PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Bagian Kedua Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Lex Crimen Vol. II/No. 4/Agustus/2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

Kata kunci : Penyidikan Tindak Pidana Persetubuhan dan Anak di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Transkripsi:

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : RUDI SUJATMIKO 15102202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017

1 Judul : PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA Oleh : RUDI SUJATMIKO NIM : 15102202 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang relatif sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi peluang tindak kejahatan makin tinggi volumenya dan meningkat kualitasnya termasuk pelanggaran pidana yang makin bervariasi. Untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana demikian itu dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh. Penegakan hukum terhadap ketentuan undang-undang hukum pidana tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dengan menekan semaksimal mungkin adanya pelanggaran hukum dan tindak pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil bahkan jiwa seseorang. Selanjutnya pada kejahatan umum, juga kita dapatkan beraneka ragam atau macamnya, dimana salah satunya adalah kejahatan pencurian. Poerwadarminta, menjelaskan sebagai berikut 1 : Pencuri berasal dari kata dasar curi; yang berarti berbagaibagai perkara pencurian, sedang arti dari pada pencurian adalah perkara (perbuatan dan sebagainya) mencuri (mengambil milik orang tidak dengan jalan yang sah). Kejahatan pencurian yang ada dalam KUHP juga dibagi menjadi beberapa macam antara lain kejahatan pencurian sesuai dengan ketentuan Pasal 362 KUHP atau pencurian biasa, kejahatan Pustaka, Jakarta. 1 W.J.S Poerwadarminto, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Balai

2 pencurian dengan pemberatan sesuai yang diatur dengan Pasal 363 KUHP, kejahatan pencurian ringan seperti yang ditentukan dalam Pasal 364 KUHP, kejahatan pencurian dalam keluarga serta kejahatan pencurian dengan kekerasan. Kejahatan pencurian dengan kekerasan sesuai dengan ketentuan Pasal 365 KUHP ditambah dengan kejahatan pencurian dengan pemberatan sesuai ketentuan Pasal 363 KUHP, dimasukkan ke dalam gequalificeerde diefstal atau pencurian yang dikualifikasikan oleh akibatnya. Perbuatan pidana pencurian dengan pemberatan sifatnya sangat merugikan masyarakat, juga sangat menjadi beban yang cukup berat dan tidak jarang semua perbuatan manusia yang menuju kearah kejahatan pada dasarnya tidak terlepas dari sifat-sifat karakter manusia itu sendiri, demikian juga pengaruh lingkungan serta berbagai faktor yang saling menunjang dan saling terkait dalam terjadinya kejahatan yang dilakukan seseorang. Penyidikan oleh kepolisian dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan tersebut penuntut umum berpendapat cukup adanya alasan untuk mengajukan tersangka kedepan sidang pengadilan untuk segera disidangkan. Di sini dapat terlihat bahwa penyidikan suatu pekerjaan yang dilakukan untuk membuat terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar untuk mengajukan tersangka beserta bukti- bukti yang ada kedepan persidangan. Bila diperhatikan pekerjaan ini mempunyai segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu tindakan atau perbuatan dilakukan penuntutan.

3 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana peranan penyidik dalam memproses tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian? 2. Bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang ditangani oleh Polres Wonogiri? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi penyidik Polres Wonogiri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Mengkaji masalah peranan penyidik dalam memproses tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian. b. Mengkaji masalah pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang ditangani oleh Polres Wonogiri. c. Mengkaji tentang hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik Polres Wonogiri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. 2. Tujuan Subyektif Sebagai bahan untuk menyusun skripsi guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Hasil penelitian ini dimasudkan sebagai bahan masukan pemikiran pada Polresta Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Memberikan penjelasan kepada semua pihak tentang peranan penyidik dalam memproses tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian.

4 b. Memberikan penjelasan kepada semua pihak tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang ditangani oleh Polres Wonogiri. c. Memberikan penjelasan kepada semua pihak tentang hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik Polres Wonogiri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. 2. Manfaat Teoritis Dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya kesadaran dan kepatuhan terhadap pentingnya melaksanakan tertib hukum, kewajiban, kepatuhan dan kesadaran hukum di bidang pidana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya khususnya masalah proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang sama atau hampir sama. BAB II LANDASAN TEORI A. Penyidikan Ketentuan tentang pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP bahwa: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Tujuan penyidikan secara konkrit dapat diperinci sebagai tindakan penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang 2 : 2 Abdussalam. 2009. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Jakarta: Restu Agung. Hal 86.

5 1. Tindak pidana apa yang dilakukan. 2. Kapan tindak pidana dilakukan. 3. Dengan apa tindak pidana dilakukan. 4. Bagaimana tindak pidana dilakukan. 5. Mengapa tindak pidana dilakukan. 6. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana tersebut. Tindakan penyidikan adalah tindakan mencari dan menemukan semua peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana, dimana titik beratnya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Polisi dengan segala kelengkapannya penyidikan dan pengusutannya diharapkan dapat memperlancar tugas penyelesaian pengajuan perkara pidana ke pengadilan yang akan dilakukan oleh kejaksaan. Tugas penyidikan dan tugas penuntutan dalam suatu proses penyelesaian perkara pada hakekatnya juga menggambarkan bahwa tugas penyidikan adalah tidak lain daripada tindakan persiapan tugas penuntutan 3. Penyidikan dapat berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan, maupun penahanan orang, yang kesemuanya erat hubungannya dengan hak asasi seseorang. Memang tidak dapat disangkal lagi, bahwa penyidikan itu bersifat inquisiator, dalam pemeriksaan tidak dilakukan di muka umum sebagaimana dalam sidang pengadilan. Sehubungan dengan sifat inquisitoir dalam penyidikan ini, perlu adanya aturan-aturan untuk menjaga agar jangan sampai timbul ekses-ekses selama pemeriksaan dalam penyidikan. B. Tindak Pidana Istilah tindak pidana adalah dimaksudkan sebagai terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk istilah bahasa belanda Strafbaarfeit 3 Soehardi, 2003, Hukum Acara Pidana, Surabaya: Penerbit Appolo, Hal 128.

6 atau delict. Di samping istilah tindak pidana juga telah dipakai beberapa istilah lain baik dalam buku-buku maupun dalam peraturan tertulis, antara lain : 1. Perbuatan yang dapat dihukum. 2. Perbuatan yang boleh dihukum. 3. Peristiwa pidana. 4. Pelanggaran pidana. 5. Perbuatan pidana 4 Unsur-unsur tindak pidana itu sendiri terdapat perbedaan di antara para pakar, tetapi sebenarnya hal ini tidak begitu penting sebab persoalannya hanya mengenai perbedaan kontruksi yuridis dan tidak mengenai perbedaan dalam penjatuhan pidana. Dengan kata lain persoalannya adalah menyangkut tehnik perundang-undangan. Unsurunsur tindak pidana terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif. Menurut Soemitro unsur subyektif tindak pidana adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku tinjau dari segi batinnya yaitu; 1. Kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); 2. Niat atau maksud dengan sengaja bentuknya; 3. Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan perbuatan tersebut; 4. Adanya perasaan takut 5. C. Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian adalah sebuah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana umum karena diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan hukum acara untuk menangani tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Tindak pidana pencurian ini oleh Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya atau sebagain milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara 4 Saleh, K. Wantjik. 2007. Kehakiman Dan Peradilan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 9. 5 Soemitro dan Teguh P. 2001. Hukum Pidana. Surakarta: FH UNISRI. Hal 34

