BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian untuk mewujudkan perekonomian nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan)

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2002 TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT USAHA KECIL, DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Elizabeth Karina Leonita, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar 1. Didalam menjalankan usahanya, sektor swasta banyak mengalami kendala antara lain berupa kekurangan modal usaha (kekurangan dana), yang berakibat proses usaha menjadi terganggu. Upaya untuk memenuhi kebutuhan modal usaha, salah satunya dengan mengajukan permohonan kredit melalui jasa lembaga perbankan. Hal ini dapat terlihat dari manfaat yang diberikan kepada pengusaha, eksistensi perkreditan yang merupakan salah satu upaya bank guna memperoleh pemasukan melalui bunga yang ditetapkan masing-masing bank, dalam menentukan sendiri prosedur dan syarat pemberian kredit yang harus dipenuhi oleh calon nasabah (debitor). Didalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan pengertian kredit sebagai berikut : kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Namun didalam memberikan suatu kredit, didalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa bank dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang 1 Indonesia, Undang-undang tentang Hak Tanggungan, Penjelasan Umum Undangundang Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). 1

2 mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Dan hal ini mencerminkan apa yang disebut dengan The Five C of Credit, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (jaminan), dan condition of economic (prospek usaha debitor) 2. Selain bank mempunyai keyakinan bahwa debitor sanggup untuk melunasi utangnya, bank juga memerlukan sebuah jaminan khusus untuk melindungi pihak bank, manakala debitor tidak sanggup lagi membayar utangnya, walaupun secara hukum telah diatur mengenai jaminan umum didalam Pasal 1131-1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai jaminan kebendaan debitor, namun belum cukup kuat untuk melindungi kepentingan pihak bank, bilamana semua kebendaan debitor telah habis untuk melunasi semua utangnya secara bersamasama dengan kreditor lainnya. Namun demikian untuk mendapatkan pembayaran yang cukup dan aman, seorang kreditor dapat meminta kepada debitor untuk mengadakan perjanjian tambahan yang merupakan perjanjian jaminan khusus yang menunjuk barang-barang tertentu milik debitor sebagai jaminan pelunasan utang 3. Suatu hak jaminan timbul karena adanya perjanjian pemberian jaminan yang mengikuti suatu perjanjian utang-piutang (antara bank dengan debitor). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perjanjian utang-piutang merupakan perjanjian pokok sedang perjanjian pemberian jaminan merupakan perjanjian accesoir 4. Jaminan sendiri dapat dibedakan menjadi 2 macam jaminan, yakni : 1. Jaminan penanggungan, adalah persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan si berhutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. 2 Mariam Darus Badrulzaman, Arie Sukanti Hutagalung. Beberapa Permasalahan Hukum Jaminan, Transaksi Berjamin : (Secured transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. (Jakarta, 2000), hal. 649. 3 R. Subekti. Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. (Bandung : Alumni, 1978, cetakan pertama), hal. 31. 4 Oey Hoey Tiong. FIDUCIA Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan. (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984), cetakan pertama, hal. 22-23.

3 Penanggung utang (borghtocht) diatur didalam Pasal 1820-1850 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bila didalam Hak Tanggungan, Gadai dan Fidusia sudah diletakkan suatu kebendaan (kreditor memperoleh suatu hak atas benda-benda tertentu), maka dalam hal penanggungan ini baru tercipta suatu ikatan perorangan. Adapun yang termasuk kedalam jaminan perorangan adalah : a. Personal guarantee. b. Corporate guarantee. c. Bank guarantee. 2. Jaminan kebendaan, adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri : mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dipindahtangankan/ dialihkan. Jaminan kebendaan ini dapat diberikan oleh debitor sendiri, maupun kepunyaan pihak lain yang menjamin atas utang debitor. Adapun yang termasuk kedalam jaminan kebendaan adalah : a. Gadai (diatur dalam Bab 20 Buku II, Pasal 1150-1160 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang-barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya. dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya. b. Hak Tanggungan (diatur didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996) Adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

4 termasuk atau tidak termasuk benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. c. Fidusia (diatur didalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999) Adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan benda tersebut tetap dalam penguasaan debitor (pemilik). Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan terhadap kreditor lainnya. d. Hipotik (diatur didalam Pasal 1162-1232 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Mengenai hipotik yang diatur didalam Buku II Kitab Undangundang Hukum Perdata sepanjang mengenai pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada saat ini untuk jaminan hipotik berlaku pada kapal laut, dan pesawat terbang. Penyediaan jaminan berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak disesuaikan dengan besarnya nominal kredit yang diberikan oleh bank dan jenis pengikatannya. Pada umumnya jaminan dengan barang tidak bergerak jenis pengikatannya adalah pengikatan dengan hak tanggungan, sedangkan jaminan yang berupa barang bergerak jenis pengikatannya berupa gadai atau fidusia,

