BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana yang efektif dalam pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2014, Cet Pertama, hlm Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan (Asas & Filsafat Pendidikan), Arruz Media,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

kognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

USIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL

BAB I PENDAHULUAN. belum lagi ditemukan pada saat arus globalisasi dan Era pasar bebas terus

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan karakter mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman pada Al Quran surat Az-Zuhruf ayat 43 :

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hlm. 266.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi-potensi diri agar mampu bersaing dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat, dari suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. dalam al-qur'an Surat al-mujadalah ayat 11, berikut ini yang berbunyi :

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm. 37. hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulthon, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm. 55.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

PENDAHULUAN. seperti dirumuskan dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Manajemen PAUD, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan

I. PENDAHULUAN. tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan nasional. Menurut Samani dan Harianto (2011:1) paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PROSES PENGEMBANGAN KECERDASAN. Peran Guru dalam Proses Pengembangan Kecerdasan Spiritual siswa di MI Walisongo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PENGARUH PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP AKHLAK SISWA KELAS VII SMP 2 KISMANTORO TAHUN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. CV.Pustaka Setia. Bandung, hlm

I. PENDAHULUAN. tingkah laku moral anak, dengan menanamkan nilai agama agar tercipta insan

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertfikasi Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 45

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP. Oleh : Duki Iskandar

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi.

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN. usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaanya

BAB I PENDAHULUHAN. untuk mengenal Allah swt dan melakukan ajaran-nya. Dengan kata lain,

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alfitra Salam, APU, Makalah Simposium Satu Pramuka Untuk Satu Merah Putih,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab.1 Pendidikan yang pertama kali didapat seseorang adalah pendidikan di dalam keluarganya, yang mana orang tua adalah penentu baik dan buruk bagi kepribadian anaknya. Pendidikan yang kedua adalah pendidikan formal yang didapat dari sekolah, disini peserta didik mendapatkan pendidikan dari guru dan sebagai alat untuk mencari jati diri. Dan pendidikan yang ketiga adalah lingkungan, yang mana seseorang harus bisa membedakan mana yang baik dan buruk dalam bertindak, karena di dalam masyarakat terikat hukum adat dan istiadat. Sekolah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, tetapi juga dapat mengembangkan seluruh kepribadian peserta didik. Guru harus dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya. Dalam usaha itu, guru perlu mengetahui landasan, konsep, prosedur.2 Orang tua menyekolahkan anaknya dengan harapan agar anaknya kelak menjadi orang yang tahu mana baik dan buruk, menjadi anak yang cerdas dan sukses dalam kehidupannya. Sebagai seorang guru tidak hanya memberikan pelajaran di kelas saja, akan tetapi guru hendaknya menjadi seorang yang mengerti akan keadaan peserta didiknya dan memberikan kebebasan dalam mengutarakan pendapatnya dalam proses pembelajaran. 1 2 Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60 1

2 Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, terencana, terarah, dan sistematis melalui suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Dalam pendidikan formal peserta didik akan menjadi lebih baik dalam mendapatkan pendidikan untuk dirinya, karena pendidikan formal dalam menyelenggarakan pendidikan tersusun secara sistematis dan terencana, sehingga akan lebih mudah untuk dipahami peserta didik. Sekolah sebagai institusi resmi di bawah kelolaan pemerintah, menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara terencana, sengaja, terarah, sistematis, oleh para pendidik profesional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu dan diikuti oleh para peserta didik pada setiap jenjang pendidikan tertentu.3 Selain sekolah sebagai pendidikan formal yang tersusun secara sistematis dan terencana, guru atau para pendidik memiliki sikap yang profesional. Para pendidik yang profesional mempersiapkan bahan ajarnya dalam silabus dan dituangkan ke dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru juga perlu menghadirkan perilaku yang Islami bagi peserta didiknya, supaya dalam berperilaku tetap memegang teguh keyakinan sebagai umat Islam yang selalu menjaga kesopanan dan menghormati orang lain. Upaya menghadirkan perilaku Islami, maupun yang terpilih, dapat dilakukan dengan pemilihan nilai-nilai dan keyakinan serta penataan tata hubungan baik maupun perangsangan-perangsangan tak terencana lainnya terhadap subyek didik. Pengkajian Islam baik dari apa-apa yang ada di dalam maupun hal-hal yang berasal dari luar Islam perlu dilakukan.4 Melalui analisis-analisis peranan baik di dalam kesatuan yang dimaksud maupun di luar lingkungan kesatuan tersebut dapat menjadi dasar bagi upaya penataan kesatuan-kesatuan yang ada dan pemilihan nilai-nilai dan keyakinan yang ingin disampaikan pada suatu fase tertentu kepada peserta didik. 3 Ibid, hlm. 78 Saekhan Muchith, Issu-Issu Kontemporer Dalam Pendidikan Islam, Kudus, STAIN Kudus, 2009, hlm. 6 4

