x
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat suatu negara salah satunya dapat dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, kesejahteraan rakyatnya relatif meningkat. Ada pun pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor antara lain kondisi perekonomian dan peningkatan modal. Modal merupakan hal yang cukup menentukan keberhasilan suatu usaha. Kebutuhan akan modal, khususnya modl kerja, acap kali membuat pelaku usaha terhambat dalam melakukan ekspansi usahanya atau bahkan untuk sekedar mempertahankan usahanya. Salah satu sumber modal yang diandalkan pelaku usaha adalah bank. Bank sebagai lembaga keuangan bertindak sebagai lembaga intermediasi dalam arti bank bertindak sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Oleh karena bank mempunyai fungsi utama sebagai penyalur dana dalam bentuk kredit maka bank selalu menjadi pilihan pertama bagi pelaku usaha untuk memperoleh modal. Bank dalam menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk kredit selalu menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle). Bentuk kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit muncul dalam bentuk
2 keyakinan bahwa kredit yang disalurkan akan kembali. Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) yang menyebutkan bahwa dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsp Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Sementara itu di dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa keyakinan bank atas kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur mengembalikan pinjamannya diwujudkan dalam bentuk adanya jaminan dan agunan. Adanya jaminan akan memberikan rasa percaya kreditur atas pengembalian pinjaman yang diberikan karena fungsi jaminan pada hakekatnya adalah untuk pelunasan utang debitur manakala debitur tidak dapat melunasi utangnya. Di dalam sistem hukum Indonesia, jaminan dibedakan antara jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum sebagaimana di atur di dalam Pasal 1131 KUHPerdata adaalah segala kebendaan milik debitur, baik bergerak maupun tetap, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi pelunasan bagi semua utang debitur. Jaminan umum terjadi demi hukum dan mendudukkan krediturnya sebagaii kreditur konkurent (kreditur bersaing). Adapun jaminan khusus atau agunan adalah
3 semua jaminan yang diperjanjikan. Jaminan khusus akan mendudukkan kreditur sebagai kreditur preferent (kreditur yang didahulukan). Jaminan khusus dapat berupa jaminan perorangan maupun jaminan kebendaan. Salah satu jaminan kebendaan adalah Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Undang-Undang Jaminan Fidusia) Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tangungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Obyek jaminan Fidusia adalah benda bergerak dan benda tetap yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, dimana benda tetap dalam penguasaan debitur. Adapu yang diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan adalah hak milik atas kepercayaan. Oleh karena itu pada prinsipnya kedudukan kreditur relatif tidak aman walaupun berkedudukan sebagai kreditur preferent. Hal yang cukup menarik di dalam Undang-Undang Fidusia adalah ketentuan mengenai diperbolehkannya benda persediaan sebagai obyek Jaminan Fidusia. Benda Persediaan adalah benda milik debitur yang merupakan komoditas untuk ditransaksikan dalam usaha debitur. Oleh karena itu benda persediaan besar kemungkinannya untuk berpindah tangan atau
4 beralih kepada pihak lain yang dalam Jaminan Fidusia merupakan hal yang dilarang. Pasal 20 Undang-Undang Fidusia menyebutkan bahwa Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pelaku usaha yang membutuhkan modal seringkali tidak bisa mengakses perbankan karena ketiadaan jaminan. Ketentuan di dalam Undang- Undang Fidusia yang membolehkan benda persediaan sebagai jaminan, membuka peluang bagi pelaaku usaha untuk memperoleh kredit dengan jaminan benda persediaan. Namun demikian tidak semua bank bersedia menerima benda persediaan sebagai jaminan dengan alasan kurang memberikan rasa aman atas kredit yang diberikan. Walaupun diatur di dalam suatu undang-undang, dalam pelaksanaan akan sulit untuk mengambil pelunasan dari benda persediaan jika debitur tidak dapat membayar atau kreditnya macet. Bank BPD Bali Cabang Bangli merupakan salah satu bank yang bersedia menerima benda persediaan sebagai jaminan yang diikat dengan Jaminan Fidusia. Hal yang menarik, Bank BPD Bali Cabang Bali memberi kredit dengan jaminan benda persediaan sebagai satu-satunya agunan atau jaminan khusus dan pengikatannya tidak dilakukan secara sempurna. Jaminan berupa benda persediaan diikat dengan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat secara notariil tetapi tidak didaftarkan ke Kantor Jaminan Fidusia. Secara yuridis, Akta Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan dan oleh karenanya tidak
