kesehatan. E. Penelitian Terkait 1. Nana & tinah (2012) meneliti tentang Hubungan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga dengan kejadian ISPA pada Balita. Penelitian dilakukan di Puskesmas Boyolali II jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi diskriptif, dengan pendekatan cross sectional study. Jumlah objek yang diteliti sebanyak 36 orang, Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan cross sectional. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Chi-Square bahwa ada hubungan antara ISPA dengan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga.

8 Persamaan penelitian adalah variabel terikat yaitu penyakit ISPA pada balita. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas dan jumlahnya, pada penelitian ini variabel bebasnya sanitasi rumah dan perilaku orang tua dan menggunakan metode kuantitatif. Pada penelitian Nana & tinah menggunakan metode cross sectional. 2. Huriah & lestari (2008) meneliti tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) terhadap Kemampuan Ibu dalam Perawatan ISPA pada Balita di Dusun Lemah dadi Kasihan Bantul Yogyakarta. Jenis penelitian ini menggunakan desain pre eksperimental dengan rancangan One Pretest- Posttest. Penelitian ini mengunakan data primer yang diperoleh dari subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi melalui pengisian kuesioner. Variabel terikat akan diukur dengan menggunakan skala interval. Persamaan penelitian adalah variabel bebas yaitu pendidikan kesehatan dan teknik pengambilan sampel menggunakan alat bantu kuesioner,ceramah,observasi dan pengumpulan data, jenis rancangan One Pretest- Posttest sedangkan perbedaannya metode cross sectional, dan bivariate. Jenis penelitian ini menggunakan desain pre eksperimental dan pada variabel terikatnya. Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, desain menggunakan random sampling dan variabel terikat penyakit ISPA. 3. Budiman (2014) meneliti tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Terhadap Pengetahuan ibu Dalam

9 Perawatan ISPA Pada Balita di Puskesmas Melong Asih Cimahi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang ISPA terhadap Pengetahuan Ibu dalam Perawatan ISPA pada Balita di Puskesmas Melong Asih.Rancangan penelitian ini menggunakan metode pre-eksperiment. Dengan jenis rancangan one group pretestpostest design. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang, dengan tehnik purposive sampling. Uji statistik yang digunakan t-test dependen yaitu uji beda dua mean dependen dengan α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan angka rata-rata skor pengetahuan orang tua sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 76,3 dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 93,0. Persamaan penelitian ini adalah variabel terikat, jenis rancangan one group Pretest-Postest dan uji statistic t - tes dependen. Sedangkan perbedaan pada variabel bebas, dan teknik pengumpulan data purposive sampling.