MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: BATAVIASCHE VERKEERS MAATSCHAPPIJ NV. (BVM). NASIONALISASI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1951 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UANG MUKA. BANK INDONESIA. PEMBERIAN SURAT KUASA PENGAMBILAN KEPADA MENTERI KEUANGAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1954 TENTANG PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTRIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN-TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: PERATURAN GAJI MILITER PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG MENGADAKAN OPSENTEN ATAS CUKAI BENSIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia,

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN MENGENAI BANK RAKYAT INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TENTANG BANK RAKYAT INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 29 TAHUN 1964 (29/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia Serikat,

SERA DAN VAKSIN. LEMBAGA PASTEUR DI BANDUNG. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Tentang: PERPANJANGAN JANGKA WAKTU MASA-KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH YANG TERBENTUKBERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) Nomor: 17 TAHUN 1968 (17/1968) Tanggal: 18 DESEMBER 1968 (JAKARTA) Sumber: LN 1968/70; TLN NO. 2870

KOMISI URUSAN PERBURUHAN. PEMBUBARAN.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 36 TAHUN 1953 (36/1953) 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/86; TLN NO.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1953 (27/1953) Tanggal: 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/77; TLN NO. 482 Tentang: Indeks: PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGHENTIAN BERLAKUNYA "INDISCHE MUNTWET 1912" DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA UANG" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 20 TAHUN 1951 (LEMBARAN-NEGARA NOMOR 95 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG MATA UANG. INDISCE MUNTWET 1912. PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Pemerintah dengan menggunakan haknya termaktub dalam Pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan "Undang-undang Darurat tentang penghentian berlakunya "Indische Muntwet 1912" dan penetapan peraturan baru tentang mata uang" (Undang-undang Darurat Nomor 20 tahun 1951); b. bahwa peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang; Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGHENTIAN BERLAKUNYA "INDISCHE MUNTWET 1912" DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA UANG" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 20 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG. PASAL I Peraturan-peraturan yang termaktub dalam "Undang-undang Darurat tentang penghentian berlakunya "Indische Muntwet 1912" dan penetapan peraturan

baru tentang mata-uang" (Undang-undang Darurat No. 20 tahun 1951) ditetapkan sebagai undang-undang yang berbunyi sebagai berikut. UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHENTIAN BERLAKUNYA "INDISCHE MUTWET 1912" DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA-UANG. Pasal 1 (1) Pada hari undang-undang ini mulai berlaku "Indische Muntwet 1912" (Staatsblad Negeri Belanda No. 325, Staatsblad Indonesia No. 610) seperti kemudian telah diubah dan ditambah, terakhir dengan ordonansi tertanggal 23 Nopember 1944 (Staatsblad Indonesia No. 6), dihentikan berlakunya, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang bersangkutan tetap berlaku sepanjang dan selama seperti yang ditetapkan dalam Pasal-pasal yang berikut ini. (2) Sisa kekayaan Dana (Dana Uang), yang dibentuk berdasarkan Pasal 4 "Indische Muntwet 1912", diurus oleh Menteri Keuangan menurut peraturan yang akan ditetapkan tersendiri, sedangkan kewajiban-kewajiban yang masih ada timbal-balik antara Dana tersebut dan Negara ditiadakan. Pasal 2 (1) Mulai hari satu bulan sesudah undang-undang ini mulai berlaku uang logam yang dikeluarkan berdasarkan "Indische Muntwet 1912", kecuali uang tembaga, dicabut sifatnya sebagai alat pembayar yang sah, untuk uang tembaga waktu ini akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (2) Sesudah hari tersebut dalam ayat 1 uang logam termaksud pertama tidak dapat lagi diberikan atau diterima untuk pembayaran, kecuali untuk pembayaran kepada Kas Negeri. (3) Pada suatu saat yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Pasal yang berikut, uang logam yang termaksud dalam ayat 1 ditarik dari peredaran. Pasal 3 (1) Penarikan uang yang termaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dari peredaran akan diatur lebih lanjut dan selekasnya oleh Menteri Keuangan. (2) Penarikan uang tersebut dari peredaran berakibat bahwa uang itu tidak dapat lagi dipakai untuk pembayaran kepada Kas Negeri, akan tetapi masih dapat ditukarkan pada Kas Negeri selama suatu waktu yang terbatas. Pasal 4 (1) Satuan hitung dari uang di Indonesia adalah rupiah. Sebagai singkatannya harus dipakai tanda Rp.

