BAB I PENDAHULUAN. mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, juga untuk mempersatukan

dokumen-dokumen yang mirip
MENURUT HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Al-Quran dan Terjemahannya, Saudi Arabia : 1990

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Febriani Rinta (I ) Surrogate mother (Ibu titipan)

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017. ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

III. METODE PENELITIAN. serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

PERLINDUNGAN HAK UNTUK MELANJUTKAN KETURUNAN DALAM SURROGATE MOTHER

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

Cill\i i i":i ; i:il."l i{u

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015. KEBERADAAN SEWA RAHIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh : Khairatunnisa 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB III METODE PENELITIAN. eksistensi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam tata

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. saling menonjolkan kecantikan dan kemampuan dirinya masing-masing.

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang anak memiliki arti yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, juga untuk mempersatukan keluarga dan meneruskan keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga tidak heran jika banyak pasangan suami istri yang baru melangsungkan perkawinan begitu mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangganya. Anak merupakan pemberian Tuhan yang paling berharga bagi kedua orang tuanya, serta akan memberikan kesempurnaan ikatan cinta dan kasih sayang di antara mereka. Pada umumnya orang tua berharap kelak seorang anak akan mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya yang belum tercapai, sedangkan di sisi lain anak juga akan menjadi pewaris dari harta dan kekayaan yang ditinggalkan orang tuanya ketika ia meninggal dunia. Setiap keluarga (pasangan suami-istri) pasti menginginkan adanya pelanjut keturunannya (dalam hal ini memiliki anak). Hal tersebut wajar dan manusiawi, mengingat salah satu tujuan hidup manusia adalah melanjutkan keturunannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) yang menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu keluarga disamping terdiri dari suami dan istri juga terdapat anak-anak didalamnya. 1

2 Melanjutkan keturunan merupakan hak asasi setiap manusia sebagai pemenuhan atas fungsi pranata keluarga. Hak ini diatur antara lain pada Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI), Pasal 16 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 23 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), Pasal 10 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), Pasal 2 piagam HAM Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Dengan demikian, negara wajib menjamin warga negaranya untuk melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia. 1 Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak. Tapi pada kenyataannya, kehadiran anak yang didambakan itu ada yang tidak terwujud. Hal ini disebabkan karena pasangan suami istri tersebut mengalami infertilitas. Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami-istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun. 2 Selain itu ada banyak lagi masalah kesehatan yang menyebabkan seseorang tidak bisa memiliki keturunan secara alami diantaranya: 1. Masalah saluran telur yaitu saluran telur tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memungkinkan terjadinya pertemuan antara sel 1 Sista Noor Elvina, 2014, Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother, Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 3. 2 Tono Djuantono, et. al., 2008, Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk Mengatasi Kemandulan Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas, Refika Aditama, Bandung, hal.1.

3 telur dengan sperma, sehingga pembuahan tidak terjadi, walaupun pembuahan bisa terjadi, kemungkinan embrio tidak masuk ke rongga rahim, sehingga terjadi kehamilan di luar kandungan. 2. Masalah sperma yaitu a. jumlah sperma sangat sedikit (<10 juta/cc), sebagian besar sperma tidak bergerak (30%), b. serakan sperma sangat lambat (Astenozoospermia), c. sperma tidak keluar bersama air mani (Azoospermia). 3. Endometriosis berat adalah Kondisi dimana kelenjar dinding rahim tumbuh abnormal, pada endometriosis berat, kecil kemungkinan bisa terjadi kehamilan alami. 4. Unexplained infertility adalah ketidak suburan yang tidak diketahui penyebabnya, pembuahan normal sebenarnya bisa dilakukan, tapi tidak kunjung berhasil karena tidak bisa diketahui apakah sperma dapat bertemu dengan sel telur, atau sperma dapat menembus sel telur untuk melakukan pembuahan. 5. Antibodi Antisperma yaitu adanya antibodi terhadap sperma suami pada istri, atau adanya antibodi pada sperma itu sendiri (sperma seperti memakai helm, sehingga tidak bisa menembus sel telur), sehingga menghambat terjadinya pembuahan. 3 Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi terkadang menjadi permasalahan dalam rumah tangga. Apalagi terhadap masyarakat yang adat istiadatnya kaku mengharuskan memiliki anak sebagai pelanjut keturunannya. Menghadapi hal tersebut hukum memberikan peluang untuk melakukan pengangkatan anak (adopsi) anak orang lain sehingga dianggap sebagai anaknya sendiri. Namun tidak sedikit pasangan suami istri yang menginginkan anak dari 3 Rosana Dwi Rianti, 2013, Alasan dan Dampak Mengikuti Bayi Tabung, URL: https://keperawatanreligionrosanadwirianti.wordpress.com/2013/06/04/alasan-dan-dampak mengikuti-bayi-tabung/, diakses tanggal 17 Januari 2016.

