Abstract. Intisari 1. PENDAHULUAN. Djazim Syaifullah 1

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

Musim Hujan. Musim Kemarau

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

PREDIKSI LA NINA OLEH 3 INSTITUSI INTERNASIONAL DAN BMKG (UPDATE 03 JANUARI 2011)

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

INDEKS OSILASI SELATAN (SOI) DAN SIFAT HUJAN INDONESIA DALAM SEPULUH TAHUN TERAKHIR

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

PENGARUH ENSO TERHADAP POLA ANGIN DAN CURAH HUJAN DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

I. INFORMASI METEOROLOGI

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN

Analisis Hujan Bulan Oktober 2012 Iklim Mikro Bulan Oktober 2012

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina.

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT, ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN II FEBRUARI 2017

Isu Kiamat 2012 : Adakah Siklus Lima Belas Tahunan Akan Berperan Aktif Kembali Disana?

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE NOVEMBER 2016)

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

STUDI DAMPAK EL NINO DAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) TERHADAP CURAH HUJAN DI PANGKALPINANG

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

Transkripsi:

1 KAJIAN SEA SURFACE TEMPERATURE (SST), SOUTHERN OSCILLATION INDEX (SOI) DAN DIPOLE MODE PADA KEGIATAN PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI PROPINSI RIAU DAN SUMATERA BARAT JULI AGUSTUS 20 Djazim Syaifullah 1 Abstract Study of sea surface temperature, SOI and dipole mode indices (DMI), was held to see global influence conditions of cloud growth in Kotapanjang and Singkarak catchment on the cloud seeding project from July to August 20. The data used in this study was sea surface temperature (SST), taken from University Corporation Athmospheric research (UCAR). The sea surface temperature was analysed in Nino12 regions and Western region of Sumatra. Based on the analysis shows that during cloud seeding period the sea surface temperature anomaly for the four regions of Niño (Niño2 Niño3, Niño34 and Niño4) is positive, while in the western of Sumatra in general since the beginning of April 20 the sea temperature was higher than normal. This indicates that during cloud seeding period global condition has entered a stage of Elnino, although not so strong. The soi is generally in the range of normal. The analysis showed that during the cloud seeding period either watershed atmospheric conditions dry enough and very difficult to get a potential cloud for sowing. Intisari Kajian suhu muka laut, SOI dan Dipole Mode Index (DMI) telah dilakukan untuk melihat pengaruh global terhadap kondisi pertumbuhan awan di daerah DAS Kotapanjang dan Singkarak pada pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Juli Agustus 20. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data Sea Surface Temperature (SST) yang diambil dari University Corporation for Athmospheric Research (UCAR). suhu muka laut yang dianalisis adalah daerah Nino dan daerah Sumatera bagian barat. Dari hasil analisis terlihat bahwa selama kegiatan TMC nilai anomali SST untuk keempat daerah Nino (Nino12, Nino3, Nino34 dan Nino4) adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi global sudah memasuki fase ElNino meskipun belum begitu kuat. Sedangkan di wilayah Sumatera bagian barat secara umum sejak awal bulan April 20 nilai suhu muka laut berada di atas rerata dari normalnya (anomali positif). Dilihat dari nilai SOI secara umum berada pada kisaran normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi atmosfer kedua DAS cukup kering dan sangat sulit untuk mendapatkan awan-awan yang potensial untuk disemai. Kata kunci : Sea Surface Temperature, SOI, DMI, Teknologi Modifikasi cuaca 1. PENDAHULUAN Kondisi aliran masuk (inflow) di Danau Singkarak dan Waduk Kotapanjang memasuki musim kemarau 20 semakin menyusut drastis karena kurangnya curah hujan. Apabila tidak diantisipasi secepatnya maka PLTA Singkarak dan PLTA Waduk Kotapanjang yang mengandalkan debit air akan semakin kritis karena ketersediaan listrik saat ini sudah tidak mencukupi untuk melayani konsumen. Untuk itu direktur PT. PLN (Presero) 1 Peneliti Madya - UPT Hujan Buatan, BPPT, Thamrin No. 8 Jakarta, email djazim@yahoo.com Luar Jawa Madura Bali meminta dilakukan penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mengatasi masalah krisis air di kedua waduk. Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) telah dilakukan di DAS Kotapanjang dan DAS Singkarak pada selang antara bulan Juli sampai dengan Agustus 20, dengan tujuan untuk menambah inflow yang masuk ke PLTA Waduk Kotapanjang dan PLTA Danau Singkarak. Pelaksanaan kegiatan TMC dilakukan dari tanggal 16 Juli hingga 4 Agustus 20 di wilayah DAS Kotapanjang dan DAS Singkarak. Selama pelaksanaan TMC tersebut kondisi global di amati

