BAB I PENDAHULUAN. Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

Lisa Hulda Lessil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN. yang dinyatakan oleh Aristoteles bahwa manusia yang hidup bersama dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek budaya dalam hal ini adat-istiadat. Setiap bangsa di dunia memiliki adat istiadat masing-masing. Ketidaksamaan adat istiadat yang dimiliki menjadikan adat-istiadat menjadi unsur terpenting yang memberikan identitas kepada suatu bangsa. Jadi dapat dikatakan kita mengenal suatu bangsa melalui adat-istiadat (budaya) yang mereka lakukan. Kebudayaan muncul sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk mengekspresikan diri dan menjaga jati diri mereka. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. 1 Kebudayaan menurut Koentjaraningrat idealnya disebut adat tata kelakuan atau secara singkat disebut adat dalam arti khusus dan adat-istiadat dalam arti jamaknya. Hal ini menunjukan bahwa kebudayaan idealnya berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan 1 Arti kebudayaan yang dibahas dalam penulisan ini, lebih dibatasi kepada arti kebudayaan sebagai suatu sistim pemikiran yang meliputi sistim gagasan, konsep, kepercayaan, nilai dan makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia. Lihat E. B. Tylor dalam I Gede A. B Wiranata, Antopologi Budaya (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), 95. Band. dengan pengertian kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 130-131.

dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. 2 Kebudayaan yang dimiliki setiap bangsa merupakan warisan turun temurun yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan. Adat (budaya) yang dimiliki oleh semua suku bangsa selalu berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat setempat. Nilai-nilai yang terkandung dalam adat selalu dipertahankan untuk menjaga perilaku manusia supaya tetap ada pada nilainilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk menjaga sistim nilai yang ada dalam masyarakat itu maka, ada hukum adat yang mendasari semua tindakan. Sistim hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran masyarakatnya, yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum ditempat lain. 3 Hukum adat berasal dari adat istiadat yang merupakan himpunan kaidah-kaidah sosial yang ada sejak lama, merupakan tradisi dan dimaksudkan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Hukum adat bertujuan mewujudkan kebaikan bersama, jika terjadi penyimpangan maka akan diberikan sanksi sesuai dengan adat istiadat setempat. Dalam kehidupan sosial saat ini tidak semua ketetapan dan aturan hukum itu adil terkait dengan persoalan jender. Budaya kesadaran kepada kesetaraan laki-laki dan perempuan masih sempit lingkupnya. Cara yang ditempuh oleh suatu lingkup sosial dalam menjalani hidup, berpikir, merasakan serta berbagi kehidupan masih sangat ditentukan kaum laki-laki dengan norma dan aturan yang sulit diubah. Lakilaki selalu mendominasi dan perempuan selalu tersubordinasi. Ketimpangan sistim ini 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalis dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia 2002), 5-6 3 R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), 22.

telah berlangsung lama sehingga diterima begitu saja dan tidak dipermasalahkan. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran tentang demokrasi dan kesetaraan hak asasi individu maka pola relasi yang timpang ini mesti diubah sehingga ada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Maluku dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya akan adat-istiadat. Desadesa di Maluku masih tetap memelihara dan mempertahankan adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhur. Salah satu yang masih dipegang sampai saat ini adalah hukum adat. Hal ini masih dipertahankan sebab ketentuan itu dianggap sebagai salah satu cara yang baik untuk mengatur perilaku dan tatanan masyarakat adat. Masyarakat Maluku Barat Daya khususnya di pulau Moa memiliki hal yang menarik mengenai hukum adat. Dalam realitas kehidupan bersama, semua persoalan yang dihadapi warga diselesaikan melalui jalur adat. Semua persoalan tidak harus dilimpahkan kepada perangkat hukum pemerintah, baik persoalan perdata maupun pidana, baik ringan maupun berat. Bagi warga yang dinyatakan bersalah baik itu lakilaki dan perempuan akan diberikan sanksi adat atau denda adat. Besar-kecilnya denda adat tergantung dari besar-kecilnya kesalahan yang dibuat. Bahan-bahan yang biasanya dipakai untuk denda adat adalah emas bulan 4, sopi 5, kain tenun asli, kerbau, uang, dan baju adat/kebaya. Setelah benda-benda itu diberikan, maka persoalan dinyatakan selesai, kedua belah pihak hidup rukun kembali tanpa ada dendam. 4 Emas bulan merupakan benda adat, ini adalah emas asli yang diameternya berukuran satu jengkal orang dewasa. Pemberian emas hanya sebagai simbol, nantinya emas itu akan dikembalikan kepada keluarga laki-laki. 5 Tuak khas Maluku

Terkait dengan sanksi/denda adat yang telah disebutkan ada beberapa hal tambahan yang akan dikenakan kepada setiap anggota masyarakat yang kedapatan selingkuh, hamil dan menghamili di luar nikah. Jika kedapatan ada suami yang menjalin hubungan dengan perempuan lain (selingkuh) dan menghamilinya maka laki-laki itu wajib membayar sejumlah denda kepada pihak perempuan sebagai pertanggungjawabannya. Adapun denda yang harus diberikan yaitu beberapa pohon kelapa, dan sukun. Pihak perempuan yang diselingkuhi atau dihamili juga wajib membayarkan denda kepada istri sah dari laki-laki tersebut. Jika hubungan itu terjadi antara orang muda-mudi denda adat ini tetap berlaku dengan kesepakatan yang ditentukan. Jika tidak menikah akan dikenakan denda tetapi apabila pemuda bersedia menikahi sang gadis maka denda akan ditiadakan. Uang yang diberikan dalam proses denda diberikan kepada pihak pemerintah desa. Secara umum perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam keputusan penetapan denda, semua keputusan ditentukan oleh keluarganya dan tokoh adat yang semuanya laki-laki. Realitasnya perempuan sama sekali tidak terlibat dalam sistim pemerintahan desa dan adat. Aktifitas perempuan Moa adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Posisi seperti ini menyebabkan perempuan Moa termarginalisasi dan tersubordinasi dalam keluarga dan masyarakat tanpa mereka sadari. Denda adat dibuat dan diberlakukan secara turun temurun dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur hubungan sosial masyarakat, sehingga diharapkan selalu berada pada tatanan nilai dan norma. Penyelesaian persoalan yang terjadi lewat proses denda ini sudah menjadi sebuah hal mutlak yang dijunjung tinggi. Denda

merupakan warisan leluhur sehingga sistim ini diterima dan dijalankan begitu saja, tanpa dipertanyakan atau dipersoalkan adil atau tidak. Umumnya masyarakat berasumsi bahwa jika aturan hukum yang ada diterapkan dengan baik maka akan tercipta keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika kita membedah fakta sosial terkait persoalan kedudukan perempuan dalam denda adat terlihat adanya ketidakadilan yang diterima perempuan. Kedudukan perempuan dalam denda adat sangat lemah padahal, jika dilihat permasalahan yang terjadi memiliki dampak yang siknifikan bagi perempuan. Perempuan yang selingkuh dan hamil di luar pernikahan merupakan hal yang tabu bagi masyarakat sehingga semua itu berdampak bagi kehidupannya secara pribadi. Dampak yang diterima yaitu dampak fisik diamana ada tindak kekerasan dari keluarga. Dampak material dimana semua biaya kehidupannya dan anak harus ditangani sendiri. Dampak lain yang juga harus diterima perempuan yaitu dampak sosial: ia menjadi tersisih dari lingkungan, bahan ejekan, cercaan dan gunjingan masyarakat. Dampak psikologis: tertekan, depresi, ditolak. Dampak religius: tidak ikut serta dalam persekutuan ibadah sebab dipandang sebagai orang berdosa. Dampak kepada perempuan akan terus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan, laki-laki yang terlibat perselingkuhan setelah membayarkan denda adat akan bebas. Laki-laki tidak bertanggungjawab kepada anak hasil perselingkuhan tersebut. Prinsipnya denda adat telah dilaksanakan maka persoalan selesai. Ketidakadilan jender menyentuh semua dimensi kehidupan: kultural, religiusinstitusional, idiologi-politis, ekonomi, dan ekologi. Budaya patriarkhi yang kuat dalam masyarakat menjadikan kaum perempuan tanpa sadar mendukung dan