4 benihnya sendiri (anak kandung) padahal pasangan tersebut tidak dapat memperoleh keturunan secara alamiah. Perkembangan bioteknologi reproduksi memberikan solusi bagi pasangan suami istri yang mengalami permasalahan reproduksi. Perkembangan bioteknologi reproduksi melahirkan metode penyimpanan sprema yang dilanjuti cara kehamilan diluar rahim yang dikenal dengan nama program bayi tabung (in vitro fertization). Salah satu metode program bayi tabung yang mana sang istri tidak bisa mengandung, tetapi sel telurnya masih baik, maka ada satu solusi yang ditawarkan oleh teknologi kedokteran terkini yaitu dengan cara pembuahan luar rahim pasangan suami-istri tersebut ditanam ke rahim wanita lain, dengan suatu perjanjian yang mana wanita tersebut harus mau mengandung, melahirkan dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi. Hal inilah yang disebut sebagai Surrogate Mother atau sewa rahim (gestational agreement). 4 Proses sewa menyewa rahim ibu tumpang cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan. Sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti (Surrogate Mother) banyak dilakukan oleh negara-negara yang sistem hukumnya memperbolehkan terjadinya donasi sel gamet, yaitu sel sperma dan sel ovum. Beberapa negara yang memungkinkan terjadinya perikatan Surrogate Mother, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Austria, Jerman, Denmark, Finlandia, Prancis, 4 Desriza Ratman, 2012, Seri Hukum Kesehatan Surrogate mother dalam Perspektif Etika dan Hukum : Bolehkah Sewa rahim di Indonesia?, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. viiviii.

5 Israel, Jepang, Norwegia, Singapura (donasi sel sperma) sedangkan negara donasi sel ovum diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Austria, Israel. 5 Pelaksanaan sewa menyewa rahim ibu pengganti dapat memberikan solusi bagi pasangan suami istri yang menginginkan keturunan dari benihnya sendiri, namun dibalik fungsinya dan pelaksanaannya yang memiliki manfaat terdapat juga kendala dalam pelaksanaannya, dimana adanya pro dan kontra pelaksanaan sewa menyewa rahim ibu pengganti dalam masyarakat, khususya bagi kalangan tokoh agama menolak pelaksanaan tersebut dikarenakan bertentangan dengan ajaran agama, disamping itu juga pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti lebih banyak bermuatan ekonomisnya dibandingkan dengan kepentingan urgensi pelanjutan keturunannya. Ditambah pula pelaksanaan sewa menyewa dengan menggunakan rahim ibu pengganti belum memiliki landasan hukum yang kuat dalam pelaksanaannya. Hukum positif Indonesia belum mengatur (masih kosong norma) berkenaan dengan pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesahatan dan Peraturan Menteri Kesahatan belum jelas mengatur perihal tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. Oleh karena itu mendorong keinginan penulis untuk melakukan penelitian hukum berkenaan dengan pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti serta 5 Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta hukum Kedokteral, Grafikatama Jaya, Jakarta, hal.124.

6 status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti dan kemudian menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul PERJANJIAN SEWA MENYEWA RAHIM DENGAN MEMPERGUNAKAN IBU PENGGANTI DARI PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah diajukan beberapa permasalahan yang merupakan pokok bahasan dalam tulisan ini. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti? 2. Bagaimankah status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya pada bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti sedangkan permasalahan kedua membahas mengenai bagaimanakah

7 status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. 1.4. Orisinalitas Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Perjanjian Sewa Menyewa Rahim Dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Dari Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah sepenuhnya hasil dari pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah 1 Status Hukum Anak Bayi Anas Ibnu 1. Bagaimana Status hukum Tabung dan Hak Safaruddin anak bayi tabung dengan Kewarisannya Hukum Islam dalam melalui donor (sperma atau ovum dan sewa Rahim)? 2. Bagaimana hak kewarisan anak bayi tabung dengan melalui donor dalam kewarisan islam?

8 2 Perlindungan Hukum L Niken 1. Bagaimana Substansi terhadap pasien sebagai Rosari materi yang diatur di konsumen jasa dibidang dalam KUHPerdata pelayanan medis berkaitan dengan berdasarkan Kitab perlindungan hukum Undang-Undang Hukum Perdata terhadap pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis? 2. Bagaimana bentuk perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis? 1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum 1. Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana; 2. Untuk melatih diri dalam menyampaikan pikiran ilmiah secara tertulis; 3. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian; 4. Untuk penyelesaian studi dibidang ilmu hukum.

9 1.5.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tentang pengaturan perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. 2. Untuk mengetahui status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau bahan penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi mengenai aspek hukum sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti dalam perspektif KUHPerdata. 1.6.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengimplementasi hukum kesehatan khususnya mengenai pengaturan parjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti dan juga status hukum anak yang dilahirkan dari perjanjian tersebut dalam KUHPerdata sehingga diharapkan dalam pelaksanaanya tersebut terdapat penjelasan hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan konflik dalam penerapan hukumnya.

