BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit

DEA YANDOFA BP

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan. secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai

BAB I PENDAHULUAN. bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan penyediaan energi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal.

PENDAHULUAN. dalam kandungan disertai dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I PENDAHULUAN. Program Millenium Development Goals (MDG s) yang terdiri dari delapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Fun (UNICEF), dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui. SK.Menkes No.450/Menkes./SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran hidup, sesuai dengan target pencapaian Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB 1 PENDAHULUAN. (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir,sedangkan diare akut adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekitar 36% selama periode Berdasarkan hasil Riskesdas. Provinsi Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah gizi yang paling utama di Indonesia pada saat ini adalah kurang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. kematian anak. Derajat kesehatan suatu negara dapat diukur dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mamae

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan

1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2010. Angka ini sama dengan AKN pada tahun 2007 dan hanya menurun 1 point dibanding Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 yaitu 20 per 1.000 kelahiran hidup. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan hasil SDKI tahun 2012, proporsi penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan yang tertinggi adalah karena diare yaitu sebesar 42%, diikuti pneumonia 24%, meningitis/ensefalitis 9%, kelainan saluran pencernaan sebesar 7%, kelainan jantung dan hidrosefalus 6%, sepsis 4%, tetanus 3%, dan penyebab lain-lain (malnutrisi, TB, campak) sebesar 5% (Haryono dan Setianingsih, 2014). Bayi yang baru lahir atau neonatus adalah bayi yang berusia kurang dari 28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan bayi memiliki risiko tinggi untuk mengalami kematian. Dengan demikian penting untuk memperhatikan pemberian makanan dan perawatan yang tepat selama periode ini dalam meningkatkan peluang bayi bertahan hidup dan memulai hidup sehat (WHO, 2016). Bayi baru lahir memiliki sistem kekebalan yang belum matang dan inadekuat saat lahir. Sistem imun manusia mulai dibentuk dan berkembang pada masa janin. Sistem imun bayi berkembang selama setidaknya 2 tahun pertama kehidupan. Keseluruhan, bayi memiliki kemampuan yang terbatas untuk

merespon secara efektif dan cepat terhadap mikroorganisme yang menyebabkan bayi terus menerus rentan terhadap infeksi (Lawrence and Lawrence, 2011). Bayi sangat sensitif terhadap antigen makanan, sebagian disebabkan karena ketidakmatangan imunitas saluran pencernaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kematangan imunitas mukosa usus terjadi pada awal masa bayi dan sekresi IgA (siga) disekresikan oleh mukosa usus sebagai mekanisme pertahanan terhadap antigen eksternal. Selain itu, siga ASI kolostrum memiliki peran penting sebagai barier spesifik terhadap antigen eksternal mukosa usus (Maruyama et al, 2009). SIgA mukosa usus penting pada awal kehidupan untuk mengeliminasi patogen dan pengembangan toleransi oral terhadap bakteri komensal usus. Meskipun IgA dapat dideteksi dalam tinja bayi ASI, kemampuan bayi untuk menghasilkan IgA selama periode ini masih terbatas. Imunitas pasif disediakan untuk bayi melalui IgA dan peptida antimikroba lainnya dalam ASI, khususnya kolostrum. ASI juga menyediakan sumber bakteri hidup yang membantu dalam pembentukan awal microbiota usus. Ada hubungan mutualisme antara IgA usus dan bakteri komensal usus yaitu paparan mikroba merangsang produksi IgA pada bayi dan pada gilirannya IgA mengatur komposisi microbiota bayi. Produksi IgA pada bayi yang diberi susu formula terjadi lebih lambat dan memiliki kadar yang lebih rendah pada tahun pertama kehidupan (Battersby and Gibbons, 2013; Bridgman et al, 2016). Antibodi dalam ASI ditargetkan terhadap agen infeksi di lingkungan ibu, yang mungkin ditemui oleh bayi segera setelah lahir. Sehingga menyusui merupakan integrasi imunitas ibu dan bayi. Mukosa merupakan jalan masuk