melestarikan hal-hal yang sebenarnya menjadikan dirinya kehilangan posisi yang semestinya dalam masyarakat dalam hal kesetaraan jender. Pembayaran denda adat yang dilakukan adalah upaya manghargai perempuan namun tanpa disadari itu menindas perempuan. Perempuan tidak dapat mengambil keputusan terkait hidupnya, sebab segala sesuatu telah ditentukan oleh masyarakat. Kedudukan laki-laki dan perempuan telah dibingkai secara sempit, apa yang dilakukan dan apa yang tidak. Sifat-sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan dibentuk oleh keadaan sosial maupun budaya atau yang biasa dikenal dengan jender. Jender melahirkan beberapa anggapan mengenai peran sosial, budaya laki-laki dan perempuan. Misalnya perempuan cantik, emosional, lemah-lembut, keibuan dan lain-lain. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa dan lain-lain. 6 Bentuk-bentuk ketidakadilan jender sering terjadi di sekitar kita tetapi tidak dianggap sebagai suatu masalah karena kurang adanya kesadaran dan sensivitas terhadapnya. Bentuk-bentuk ketidakadilan jender antara lain: stereotip, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban kerja ganda. 7 Presistensi jender yang dimiliki setiap orang sangat tergantung kepada pranata sosial, antara lain: adat, kebiasaan, kultur, lingkungan, bagaimana mendidik dan membesarkan anak, lingkungan dan peran jender, struktur yang berlaku dan kekuasaan. 8 Jadi dapat dikatakan pemikiran 6 Happy Budi Febriasih et. al., Jender dan Demokrasi (Malang: Averroes Press, 2008), 11. 7 Ibid., 18. 8 Widy N. Hastanti, Diskriminasi Jender-Potret Perempuan Dalam Hegemoni Laki-laki (Yogyakarta: Hanggar Kreator), 60.

dan perilaku jender yang dimiliki oleh seseorang turut dibentuk juga oleh lingkungan dimana seseorang lahir, tumbuh dan berkembang. Pemikiran masyarakat Moa masih terbingkai dalam dominasi kaum laki-laki. Hal ini berpengaruh terhadap penetapan keputusan-keputusan dalam adat. Keputusan dalam denda adat hubungan di luar nikah idealnya sebagai wujud penghargaan bagi perempuan malah menjadi sebuah keputusan yang melemahkan kedudukan perempuan. Denda adat telah berlangsung lama di Moa, karena itu diterima dan dilakukan sebagai sebuah keharusan untuk menjaga tatanan kehidupan sebagai masyarakat adat. Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka penulis mengangkat judul tesis ini: KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ADAT (Suatu Kajian dari Perspektif Keadilan Jender terhadap Denda Adat di Moa-Maluku Barat Daya) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka rumusan masalah yang diteliti adalah: 1. Bagaimana pemberlakuan denda adat dalam masyarakat Moa menyangkut hubungan di luar nikah? 2. Bagaimana kedudukan perempuan dalam denda adat menyangkut hubungan di luar nikah dalam masyarakat Moa?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian tesis ini adalah: 1. Mendeskripsikan pemberlakuan denda adat dalam masyarakat Moa menyangkut hubungan di luar nikah. 2. Mendeskripsikan kedudukan perempuan dalam denda adat menyangkut hubungan di luar nikah dalam masyarakat Moa. 1.4. Pembatasan Masalah Karena luasnya sistim denda adat yang ada desa-desa di pulau Moa, maka penulis membatasi masalah hanya pada kedudukan perempuan dalam denda adat khususnya denda hubungan di luar pernikahan. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi pikir sebagai berikut: 1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dalam memahami kedudukan perempuan dalam budaya lokal dan sebagai jalan masuk bagi studi-studi terkait Jender dan Feminis. 2. Penelitian ini sangat terkait dengan eksistensi dari kaum perempuan dalam konteks budaya lokal (denda adat) di masyarakat Moa, dan juga sistim sosial kemasyarakatan. Sebab itu diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat bagaimana mempertahankan adat istiadat namun

tetap menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan. 3. Gereja sebagai bagian pembina masyarakat agar memberikan pemahaman yang membentuk atau memberikan kepekaan terhadap nilai nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Terutama sosialisasi tentang keadilan dan kesetaraan jender dalam masyarakat 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif ini dipilih sebab dapat mengungkap dan memahami sesuatu fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. 9 Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kedudukan perempuan dalam denda Adat di pulau Moa. 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data Untuk memperoleh data penelitian maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Wawancara, peneliti melakukan wawancara langsung dan mendalam dengan informan yang dianggap penting untuk memberi pandangan terkait dengan 9 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remadja Rosdakarya, 2012), 6.

masalah yang diteliti. 10 Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat (pemerintah desa, tetua adat). Selain itu juga wawancara dilakukan dengan anggota masyarakat, perempuan dan laki-laki yang terkena denda adat. Pengamatan manusia pada hakikatnya terbatas oleh sebab itu pengambilan dokumentasi berupa foto-foto yang dianggap penting untuk mendukung hasil penelitian. 11 2. Studi Pustaka, penelitian ini juga menggunakan bahan-bahan tertulis untuk memperoleh informasi melalui buku, jurnal atau materi-materi tertulis lainnya, yang berkaitan tentang masalah penelitian ini. 1.6.3 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh melalui wawancara dan studi pustaka, selanjutnya akan dijelaskan dan diuraikan dalam bentuk deskripsi, dengan menggunakan landasan teori sebagai pisau analisis. Kesimpulan dari analisis merupakan temuan baru dari hasil penelitian. 1.7 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung dari tanggal 01 November- 15 Desember 2012. Penelitian ini berlokasi di daerah Maluku Barat Daya (MBD), khususnya pulau Moa bagian Barat di desa Patti, Wakarleli, Kaiwatu, Werwaru, Upunyor. 10 Ibid., 189. 11 Ibid., 180.

1.8 Defenisi Istilah- Istilah 1. Kedudukan adalah: Posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial atau dapat dikatakan merupakan tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, dan hakhak serta kewajiban-kewajibannya. 12 2. Perempuan: Istilah perempuan digunakan dengan pertimbangan bahwa perempuan secara substansial dan etimologis mempunyai perbedaan dengan wanita, walaupun seringkali kedua istilah tersebut maknanya dianggap sama oleh masyarakat. Istilah perempuan berasal dari bahasa melayu empu (induk) yang artinya memberi hidup, sedangkan istilah wanita bersumber dari istilah vanity yang artinya yang diinginkan (oleh kaum laki-laki) atau sebagai objek pemuas. 13 3. Denda Adat adalah: Sanksi dalam Hukum Adat terhadap pelanggaran yang terjadi di masyarakat Moa- Maluku Barat Daya. 4. Keadilan Jender adalah: Suatu Perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dn politik terhadap suatu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan jender berarti tidak ada lagi stereotip, marginalisasi, subordinasi kekerasan dan beban ganda terhadap perempuan dan laki-laki. 12 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1996), 264-265. Bnd. Kamus Besar Bahasa Indonesia., 245. 13 Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan (Yogyakarta: Ombak, 2008), 24-25.

1.9 Sistimatika Penulisan Secara garis besar, penelitian tesis ini akan disusun dalam Empat bab dengan sistimatika sebagai berikut: Pada Bab I. Pendahuluan, berisikan tentang uraian mengenai Latar Belakang dari penulisan tesis ini, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Waktu dan Lokasi Penelitian, Penjelasan Istilah-istilah dan Sistimatika penulisan. Bab II. Kedudukan Perempuan dalam Adat, menjelaskan berbagai teori tentang kedudukan perempuan dalam adat. Bab ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Adat, Patriarkhi dan Kedudukan perempuan, Jender dan Ketidakadilan jender, Agama dan Adat. Bab III. Pelaksanaan Denda Adat dan Kedudukan Perempuan dalam Denda Adat Hubungan di Luar Nikah di Masyarakat Moa. Penulis memaparkan hasil penelitian dan analisis data lapangan. Bagian ini terdiri dari tiga bagian yaitu Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Denda Adat, Kedudukan Perempuan. Hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan memakai landasan teori. Bab IV. Refleksi Kritis Teologis tentang Denda Adat Masyarakat Moa. Bab V. Penutup, yang berisi Simpulan dan Saran.