7 melanggar hukum. Dari rumusan tersebut dapat diuraikan beberapa unsur tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut: 1. Mengambil barang 2. Seluruhnya atau sebagian milik orang lain 3. Bertujuan untuk dimiliki dengan melanggar hukum Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. Adapun jenis-jenis pencurian yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut: 1. Pasal 362 KUHP adalah delik pencurian dalam bentuk pokok. 2. Pasal 363 KUHP adalah delik pencurian berkualitas atau dengan pemberatan. 3. Pasal 364 KUHP adalah delik pencurian ringan. 4. Pasal 365 KUHP adalah delik pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 5. Pasal 367 KUHP adalah delik pencurian dalam kalangan keluarga. D. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokok. Pencurian dengan pemberatan merupakan pencurian biasa yang disertai dengan salah satu keadaan tersebut : 1. Bila barang yang dicuri itu adalah hewan, yang dimaksud dengan hewan, yaitu semua binatang yang memamah biak (kerbau, sapi, kambing, dsb.), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai dan babi). Anjing, ayam, bebek, angsa, itu bukan hewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan babi. Pencurian

8 hewan dianggap berat, karena hewan merupakan milik seorang petani yang terpenting. 2. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu ada kejadian macammacam malapetaka seperti gempa bumi, banjir dll. 3. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. 4. Pencurian itu, dilakukan oleh dua orang atau lebih supaya masuk Pasal ini maka dua orang atau lebih itu semua harus bertindak sebagai pembuat atau turut melakukan (Pasal 55), bukan misalnya salah satu sebagai pembuat (Pasal 55), sedang yang lain hanya membantu saja (Pasal 56). 5. Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan atau mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah, dsb. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: a) Ke-1 pencurian ternak. b) Ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. c) Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. d) Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

9 e) Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun. 2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHP. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah pencurian dengan kekerasan atau popular dengan istilah curas. 54 Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP ini adalah sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun: a) Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. b) Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. c) Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau

10 memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d) Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3. Agar jaksa atau hakim dapat menyatakan pelaku terbukti dengan sah telah melakukan tindak pidana pencurian dalam hal ini tindak pidana pencurian ternak mereka harus dapat membuktikan tentang dipenuhinya semua unsur tindak pidana pencurian ternak seperti yang diatur dalam pasal 363 ayat (1) angka 1 KUHP, yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur subjektif : dengan maksud untuk menguasai secara melawan hukum; Unsur subjektif ini dapat dipandang sebagai terbukti telah dipenuhi oleh pelaku, jika atas penyataan hakim, jaksa atau penasehat hukum, pelaku telah memberikan keterangan bahwa ternak itu telah diambilnya, misalnya dengan maksud : untuk dijual, untuk dipotong, untuk diberikan kepada orang lain, untuk dipakai sendiri mengerjakan sawahnya dan lain sebagainya. 2. Unsur objektif : a. barang siapa; Unsur objektif ini dapat dipandang sebagai terbukti telah dipenuhi oleh pelaku, jika : 1) pelaku merupakan orang yang melakukan sendiri perbuatan mengambil ternak kepunyaan orang lain

11 2) pelaku merupakan orang yang dapat diminta pertanggung jawabannya menurut hukum pidana; 3) pelaku tidak mempunyai kesalahpahaman mengenai salah satu unsur tindak pidana pencurian ternak; 4) tidak ada satupun dasar yang membuat pelaku tidak dapat dituntut; 5) tidak ada satupun dasar yang membuat pelaku tidak dapat dipidana 6. b. mengambil; Unsur 'mengambil' ini harus terbukti telah selesai dilakukan oleh pelaku, sebab jika perbuatan tersebut ternyata 'belum selesai', maka yang terjadi itu sebenarnya bukan merupakan tindak pidana pencurian melainkan hanya merupakan 'percobaan' untuk melakukan tindak pidana pencurian. c. ternak; Undang-undang ternyata tidak memberikan penjelasan tentang ternak, melainkan dalam pasal 101 KUHP hanya menyamakan tiga jenis binatang ternmak, masing-masing yakni hewan-hewan berkuku tunggal; hewan-hewan memamah biak, dan babi d. yang sebagian atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain. Unsur objektif ini dapat diandang sebagai terbukti dipenuhi oleh pelaku, jika atas pertanyaan hakim, jaksa atau penasehat hukum, pelaku telah menerangkan, misalnya bahwa orang lain juga mempunyai hak atas ternak yang diambilnya atau bahwa ternak yang diambilnya itu bukan kepunyaan pelaku. 6 Lamintang, 2009. Dasar-dasar Hukum Pidana, cetakan pertama, Hal 375.

