Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi

dokumen-dokumen yang mirip
Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

Oleh : Sri Wilarso Budi R

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Pembangunan Kehutanan

BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

West Kalimantan Community Carbon Pools

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan di Indonesia tahun

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur)

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

Setitik Harapan dari Ajamu

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia dan Lahan Basah

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Dampak Perubahan Iklim

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Proyek Rehabilitasi Ekosistem Gambut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas km 2 atau 1,5 kali luas

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

PERANAN LAHAN BASAH (WETLANDS) DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYEBARAN POLUTAN DARI KEBAKARAN HUTAN DAN ISU PENCEMARAN UDARA DI MALAYSIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005)

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Transkripsi:

C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Environmental Services and Sustainable Use of Forests Programme Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi Oleh: Unna Chokkalingam (u.chokkalingam@cgiar.org), CIFOR Kebakaran besar yang berulang kembali secara drastis telah mempengaruhi lahan gambut Indonesia dalam beberapa dekade terakhir ini. Kebakaran di lahan gambut sangat berpengaruh terhadap lingkungan baik pada tingkat regional maupun global, termasuk emisi gas rumah kaca yang tinggi, kabut asap, hilangannya cadangan karbon dan keanekaragaman hayati. Kebakaran besar telah mempengaruhi lahan gambut di Mahakam Tengah, Kalimantan Timur selama musim kering tahun 1982/83 dan 1997/98, dan kebakaran kecil terjadi setiap tahun. Kebakaran tersebut terjadi karena kebiasaan pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di lahan gambut. Lahan Gambut Mahakam Tengah Seluas 500.000 hektar wilayah lembah Mahakam Tengah terbentuk oleh lapisan tanah lempung sepanjang tepi Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya yang besar, beberapa danau gambut dangkal, areal banjir musiman, dan hutan gambut yang luas. Kedalaman gambut rata-rata 8 meter dan ada yang lebih dari 15 meter di beberapa wilayah. Masyarakat yang hidup di wilayah ini berasal dari suku Kutai dan Banjar. Mereka menggunakan lahan gambut dan danau secara terbuka untuk kegiatan menangkap ikan dan reptil, mencari kayu dan mengumpulkan bahan bakar dan rumput. Kegiatan menangkap ikan merupakan sumber mata pencaharian utama. Perkampungan terletak di sepanjang sungai dan para pendatang memasuki lahan gambut melalui sungai, kanal, dan danau-danau. Tidak ada kegiatan pembalakan dalam skala komersial, konversi lahan ataupun pembangunan infrastruktur di dalam lahan gambut. Pola kebakaran dan sebab-sebabnya Kebakaran tahunan Pada periode non El Niño, sekitar 24% dari bentang alam mengalami kebakaran pada periode 1987-92 dan 17% pada periode 1992-97. Lebih kurang 81% dan 91% dari wilayah yang terbakar sudah terbakar sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya kebakaran yang berulang-ulang di lahan gambut sangat besar. Kebakaran tahunan utamanya terjadi pada wilayah yang aksesibilitasnya tinggi Kawasan lahan basah (Sumber: WCMC) Lokasi lahan gambut Mahakam Tengah sepanjang Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Gambaran utama dari lokasi studi di Mahakam Tengah.

Vegetasi yang terbakar setiap tahun disepanjang sungai. (Foto : Yayat Ruchiat) Lahan yang terbakar setiap tahun tergenang dan dapat dicapai dengan perahu. (Foto : Yayat Ruchiat) Genangan air yang berisi ikan di hutan gambut yang terbakar. (Foto : Andi Erman) sepanjang sungai, danau dan kanal, serta areal pasang surut yang dapat dimasuki perahu kecil pada musim penghujan. Masyarakat lokal dan para pendatang menggunakan api untuk membersihkan tanaman dan mempermudah akses masuk ke lahan gambut untuk mencari ikan dan sumber-sumber pangan lainnya. Selain itu, juga untuk menambah habitat ikan dengan membuat dan memperluas areal tergenang dan kolam-kolam di areal hutan gambut yang terdegradasi. Kebakaran El Niño 1982-83 Lebih kurang 45% kawasan yang diteliti mengalami kebakaran pada periode ini. Kebakaran tersebut terjadi dalam kawasan yang umumnya terbakar setiap tahun sepanjang tepi sungai dan menyebar ke areal yang berdekatan dengan hutan yang mengalami kekeringan. Kemungkinan api juga berasal dari kegiatan masyarakat di dalam hutan selama musin kering yang panjang. Kebakaran El Niño 1997-1998 Pada periode ini, sekitar 72-85% dari lahan gambut di wilayah Mahakam Tengah terbakar. Sebagian besar atau sebesar 54% merupakan areal hutan yang sebelumnya tidak pernah terbakar. Kebakaran besar ini disebabkan karena terjadinya kekeringan yang luar biasa serta pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat di dalam perburuan kura-kura dan pengumpulan kayu lem. Masyarakat setempat mengalami kesulitan untuk menangkap ikan yang merupakan mata pencaharian utamanya. Hal ini disebabkan oleh air sungai yang mengering sehingga menyulitkan transportasi. Munculnya pasar yang baik untuk daging kura-kura dan kayu lem yang digunakan sebagai bahan pembuat obat nyamuk secara komersil, serta adanya ijin yang dikeluarkan pemerintah setempat untuk melakukan penangkapan kura-kura tanpa batas, pada awalnya merupakan jalan keluar untuk menanggulangi dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka memasuki areal hutan gambut di wilayah terpencil yang hampir tidak pernah didatangi sebelumnya. Teknik pembakaran digunakan untuk mempermudah akses ke dalam hutan, untuk berkemah, dan untuk mempermudah berburu kurakura. Dengan membakar vegetasi di sekelilingnya maka kura-kura akan terkonsentrasi pada areal yang basah. Kegiatan ini dilakukan masyarakat setempat selama musim kering yang panjang, dan terjadilah kebakaran yang meluas yang mengakibatkan rusaknya seluruh ekosistem gambut dan menimbulkan masalah asap. Dampak dan potensi pemulihannya Akibat terjadinya kebakaran pada tahun 1997-1998, kawasan hutan yang tadinya tertutup tajuk dengan cukup rapat (sebesar 63%) menurun secara drastis menjadi tinggal 4%; sedangkan hutan yang penutupan tajuknya sedang menurun dari 8% menjadi 5%. Sedikitnya 83% bentang alam hutan sekarang ini berubah menjadi tipe vegetasi sekunder (hutan tajuk terbuka, vegetasi kerdil, dan padang rumput). Luasan vegetasi sekunder ini sangat jauh meningkat dibandingkan dengan luasan tahun 1987 yang hanya sekitar 33%. Setelah mengalami degradasi, lahan gambut akan sangat mudah terbakar. Kebakaran tahunan berulang kali terjadi pada lahan yang baru dibuka sejak tahun 1997-1998 dan mengubah sebagian hutan gambut menjadi tanah terbuka yaitu areal yang tergenang dan ditandai dengan hilangnya pohon penutup lahan dan gambut yang ada. Menurut responden lokal, adalah hal yang biasa terjadi pada lahan yang dibuka selama periode kekeringan yang panjang akan dibakar secara berulang dan mengalami transformasi untuk kegiatan penangkapan ikan. Lahan tergenang dan danau terbentuk karena kejadian-kejadian seperti itu. Halaman 2 Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah

kebakaran terhadap hidrologi, kegiatan penangkapan ikan dan mata pencaharian masyarakat. Untuk mengetahui dampak jangka panjang terhadap hidrologi dan kegiatan penangkapan ikan dibutuhkan investigasi lebih lanjut secara terperinci. Lahan gambut yang terbakar tahun 1997-2000 di lokasi studi Mahakam Tengah. Hutan gambut dengan tingkat kebakaran yang rendah sampai moderat (sampai dengan 19% pada lokasi penelitian) menunjukkan kemampuan yang baik untuk tumbuh kembali dengan cepat. Areal pedalaman yang terbakar hebat pada tahun 1997-98 dengan tingkat kebakaran yang berat (sampai 41%) dapat juga pulih kembali jika dibiarkan tumbuh secara alami dan tidak ada gangguan lain. Masyarakat jarang sekali yang memasuki areal ini. Meskipun demikian, areal hutan pedalaman yang sudah pernah terbakar ini akan mudah terbakar kembali. Areal tersebut memiliki kandungan bahan bakar yang besar dari pohon yang mati dan serasah yang padat serta pertumbuhan liana, sementara tajuk yang terbuka mempercepat pengeringan. Kebakaran akibat kekeringan yang terjadi dengan cepat pada areal ini mungkin akan berakibat lebih fatal dan dampaknya akan berlangsung terus menerus. Faktor pendorong terjadinya pembakaran yang meluas oleh masyarakat setempat 1. Pembakaran merupakan cara termurah yang digunakan oleh masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan di lahan gambut, sementara alternatif lain yang lebih efektif atau insentif bagi masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran tersebut tidak tersedia. 2. Masyarakat lebih menghargai ikan daripada hutan gambut yang bernilai tinggi, dan oleh karenanya mereka tidak takut dan khawatir dengan degradasi hutan yang disebabkan oleh kebakaran yang berulang. 3. Perkembangan teknologi dan infrastruktur seperti jaring penangkap ikan (dari nylon), kanal kecil, kapal bermotor, dan jalan yang menghubungkan ke pasar telah turut berperan dalam meningkatkan kegiatan penangkapan ikan yang pada akhirnya meningkatkan kegiatan pembakaran. 4. Masyarakat yang memanfaatkan lahan gambut kurang memiliki perhatian akan dampak Faktor pendorong terjadinya kebakaran pada musim kering 1997/98 1. Kondisi kekeringan luar biasa pada vegetasi dan gambut mempermudah api untuk membesar dan menyebar. 2. Kondisi air sungai yang mengering serta kesulitan transportasi membatasi kegiatan masyarakat setempat untuk mencari nafkahnya seperti menangkap ikan. Sementara, pilihan lain yang berkelanjutan untuk mendapatkan mata pencaharian sulit diperoleh. 3. Munculnya pasar baru yang bernilai tinggi untuk daging kura-kura dan kayu lem yang digunakan sebagai bahan pembuat obat nyamuk secara komersil. 4. Adanya ijin penangkapan kura-kura tanpa batas yang dikeluarkan pemerintah setempat untuk mengurangi krisis ekonomi yang terjadi akibat kekeringan tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan Kebutuhan masyarakat vs kepentingan regional/global Perlu diketahui cakupan apa saja yang harus dibahas dalam menyelesaikan masalah kebakaran lahan gambut dengan memahami keuntungan lokal dalam menggunakan teknik pembakaran dan kekhawatiran terhadap lingkungan secara regional sampai global atas semakin menyebarnya kebakaran. Kebijakan larangan pembakaran merupakan pilihan yang tidak dapat dijalankan karena kondisi alam dan akses yang sulit dilalui oleh masyarakat, banyaknya masyarakat yang melakukan kegiatan pembakaran lahan, dan pentingnya penggunaan api bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya yang ada di lahan gambut. Untuk melindungi dan memanfaatkan lahan gambut Mahakam Tengah secara bijaksana, diperlukan harmonisasi antara nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat lokal dengan perhatian komunitas di luar kawasan ini. Pendekatan untuk menyelaraskan mata pencaharian dan konservasi Upaya mencegah terjadinya pembakaran lahan gambut untuk kegiatan pengolahan tanah pada lapisan alluvial dan penangkapan ikan pada lahan gambut yang berdekatan dengan jalur air mungkin akan sulit dilakukan. Akan tetapi perluasan kebakaran tahunan dan degradasi hutan ke areal yang berdekatan yang diakibatkan oleh penggunaan Halaman 3