10 1.7. Landasan Teoritis a. Teori Hukum Perjanjian Teori Perjanjian digunakan untuk membahas kedudukan perjanjian sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti menurut KUHPerdata. Teori hukum perjanjian pertama kali dicetuskan oleh John Locke yaitu ketika John Locke menerangkan terbentuknya sebuah negara didasari adanya perjanjian dari masyarakat yang menginginkan berdirinya negara tersebut. Dengan demikian, tujuan berdirinya negara untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Selain itu kuasa dalam perjanjian ini adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan. 6 Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Doktrin Teori Lama perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun unsurunsur perjanjian menurut teori lama adalah adanya perbuatan hukum, penyesuaian kehendak dari beberapa orang, persesuaian kehendak harus dinyatakan, perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang 6 Samuel Cibro, 2015, Konsekuensi Hukum Gugatan Perjanjian Sewa Rumah Tanpa Jangka Waktu Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman, Tesis, Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hal.23-24.

11 atau lebih pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain, kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum, akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan. 7 Sedangkan Doktrin Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru ini tidak hanya memandang perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori ini yaitu tahap prakontraktual, ialah adanya penawaran dan penerimaan, tahap kontraktual, ialah adanya pesesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dan tahap post kontraktual ialah pelaksanaan perjanjian. 8 Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: (1) Sepakat, (2) Cakap, (3) Hal tertentu dan (4) Sebab yang halal. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, ketentuan ini memiliki suatu kekuatan mengikat karena perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan mengikat layaknya sebagai suatu undang-undang 7 Salim H.S. 2008, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS I), hal. 25 8 Ibid, hal.26.

12 bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. a. Teori Kepastian Hukum Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechhtszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu terdapat 2 (dua) tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum bertugas polisionil (politionele taak van het recht) yang berarti hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri. 9 Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah, karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 10 Menurut Tatiek Sri Djatmiati kepastian hukum dijabarkan menjadi beberapa unsur sebagai berikut: 9 Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hal. 158.

13 1. Adanya suatu aturan yang konsisten yang ditetapkan oleh Negara dan dapat diterapkan; 2. Aparat pemerintah harus menerapkan hukum tersebut secara konsisten dengan tetap berpegangan dan berdasarkan aturan tersebut; 3. Rakyat pada dasarnya harus tunduk pada ketentuan hukum; 4. Adanya hakim yang idependen atau bebas dalam artian tidak memihak dan secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut; 5. Putusan hukum dilaksanakan secara nyata. 11 Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kepastian hukum berarti hukum harus memberikan kejelasan atas tindakan pemerintah dan masyarakat, sehingga memberikan kepastian hukum, dan tidak menimbulkan multitafsir atas aturan hukum tersebut. Selain itu antara satu aturan dengan aturan lain haruslah terjalin harmonisasi sehingga aturan tersebut tidak kontradiktif antara satu aturan dengan aturan lain. Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum tentang pelaksanaan kegiatan sewa menyewa rahim ibu pengganti bagi para pasangan suami istri yang menginginkan adanya keturunan secara langsung berdasarkan benih dari diri mereka. 1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten. 12 Penelitian yang dilakukan kaitannya dengan 11 Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 18. 12 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 42.

14 penulisan skripsi ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder. Data sekunder yaitu data-data yang bersumber dari data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan hukum. Perlunya penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari kosongnya norma hukum berkaitan permasalahan penelitian, sehingga didalam mengkajinya lebih mengutamakan sumber data sekunder, yaitu berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dimana belum adanya pengaturan (kosong) dalam produk perundang-undangan baik dalam KUHPerdata, UU Perkawinan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesahatan dan Peraturan Menteri Kesahatan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti tersebut. 1.8.2. Jenis Pendekatan Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Undang-Undang (The State Approach) dan Pendekatan konsep (The Conseptual Approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan hukum perjanjiansewa menyewa rahim ibu pengganti serta status hukum berkenaan dengan anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti tersebut. Sedangkan pendekatan konseptual dilakukan untuk menelusuri mengenai kedudukan hukum perjanjian sewa menyewa

15 rahim ibu pengganti serta status hukum berkenaan dengan anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti berdasarkan hukum positif di Indonesia, pada dasarnya pendekatan konseptual merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dari pandanganpandangan ataupun doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi penulis untuk membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 1.8.3. Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; e. Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi; f. Peraturan Menteri Kesahatan

16 Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, jurnal, makalah, skripsi, tesis, desertasi dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, 13 disamping itu, juga dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download) bahan hukum yang diperlukan. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari : a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta; b. Black s Law Dictionoary; c. Kamus Hukum. 1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 13 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, cet. IV, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki II), hal.141.

17 Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam bentuk buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 1.8.5. Teknik Analisis Penulisan dengan metode normatif menggunakan teknik analisis deskripsi, interpretasi, silogisme, kontruksi, evaluasi, argumentasi dan sistematisasi dengan menggunakan pola pikir induktif. Silogisme dengan teknik analisis induksi yaitu proses analisis bermula dari penarikan kesimpulan dan permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan khusus yang diteliti. Penulisan hukum ini juga menggunakan interpretasi berdasarkan Undang-Undang, interpretasi berdasarkan Undang-Undang yaitu merupakan suatu interpretasi berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam Undang-Undang. Interpretasi ini dapat dilakukan dengan singkat, padat, serta akurat mengenai makna yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut nantinya tidak mengandung multitafsir atau arti yang bermacammacam. 14 14 Ibid, hal. 112.