2 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 1, 2010: 1-7 secara seksama dari berbagai sumber data. Kondisi global yang diamati diantaranya adalah kondisi Sea Surface Temperature (SST) wilayah Nino, SST wilayah Sumatera bagian barat (Samudera Indonesia bagian Timur), kondisi Southern Oscillation Index (SOI) dan kondisi Dipole Mode. Hasil pelaksanaan TMC berupa aliran permukaan (surface runoff) yang masuk ke dalam waduk baik waduk Kotopanjang maupun Danau Singkarak terlihat kurang begitu maksimal, hal ini dikarenakan kondisi atmosfer yang kurang mendukung terhadap proses pembentukan maupun pertumbuhan awan sehingga jumlah keberadaan awan potensial di semai kecil. Kondisi atmosfer yang kurangmendukung disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor lokal dan faktor global. Tulisan ini akan menganalisis kondisi global pada saat kegiatan TMC tersebut dan melihat pengaruhnya terhadap kondisi atmosfer di daerah target. 1.1. Sea Surface Temperature Suhu muka laut (Sea surface Temperature ~ SST) di perairan Indonesia sebagai indeks banyaknya uap air pembentuk awan di atmosfer (Kadarsah). Jika suhu muka laut dingin uap air di atmosfer menjadi berkurang, sebaliknya jika suhu muka laut panas uap air di atmosfer banyak. Pola suhu muka laut di Indonesia secara umum mengikuti gerak tahunan matahari. Suhu muka laut di Samudera Hindia mempunyai rentang perubahan yang cukup lebar yaitu minimum berkisar 26.0 C pada bulan Agustus hingga maksimum berkisar 31.5 C pada bulan Febrauari Maret. Wilayah perairan lainnya umumnya mempunyai rentang perubahan lebih sempit yaitu berkisar 29.0 C hingga 31.5 C dan waktu terjadinya minimum dan maksimumnya tidak sama disetiap perairan. Gambar 1 di bawah ini mengilustrasikan posisi dari daerah-daerah tersebut. Gambar 1. Lokasi pengamatan SST daerah Nino 1.1.2. SST daerah Sumatera Barat Peran laut dalam memproduksi uap air menjadi sangat penting, dan mempunyai jarak dekat dalam rangkaian proses pembentukan hujan. Khususnya untuk wilayah Sumatra Barat, lautan India adalah lautan di sekitarnya yang paling dekat. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk melihat pengaruh lautan terdekat dengan wilayah DAS Kotopanjang dan DAS Singkarak terhadap kondisi curah hujannya. Daerah yang dipilih adalah Samudera Indonesia bagian sebelah barat Sumatera, seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini. 1.1.1. SST daerah Nino Data daerah Nino34 dipilih sebagai data untuk dianalisis dengan alasan bahwa daerah tersebut mempunyai respon yang baik terhadap fenomena menghangatnya suhu muka laut di timur (Peru) dan di barat (Pasifik Barat) serta mempunyai korelasi yang cukup kuat terhadap nilai SOI, (Syaifullah D dan Djoko G, 1999). Disamping itu nilai anomali SST di kawasan ini juga mempunyai hubungan yang cukup erat dengan tingkat kekeringan di wilayah Indonesia. Daerah Nino1.2 berada di 0 0 ~10 0 S dan 90 0 W~80 0 W, daerah Nino3 di 5 0 N~5 0 S dan 150 0 W~90 0 W, daerah Nino4 berada di 5 0 N~5 0 S dan 160 0 E~150 0 W, sementara daerah Nino34 merupakan interseksi dari Nino3 dan Nino4 yang berada di daerah 5 0 N~5 0 S dan 170 0 E~120 0 E. Gambar 2. Lokasi pengamatan SST daerah Sumatera bagian Barat (bagian diarsir) Gambar 2 menunjukkan lokasi pengamatan nilai SST wilayah Sumatera Bagian Barat yang berdekatan dengan wilayah DAS Kotopanjang dan DAS Singkarak. Daerah pengamatan (seperti yang diarsir) mencakup luasan dengan batas-batas : 0.5 0 LS ~ 4.5 0 LS dan 94.5 0 BT~99.9 0 BT. 1.2. Southern Oscillation Index (SOI) Southern Oscillation Index (SOI) merupakan salah satu ukuran fluktuasi skala besar antara tekanan udara yang terjadi di barat Pasifik dengan

