BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. bius (Chloric Ether atau Chloroform), yang dipergunakan hingga sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara tegas mengenai prosedur pemanfaatan atau penggunaan narkotika yang dilakukan secara legal dalam peraturan perundang-undangan, dan sekaligus mengatur upaya penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika lengkap dengan sanksi pidananya. Pada umumnya tindak pidana narkotika tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama, bahkan dilakukan oleh suatu sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat rahasia. Sangat diperlukan adanya upaya peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkotika secara gelap atau ilegal. 1 Penyalahgunaan dan peredaran narkotika secara ilegal memiliki dampak negatif yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat luas khususnya generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Bahkan tindak pidana narkotika yang bersifat transnasional pada umumnya dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan sarana teknologi modern. Perkembangan tindak pidana narkotika 1 Mukhtar, 1998, Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, dalam Media Hukum, Edisi 5/Tahun VI/September 1998, hlm. 63 1

2 tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan setiap bangsa dan umat manusia pada umumnya. Permasalahan narkotika secara umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yang saling terkait yakni: 1. adanya produksi narkotika secara gelap (illicit drug production). 2. adanya perdagangan gelap narkotika (illicit trafficking). 3. adanya penyalahgunaan narkotika (drug abuse). 2 Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan Narkotika secara singkat sebagai berikut: 1. Rasa ingin tahu yang besar tanpa sadar akibatnya. 2. Untuk bersenang-senang. 3. Untuk mengikuti tren atau gaya. 4. Agar diterima oleh lingkungan. 5. Lari dari persoalan hidup. 6. Pengertian yang salah bahwa pemakaian yang hanya sekali sekali tidak akan menyebabkan kecanduan. 7. Mudah mendapatkan Narkotika dimana-mana. 8. Tekanan pergaulan 9. Bernilai tantangan. 3 Dewasa ini, di Indonesia sedikitnya empat juta orang menjadi korban ketergantungan terhadap narkotika. Akibat yang ditimbulkan atas penggunaan dan ketergantungan narkotika, yaitu menimbulkan perubahan pada karakter manusia, menimbulkan kecenderungan tindak kejahatan meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya. 4 Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemakai narkotika kebanyakan dari mereka adalah kaum muda/remaja. Pada usia remaja biasanya terjadi perubahan fisik, emosional, intelektual dan sosial. Pada usia tersebut faktor lingkungan sangat mempengaruhi perilaku mereka, sehingga 2 http://www.bnn.go.id/, tanggal 02 November 2011 3 Budi Satria, 2003, Diktat Pengetahuan Narkoba untuk Taruna Akpol, Akademi Kepolisian, Semarang, hlm 10 4 http://www.umsl.edu/rkee/180/drgcrime.htm, Goode Erich, Drug and Crime, tanggal 02 November 2011

3 sering kali menimbulkan terjadinya penyalahgunaan narkotika walaupun pengetahuan mereka tentang bahaya dari narkotika sangat kurang. Secara ekonomis, penyalahgunaan narkotika akan menimbulkan biaya yang sangat besar. Dari sisi pengguna, kebutuhan ekonomi untuk membiayai pemakaian narkotika yang berharga mahal akan mendorong mereka melakukan tindak kejahatan seperti pencurian dan perampokan. 5 Jumlah pemakai atau pengguna narkotika di Indonesia jumlahnya cukup besar, meskipun belum ada data yang konkrit mengenai hal ini, tetapi menurut Komjen Togar Sianipar (Ketua BNN), diperkirakan jumlahnya sudah mencapai 3% dari jumlah penduduk Indonesia. Jadi bila 200 juta penduduk Indonesia, diperkirakan ada 6 juta orang yang terjerat kasus narkotika. Sebagian besar dari jumlah ini (85%) merupakan remaja atau generasi muda, usia antara 16 26 tahun. Bahkan beberapa kasus sudah menimpa kalangan anak usia Sekolah Dasar. 6 Indonesia sebagai negara hukum telah berusaha keras dengan menggunakan berbagai jalur untuk melakukan penanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika yang secara konstitusional dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan perkembangan kualitas modus operandi kejahatan narkotika itu sendiri baik yang bersifat lokal, nasional atau bahkan transnasional yang sarat dengan sarana teknologi modern, maka diperlukan adanya instrumen hukum berupa peraturan perundang-undangan yang tegas dan lebih kondusif. 7 Pemerintah telah membuat produk hukum berupa Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan kemudian telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dalam pertimbangannya dinyatakan bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Produk hukum ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar dapat 5 Ibid 6 http://www.bnn.go.id/, tanggal 02 November 2011 7 Mukhtar, 1998, Op. Cit, hlm. 63-64

4 berfungsi efektif. Sementara itu berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang telah mengatur hukuman berat bagi produsen, pengedar dan pemakai, belum dapat berjalan efektif, karena masih adanya beberapa kendala, untuk itu diperlukan penegak hukum yang memiliki pengetahuan mengenai permasalahan narkotika dan mampu memberikan tindakan terhadap korban pemakai narkotika dengan benar, karena selama ini meskipun ancaman pidana terhadap korban tindak pidana narkotika sudah berat, maksimal hukuman mati, tetapi hal ini belum sampai kepada keputusan hakim yang begitu berat, karena segala sudut perbuatan si korban masih dipertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan putusannya, sehingga terkadang putusan hakim kepada korban menjadi lebih ringan. Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada para korban tindak pidana narkotika, melalui putusan hakim, diharapkan dengan putusan pemidanaan yang berat di samping mengadili korban sekaligus sebagai upaya untuk membuat jera para korban sehingga diharapkan dapat menekan jumlah angka kejahatan yang berhubungan dengan narkotika. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Putusan Pidana Terhadap Korban Narkotika. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan hukum sebagai berikut:

5 Apa yang mendasari hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji dasar pertimbangan yang mendasari hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang kinerja pengadilan khususnya hakim dalam rangka penegakan hukum di Indonesia. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum pidana untuk mendapatkan pemahaman yang jelas tentang dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana khususnya bagi korban tindak pidana Narkotika yang diharapkan dalam penerapannya mampu efektif untuk memberantas tindak pidana narkotika, tidak bertentangan dengan asas hukum yang ada, dengan tetap memperhatikan perlakuan yang adil dimuka hukum bagi korban tindak pidana narkotika.

