BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan telah mengalami perubahan. Untuk mendapat keunggulan yang kompetitif di pasar global, mutu dan keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Saat ini tuntutan konsumen baik dalam maupun luar negeri tentang jaminan mutu dan keamanan makanan (food safety) semakin meningkat. Dilain pihak kontaminasi makanan oleh kuman dan bahan racun masih menjadi masalah bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Winarno (2004), lebih dari 90% terjadi penyakit diakibatkan oleh makanan yang terkontaminasi mikrobiologi (food born deseases). Penyakit akibat makanan (foodborn disease) dan diare karena cemaran air (waterborne disease) membunuh sekitar 2 juta orang per tahun. Makanan tidak aman yang ditandai dengan adanya kontaminasi bakteri berbahaya, virus, parasit, atau senyawa kimia menyebabkan lebih dari 200 penyakit, mulai dari diare sampai dengan kanker menurut (KEMENKES, 2014). Jumlah KLB (Kejadian Luar Biasa) keracunan pangan dari tahun 2010 sebanyak 190 kasus, tahun 2011 sebanyak 177 kasus, kemudian tahun 2012 terjadi 312 kasus, dan pada tahun 2013 terjadi 233 kasus, dan yang 1
tertinggi pada tahun 2014 terjadi 306 kasus (Kadek Widiastuti/ Sie Promkes Dikes Prov.Bali). Pada bulan April hingga Juni 2015, terdapat 56 (lima puluh enam) berita insiden keracunan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Keracunan akibat pangan mendominasi sebanyak 50 (lima puluh) insiden. Kemudian keracunan akibat pangan berturut-turut disebabkan oleh pangan jajanan sebanyak 8 (delapan) insiden keracunan dengan jumlah korban 379 (tiga ratus tujuh puluh sembilan) orang; 18 (delapan belas) insiden keracunan akibat pangan rumah tangga dengan jumlah korban 1005 (seribu lima) orang terdapat 1 (satu) orang meninggal dunia. 15 insiden keracunan akibat pangan jasa boga dengan jumlah korban 526 (lima ratus dua puluh enam) orang dan terdapat 1 orang meninggal dunia; 1 insiden keracunan akibat air minum dalam tangki yang terkontaminasi semen dengan jumlah korban 25 (dua puluh lima) orang. Dalam kurun waktu Oktober Desember 2015, terdapat 34 insiden keracunan terdokumentasi oleh SIKERNAS. Dari 34 insiden keracunan, sebagian besar insiden keracunan di dominasi oleh keracunan pangan yaitu sebanyak 26 insiden, 13 insiden diantaranya disebabkan oleh pangan olahan jasa boga. (BPOM, 2015). PT. X merupakan perusahaan kontraktor pertambangan nasional dengan pangsa pasar pendapatan terbesar di Indonesia, mencapai 41%. Didirikan pada tahun 1993, PT.X melaksanakan jasa penambangan kelas dunia yang mencakup rancang tambang, eksplorasi, penambangan, pengangkutan, barging dan loading. Berbekal pengalaman bertahun-tahun, PT. X telah membangun reputasi kuat di bidangnya atas keunggulan sarana 2
dan kemampuan komprehensif dalam hal pengembangan dan operasional pertambangan. Didukung oleh lebih dari 12.000 karyawan, PT. X mengelola sejumlah besar pertambangan batu bara, emas, dan proyek penggalian lainnya. PT. X juga menangani konstruksi bendungan, pengerjaan jalan, penggalian bumi dan transportasi. PT. X terbagi menjadi 16 Job district yang tersebar di provinsi pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Dalam tiap Job district yang terdiri dari kurang lebih 1000 karyawan, PT. X menggunakan sekitar 2-3 perusahaan katering untuk memenuhi kebutungan pangan karyawannya di setiap Job district nya. Katering yang digunakan telah memiliki sertifikasi dan legalitas dari KEMENKES khusus untuk pelayanan terhadap industri perusahaan. Berdasarkan sumber data yang diperoleh peneliti pada bulan Agustus 2015 telah terjadi insiden keracunan makanan di PT. X Job district Kalimantan Timur dengan jumlah karyawan yang mengalami keracunan sebanyak 20 orang. Dalam pengelolaan makanan yang berstandar industri dengan kapasitas yang besar, diperlukan sebuah manajemen perusahaan yang sangat bagus dengan ditinjau segala aspek baik karyawan, proses, peralatan, dan bahan baku yang berkualitas dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada karyawan. Selain itu faktor kualitas produk makanan dan kualitas pelayanan merupakan prioritas utama dan untuk mendapatkan makanan yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan terhadap mutu dan keamanan tersebut mengingat bahwa makanan media 3
yang potensial dalam penyebaran penyakit yang sangat berhubungan terhadap produktifitas karyawan. Maka dari itu untuk menjamin kesehatan seluruh karyawannya maka PT. X melakukan berbagai upaya untuk menjamin dan memastikan kualitas dan keamanan makanan yang disediakan oleh katering tersebut dengan menerapkan suatu sistem yang disebut HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Penerapan sistem keamanan pangan yang meliputi: cara produksi makanan yang baik, sanitasi dan HACCP memiliki peranan yang sangat penting. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya keracunan dan penyakit yang diakibatkan oleh makanan atau minuman. HACCP merupakan suatu piranti (sistem) yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. Salah satu alasan mengenai pentingnya penerapan sistem HACCP pada industri pangan adalah karena bahan-bahan yang digunakan serta selama proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran yang dapat membahayakan konsumen. Pencemaran tersebut dapat berupa pencemaran fisik, kimia, maupun mikrobiologi. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (BSN, 1998). Studi HACCP ini menggunakan panduan penyusunan rencana daftar bahan baku dan bahan penunjang, bagan alir proses produksi, tabel penentuan tingkat resiko dan CCP decision tree, sedangkan proses 4