(2) Rupiah Indonesia terbagi menjadi 100 sen. Pasal 5 (1) Uang logam Indonesia yang sah adalah: a. dari nekel : uang lima puluh sen b. dari aluminium : uang dua puluh lima sen uang sepuluh sen uang lima sen uang satu sen. Mata uang ini mempunyai sifat alat pembayar yang sah sampai jumlah yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (2) Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan yang timbul pada suatu ketika dapat dikeluarkan uang kertas Pemerintah dari Rp. 1,- dan Rp. 2,50. (3) Uang kertas Pemerintah dari lembaran selainnya Rp. 1,- dan Rp. 2,50 sementara tetap mempunyai sifat alat pembayar yang sah, akan tetapi lambat-laun akan ditarik dari peredaran oleh Menteri Keuangan. (4) Menteri Keuangan berhak melanjutkan pengeluaran uang kertas Pemerintah dari 10 sen dan 25 sen sebagai tindakan peralihan, sampai di dalam peredaran ada cukup uang logam menurut ayat 1 Pasal ini. Pasal 6 Pembuatan uang logam dan uang kertas Pemerintah yang termaksud dalam Pasal 5 hanya dapat dilakukan oleh atau atas nama Pemerintah. Pasal 7 (1) Memberikan atau menerima uang logam dan uang kertas Pemerintah lain dari yang tersebut dalam Pasal 5, sebagai pembayaran di Indonesia, dilarang, kecuali berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 11. (2) Uang logam yang palsu, dipalsukan atau rusak tidak diterima untuk pembayaran pada Kas-kas Negara. Tidak seorang pun dapat diwajibkan menerima uang-uang ini. Dalam arti uang logam rusak tidak termasuk uang yang semata-mata karena lama dipakai ternyata menjadi kurang timbangannya. (3) Uang kertas Pemerintah yang palsu atau dipalsukan tidak diterima untuk pembayaran pada Kas-kas Negara. Untuk uang kertas Pemerintah yang hilang atau hancur sekali-kali tidak diberikan penggantian kerugian. Untuk bagianbagian dari uang kertas Pemerintah (uang kertas Pemerintah yang rusak) tidak diberikan pengganti kerugian kecuali dengan jaminan-jaminan sedemikian rupa yang dianggap perlu oleh Menteri Keuangan untuk menghindarkan kerugian bagi Negara. (4) Pegawai Negeri yang berkewajiban menerima uang untuk Kas badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintan diharuskan menyita uang logam dan uang kertas Pemerintah yang masuk dan diduga palsu atau dipalsukan dan dengan segera harus memberitahukan hal ini kepada jaksa dengan menyerahkan uang tersebut.

Pasal 8 Lukisan pada uang nekel dan aluminium ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 9 Uang logam yang tersebut dalam Pasal 5 mempunyai kadar, berat dan garistengah, demikian pula keluasan di atas atau di bawah kadar dan berat yang diizinkan, sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 10 Tiap perbuatan yang mengenai uang atau mempunyai tujuan pembayaran ataupun kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, jika dilakukan di Indonesia, dianggap dilakukan dengan uang rupiah Indonesia, kecuali jika dengan tegas diadakan ketentuan lain dan kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 11. Pasal 11 Di daerah-daerah tertentu di Indonesia, yang akan ditunjuk dengan Peraturan Pemerintah, dapat juga diterima atau diberikan untuk pembayaran uang logam lain dari yang tersebut dalam Pasal 5, jika perlu dengan menyampingkan uang logam dan uang kertas Pemerintah yang termaksud dalam Pasal 5 itu, akan tetapi hanya selama waktu yang ditetapkan dalam Peraturan tersebut. PASAL II Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 3 Oktober 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran- Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 18 Desember 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SUKARNO

MENTERI KEUANGAN, ttd ONG ENG DIE Diundangkan pada tanggal 28 Desember 1953 MENTERI KEHAKIMAN, ttd JODY GONDOKUSUMO MEMORI PENJELASAN MENGENAI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGHENTIAN BERLAKUNYA "INDISCHE MUNTWET 1912" DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA UANG" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 20 TAHUN 1951 (LEMBARAN-NEGARA NOMOR 95 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG BAGIAN UMUM. Pada azasnya dirasa perlu, bahwa Indonesia selekas-lekasnya mempunyai uang logam sendiri, dan menghapuskan sifat alat pembayaran yang sah dari uang logam yang berasal dari zaman sebelum penyerahan kedaulatan. Hal yang akhir ini lebih-lebih mendesak, oleh karena uang logam yang "lama" itu sekarang mempunyai harga logam instrinsik, yang melebihi harga nominalnya, sehingga timbul akibat-akibat yang tidak dikehendaki, terutama di daerah-daerah misalnya Bali dimana uang logam ini masih banyak dipakai sebagai alat pembayaran. Selama uang "lama" itu masih menjadi alat pembayaran yang sah, maka menurut hukum tidaklah diperkenankan mengadakan perbedaan antara pembayaran dengan uang logam dan dengan uang kertas; akan tetapi kenyataan tidak dapat diabaikan, bahwa dengan ukuran yang layak pembayaran dengan uang perak yang harga instrinsiknya jauh lebih tinggi dari harga nominalnya ekonomis tidak dapat disamakan dengan pembayaran sejumlah sama dengan uang kertas, yang semata-mata hanya merupakan harga nominalnya saja. Pada hakekatnya hal ini memang telah membawa akibat, bahwa, kecuali di beberapa daerah dimana sekarangpun uang logam masih tetap mempunyai

arti yang penting dalam perhubungan masyarakat berdasarkan adat-istiadat lama, pada umumnya uang logam telah hilang dari peredaran, hingga penghapusan sifat alat pembayaran yang sah dari uang logam ini tidak lain artinya daripada mengesahkan suatu keadaan yang telah umum, dimana uang logam "lama" yang sekarang diizinkan oleh Undang-undang dapat dihargai menurut harga logamnya. Sebaliknya Pemerintah tidak mau mengajukan Undang-undang ini sebelum ada kepastian, bahwa di samping pencabutan uang logam "lama" sebagai alat pembayaran yang sah dapat diedarkan uang logam Indonesia yang baru. Pemerintah merasa gembira dapat mengumumkan di sini, bahwa dalam waktu satu tahun dapat disediakan sejumlah uang pecah dari aluminium sampai seharga Rp. 85.000.000,- yakni mata uang dari lima sen, sepuluh sen dan duapuluh lima sen sampai sejumlah berturut-turut Rp. 10,000.000.-, Rp. 25.000.000,- dan Rp. 50.000.000,- nominal. Dapat diharapkan bahwa dengan ini akan dipenuhi suatu kebutuhan Indonesia dalam lapangan monetair, yang sangat mendesak. Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 19 ayat 1 Persetujuan Keuangan dan Perekonomian pada Konperensi Meja Bundar telah diadakan permusyawaratan tentang Undang-undang ini lebih dahulu dengan Nederland. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat 1. "Indische Muntwent 1912" bersama ini dihentikan berlakunya dan tidak dicabut, oleh karena dibutuhkan waktu peralihan sampai tercapai keadaan, dimana uang logam "lama" seluruhnya telah hilang dari peredaran. (lihat Pasal 2 dan Pasal 3 ayat 2). Sepanjang ketentuan-ketentuan dalam "Indische Muntwet 1912" harus diganti dengan yang baru, maka hal ini terjadi dalam pasal-pasal yang berikut; dalam pada itu diambil pedoman bahwa sebanyak mungkin dasar-dasar umum dengan konkrit dimuat dalam Undang-undang, sedangkan peraturan pelaksanaannya lebih dari yang sudah diserahkan kepada menteri Keuangan; dalam penjelasan mengenai pasal-pasal yang berikut hal ini akan diterangkan lebih lanjut. Ayat 2. Ayat ini menetapkan perlakuan terhadap, apa yang disebut Dana Uang, yang pembubarannya ditentukan dalam pasal ini, sedangkan suatu Dana Uang baru tidak akan didirikan. Hal ini perlu diterangkan lebih lanjut. Undang-undang yang lama, Pasal 4, mengadakan suatu rekening, yang berbunyi: "Dana dari untung bersih, yang didapat dari pembuatan uang untuk