sebagian besar agen infeksi, dan periode neonatal rentan pada periode ini. Patogen mukosa adalah penyebab kematian utama anak di bawah usia 5 tahun dan menjadi penyebab 14 juta lebih kematian setiap tahunnya. Penyakit diare terjadi pada 5 juta anak per tahunnya di negara berkembang. Data epidemiologis menunjukkan bahwa risiko kematian akibat diare dapat dikurangi 14-24 kali pada bayi yang diberi ASI (Turin and Ochoa, 2016). Diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada bayi dan balita dapat dicegah dengan pemberian ASI. Didalam ASI, komponen sistem imun berfungsi sebagai faktor bakteriologik khususnya pada saluran pencernaan dan pernafasan. Ada hubungan yang kuat antara jenis makan terhadap pengembangan sistem imun. Bayi yang diberi ASI terbukti lebih jarang mengalami penyakit infeksi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Perkembangan sistem imun bayi yang mendapat ASI lebih baik dari bayi yang mendapat susu formula (Jafarzadeh et al, 2007; IDAI, 2008; Walyani dan Purwoastuti, 2015). Manfaat ASI bagi neonatus tampak dalam kemampuan daya imunitas yang dimiliki bayi. Hasil penelitian Nurmiati dan Besral (2008) menemukan fakta bahwa durasi pemberian ASI sangat mempengaruhi ketahanan hidup bayi di Indonesia. Bayi yang disusui dengan durasi 6 bulan atau lebih memiliki ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik daripada bayi yang disusui kurang dari 4 bulan, dan bayi yang disusui 4-5 bulan memiliki ketahan hidup 2,6 kali lebih baik dari pada bayi yang disusui kurang dari 4 bulan setelah dikontrol dengan jumlah balita dalam keluarga dan tempat tinggal. Hasil penelitian Jafarzadeh, et al (2007) menjelaskan bahwa anak-anak yang diberi ASI memiliki kadar IgA saliva secara signifikan lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang diberi susu formula.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bridgman et al (2016) dijelaskan bahwa ada hubungan antara kadar IgA fecal bayi 4 bulan setelah lahir dengan status menyusui, kadar IgA meningkat dengan pemberian ASI Eksklusif. Selain itu, menurut IDAI (2008) ASI mengandung bermacam-macam zat anti baik yang seluler maupun yang humoral, sehingga mortalitas dan morbiditas neonatus yang minum ASI lebih rendah dari pada yang minum susu formula. Pemberian ASI Eksklusif pada beberapa bulan pertama dapat menurunkan risiko kematian akibat diare sebesar 3,9 kali dan kematian akibat infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) sebesar 2,4 kali. Dengan ASI Eksklusif, 55 % dari kematian bayi akibat penyakit diare dan ISPA dapat dicegah pada bayi umur 0-3 bulan dan 66 % pada bayi umur 4-11 bulan di Amerika Latin (Haryono dan Setianingsih, 2014). World Health Organization (WHO) telah mengkaji atas lebih dari 3.000 penelitian menunjukkan pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal untuk pemberian ASI Eksklusif dan melanjutkannya untuk waktu dua tahun atau lebih. Di Indonesia setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI Eksklusif (Haryono dan Setianingsih, 2014). Data Trend menunjukkan prevalensi pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia kurang dari enam bulan di negara-negara berkembang meningkat dari 33% pada tahun 1995 menjadi 39% pada tahun 2010 (Cai, et al, 2012). Capaian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI Eksklusif adalah 42%. Sedangkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi tahun

2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan SDKI tahun 2012, pemberian ASI Eksklusif umur 0-1 bulan sebesar 50,8%, umur 2-3 bulan sebesar 48,9%, umur 4-5 bulan sebesar 27,1% dan umur 6-8 bulan sebesar 3,4%. Memperlihatkan hal ini, tidak menutup kemungkinan penggunaan ASI sebagai nutrisi utama pada bayi akan lambat mencapai target yang diharapkan, sehingga permasalahan kesehatan pada bayi semakin sulit untuk ditekan. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Sumatera Barat tahun 2014 pemberian ASI Eksklusif mencapai angka 62,6 % dan berada diatas angka nasional (54,3%) dan global (39%) tetapi masih perlu upaya dalam meningkatan pemberian ASI Eksklusif agar mencapai target pemberian ASI yaitu 80%. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 Kecamatan Koto Tangah dan Kecamatan Kuranji merupakan wilayah di kota Padang dengan cakupan ASI Eksklusif tertinggi dan kejadian diare tertinggi. Cakupan ASI Eksklusif di kecamatan Koto Tangah sebesar 69,58% dan kejadian diare sebesar 766 kasus. Sedangkan di kecamatam Kuranji cakupan ASI Eksklusif sebesar 75% dan kejadian diare sebesar 389 kasus. Terdorong karena tingginya infeksi saluran cerna yang disebabkan imaturitas saluran cerna neonatus, belum tercapainya cakupan ASI Eksklusif yang rata-rata bayi mengkonsumsi susu formula atau gabungan keduanya, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan kadar secretory immunoglobulin A antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran, sehingga bila ditemukan kesenjangan yang mengarah patologis dapat dilakukan upaya promotif untuk mengatasi masalah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan kadar secretory immunoglobulin A antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran. 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui perbedaan kadar secretory immunoglobulin A antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui perbedaan kadar secretory immunoglobulin A usia 0 hari antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 2. Untuk mengetahui perbedaan kadar secretory immunoglobulin A usia 28 hari antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 3. Untuk mengetahui perbedaan kadar delta secretory immunoglobulin A antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Akademis Diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai bagaimana perbedaan kadar secretory immunoglobulin A antara feses neonatus yang mendapat asi eksklusif dan tidak mendapat asi eksklusif. Selama 28 hari terjadi penurunan di kedua kelompok namun pada kelompok ASI campuran memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan kelompok ASI penuh. Penurunan kadar siga feses bayi disebabkan kadar siga ASI matur lebih rendah dibandingkan ASI kolostrum, sumber utama siga selama periode neonatus hanya dari ASI saja.

1.4.2 Klinis Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat berperan memberikan pendidikan kesehatan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi karena dapat mencegah dan menurunkan penyakit infeksi pada bayi. 1.4.3 Pengembangan Penelitian Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang perbedaan kadar secretory immunoglobulin A antara feses bayi yang mendapat ASI eksklusif dan tidak mendapat ASI Eksklusif dengan waktu penelitian lebih lama yaitu sampai bayi berusia 6 bulan. 1.5 Hipotesis Penelitian 1. Kadar secretory immunoglobulin A usia 0 hari tidak berbeda antara feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 2. Kadar secretory immunoglobulin A usia 28 hari lebih tinggi pada feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran 3. Kadar delta secretory immunoglobulin A lebih tinggi pada feses neonatus yang mendapat ASI penuh dan ASI campuran