5 terbit Sertifikat Jaminan Fidusia, belum melahirkan Jaminan Fidusia. Dengan demikian kredit yang diberikan kepada nasabah debitur hanya dijamin dengan jaminan umum yang menempatkan Bank BPD Bali Cabang Bangli sebagai kreditur konkurent. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Perlindungan Hukum Kreditur Dalam Jaminan Fidusia Atas Benda Persediaan (Studi Kasus Bank BPD Bali Cabang Bangli). B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di ataas, maka dalam penelitian ini diajukan permasalahan sebagai berikut : 1. Mengapa Bank BPD Bali Cabang Bangli bersedia menerima benda persediaan sebagai jaminan walaupun mengandung risiko relatif tinggi? 2. Bagaimana perlindungan hukum Bank BPD Bali Cabang Bangli dalam Jaminan Fidusia atas benda persediaan yang tidak dipasang secara sempurna? C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang Perlindungan Hukum Kreditur Dalam Jaminan Fidusia Atas Benda Persediaan (Studi Kasus Bank BPD Bali Cabang Bangli) bertujuan untuk :
6 1. Mengetahui alasan Bank BPD Bali Cabang Bangli bersedia menerima benda persediaan sebagai jaminan walaupun mengandung risiko relatif tinggi. 2. Mengetahui perlindungan hukum Bank BPD Bali Cabang Bangli dalam Jaminan Fidusia atas benda persediaan yang tidak dipasang secara sempurna. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di perpustakaan, terdapat beberapa penelitian tentang Jaminan Fidusia yang ditemukan. Berikut ini adalah penelitian tentang Jaminan Fidusia yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti : 1. RA. Karina Hany Amanda (2012) meneliti tentang Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Fidusia di Kantor Pusat BPD Sumsel Babel, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan dengan permasalahan : a. Bagaimana cara penyelesaian kredit macet yang dijamin dengan Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan? b. Bagaimana cara eksekusi atas Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan? 2. Insan Premata Utama (2012) meneliti tentang Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia di Bank BRI Cabang Katamso Yogyakarta dengan permasalahan :
7 a. Bagaimana cara penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia pada Bank BRI Cabang Katamso Yogyakarta? b. Bagaimana upaya Bank BRI Cabang Katamso Yogyakarta terhadap terjadinya pelangggaran Undang-Undang Fidusia dalam hal debitur menjual benda jaminan kepada pihak lain? 3. Bimo Bayu Aji Kiswanto (2012) meneliti tentang Pembebanan Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan Pada Perjanjian Kredit di PT. BPR Dwi Artha Sagriya Secang dengan permasalahan : a. Apakah pembebanan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada perjanjian kredit modal kerja dalam hal kredit mengalami kemacetan dapat memberikan perlindungan hukum bagi BPR Dwi Artha Sagriya Secang? b. Bagaimana proses eksekusi kredit macet pada perjanjian kredit modal kerja dengan pembebanan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan di PT. BPR Dwi Artha Sagriya Secang? 4. Josua Dewa Gede Christian Hendra Putra (2013) meneliti tentang Penyelesaian Secara Yuridis Terhadap Benda Jaminan Fidusia yang Dijaminkan Ulang Oleh Debitur Kepada Pihak Lain di PD BPR Bank Bapas 69 Magelang dengan permasalahan : a. Mengapa PD BPR Bank Bapas 69 Magelang masih memberikan surat perinngatan perihal tindakan pihak pemberi fidusia yang telah menjaminkan ulang benda jaminan fidusia kepada pihak lain?
8 b. Apakah upaya yang ditempuh oleh PD BPR Bank Bapas 69 Magelang dalam menyikapi benda jaminan fidusia yang telah berpindah kepemilikan dari debitur kepada pihak lain? Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu maka peneliti menyatakan bahwa penelitian tentang Perlindungan Hukum Kreditur Dalam Jaminan Fidusia Atas Benda Persediaan (Studi Kasus Bank BPD Bali Cabang Bangli) adalah asli. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, sebagai bahan masukan dan kontribusi pemikiran di bidang ilmu hukum untuk lebih memahami hukum jaminan, khususnya jaminan fidusia 2. Untuk kalangan praktisi, diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam tataran praktis yang akan membuat para praktisi lebih hati-hati dan teliti dalam memasang jaminan fidusia, khususnya untuk obyek jaminan fidusia berupa benda persediaan. 3. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih mendalam dan valid tentang jaminan fidusia, khususnya untuk obyek jaminan fidusia berupa benda persediaan.
9