12 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Lokasi penelitian yang penulis ambil dalam penulisan skripsi ini adalah di Polres Wonogiri. Hal ini mengingat bahwa data-data yang mendukung permasalahan dalam penyusunan skripsi ini penulis dapatkan dari lokasi penelitian ini. B. Sifat Penelitian Penelitian yang hendak mengungkap tentang kajian proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana tersebut oleh aparat Polres Wonogiri adalah penelitian hukum dengan spesifikasi yuridis normatif. C. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, menurut Soerjono Soekanto penelitian deskriptif adalah metode untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lain yang ada untuk mempertegas hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam rangka menyusun teori baru 7. Jenis penelitian deskriptif ini digunakan peneliti untuk menggambarkan secara jelas tentang proses penyidikan dalam pemeriksaan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan upaya penanggulangan. Sehingga orang dapat mengetahui dengan jelas setelah mendapat gambaran proses tersebut. D. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis data a. Data primer, yaitu keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan di lokasi penelitian, yaitu Polres Wonogiri. b. Data Sekunder, yaitu keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan, tetapi diperoleh dari bahanbahan kepustakaan, dokumen, laporan dan tulisan-tulisan yang mendukung masalah yang diteliti. 7 Soerjono Soekanto. 2009. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal 10.

13 2. Sumber data a. Sumber data primer Penulis memperoleh data dari hasil penelitian secara langsung dari Polres Wonogiri. b. Sumber data sekunder Berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundangundangan yang mengatur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan penerapan hukum tindak pidana. Bahan hukum sekunder berupa, kepustakaan dan hasil penelitian yang relevan. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Untuk mendapatkan data yang penulis perlukan, maka penulis mengadakan wawancara dengan petugas penyidik di Polres Wonogiri. Selain itu jika dimungkinkan juga melakukan wawancara dengan tersangka tindak pidana pencabulan. 2. Studi kepustakaan Teknik Pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku literatur, majalah, koran dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian ini dilakukan pemilihan masalah, pemilihan pendekatan, merumuskan masalah, menentukan variabel data, kesemuanya disusun dalam bentuk proposal penelitian. Setelah melalui konsultasi dan revisi dari pembimbing, diajukan kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta guna mendapatkan rekomendasi dan ijin di lokasi penelitian. 2. Perijinan Penelitian Perijinan direkomendasi oleh Rektor Universitas Slamet Riyadi Surakarta, ditujukan kepada instansi yang menjadi obyek dalam penelitian guna mendapatkan ijin riset dalam hal ini adalah Polres Wonogiri.

14 3. Pengumpulan Data Dalam hal ini pengumpulan data harus ditegaskan permasalahan jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan. Tujuannya agar pengumpulan data dan penganalisisan terhadap data dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian. Dalam pengumpulan data ini digunakan metode wawancara dan studi kepustakaan, sehingga baik data primer maupun data sekunder didapatkan 4. Analisis Data Analisis data didasarkan atas metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif kualitatif yang spesifikasinya yuridis normatif. Agar dapat tercapai hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian maka dibutuhkan ketekunan dari peneliti. Dalam hal ini peneliti menggunakan data yang dapat diperoleh sesuai dengan yang diperoleh dari teknik pengumpulan data. 5. Menarik Kesimpulan Pekerjaan terakhir dari penelitian ini adalah menarik kesimpulan. Dalam teknik penarikan kesimpulan ini penulis menggunakan metode induktif dan deduktif. Artinya menganalisis data-data dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus. Demikian juga untuk data-data yang khusus diperlukan dengan cara menganalisis dari hal-hal yang bersifat umum. Peneliti mengambil inti dari hasil yang diperoleh setelah data diolah atau dianalisis kemudian disimpulkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang berhubungan dengan materi penelitian untuk memperoleh hasil analisis sesuai dengan tujuan penelitian. G. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengertian analisis kualitatif adalah cara pemilihan yang menghasilkan data-data deskriptif analisis, yakni apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh 8. 8 Soerjono Soekanto. 2009. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal 30.