5 dengan sendirinya besar nominal pemberian kredit lebih kecil dibandingkan dengan jenis pengikatan hak tanggungan. Namun pada umumnya jaminan yang paling banyak disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit berupa jaminan hak tanggungan, karena objek hak tanggungan berupa tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dipandang lebih menguntungkan, karena selain mudah dijual, juga harganya terus meningkat dan mempunyai bukti pemilikan hak atas tanahnya, dan dapat dibebani dengan hak tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditor pemegang hak tanggungan 5. Namun dengan berjalannya waktu terkadang usaha debitor banyak mengalami kesulitan yang mengakibatkan usaha debitor menjadi kurang lancar atau terhambat, yang berdampak juga pada ketidakmampuan dan ketidakmauan debitor untuk membayar utangnya, baik membayar cicilan pokok maupun bunganya. Akibatnya kredit tersebut sudah tidak sehat lagi dan hanya menunggu untuk dikategorikan sebagai kredit macet. Persoalan kredit macet selalu saja menjadi berita dalam berbagai harian lokal maupun nasional yang terbit di Indonsia. Keberadaan kredit macet dalam dunia perbankan merupakan suatu penyakit kronis yang sangat mengganggu dan mengancam sistem perbankan Indonesia yang harus diantisipasi oleh semua pihak terlebih lagi keberadaan bank mempunyai peranan strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia 6. Menurut hukum, pada dasarnya setiap penyelesaian utang atau kredit dengan hak tanggungan yang macet, yang bertujuan akhir mengeksekusi jaminan utang harus melalui gugatan pengadilan, namun dengan dikeluarkannya Undangundang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, kreditor dapat melakukan eksekusi hak tanggungan melalui penjualan umum (lelang) dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu, tanpa memerlukan persetujuan lagi dari debitor sebagaimana diatur didalam Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT). Ketentuan ini untuk melindungi pihak kreditor dan 5 Effendi Perangin. Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 9. 6 Hukum Online.

6 menunjukkan kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan sebagai kreditor yang mempunyai kedudukan yang diutamakan terhadap kreditor lainnya (kreditor preferance). Kedudukan terhadap kreditor yang dilindungi melalui Pasal 6 Undangundang Hak Tanggungan (UUHT) tersebut juga ditegaskan kembali didalam Pasal 20 ayat (1) huruf (a). Namun menurut ketentuan didalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Jo. Pasal 20 ayat (1) huruf (b) Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), apabila didalam pelaksanaan eksekusi tersebut terdapat gugatan/sengketa yang berasal dari pihak lain selain debitor/ suami atau istri debitor, pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial yang mana didalam sertifikat hak tanggungan tersebut memuat Irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dimana Irah-irah tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sengketa tersebut dapat muncul karena didalam ketentuan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) hanya diatur mengenai jaminan tentang eksekusi hak tanggungan, tetapi tidak diatur mengenai tata cara, dan mengenai besarnya utang yang dijamin. Berbicara mengenai eksekusi hak tanggungan melalui penjualan umum (lelang) dilakukan oleh suatu lembaga pemerintah dibawah naungan Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui kantor operasionalnya yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL). Dalam tesis ini penulis melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) di Kota Serang. Dahulu, kredit macet khususnya pada bank pemerintah diselesaikan melalui suatu Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang berada di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Panitia ini dapat mengambilalih kewenangan bank untuk melakukan penagihan piutangnya terhadap debitor kredit macet berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Undang-undang ini menentukan bahwa kredit yang diberikan bank-bank pemerintah tersebut merupakan piutang negara. Akan tetapi

7 semenjak tahun 2006 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah, bank-bank pemerintah tidak diwajibkan lagi untuk menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN, melainkan menyelesaikan sendiri piutangnya. Jika piutang tersebut tetap tidak dapat diselesaikan sendiri, maka sama halnya dengan bank-bank swasta, eksekusinya dilakukan dengan bantuan pengadilan atau langsung ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan memanfaatkan Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang. Penjualan umum (lelang) yang dilakukan harus didahului dengan adanya pengumuman mengenai hal tesebut. Namun permasalahan muncul manakala debitor ingin melakukan pembayaran untuk melunasi utangnya setelah pengumuman lelang diumumkan, yang menurut ketentuan didalam Pasal 20 ayat (5) Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) menyebutkan : Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan. Dari ketentuan tersebut tampak bahwa setelah pengumuman lelang tersebut dilaksanakan, debitor tidak dapat lagi melakukan pelunasan utangnya. Jadi, meskipun debitor mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, yang mungkin saja dilakukan dengan susah payah, hal tersebut tetap saja tidak dapat dilakukan apabila lelang telah diumumkan. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan dan kerugian dari pihak debitor karena sewaktu ia melunasi utangnya setelah lelang diumumkan, barang jaminannya tetap akan dieksekusi. Seharusnya jika suatu utang dilunasi oleh debitor, maka perjanjian utang-piutang (kredit) menjadi hapus, yang berarti perjanjian penjaminan suatu kebendaan yang sifatnya adalah mengikuti perjanjian pokoknya tersebut juga menjadi hapus (accesoir). Berbeda dengan ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) tersebut, di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93 tahun 2010