Kajian Sea Surface Temperature (SST)... (Djazim. S) 3 di timur Pasifik wilayah tropis selama episode El Niño dan La Niña. Indeks ini telah dihitung berdasarkan perbedaan anomali tekanan udara antara Tahiti dan Darwin, Australia. Salah satu metode untuk menghitung nilai SOI dikenalkan oleh Bureau of Meteorology Australia (BOM) menggunakan metode Troup yang menghitung perbedaan standar anomali suhu muka laut ratarata antara Tahiti dan Darwin. [P diff - P diffav ] SOI = SD (Pdiff ) Dimana : P diff = (tekanan msl) Tahiti -( tekanan msl) Darwin ), P diffav = rerata dari P diff jangka waktu panjang SD(P diff ) = standard deviasi darip diff. Jika nilai SOI negatif maka tekanan di Tahiti relatif lebih kecil dibandingkan dengan tekanan di Darwin. Kondisi ini antara lain menyebabkan; bergesernya kolam hangat dari Pasifik Barat ke Pasifik Timur; terjadi pertumbuhan awan di Pasifik Timur di atas normalnya; terjadi kekeringan di Pasifik Barat terutama di Indonesia Timur karena suplai uap air bergeser ke timur dan lain-lain. Fenomena ini yang disebut dengan fenomena El- Nino. Jika nilai SOI positif maka keadaan akan sebaliknya dan fenomena ini dikenal dengan fenomena La-Nina. Nilai SOI yang dianalisis dalam tulisan ini adalah Equatorial SOI (antara tekanan mmsl wilayah Indonesia dengan wilayah Pasifik Timur) dan Darwin-Tahiti SOI. Nilai SOI yang kadang positif dan kadang negatif memberi pengertian bahwa kejadian atau fenomena El-Nino maupun La-Nina mempunyai perulangan. 1.3. Dipole Mode Dipole Mode merupakan fenomena yang mirip dengan El Nino Southern Oscilation (ENSO) tetapi terjadi di wilayah Samudera Hindia. Dipole Mode merupakan intreraksi laut atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung dari nilai perbedaan (selisih) anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Peristiwa ini ditandai dengan adanya perbedaan anomali suhu muka laut (sea surface temperature - SST) antara Samudera Hindia tropis bagian Barat (50 0 E - 70 0 E, 10 0 N - 10 0 S) dengan Samudera Hindia tropis bagian Timur (90 0 E - 110 0 E, 10 0 E - Equator), seperti terlihat pada gambar 3. Tahapan Siklus Dipole Mode adalah sebagai berikut : Pertama, Muncul anomali SST negatif di sekitar selat Lombok hingga selatan Jawa pada bulan Mei Juni, bersamaan terjadi anomali angin tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatera. Gambar 3. Lokasi pengamatan Dipole Mode Kedua, Anomali terus menguat (Juli Agustus) dan meluas sampai ke ekuator di sepanjang pantai selatan Jawa hingga pantai barat Sumatera. Kondisi diatas dibarengi munculnya anomali positif SST di Samudera Hindia bagian barat. Adanya dua kutub di Samudera Hindia ekuator ini, semakin memperkuat anomali angin tenggara di sepanjang ekuator dan pantai barat Sumatera. Ketiga, Biasanya siklus mencapai puncaknya pada bulan Oktober, dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November Desember. Beberapa riset menentukan sebuah indeks untuk mempelajari fenomena dipole mode ini, yang disebut dengan Dipole Mode Index (DMI). DMI didefinisikan sebagai selisih anomali SST di Samudera Hindia Bagian Barat dengan wilayah Samudera Hindia Bagian Timur seperti pada gambar 3. Jika nilai DMI positif (Dipole Mode Positif), secara umum curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat akan berkurang. Sedangkan jika nilai DMI negatif (Dipole Mode Negatif), maka curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat secara umum akan bertambah. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis akan ditunjukkan kondisi suhu muka laut (SST) daerah Nino selama kegiatan TMC berlangsung, kondisi nilai Southern Oscillation Index (SOI) dan nilai Dipole Mode Index dan akan dilihat pengaruhnya terhadap hujan yang dihasilkan di daerah target TMC (DAS Kotopanjang dan DAS Singkarak). 3.1. Suhu Muka Laut Daerah Nino Seperti dijelaskan di muka bahwa daerah Nino mempunyai respon yang baik terhadap fenomena menghangatnya suhu muka laut di wilayah Peru dan di Pasifik Barat yang dikenal dengan fenomena ElNino. Pengamatan dilakukan terhadap keempat daerah Nino (Nino12, Nino3, Nino34 dan Nino4).