15 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Peranan Penyidik dalam Memproses Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan dan Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Proses pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan barang buktinya. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan dengan menjunjung tingggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam KUHAP. Strategi dan taktik penyidikan yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Reskrim pada saat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dengan cara mempelajari Laporan Polisi dan Berita Acara Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara serta Berita Acara Pemeriksaan para saksi. Selain itu, untuk memperoleh keterangan yang diberikan oleh tersangka secara benar selama proses pemeriksaan, maka taktik yang dilakukan oleh pemeriksa yaitu dengan cara membujuk secara baik-baik terhadap tersangka. Setelah dilakukan tindakan penyelidikan dan memang benar tindakan tersebut adalah suatu tindak pidana maka statusnya ditingkatkan menjadi penyidikan. Dari tindakan tersebut maka dapat diketahui korban, pelaku dan barang bukti dari tindak pidana yang terjadi. Dimulai suatu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yakni karena terjadinya suatu tindak pidana, dan diketahuinya suatu tindak pidana salah satunya berdasarkan laporan atau pengaduan dari seseorang ataupun kejadian tersebut diketahui sendiri oleh penyidik. Sebelum dibahas lebih dalam, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu perbedaan laporan dengan pengaduan. Hasil pemeriksaan tersangka maupun saksi tidak ada pertentangan, bahkan ada kecocokan keterangan yang diberikan kepada pemeriksa, maka upaya yang dilakukan adalah dengan cara mempertemukan kedua belah pihak atau di konfrontasi baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dimana tindakan tersebut

16 dimaksudkan untuk mencari kesesuaian dari beberapa keterangan yang berasal dari tersangka maupun saksi dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan yang benar atau paling tidak mendekati faktanya. Penahanan yang dilakukan oleh Reskrim terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan di Polres Wonogiri. Dalam konteks penahanan ini, untuk tersangka di Polres Wonogiri, tersangka ditempatkan di rumah tahanan bersama dengan para terpidana orang dewasa. Peranan penyidik dalam melakukan penyidikan dalam penanganan setelah melakukan hal-hal tersebut diatas, dan untuk mengakhiri proses penanganan tempat kejadian perkara adalah membuat berita acara yang berkaitan dengan apa saja yang dilakukan oleh penyidik dalam mencari bukti ditempat kejadian perkara dan meneruskan hasil tersebut guna proses penyidikan selanjutnya, pemanggilan tersangka dan para saksi, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dilakukan secara preventif maupun represif pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penanggulangan kejahatan pada umumnya. Upaya penanggulangan kejahatan pencurian, mengedepankan peran polri yang disertai dengan partisipasi dan kerjasama semua lapisan masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah menjadi tanggung jawab bersama semua warga masyarakat. Reaksi ini pada dasarnya berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan terhadap kejahatan pencurian itu sendiri. Secara resmi yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan dan penanggulangan kejahatan adalah pihak kepolisian. Akan tetapi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polri menjadikan tidak efektifnnya usaha tersebut. Lebih jauh lagi Polri tidak mungkin akan mencapai tahap ideal pemenuhan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan usaha penanggulangan kejahatan. Dalam upaya menanggulangi tindak pidana pencurian pihak kepolisian lebih mengedepankan tindakan preventif dibandingkan tindakan represif karena tindakan pencegahan lebih baik dari

17 pemberantasan. Dengan melakukan kegiatan yang bersifat preventif maka akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya yang dikeluarkan ketimbang dengan tindakan seperti pencarian, penyelidikan, penangkapan, atau pengejaran maupun penyidikkan. Demikian juga upaya penanggulangan secara preventif oleh anggota masyarakat adalah lebih baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan tindakan represifnya. Dalam hal penanggulangan pencurian secara preventif pihak kepolisian akan mengadakan kegiatan-kegiatan seperti operasi pekat, razia selektif, patroli kepolisian. Pencegahan pencurian melalui pendekatan situasional antara lain mengadakan penyuluhan-penyulahan dan bimbingan, mengadakan pengawasan kepada residivis pencurian. B. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan yang Ditangani Oleh Polres Wonogiri Adapun tindakan penyidikan terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan di Polres Wonogiri adalah sebagai berikut : 1. Menerima Laporan Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka penyidik harus menerima laporan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Dengan laporan tersebut Polres Wonogiri segera melakukan pemeriksaan terhadap pelapor yang juga korban atas pencurian itu. a. Melakukan Tindakan Pertama Setelah menerima laporan dari seseorang maka penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Jika laporan atau pengaduan itu benar telah terjadi peristiwa pidana, maka apabila si tersangka masih berada di tempat tersebut, penyidik dapat melarang si tersangka meninggalkan tempat kejadian. Selanjutnya penyidik mengadakan pemeriksaan seperlunya termasuk memeriksa identitas tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan melarang orang-orang keluar masuk tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha mencari dan

18 mengumpulkan bahan-bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Apabila pemeriksaan di tempat kejadian selesai dilakukan dan barang-barang bukti telah pula dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan sementara. Setelah kejadian tersebut telah dapat disimpulkan, maka petugas penyelidik/penyidik mencocokkan barang-barang bukti yang telah dikumpulkan itu satu sama lainnya, misalnya antara barang bukti yang didapatkan di tempat kejadian dengan keterangan para saksi yang melihat sendiri kejadian tersebut atau saksi korban pencurian itu sendiri. Pencocokan barang-barang bukti ini sangat penting, karena barangbarang bukti ini sangat penting, karena barang-barang bukti tersebut sangat menentukan pembuktian perbuatan si tersangka dalam persidangan. Kalau alat-alat bukti yang telah dikumpulkan itu tidak sesuai dengan keterangan tersangka atau para saksi, maka barangbarang bukti itu tidak bernilai. c. Penangkapan dan Penahanan Penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenangwenang, karena hal itu melanggar hak asasi manusia. Untuk menangkap seseorang, maka penyidik harus mengeluarkan surat perintah penangkapan disertai alasan-alasan penangkapan dan uraian singkat sifat perkara kejahatan yang dipersangkakan. Tanpa surat perintah penangkapan tersangka dapat menolak petugas yang bersangkutan. Perintah penangkapan baru dikeluarkan kalau sudah ada dugaan keras telah terjadi tindak pidana disertai pula bukti permulaan yang cukup. Penahanan oleh pihak penyidik dari Polres Wonogiri mempunyai pertimbangan kekhawatiran terhadap tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengurangi melakukan tindak pidana. Untuk kepentingan penyidikan, jika ternyata tersangka benar-benar melakukan tindak pidana berupa pencurian atau diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup atau dalam adanya