3 Kualitas pendidikan orang tua juga ikut menentukan kualitas proses pendidikan Islam yang ada dalam keluarga. Secara akademik, antara kualitas pendidikan orang tua memiliki hubungan positif terhadap kualitas pendidikan Islam yang berlangsung di dalam keluarga. Orang tua harus mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya.5 Sebagai orang tua yang baik harus mampu memberikan contoh positif kepada anak-anaknya dan tidak hanya memberikan nasihat saja. Jika orang tua menyuruh anaknya untuk sholat berjamaah di masjid, maka orang tua pun harus sholat berjamaah di masjid pula dan tidak hanya berbicara saja. Pendidikan agama Islam yang semestinya sebagai benteng moral dan sebagai agama bagi generasi muda muslim ternyata tidak mampu membendung berbagai tantangan degradasi moral, religiusitas yang semakin memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dari fenomena semakin maraknya tindak korupsi, asusila, pelecehan seksual, kekerasan dan tindak kejahatan lain.6 Semakin majunya teknologi yang berkembang saat ini dan tidak mampu untuk dimanfaatkan sebaik mungkin oleh peserta didik membuat mereka terjerumus kedalam hal-hal yang negatif dan merugikan diri sndiri maupun orang lain. Untuk itu perlu adanya kontrol orang tua dan guru, kedua belah pihak ini harus bekerja sama dalam proses tumbuh kembang peserta didik agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Fenomena tersebut disebabkan karena masuknya budaya Barat ke dalam negeri tanpa adanya filter, yang mempengaruhi praktek pendidikan. Pendidikan yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan mementingkan norma kehidupan keagamaan, dan akhirat. Sedangkan masyarakat saat ini lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi (hedonisme).7 Peserta didik umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan hal-hal yang baru dan yang belum pernah ia lakukan. Peserta didik harus mampu memfilter 5 Ibid, hlm. 7 Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Madrasah, Jakarta, Rajawali Pers, 2014, hlm. v 7 Ary. H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan; Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 106 6

4 budaya baru yang ia dapat, bukan hanya untuk kepentingan kehidupan duniawi yang semata-mata hanya untuk bersenang-senang, tetapi juga perlu memikirkan kehidupan akhiran yang kekal dan abadi. Oleh karena itu, antara kehidupan duniawi dan akhirat haruslah seimbang. Berdasarkan pra penelitian yang peneliti lakukan di MA Walisongo Kayen, merupakan madrasah yang mengedepankan akhlakul karimah, menekankan pada karakter yang terpuji dan cerdas. Para peserta didik dibimbing oleh para guru agar berperilaku baik, baik di dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat, serta tetap berpegang teguh pada syari at Islam. Hal ini dilakukan karena perkembangan ilmu dan pengetahuan semakin maju dan dihawatirkan peserta didik tidak mampu membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk yang tidak patut untuk dilakukan. Peserta didik di MA Walisongo Kayen di didik menjadi orang yang disiplin, taat pada peraturan, bekerja keras, mandiri, dan tetap berpedoman pada Al-Quran dan Hadits. Alumni MA Walisongo Kayen banyak yang menjadi orang yang sukses, seperti guru, kepala sekolah, polisi, moden, dan sebagainya di lingkungannya.8 MA Walisongo Kayen memiliki pendidik yang profesional dalam melakukan tugasnya sebagai seorang guru. Para pendidik disini selalu memperhatikan bagaimana keadaan peserta didiknya, baik mengenai perkembangan pribadi, akademik, dan sosial para peserta didik. Selain itu, peserta didik juga dibekali dengan ilmu agama dan umum yang diajarkan oleh para pendidik profesional. Hal ini dilakukan oleh pendidik agar peserta didik tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan, seperti membolos pada saat jam pelajaran, melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain dan lain sebagainya. Dengan adanya kontrol yang baik oleh para pendidik diharapkan peserta didik bisa menjadi orang yang lebih baik lagi dan tentunya menjadikan peserta didik yang sukses dunia akhirat. Guru adalah pendidik yang bertugas membuat para peserta didik menjadi terdidik dengan baik. Keberhasilan suatu kompetensi satu mata 8 Data Wawancara Penulis dari Sunoto, Kepala Sekolah MA Walisongo Kayen, pada tanggal 29 November 2015. Pukul 08.00 WIB