penyusunannya mengikuti 7 prinsip sistem HACCP yang direkomendasikan oleh Standar Nasional Indonesia (1998) yang dikeluarkan oleh BSN (1998), meliputi: (1) Analisis bahaya dan pencegahannya, (2) Identifikasi Critical Control points (CCP) di dalam proses, (3) Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (4) Menetapkan cara pemantauan CCP, (5) Menetapkan tindakan koreksi, (6) Menyusun prosedur verifikasi, (7) Menetapkan prosedur pencatatan (dokumentasi). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap Analisis Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Melalui Inspeksi Katering di PT. X Job District Kalimantan Timur Pada Tahun 2016. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Perkembangan industri pangan khususnya pada perusahaan penyedia pangan (katering) semakin berkembang pesat. Penggunaaan jasa katering oleh industri berskala besar saat ini sudah tidak asing lagi. Perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan pangan para karyawannya menyerahkan kepada pihak ketiga yaitu katering. Kian maraknya pertumbuhan katering berskala industri di Indonesia maka perlu dilakukan penilaian dan pengawasan khusus terhadap proses penyediaan, pengolahaan dan penyajian makanan tersebut. Proses penyediaan, pengolahan dan penyajian yang salah dapat menimbulkan insiden food berupa keracunan dan lain-lain. Menurut Kadek Sie Promkes Dikes Prov.Bali Jumlah KLB (Kejadian Luar Biasa) keracunan pangan pada tahun 2010 sebanyak 190 5
kasus, tahun 2011 sebanyak 177 kasus, kemudian tahun 2012 terjadi 312 kasus, pada tahun 2013 terjadi 233 kasus, dan yang tertinggi pada tahun 2014 terjadi 306 kasus. Dalam kurun waktu Oktober Desember 2015, terdapat 34 insiden keracunan terdokumentasi oleh SIKERNAS, 13 insiden diantaranya disebabkan oleh pangan olahan jasa boga. (BPOM, 2015). Berdasarkan sumber data yang diperoleh peneliti, telah terjadi kasus yang menyebabkan 20 orang karyawan mengalami keracunan makanan PT. X Job district Kalimantan Timur pada Tahun 2015. Pelaksanaan inspeksi pada katering yang dilakukan oleh PT. X mengacu pada Form Food Index (form penilaian kualitas katering beserta peralatan dan lingkungannya) yang mana dibuat bertujuan untuk mengawasi, menilai, dan memonitor kelayakan atau kualitas katering sebagai penyedia makanan untuk karyawan PT. X. Form tersebut dibuat mengacu pada regulasi KEPMENKES RI No. 715 tahun 2003 tentang persyaratan Hygiene Sanitasi jasa boga, dan PERMENKES No. 1096 tahun 2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasa boga. Form Food Index yang dibuat oleh PT. X, terdiri dari 9 item atau objek yang diawasi diantaranya : (1) Terima dan simpan makanan, (2) Persiapan Bahan makanan, (3) Pengolahan Makanan, (4) Dapur dan Peralatan, (5) Penyajian Makanan, (6) Kebersihan Perorangan, (7) Sanitasi Umum, (8) Packing Makanan dan distribusi, (9) Air Minum (Air Baku Masak). Dalam pelaksanaan inspeksi yang telah dilakukan oleh Tim HACCP PT. X terdapat beberapa temuan yang membuat tidak terpenuhinya 6
komponen di atas. Komponen yang tidak terpenuhi tersebut diantaranya: (1) Persiapan bahan Makanan, (2) Dapur dan peralatan, dan (3) Kebersihan perorangan. Temuan tersebut diantaranya pada tahap persiapan bahan makanan ialah ditemukan bahwa terdapat bahan makanan yang ditaruh di lantai tanpa alas langsung bersentuhan dengan lantai, kemudian pada dapur dan peralatan ditemukan ventilasi yang berdebu dan lantai dapur yang kotor, sedangkan untuk item kebersihan perorangan kuku dari karyawan katering masih ada yang dalam kondisi panjang. 1.3 PERTANYAAN PENELITIAN Bagaimana Implementasi Inspeksi Katering di PT. X Job District Kalimantan Timur Pada Tahun 2016 Yang Menyebabkan Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Oleh Pihak Katering Tidak Terpenuhi berdasarkan: 1. Kebijakan Mutu, SDM, Sarana dan Prasarana 2. Faktor penyebab dari tidak terpenuhi 3 komponen inspeksi HACCP PT. X 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui Penyebab Tidak Terpenuhinya Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Melalui Inspeksi Katering di PT. X Job District Kalimantan Timur Pada Tahun 2016. 7
1.5.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui Potensi Kebijakan Mutu, SDM, Sarana dan Prasarana pada pelaksanaan Inspeksi HACCP oleh PT. X Job district Kalimantan Timur terhadap katering A 2. Mengetahui faktor penyebab dari tidak terpenuhi 3 komponen inspeksi HACCP PT. X 1.5 MANFAAT PENELITIAN 1.5.1 Bagi Perusahaan Dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan sistem HACCP dalam meningkatkan mutu pengolahan pelayanan penyediaan makanan terhadap karyawannya. 1.5.2 Bagi Universitas Sebagai tambahan wawasan keilmuan khususnya penilitian dibidang K3 untuk selanjutnya perlu terus ditumbuh kembangkan dalam penilitian-penelitian yang lebih komprehensif. 1.5.3 Bagi Peneliti Memberikan pengalaman berharga dalam proses pembelajaraan diri mulai dari pemahaman terhadap permasalahan penyediaan pangan dengan sistem HACCP sampai aplikasinya dilapangan sehingga diperoleh solusi perbaikan 8