19 keadaan menimbulkan kekhawatiran tersangka melarikan diri, akan merusak dan menghilangkan barang bukti dan akan mengulangi. Selain itu bertujuan pula untuk kepentingan penyidikan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim di persidangan, maka tersangka dapat ditahan. Pasal 20 KUHAP memberikan wewenang kepada penyidik, penuntut umum atau hakim untuk melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dimana setiap kali melakukan penahanan tersebut harus memakai surat perintah penahanan. d. Penyitaan Adapun maksud diadakan penyitaan diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada hakim bahwa tersangkalah yang telah melakukan tindak pidana itu. Pada waktu penyidik akan mengadakan penyitaan suatu barang bukti, maka ia terlebih dahulu harus memperlihatkan surat bukti diri, surat tugas dan sebagainya kepada pemilik barang. Apabila penyidik akan menyita suatu barang, maka barang yang akan disita itu terlebih dahulu harus diperlihatkan kepada pemilik benda itu atau keluarganya dan dapat minta keterangan tentang barang tersebut. Setelah melakukan penyitaan, maka penyidik membuat berita acara penyitaan, kemudian berita acara tersebut dibacakan didepan yang bersangkutan. Dalam hal barang bukti suatu perkara, dimana perkaranya sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut. e. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi Pemeriksaan tersangka dan saksi merupakan bagian atau tahap yang paling penting dalam proses penyidikan. Dari tersangka dan saksi akan diperoleh keterangan-keterangan yang akan dapat mengungkap akan segala sesuatu tentang tindak pidana yang terjadi. Sehubungan dengan itu sebelum pemeriksaan dimulai, penyidik perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apakah pemeriksa tersangka atau saksi telah ditunjuk orangnya, dimana

20 tersangka atau saksi akan diperiksa dan apakah tersangka atau saksi yang akan diperiksa telah dipanggil sesuai ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan terhadap tersangka, penyidik harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 51, 53, 114, 115 dan Pasal 133. Tersangka yang telah ditangkap atau dilakukan penahanan, maka dalam waktu 1 x 24 jam setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus mulai diperiksa. Dalam hal tersangka dipanggil, maka harus memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan. Orang yang dipanggil apakah akan didengar keterangannya sebagai tersangka atau saksi wajib datang. Bila tidak datang akan dipanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas/penyidik untuk dibawa kepadanya. Bagi tersangka sebelum terhadap dirinya dimulai pemeriksaan, kewajiban penyidik memberitahukan kepadanya hak untuk mendapat bantuan hukum. Tersangka didengar keterangannya tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. f. Penghentian Penyidikan Apabila penyidik mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Demikian juga dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik harus memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau kelurganya. Pemberitahuan penghentian penyidikan baik penuntut umum maupun kepada tersangka atau keluarganya merupakan suatu kontrol di samping memberikan kepastian hukum kepada masyarakat umumnya dan khususnya kepada tersangka bahwa pejabat penyidik tidak melakukan perbuatan yang sewenangwenang. g. Selesainya Penyidikan Setelah penyidik menganggap bahwa pemeriksaan terhadap suatu tindak pidana telah cukup, maka penyidik atas kekuatan

21 sumpah jabatannya segera membuat berita acara. Pada berita acara penyidikan ini sekaligus pula dilampirkan semua berita acara yang dibuat sehubungan dengan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyidikan. Setelah lengkap semua berita acara diperlukan, maka penyidik menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang merupakan pernyerahan dalam tahap pertama yaitu hanya berkasannya perkaranya saja. Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh Polres Wonogiri sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Wonogiri. Apabila pihak Kejari Wonogiri berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap, maka Kejari Wonogiri segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Setelah berkas perkara dikembalikan oleh penuntut umum untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dari Kejaksaan Negeri Wonogiri tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari Kejari Wonogiri kepada penyidik dari Polres Wonogiri. C. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Penyidik Polres Wonogiri dalam Melaksanakan Penyidikan Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan 1. Barang bukti hasil kejahatan sulit ditemukan disebabkan oleh pelaku disembunyikan. Berdasarkan keterangan tersangka saat dilakukan pemeriksaan menyatakan bahwa barang curian tersebut untuk dimiliki sendiri. Oleh karenanya barang hasil curiannya saat dilakukan pemeriksaan disembunyikan dengan maksud barang tersebut tidak ditemukan oleh penyidik. Dalam hal mengumpulkan bukti tersebut membutuhkan waktu yang cukup untuk mencari barang bukti hasil pencuriannya.