Hindia Belanda" (apa yang disebut Dana Uang). Untuk Dana ini dibukukan keuntungan yang didapat dari pembuatan uang dan pada Dana tersebut dibebankan kerugian yang diderita berhubung dengan peleburan uang. Menurut sistim ini pembuatan uang dimasukkan sebagai pendapatan dalam anggaran belanja sampai jumlah harga nominalnya dan ongkosnya serta keuntungan yang diserahkan kepada Dana Uang dimasukkan sebagai pengeluaran, sehingga akhirnya anggaran belanja menjadi "bersih". Dalam hal peleburan uang terjadi sebaliknya, sedangkan dalam hal melebur dan membuat lagi uang itu kedua peristiwa tersebut terjadi bersama-sama. Hasil dari tindakan ini ialah bahwa pada saat ini tidak terhitung utang dan piutang terhadap Negara yang masih harus dibukukan secara formil. Dana uang itu mempunyai kekayaan yang agak besar juga (nominal dalam obligasi Negara dan surat perbendaharaan kira-kira f. 53 juta di Negeri Belanda dan kira-kira Rp. 3 juta di Indonesia), yang harus diselesaikan oleh Menteri Keuangan dan dengan begitu akhirnya akan menguntungkan anggaran belanja. Dalam pada itu adalah menjadi maksud untuk memberati sisa kekayaan itu pada azasnya pertama-tama dengan ongkos-ongkos pembuatan uang logam Indonesia yang baru, dengan jalan membayarkan uang dari Dana Uang kepada anggaran belanja dan kemudian membayarkan uang lain untuk memperkuat keuangan Negara; di samping itu ada maksud untuk menyerahkan hasil penjualan logam uang (perak) di luar negeri kepada kekayaan Dana tersebut. Selanjutnya ada maksud pula tidak mendirikan Dana Uang baru, oleh karena administrasi pengeluaran uang logam baru akan disamakan dengan cara yang dilakukan terhadap uang kertas Pemerintah. Dengan demikian harga nominal uang yang beredar akan dimasukkan dalam utang Negara berjangka pendek. Cara baru yang diusulkan adalah lebih baik dari yang lama oleh karena sederhananya; cara yang lama yang menghendaki kesempurnaan yang memerlukan macam-macam pembukuan administratif dalam anggaran dan tata usaha comptabel istimewa yang sangat sulit, tidaklah dipakai lagi. Pasal 2 Masih sebulan sesudah Undang-undang ini berlaku uang "lama" tetap mempunyai sifat alat pembayaran yang sah, jadi masih dapat dipakai sepenuhnya dalam peredaran uang. Sesudah tanggal itu uang "lama" tidak dapat lagi dipakai sebagai alat pembayaran yang sah, kecuali untuk pembayaran kepada Kas Negeri, dan mulai saat yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan uang itu dapat ditukarkan jadi tidak untuk pembayaran pada Kas Negeri. Ini berlaku terhadap uang emas, uang perak dan uang nekel yang "lama". Untuk sementara dipandang perlu tidak menghapuskan uang tembaga sebagai alat pembayaran yang sah, oleh karena uang sen itu juga dengan resmi tetap dipertahankan sebagai satuan hitung yang terkecil dan belum

dapat disediakan uang sen Indonesia yang baru. Pasal 3 Pasal ini memuat penyelenggaraan Pasal 2, yaitu, untuk melancarkan pekerjaan diberikan kuasa kepada Menteri Keuangan untuk mengambil tindakan yang perlu agar supaya uang logam "lama" lambat laun dapat ditarik dari peredaran. Pasal 4 Singkatan Rp. dipilih sesuai dengan nasehat yang diterima dari De Javasche Bank dan beberapa bank lain. Pasal 5 Pembuatan uang lima puluh sen dari nekel dan satu sen dari aluminium belum berhasil; dalam hal ini Menteri Keuangan tetap berusaha. Oleh karena pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara uang logam dan uang kertas Pemerintah sebagai alat pembayaran atas dasar kepercayaan, yang dikeluarkan oleh Negara dan untuk kedua macam alat pembayaran akan dilakukan cara administrasi yang sama, maka rupanya adalah benar sebagai sistim, dan bahkan menjadi keharusan memasukkan pula dalam Undangundang sekarang ini azas-azas dari pengeluaran uang kertas Pemerintah. Dengan ini diadakan garis batas yang prinsipiel, yaitu, bahwa hingga jumlah dari uang tanda ("tekenmunt") "lama" yang tertinggi yakni Rp. 2.50, pembuatan uang dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan kebutuhan akan lembaran uang yang lebih tinggi, dipenuhi dengan pengeluaran uang kertas bank; garis batas ini diadakan berdasarkan pasal 14 "Javasche Bankwet 1922", dimana kepada De Javasche Bank diberikan kuasa mengeluarkan uang kertas sampai harga paling rendah f. 5. setiap lembaran. Pasal 6 dan 7 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 8 dan 9 Faktor-faktor yang termuat dalam pasal-pasal ini sampai sekarang dimuat dalam Undang-undang; dalam rancangan ini, urusan ini diserahkan kepada Menteri Keuangan guna lancarnya pekerjaan pada waktu menyiapkan pembuatan uang. Pasal 10 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 11 Pada saat ini di daerah Riau beredar uang Straits $ sebagai alat pembayaran; keadaan perekonomian di Riau tidak memungkinkan menjadikan uang rupiah

sebagai alat pembayaran yang sah di sana. Pemerintah bermaksud tiap kali mempertimbangkan untuk masa satu tahun apakah Straits $ di Riau akan dipertahankan sebagai alat pembayaran yang sah atau tidak. Diketahui: MENTERI KEHAKIMAN, DJODY GONDOKUSUMO. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1953 YANG TELAH DICETAK ULANG