api dalam penangkapan ikan dan api yang tidak terkontrol harus dihentikan. Banyak areal lahan gambut di pedalaman Mahakam Tengah dapat direhabilitasi atau dihutankan kembali apabila ada upaya pencegahan terjadinya pembakaran selama musim kering yang panjang. Dengan demikian diperlukan pencegahan masuknya ribuan orang ke dalam hutan untuk mencari kayu lem, kura-kura, atau sumberdaya lainnya selama musim kering dan masa krisis lainnya. Rekomendasi 1. Menyusun program untuk mengatasi dampak El Niño di lahan gambut Mahakam Tengah yang bertujuan untuk mengurangi kegiatan pembakaran oleh masyarakat dan menyediakan alternatif kegiatan mata pencaharian lain yang berkelanjutan, khususnya pada saat-saat kritis. Kegiatan tersebut akan lebih baik apabila dilakukan di luar ekosistem lahan gambut yang mudah rusak. Meningkatkan kesadaran masyarakat setempat, membentuk lembaga kemasyarakatan lokal, dan membuat peraturan untuk mendukung serta menerapkan segala kebijakannya. 2. Mengkaji kelayakan teknis dan sosial ekonomi untuk kegiatan pengendalian kebakaran di wilayah tepi sungai dan daerah banjir yang mudah didatangi, terutama sekali pada musim kering yang panjang, sehingga laju kebakaran dapat ditahan. 3. Menjajaki kemungkinan penerapan pembayaran transfer dari komunitas masyarakat luar terhadap konservasi hutan gambut melalui inisiatif internasional seperti UNFCCC, CBD, Ramsar Convention, dan APMI. Manfaat yang diterima harus berimbang dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal yang kehilangan manfaat ekonomi akibat perubahan pemanfaatan lahannya. 4. Melakukan penelitian apakah kebakaran yang berulang dan perubahan bentang alam akan berdampak negatif terhadap perikanan, kesehatan atau kualitas air. Jika ternyata benar, maka hal ini dapat digunakan untuk mengurangi minat masyarakat lokal untuk melakukan pembakaran dan melindungi hutan gambutnya di pedalaman. 5. Melarang pembangunan berskala besar (transmigrasi, hutan tanaman, pertanian, pembalakan komersial dan infrastruktur) yang mengakibatkan terjadinya deforestasi atau hilangnya lahan gambut, mempermudah akses menuju daerah pedalaman, dan akan meningkatkan tekanan akibat pertambahan penduduk. Referensi 1. Chokkalingam, U., Kurniawan, I. and Ruchiat, Y. 2004. Manuscript. Fire, livelihoods and environmental degradation in the Middle Mahakam Peatlands. CIFOR, Bogor, Indonesia. 2. Chokkalingam, U., Kurniawan, I., Buitenzorgy, M., Anwar, S. and Hope, G. 2004. Manuscript. Impacts of recent fires on biodiversity in the Middle Mahakam Peatlands. CIFOR, Bogor, Indonesia. 3. Christensen, M. S., A. Mulu, and A. Akbar. 1986. Investigations into the fishery of the Middle Mahakam Area. German-Indonesian Technical Cooperation for Area Development, Samarinda, East Kalimantan, Indonesia. 4. Jepson, P., Momberg, F. and van Noord, H. 1998. Trade in reptiles from the Middle Mahakam Lake Area, East Kalimantan, Indonesia, with evidence of a causal link to the forest fires associated with the 1997/98 El Niño phenomena. Bio-Regional Management and Integrated Park Management Project Technical Memorandum 3. WWF Indonesia/ EPIQ/ USAID. Warta singkat ini disusun berdasarkan naskah Fire, livelihoods and environmental degradation in the Middle Mahakam Peatlands serta Impacts of recent fires on biodiversity in the Middle Mahakam Peatlands. Naskah ini merupakan hasil proyek CIFOR-ICRAF yang dibiayai oleh Uni Eropa dan ACIAR. Pendapat dalam naskah ini merupakan pemikiran penulis, bukan merupakan pandangan lembaga penyandang dana. CIFOR Center for International Forestry Research Jalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, Indonesia Tel: +62 251 622622 Fax: +62 251 622100 E-mail: cifor@cgiar.org www.cifor.cgiar.org Foto depan oleh A. Erman dan Y. Ruchiat ICRAF World Agroforestry Centre Jalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, Indonesia Tel:+62 251 625415/17 Fax:+62 251 625416 E-mail: icraf-indonesia@cgiar.org www.worldagroforestrycentre.org/sea Warta ini juga tersedia dalam versi Bahasa Inggris Halaman 4 Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah

Halaman 5