22 2. Tersangka memberikan keterangan yang berbeda-beda Saat dilakukan pemeriksaan dan penyidikan guna mengumpulkan informasi dari tersangka, ternyata tersangka memberikan keterangan tidak sama kepada penyidik satu dengan penyidik yang lainnya. c. Saksi tidak dapat memberitahukan proses kejadian tindak pidana pencurian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peranan penyidik dalam memproses tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah memulai melakukan penyidikan dan untuk mengakhiri setiap tindakan penyidikan dengan membuat berita acara yang berkaitan dengan apa saja yang dilakukan oleh penyidik dalam mencari bukti ditempat kejadian perkara dan meneruskan hasil tersebut guna proses penyidikan selanjutnya, pemanggilan tersangka dan para saksi, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Upaya menanggulangi tindak pidana pencurian pihak kepolisian lebih mengedepankan tindakan preventif dibandingkan tindakan represif karena tindakan pencegahan lebih baik dari pemberantasan. Dengan melakukan kegiatan yang bersifat preventif maka akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya yang dikeluarkan ketimbang dengan tindakan seperti pencarian, penyelidikan, penangkapan, atau pengejaran maupun penyidikkan. Demikian juga upaya penanggulangan secara preventif oleh anggota masyarakat adalah lebih baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan tindakan represifnya. 2. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang ditangani oleh Polres Wonogiri telah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam KUHAP dan Undang Undang tentang Kepolisian No. 2 Tahun 2002. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan langkah-langkah yang diambil oleh pihak penyelidikan dan penyidik yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan dan penyitaan. Melakukan

23 pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka serta menyerahkan berita acara penyidikan kepada penuntut umum. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik Polres Wonogiri B. Saran dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana pencurian dengan pemberatan a. Barang bukti hasil kejahatan sulit ditemukan disebabkan oleh pelaku disembunyikan. b. Tersangka memberikan keterangan yang berbeda-beda c. Saksi tidak dapat memberitahukan proses kejadian tindak pidana pencurian Berdasarkanm kesimpulan diatas dapat diajukan saran sebagai berikut: 1. Setelah menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya telah terjadi tindak pidana atau kejahatan, sebagai langkah pertama penyidik Polres Wonogiri wajib segera memberikan tanggapan dan tindak lanjut untuk melaksanakan penyidikan. 2. Polisi hendaknya bekerja lebih siap dan cepat dalam menerima laporan keamanan dan ketertiban yang terjadi di masyarakat. Gerak cepat polisi dalam pemberantasan kejahatan merupakan cermin pengabdian terhadap perlindungan masyarakat. 3. Perlu ditingkatkan kerjasama antara masyarakat dan kepolisian dalam hal menanggulangi dan mencegah tindak pidana yang banyak terjadi selama ini. Tanpa adanya kerjasama diantara kedua belah pihak tidak akan dapat menanggulangi dan mencegah kejahatan terutama masalah pencurian yang masih mendominasi kasus-kasus kejahatan di wilayah Wonogiri. DAFTAR PUSTAKA Abdussalam. 2009. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Jakarta: Restu Agung. Bambang Poernomo. 2008. Asas-Asas Umum Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Liberty. Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta.

24 Lamintang, 2009. Dasar-dasar Hukum Pidana, cetakan pertama, Leden Marpaung, 1992, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Cipta. Moeljatno. 2003. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rineka Moeljatno. 2013. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban dalam Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara. Poernomo. 2008. Asas-Asas Umum Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Liberty. R. Soesilo. 1984. Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Bogor: Politea. Saleh, K. Wantjik. 2007. Kehakiman Dan Peradilan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soehardi, 2003, Hukum Acara Pidana, Surabaya: Penerbit Appolo. Press. Soerjono Soekanto, 2009, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Soemitro dan Teguh P. 2001. Hukum Pidana. Surakarta: FH UNISRI. Susilo Yuwono, 1982, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP, Sistem dan Prosedur, Penerbitan Alumni, Bandung. PTIK. Sutarno. 2012. Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. Jakarta: W.J.S Poerwadarminto, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Wirjono Prodjodikoro. 2008. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Replika Aditama.