I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

Boks 1. Perkembangan Peta Perekonomian Sulawesi Tengah di Indonesia Wilayah Timur 1

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Kuswara Universitas Pendidikan Indonesia

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah klasik yang belum tuntas terselesaikan

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

2

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berkembang,yang memiliki ciri ciri negara

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA BARAT 2014

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan. Peubah ini dipandang sebagai faktor pendorong pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, membuat masyarakat memperoleh tenaga ahli, terampil, terdidik, dan juga enterpreneur yang berpendidikan. Selain itu, perkembangan penduduk juga merupakan perluasan pasar. Luas pasar barangbarang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Dengan demikian, apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena perannya ini, maka perkembangan penduduk akan merupakan pendorong bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan dorongan untuk mengembangkan teknologi. Pertambahan penduduk, di sisi lain dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Pertambahan penduduk menghambat ketika produktivitas sangat rendah sementara terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produktivitas secara signifikan namun justru dapat menurunkan pendapatan perkapita. Keadaan bertambah buruk saat jumlah penduduk sudah sangat berlebihan. Pertambahan penduduk menimbulkan implikasi yang tidak mendukung terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan.dengan demikian perlunya pengelolaan yang tepat dalam menyikapi pertambahan penduduk. Sehingga pertambahan penduduk menjadi modal dalam pembangunan dan bukan menjadi beban atau permasalahan yang justru merugikan dan menghambat pembangunan. 1

Jumlah penduduk (Juta) 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Rata-rata Kepadatan penduduk (Orang/km2) 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur

Paparan diatas menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki modal manusia yang potensial untuk dikembangkan.modal manusia ini kemudian haruslah diolah hingga menjadi modal manusia yang berkualitas sehingga modal manusia dapat menjadi faktor pendukung pembangunan di provinsi Jawa Barat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan indikator kualitas pembangunan manusia melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pencapaiannya tergantung pada derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat. Indeks ini dikembangkan oleh ekonom Pakistan bernama Mahbub ul Haq pada tahun 1990 dan digunakan oleh United Development Program (UNDP) pada laporan tahunannya sejak tahun 1993. UNDP memasukkan pembangunan manusia sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi.pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice ofpeople), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah perluasan pilihan dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Di antara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Di antara pilihan lain yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan politik, jaminan atas hak asasi manusia dan harga diri. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan peningkatan kemampuan manusia, seperti meningkatkan kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimilikinya, untuk menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik. Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut. Jawa Barat masih harus meningkatkan IPM-nya dalam konsep pembangunan manusia. Pada tahun 2009, Jawa Barat menempati urutan 15 dari 33 provinsi, dengan angka IPM 71,64. Berikut dapat dilihat Peringkat IPM tahun 2009 untuk tiap-tiap provinsi di Indonesia pada Tabel 1.1. 4

Tabel 1.1 IPM 33 Provinsi di Indonesia Provinsi 2009 2009 Provinsi IPM Ranking IPM Ranking DKI Jakarta 77,36 1 Jawa Timur 71,06 18 Sulawesi Utara 75,68 2 Maluku 70,96 19 Riau 75,6 3 Sulawesi Selatan 70,94 20 Yogyakarta 75,23 4 Lampung 70,93 21 Kalimantan Timur 75,11 5 Sulawesi Tengah 70,7 22 Kepulauan Riau 74,54 6 Banten 70,06 23 Kalimantan Tengah 74,36 7 Gorontalo 69,79 24 Sumatera Utara 73,8 8 Sulawesi Tenggara 69,52 25 Sumatera Barat 73,44 9 Kalimantan Selatan 69,3 26 Sumatera Selatan 72,61 10 Sulawesi Barat 69,18 27 Bangka Belitung 72,55 11 Kalimantan Barat 68,79 28 Bengkulu 72,55 12 Maluku Utara 68,63 29 Jambi 72,45 13 Irian Jaya Barat 68,58 30 Jawa Tengah 72,1 14 Nusa Tenggara Timur 66,6 31 Jawa Barat 71,64 15 Nusa Tenggara Barat 64,66 32 Bali 71,52 16 Papua 64,53 33 Nanggroe Aceh Indonesia 71,31 17 Darussalam (BPS) 71,76 Sumber: BPS (2010) Makin tinggi nilai IPM berarti makin baik kondisi sumber daya manusia di suatu daerah.dari Tabel 1.1 terlihat bahwa IPM Jawa Barat masih jauh tertinggal dari IPM DKI Jakarta. Padahal sebagai Provinsi penopang ibu kota Jakarta, kualitas sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat perlu diperhatikan karena dapat menjadi potensi pembangunan daerah dan juga menopang pembangunan Ibu Kota Jakarta. Bahkan pada jangka panjang akan memajukan pembangunan Indonesia. Dampak pembangunan manusia mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu dalam mengentaskan kemiskinan, nilai pembangunan manusia tidak boleh dikesampingkan. Dengan pembangunan manusia yang baik, pembangunan negara dapat tercapai dan derajatsosial bangsa akan meningkat sehingga mendorong pembangunan manusia yang berkualitas. 5