6 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan diperoleh 2 (dua) hasil penelitian tentang narkotika, akan tetapi penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak penulis laksanakan, yaitu dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika. Adapun hasil penelitian tersebut adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn pada tahun 2009 dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Penetapan dan Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta. Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: a. Kriteria apakah yang dipergunakan oleh Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta untuk menetapkan seorang pecandu narkotika harus menjalani rehabilitasi? b. Bagaimana pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang sudah mendapatkan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Agung pada tahun 2009 dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah: Pertimbangan apa sajakah yang dijadikan dasar bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana narkotika?

7 Berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, penelitian di atas mengacu pada pecandu dan pelaku narkotika, sedangkan penelitian yang penulis lakukan mengacu pada korban tindak pidana narkotika. Penulisan ini merupakan hasil karya asli penulis sendiri, bukan merupakan duplikasi hasil karya orang lain. Apabila ada penelitian yang sama maka penelitian penulis ini merupakan pelengkap atau pembaharuan. Penulis dalam hal ini lebih khusus mengkaji tentang dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika di wilayah Pengadilan Negeri Yogyakarta. F. Batasan Konsep Guna memberikan pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, berikut disajikan batasan konsep atau pengertian istilah yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai berikut : 1. Dasar pertimbangan hakim adalah suatu cara/metode yang dipergunakan oleh hakim sebagai pedoman dalam menjatuhkan suatu putusan. Menurut ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ditentukan bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan

8 yang dijatuhkan setimpal dan hasil sesuai dengan kesalahannya. Selanjutnya menurut Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. 2. Putusan pengadilan, menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP ini. 3. Sanksi pidana atau pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. 8 4. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 9 5. Korban Tindak Pidana Narkotika, orang awam atau orang yang kurang mengerti tentang dampak dari narkotika itu sendiri tetapi sudah mengetahui apa narkotika itu yang biasanya digunakan untuk 8 M. Yahya Harahap, 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerpan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 354 9 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

9 membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya, dan mempunyai risiko, misalnya ngebut, berkelahi, atau bergaul dengan wanita. Untuk menantang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi yang berwenang. Atau bisa juga untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dikarenakan kurang kepercayaan diri dalam bergaul dengan sesama atau problema yang tidak bisa diatasi sehingga menemukan pikiran yang buntu juga untuk mempermudah menyalurkan perbuatan seksual kepada pasangan. 10 6. Narkotika, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menentukan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, dengan cara melakukan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya dan melakukan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer sebagai data pendukung. 10 Ibid

10 2. Sumber Data a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis melalui wawancara dengan narasumber. b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) Bahan hukum primer yaitu ketentuan perundang-undangan yang terdiri dari: a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. b) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotics Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika,1988) d) Peraturan perundang-undangan pendukung lainnya. 2) Bahan hukum sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang penjabarannya adalah sebagai berikut:

11 a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku tentang narkotika, literatur dan tulisan mengenai masalah yang diteliti. Selain itu dilakukan deskripsi terhadap UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana narkotika. b. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung terhadap hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. 4. Metode Analisis Disebabkan karena penelitian hukum ini bersifat empiris maka digunakan analisis dengan ukuran kualitatif yang terpusat pada substansi dengan proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif, berpangkal pada pengajuan premis mayor berupa aturan hukum kemudian pengajuan premis minor yaitu fakta hukum, dari kedua hal tersebut kemudian ditarik konklusi. 11 H. Sistematika Penulisan Hukum Guna memudahkan dalam memahami isi dari skripsi ini, berikut disajikan sistematika penulisan hukum dari skripsi ini yang terbagi ke dalam 11 Philipus M. Hadjon, makalah pelatihan Argumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Dasar Argumentasi Hukum dan Legal Opinion (Legal Memo), 18 Juni 2004

12 beberapa bab dan masing-masing bab terbagi lagi ke dalam beberapa sub bab. Adapun masing-masing bab tersebut adalah : BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keaslian penelitian yang merupakan bekal dasar bagi penulis dalam menyusun skripsi ini. Selanjutnya pada bab ini juga diuraikan tentang batasan konsep serta metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, sumber data, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. Pada akhir dari bab ini disajikan sistematika penulisan hukum. BAB II PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan dan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika. Adapun uraian pada bab ini meliputi: tinjauan umum tentang narkotika yang berisi pengertian narkotika, penggolongan narkotika, serta pengertian tindak pidana narkotika. Dalam bab ini juga dibahas mengenai tinjauan umum tentang korban tindak pidana narkotika yang berisi tentang pengertian korban dan korban dalam tindak pidana narkotika. Selanjutnya pada akhir dari bab ini diuraikan pula pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap korban tindak pidana narkotika, yang berisi putusan pengadilan negeri tentang tindak pidana narkotika, dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika.

13 BAB III PENUTUP Pada bab ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam skripsi ini dan sekaligus disajikan saran yang merupakan sumbangan pemikiran dan rekomendasi dari penulis tentang dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap korban tindak pidana narkotika. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN