120 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Bentuk penyajian tradisi awalnya perorangan berfungsi untuk batatamba banyanyian, dalam perkembangannya tradisi terdiri dari formasi instrumen masih sederhana terdiri dari tiga jenis instrumen yaitu, babun, agung pada saat itu dihadirkan bersama-sama dengan tari Japin. Bentuk tradisi kurang diminati karena kalah menarik dibanding gdut, pop, televisi. Terdapat dua aspek terkandung dalam tradisi yaitu aspek al aspek non al. Aspek al meliputi instrumentasi, lirik lagu, transkipsi segkan aspek non al terdiri dari waktu tempat, pemain kostum. Lirik dalam tradisi berupa pantun Banjar mengandung petuah nasehat, pada era ini belum diciptakan lagu khusus. Musik tradisi mengalami perubahan dari aspek bentuk penyajian fungsi perubahan yaitu: didukung oleh dua faktor
121 1. Faktor Internal Upaya masyarakat memperbaharui kesenian dalam mempertahankan stabilitas kebudayaan menjadi faktor mendasar bagi perubahan. Berkembangnya tingkat pengetahuan masyarakat akan aya teknologi menemukan cara lebih baik dalam melakukan sesuatu hal, dalam kasus ini adalah penggunaan elektrik (1990) pada modern, selain itu berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap kesenian di Banjarmasin notabene sebagai kesenian khas suku Banjar juga merupakan salahsatu faktor pendukung aya perubahan bentuk penyajian berkesinambungan dengan perubahan fungsi. 2. Faktor Eksternal Bentuk penyajian telah berubah termasuk dalam kategori modern karena hilangnya unsur-unsur ritual, penggunaan berbagai macam instrumen modern elektrik serta aya pengaruh pop. Masyarakat pada awalnya berpola pikir tradisi, akhirnya mau menerima pengaruh budaya luar Banjar dalam hal bentuk penyajian ditandai dengan penggunaan instrumen keyboard, bass, cymbal bukan merupakan instrumen lokal Banjar.
122 Proses perubahan terjadi dalam berupa bentuk penyajian lebih fleksibel dengan penambahan berbagai instrumen seperti biola, suling, guguncai, bass elektrik, keyboard, cymbal bersifat insidental fleksibel. Meski demikian, instrumen, babun, agung wajib digunakan dalam setiap pementasan. Selain itu pada tahun 1990 ke atas sudah diciptakan lagu-lagu khusus untuk menceritakan kehidupan sehari-hari maupun keadaan alam Banjarmasin (percintaan, tentang sungai, perahu, dll) berbarengan dengan aya pembagian peran antara pemanting penyanyi. Aya kesadaran estetis, baik aspek al (aransemen) maupun non al (kostum) juga turut mewarnai proses perubahan terjadi dalam. Penyajian dalam modern lebih diminati menimbulkan fungsi lebih beragam. Musik tradisi berubah menjadi modern. Perubahan terjadi dalam di Banjarmasin sangat mempengaruhi kontinuitas hingga eksistensinya. Perubahan fungsi bentuk penyajian tersebut memberikan pengaruh besar terhadap keberadaan kesenian. Pengaruh tersebut berupa tetap terjaganya keberlangsungan keberadaan sampai saat ini, dapat dilihat dengan hadirnya di sendi-sendi
123 kehidupan masyarakat Banjarmasin. Kontinuitas dapat dilihat dari berbagai upaya untuk tetap melestarikan menjaga keberadaan secara terus-menerus dalam dua aspek pendidikan yaitu Pendidikan Formal dengan ditetapkannya dalam kurikulum sekolah baik SMP, SMA perguruan tinggi sebagai proses regenerasi. Pendidikan Informal mengarah pada pendidikan non akademis, dalam pendidikan informal dapat ditemui dengan aya pelatihan pembinaan melalui sanggar-sanggar seni tersebar di Banjarmasin Kalimantan Selatan pada umumnya, serta diadakannya Festival Musik Panting secara rutin atas prakarsa Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda Olah Raga Kota Banjarmasin. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan, peneliti menemukan aya beberapa kendala mengenai di Banjarmasin terkait dengan perubahan kontinuitasnya. Oleh karena itu, diperlukan aya saran guna perkembangan kebaikan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Berikut beberapa saran diusulkan penulis berhubungan dengan penelitian mengenai perubahan kontinuitas :
124 1. Perlu diadakan workshop atau pelatihan mengenai secara rutin atau berkala ditujukan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang pendidikan lebih tinggi. Hal ini sangat membutuhkan peran pemerintah, sekolah seniman demi keberlangsungan di Banjarmasin. 2. Monitoring sanggar-sanggar kesenian sekaligus pembinaan guna memantau perubahan terjadi dalam. Hal ini membutuhkan interaksi aktif antara seniman pemerintah. 3. Pendokumentasian rutin berkala mengenai baik dalam bentuk audio, visual, audiovisual literatur sebagai bentuk rekam jejak dapat digunakan sebagai bahan acuan keberlangsungan perjalanan selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja peduli memperhatikan. Pemerintah terkait memiliki peran paling penting dalam hal ini. 4. Penetapan notasi atau pembuatan notasi jika diperlukan digunakan dalam pembelajaran secara formal supaya lebih mudah diterapkan dipahami dalam proses transfer ilmu mengenai praktik. Hal ini juga sebagai salah satu wujud rekam jejak dalam bentuk tulisan atau notasi sebagai proses pewarisan diharapkan abadi tanpa tergantung keberadaan seniman saja. Hal ini melibatkan pemerintah,
125 seniman, guru pakar Barat mengingat tradisi menerapkan proses pewarisan secara oral atau non literatur. 5. Pemertahanan idiom tradisi pada modern, supaya tetap terjaga terkendali perubahannya dalam arti tidak sampai kehilangan unsur tradisi Banjar meskipun menggunakan medium non lokal Banjar. Hal ini membutuhkan peran serta seniman para pelaku. 6. Apresiasi seni ditujukan kepada masyarakat Baanjarmasin Kalimantan Selatan pada umumnya, dapat dilakukan dengan cara mengadakan screening dokumenter maupun pertunjukan langsung dilaksanakan secara bergilir merata dari kampung ke kampung. Hal ini sebagai wujud pengenalan bagi masyarakat bertempat tinggal jauh dari akses transportasi sehingga jarang mendapat hiburan maupun wacana mengenai tradisi Banjar secara langsung sehingga dapat dikenal dicintai oleh masyarakat Banjar khususnya secara lebih merata.