5 pelajaran tergantung dari beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana cara seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran.9 Biasanya dalam sebuah pembelajaran hanya berpusat pada guru saja, dengan bercerita dan ceramah. Hal ini dimulai dengan pembentukan karakter, pola pikir, kepribadian, sikap mental, serta ilmu pengetahuan yang ditransfer melalui proses belajar-mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran supaya peserta didik dapat berkembang dengan baik. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga sikap, mental, dan pola pikir. Para guru bebas menggunakan metode pembelajaran sesuai materi yang diajarkan dan kemampuan guru yang bersangkutan. Guru juga berhak menentukan untuk memberikan pelajaran yang diinginkan peserta didik atau memberikan pelajaran yang dibutuhkan saja.10 Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, metode yang tepat dan cepat untuk meraih tujuan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan materi pelajaran dalam pembelajaran. Seorang guru sangat memerlukan adanya suatu metode yang akan digunakan dalam pembelajaran. Metode yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan peserta didik. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan baik, dan yang paling penting adalah membuat peserta didik menjadi lebih paham akan materi pelajaran, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran SKI di MA Walisongo Kayen adalah dengan menerapkan metode investigasi kelompok membuat diskusi kelompok sesuai dengan investigasi yang telah dilakukan pada nara sumber.11 Metode ini sering diterapkan dalam proses pembelajaran 9 Mastur Faizi, Ragam Metode Mengerjakan Eksakta Pada Murid, DIVA Press, Jogjakarta, 2013, hlm. 11 10 Ibid, hlm. 12 11 Data Wawancara Penulis dari Ahmad Sholikin, Guru SKI di MA Walisongo Kayen, 13 Februari 2016

6 SKI, dengan cara memilih topik dan mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok, mencari informasi, menelaah sumber informasi, menganalisis data yang diperolah dari sumber, dan membuat kesimpulan. Kemudian, anggota kelompok memberikan kontribusi mengenai tema kelompok masing-masing, kemudian mengklarifikasikan hasil diskusi ke depan kelas. Kemudian, kelompok lain memberikan tanggapan atau masukan mengenai hasil presentasi, kemudian guru dan peserta didik bersama-sama berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran. Penilaian dilakukan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan peserta didik dalam berpikir kritis. Dengan diadakannya penelitian ini, peneliti berharap metode investigasi kelompok yang telah diterapkan di MA Walisongo Kayen melalui pembelajaran SKI diharapkan dapat meningkatkan keterampilan individu, sosial dan akademis peserta didik. Untuk itu, peneliti mengambil judul Penerapan Metode Investigasi Kelompok pada Pembelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2016/2017 B. Fokus Penelitian Berdasarkan pengamatan dari peneliti terkait dengan penelitian yang akan dilakukan di sini, sasaran penelitiannya adalah pada kegiatan pembelajaran SKI dengan menggunakan metode investigasi kelompok. Metode ini merupakan metode pembelajaran kooperatif yang diterapkan di MA Walisongo Kayen pada kelas X11 untuk mengembangkan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, dan keterampilan akademis peserta didik. Lokasi diselenggarakannya penerapan metode investigasi kelompok adalah di MA Walisongo Kayen Pati. Beberapa komponen pembelajaran yang terlibat dalam kegiatan ini adalah peserta didik kelas X11, Kepala Sekolah, guru mata pelajaran SKI di MA Walisongo Kayen serta narasumber lain yang terkait dengan penelitian ini. Dalam proses penelitian, peneliti akan mengamati bagaimana penerapan metode investigasi kelompok. Hal ini dilakukan dengan pengamatan,

7 wawancara, atau pun terlibat secara langsung dalam proses kegiatan pembelajaran di dalam lingkungan sekolah. Metode ini diterapkan untuk mengetahui keterampilan pribadi, sosial dan akademis peserta didik. C. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian, selanjutnya peneliti merumuskan masalah terkait dengan permasalahan. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan metode investigasi kelompok pada mata pelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? 2. Apa saja faktor penghambat yang ada dalam penerapan metode investigasi kelompok pada mata pembelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? 3. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan faktor penghambat yang ada dalam penerapan metode investigasi kelompok pada mata pembelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan metode investigasi kelompok pada mata pelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat yang ada dalam metode pembelajaran investigasi kelompok pada mata pelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati. 3. Untuk mengetahui solusi dalam menyelesaikan faktor penghmbat yang ada dalam penerapan metode investigasi kelompok pada mata pembelajaran SKI di MA Walisongo Kayen Kabupaten Pati. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Tujuan penelitian dapat tercapai dan rumusan masalah dapat terjawab secara akurat apabila manfaat penelitian memenuhi syarat, yaitu: untuk kegunaan teoritis

8 dan kegunaan praktis, yaitu membantu memecahakan dan mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti.12 Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan atau menfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilaksanakan untuk mendukung teori-teori yang ada pada Pendidikan. Di mana dalam proses pembelajarannya menggunakan metode investigasi kelompok sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan pribadi, keterampilan sosial dan keterampilan akademis peserta didik dengan melakukan investigasi dengan nara sumber sebagai sumber belajar. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan strategi guru dalam mengajar dengan memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber informasi dalam belajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik agar menjadi anak yang cerdas dan berakhlak. b. Bagi Peserta Didik Peserta didik akan lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. c. Bagi Lembaga Lembaga pendidikan dapat meningkatkan mutu dan kualitas peserta didik melalui metode investigasi kelompok sehingga dapat memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik maupun dalam keterampilan proses kelompok. 12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitafif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 397-398