4 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 1, 2010: 1-7 2.5 2.0 1.5 Anomali ( o C) 1.0 0.5 0.0-0.5-1.0-1.5-2.0-2.5 Tahun Nino12 Nino3 Nino34 Nino4 Gambar 4. Suhu Muka Laut (Sea Surface Temperature ~ SST) daerah Nino selama lima tahun terakhir (sumber : http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/wksst.for) Nilai anomali SST untuk daerah Nino selama kegiatan TMC disajikan dalam Tabel1. Dari tabel terebut terlihat bahwa selama kegiatan TMC nilai anomali SST untuk keempat daerah Nino (Nino12, Nino3, Nino34 dan Nino4) adalah positif. Nilai rerata selama bulan Juli Agustus 20 tertinggi terdapat di daerah Nino3 sebesar +0.93 0 C. Dari nilai anomali tersebut menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi global sudah memasuki fase ElNino meskipun belum begitu kuat. Kondisi ElNino pada saat kegiatan TMC dilakukan mempengaruhi pertumbuhan awan yang sedikit dikarenakan uap air yang tersedia di atmosfer cukup kecil. Sebagian uap air di wilayah Indonesia akan tertarik ke arah timur menuju daerah Pasifik bagian timur. Tabel 1. Nilai anomali SST untuk daerah Nino selama kegiatan TMC (Juli Agustus 20) 3.2. Suhu Muka Laut Daerah Sumatera Bagian Barat Profil suhu muka laut daerah Sumatera Bagian Barat selama tahun 20 disajikan dalam Gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa selama tahun 20 nilai suhu muka laut bervariasi di antara nilai 28.6 0 C sampai 30.4 0 C dengan tendensi mulai bulan Januari sampai dengan bulan Agustus mengalami peningkatan. Meskipun demikian pada awal bulan Juli terjadi penurunan cukup tajam dan naik kembali pada awal bulan Agustus. Secara umum sejak awal bulan April 20 nilai suhu muka laut berada di atas rerata dari normalnya, hal ini bisa dilihat dari nilai anomali suhu muka laut yang bernilai positif sejak awal bulan tersebut. 3.3. Kondisi SOI Tanggal Nino 12 1-Jul- 8-Jul- 15-Jul- 22-Jul- 29-Jul- 0,7 Nino 3 1,0 1,0 Nino 34 Nino 4 Kondisi nilai SOI baik untuk equatorial SOI maupun Darwin-Tahiti SOI selama lima tahun terakhir disajikan dalam Gambar 5. Selama lima tahun terakhir kondisi nilai SOI berfluktuasi antara nilai posisif dan negatif, sehingga terlihat bahwa fenomena El Nino maupun La Nina mengalami periodisitas. Sejak bulan September 20 nilai SOI (baik equatorial maupun Darwin-Tahiti) berada pada nilai posisif dan mencapai maksimum pada bulan Januari 20. 5-Aug- 1,0 12-Aug- 0,5 0,7 0,7 19-Aug- 0,7 26-Aug- 1,0 Rerata 0,74 3 2 8

Kajian Sea Surface Temperature (SST)... (Djazim. S) 5 Anomali SST ( o C) 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0-0.2-0.4-0.6-0.8 Suhu Muka Laut dan Anomalinya di daerah Sumatera Bagian Barat 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 bulan (tahun 20) Gambar 5. Profil Suhu muka laut dan nilai anomalinya di wilayah daerah Sumatera bagian Barat. (diolah dari sumber data : http://dss.ucar.edu/datasets/ds277.0/) Asst 31.0 30.5 30.0 29.5 29.0 28.5 28.0 SST ( o C) SST 3.5 2.5 SOI 1.5 0.5-0.5-1.5-2.5-3.5 Tahun Equatorial Tahiti_Darw in Gambar 6. Profil Equatorial SOI dan Tahiti-Darwin SOI selama lima tahun terakhir (sumber : http:/ www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/reqsoi.for) 3.4. Pengaruh Dipole Mode selama Kegiatan TMC Profil Diple Mode Index (DMI) selama tahun 20 disajikan dalam Gambar 7. Selama kegiatan teknologi modifikasi cuaca dilaksanakan, pada awal bulan Juni nilai DMI menunjukkan adanya penurunan dari positif (+) menuju kea rah netral, menjelang bulan Agustus nilainya menunjukkan adanya kanaikan kearah positif (+) dan bertahan sampai akhir agustus 20. Hal ini menunjukkan bahwa selama kegiatan teknologi modifikasi cuaca kondisi pertumbuhan awan di wilayah Indonesia bagian barat akan berkurang dari normalnya. 3.5. Kondisi curah hujan daerah target selama kegiatan TMC Hasil penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dalam bentuk curah hujan untuk DAS Singkarak dan DAS Kotapanjang disajikan dalam Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk kedua DAS hampir tidak terdapat curah hujan yang signifikan kecuali pada tanggal 25 sampai dengan28 Juli 20. Jumlah curah hujan selama kegiatan untuk dua DAS yang terukur sekitar 16.5 mm (DAS Singkarak) dan 81 mm (DAS Kotapanjang). Selama 20 hari kegiatan jumlah hari hujan untuk DAS Singkarak hanya 8 hari (di Indonesia, hari hujan ditandai dengan curah hujan lebih besar atau sama dengan 0,5 mm dalam waktu 24 jam), sementara untuk DAS Kotopanjang hanya 7 hari. Di DAS Kotapanjang selama kegiatan hanya mendapatkan 3 hari yang curah hujannya cukup signifikan (di atas 15 mm/hari) sedangkan untuk DAS Singkarak sama sekali tidak ada curah hujan yang melebihi 25 mm/hari.

6 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 1, 2010: 1-7 1.2 Dipole Mode Indeks 0.8 0.4 DMI 0.0-0.4-0.8-1.2 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 bulan (tahun 20) Gambar 7. Dipole mode indeks (DMI) selama tahun 20 (diolah dari sumber data : http: dss.ucar.edu/datasets/ds277.0/) 25.0 20.0 DAS Singkarak DAS Kotopanjang CH (mm) 15.0 10.0 5.0 0.0 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 Juli Juli200 20 Tanggal Agustus Agustus 20 Gambar 8. Rerata curah hujan DAS Singkarak dan DAS Kotapanjang selama kegiatan TMC tanggal 16 Juli sampai dengan 4 Agustus 20 yang diukur dari beberapa lokasi penakar (sumber data : UPT Hujan Buatan BPPT). dss.ucar.edu/datasets/ds277.0/) Dari hasil di atas memberi pengertian bahwa selama kegiatan TMC kondisi atmosfer kedua DAS cukup kering sehingga sangat sulit untuk mendapatkan awan-awan yang potensial untuk disemai. Selain itu dari hasil pengamatan secara sinoptik juga teridentifikasi adanya badai siklon tropis (Tropical Cyclone) yang berada wilayah timur Filipina. Keberadaan badai tropis tersebut semakin mengurangi jumlah uap air yang berada di daerah target, sehingga secara umum kondisi atmosfer tersebut kurang mendukung untuk pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca. 4. KESIMPULAN Selama kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilaksanakan nilai anomaly SST untuk keempat daerah Nino (Nino12, Nino3, Nino34 dan Nino4) adalah positif. Nilai rerata tertinggi terdapat di daerah Nino3 sebesar +0.93 0 C, dari nilai anomaly tersebut menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi global sudah memasuki fase El Nino meskipun belum begitu kuat. Nilai suhu muka laut di wilayah Barat Sumatera bervariasi diantara nilai 28.6 0 C sampai dengan 30.4 0 C dengan tendensi mengalami peningkatan. Secara umum sejak awal bulan April 20 nilai suhu muka laut di wilayah itu berada di atas rerata dari normalnya. Sejak bulan September 20 nilai SOI (baik equatorial maupun Darwin Tahiti) berada pada nilai positif dan mencapai maksimum pada bulan Januari 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi atmosfer kedua DAS cukup kering dan sangat sulit untuk mendapatkan awanawan yang potensial untuk disemai.

Kajian Sea Surface Temperature (SST)... (Djazim. S) 7 DAFTAR PUSTAKA National Weather Service, Climate Prediction Center, NOAA : Weekly Optimum Interpolation Sea Surface Temperature (SST) data, diakses dari situs http://www cpc.ncep.noaa.gov/da ta/indices/wksst.for NCEP Version 2.0 OI Global SST and NCDC Version 3.0 Extended Reconstructed SST Analyses dataset Reynolds, R.W., N.A. Rayner, T.M. Smith, D.C. Stokes, and W. Wang, 2002: An Improved In Situ and Satellite SST Analysis for Climate. J. Climate, 11, 3320-3323. Smith, T.M., R.W. Reynolds, Thomas C. Peterson, and Jay Lawrimore, 20: Improvements to NOAA s Historical Merged Land Ocean Surface Temperature Analysis (1880-20). J. Climate, 21(10), 2283-2296 (DOI: 10.1175/20JCLI21 00.1). Syaifullah, D., D. Gunawan, 1999: Variasi SST & SOI Terhadap Kejadian El-Nino & La- Nina di Wilayah Indonesia, Prosiding Konferensi Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan (ESDAL). Jakarta. UPT Hujan Buatan, Laporan Hasil Kegiatan Pekerjaan Hujan Buatan / Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Catchment Area PLTA Singkarak, Maninjau PT. PLN (persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Pembangkitan Bukittinggi dan PLTA Kotopanjang PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Pekanbaru 16 Juli s.d Agustus 20, Jakarta, 20.