IPM 72,0 71,5 71,0 70,5 70,0 69,5 69,0 71,64 71,12 70,71 70,32 69,9

Jawa Barat menetapkan target IPM mencapai 80 pada tahun 2025 dan menetapkan visi sebagai provinsi termaju di Indonesia. Dengan target tersebut Pemerintah Provinsi harus mendorong peningkatan kualitas di sektor pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Peningkatan di salah satu sektor tersebut dapat mendorong peningkatan IPM. Peningkatan dalam sektor tersebut meliputi akses masyarakat terhadap pendidikan yang mudah, yakni dari segi menjangkau dan mengenyam pendidikan. Akses terhadap kesehatan juga sangat menentukan peningkatan IPM. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana kesehatan di setiap Kabupaten/kota akan mendukung peningkatan IPM Jawa Barat. Selain itu, yang tidak bisa dilepaskan dari peningkatan IPM adalah daya beli masyarakat. Daya beli menandakan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam mengakses pendidikan dan kesehatan. Perbedaan karakteristik tiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat juga sangat mempengaruhi pemenuhan target tersebut. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah luas yang memiliki 26 kabupaten/ kota dengan angka IPM yang berbedabeda (Gambar 1.5). Dengan demikian diperlukan penerapankebijakan yang berbeda untuk tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.Namun dengan adanya otonomi daerah yang dimulai tahun 1999, Pemerintah Provinsi hanya berperan sebagai pengawas dan Pemerintah Kabupaten/Kota lebih memiliki kewenangan dalam peningkatan kesejahteraan daerah masing-masing. Gambar 1.5 memperlihatkan pergerakan nilai IPM untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Barat untuk selang tahun 2007-2009. Terlihat bahwa IPM untuk daerah kota memiliki kecenderungan lebih tinggi daripada wilayah kabupaten. Daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan Ibu Kota Jakarta juga memiliki perkembangan lebih cepat pada IPM daripada daerah-daerah yang letaknya lebih jauh dari Ibu Kota Jakarta. Bukan hanya letak daerah saja yang mempengaruhi perbedaan nilai IPM kabupaten/kota di Jawa Barat, faktor-faktor lain berupa geografis daerah, karakteristis budaya, dan kearifan lokal secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi IPM tiap kabupaten/kota yang selanjutnya sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan di daerah tersebut. 7

Kabupaten/Kota di jawa Barat Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Bandung Kota Sukabumi Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Karawang Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Indramayu Kab. Sumedang Kab. Majalengka Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Sukabumi Kab. Bogor 60,00 65,00 70,00 75,00 80,00 IPM 2009 2008 2007

Angka Melek Huruf (Persen) 96,5 96,0 95,5 95,0 94,5 94,0 93,5 95,98 95,53 95,32 94,91 94,6

Rata-Rata Lama Sekolah () 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 7,72 7,50 7,50 7,50 7,4 Jumlah sekolah SD dan SMp (ribu) 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 29,60 22,76 28,13 22,88 27,18

68,2 Angka Harapan Hidup () 68,0 67,8 67,6 67,4 67,2 67,0 67,2 67,40 67,60 67,80 68,00 66,8

3400 3300 3337 Jumlah Puskesmas 3200 3100 3000 2985 3031 3094 3230 2900 2800 Pengeluaran Per Kapita (Ribu Rp) 630,0 628,0 626,0 624,0 622,0 620,0 618,0 616,0 614,0 628,71 626,81 623,64 621,11 619,7

Berdasarkan paparan di atas, terdapat bebarapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat 2. Bagaimana implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat. 1.3 Tujuan Panelitian Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua poin sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat 2. Mengkaji implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan arahan dan sebagai dasar pertimbangan antara lain: 1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. 2. Sebagai informasi dan studi pustaka kepada masyarakat, pemerintah, praktisi dan akademisi, khususnya tentang kajian pembangunan manusia di Jawa Barat. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dan penelitian meliputi beberapa hal. Pertama, memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia yang meliputi tiga aspek besar dalam penghitungan indeks pembangunan manusia yakni peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowladge), dan hidup layak (decent living). Adapun peluang hidup diukur dengan pendekatan kesehatan meliputi ketersediaan sarana kesehatan dan pelayan kesehatan. Sementara aspek pengetahuan diukur dengan pendekatan pendidikan yaitu ketersedian sekolah dasar dan menengah di 13

suatu wilayah. Sedangkan untuk aspek hidup layak memakai pendekatan variabel kemiskinan dan variabel PDRB per kapita. Selain ketiga aspek tersebut, dimasukkan juga sarana infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian suatu wilayah. Dengan memasukkan sarana infrastruktur dengan pendekatan panjang jalan, diduga akan memberikan pengeruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini hanya meneliti Provinsi Jawa Barat yang meliputi 25 Kabupaten Kota. Adapun Kabupaten Bandung Barat yang baru terbentuk tahun 2007 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandungtidak menjadi objek penelitian terkait dengan ketersedian data. Penelitian ini juga meneliti kebijakankebijakan yang diterapkan Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 2005-2009 dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat. 14