8 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang, yang didalamnya diatur mengenai lelang hak tanggungan, pemohon dapat membatalkan lelang antara lain bila ada pembayaran dari debitor yang disampaikan secara tertulis kepada pejabat lelang paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, yang mana pembatalan lelang tersebut harus diumumkan paling lama 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan lelang dalam surat kabar harian yang sama dengan pengumuman lelang pertama kali diumumkan. Dengan demikian terdapat perbedaan mengenai perlindungan hukum terhadap debitor yang hendak melakukan pembayaran untuk melunasi utangnya yang diatur didalam dua peraturan yang berbeda antara Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Undang-undang Hak Tanggungan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik dan bermaksud untuk meneliti bagaimanakah pelaksanaan penjualan umum (lelang) atas objek Hak Tanggungan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) khususnya di Kota Serang yang berasal dari permohonan lelang yang diajukan oleh kreditor, yang mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi sendiri tanpa fiat eksekusi Pengadilan. Atas dasar tersebut, maka dalam tesis ini penulis mengambil judul : PERLINDUNGAN HUKUM DEBITOR PADA PELAKSANAAN LELANG HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) KOTA SERANG. 1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis membatasi permasalahan dalam penyusunan tesis ini. Adapun permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap debitor yang akan melunasi pembayaran setelah diadakan pengumuman lelang ditinjau dari Pasal 20 ayat (5) Undang-undang Nomor 4 tahun 1996?

9 2. Bagaimanakah penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait dengan hak tanggungan untuk melindungi kepentingan debitor? 1.3. Metode Penelitian Merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan 7. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat normatif. Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang bersumber dari bahan-bahan pustaka dan wawancara dengan narasumber yang berkaitan secara langsung dengan penelitian yang dilakukan dan berkompeten di bidang tersebut. 1.3.1. Tipologi Penelitian Penelitian yang dilakukan disini bersifat eksploratif karena akan mengungkapkan teori-teori atau konsep-konsep yang akan dipakai untuk menganalisis permasalahan yang dikemukakan dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan. Bentuk penelitian yang akan dipakai adalah preskriptif yaitu penelitian yang tujuannya memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan 8. Dimana sebaiknya Undang-undang No. 4 tahun 1996 khusus nya Pasal 20 ayat (5) diperbaiki, supaya pihak debitor dapat lebih dilindungi. 1.3.2. Jenis Data dan Alat Pengumpul Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh oleh penulis melalui wawancara dengan narasumber yang mempunyai kompetensi di bidang pelelangan eksekusi Hak Tanggungan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang 7 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta : - Press, 1986, cetakan ketiga), hal. 7. 8 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum, 2005), hal. 4.

10 (KPKNL), dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier 9. Adapun bahan hukum tesebut adalah : a. Bahan Hukum Primer. Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti norma dasar, peraturan dasar, Undang-undang, Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dan peraturan lainya. b. Bahan Hukum Sekunder. Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan primer serta implementasinya, seperti buku, makalah dan artikel ilmiah. c. Bahan Hukum Tersier. Yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer atau bahan sekunder, seperti abstrak, bibliografi, ensiklopedi, dan kamus. 1.4. Metode Analisis Data Yang digunakan adalah metode analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari lapangan dianalisis dengan analisis kualitatif, dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada dalam praktek kemudian dikelompokan, dihubungkan, dibandingkan dengan kaidah-kaidah yang ada. Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan landasan teori dengan pelaksanaan eksekusi atas objek jaminan hak tanggungan atau dengan kenyataannya sehingga kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan eksekusi dapat diketahui dan ditemukan solusinya. 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 13-14.

11 1.5. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun dalam tiga bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab 1 : Dalam bab ini berisikan gambaran umum mengenai latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, pokok permasalahan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Dalam bab ini terdiri atas 3 sub bab, yaitu : Sub bab pertama : berisi mengenai pengertian dan definisi dari perjanjian. Sub bab kedua : berisi mengenai pengertian dan definisi dari Kredit macet. Sub bab ketiga : berisi mengenai pengertian dan definisi dari Hak Tanggungan. Sub bab keempat : berisi pengertian dan definisi dari lelang. Sub bab kelima : berisi mengenai analisa hukum terhadap perlindungan hukum debitor menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 dan menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.93/PMK.06/2010. Bab 3 : Pada bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran untuk perkembangan hukum lelang agar masyarakat luas pada umumnya mengetahui halhal yang berkaitan dengan prosedur lelang objek hak tanggungan pada kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).