I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

II. BAHAN DAN METODE

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang


BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Eko Yudha ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II METODOLOGI PENELITIAN

Radiasi Elektromagnetik

BAB II METODE PENELITIAN

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

5. SIMPULAN DAN SARAN

ix

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK BACKSCATTER CITRA ALOS PALSAR PADA TEGAKAN HUTAN TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan citra yang bersih dari awan. Hujan yang terjadi hampir sepanjang tahun dan kebakaran hutan yang menimbulkan asap di musim kemarau menjadi kendala citra optik untuk menghasilkan citra yang baik. Sejak tahun 2003 penggunaan citra optik (Landsat) untuk digunakan secara luas dalam pemetaan atau pemantauan tutupan lahan menjadi kurang optimal karena citra landsat mengalami kerusakan pada kanal scan line corrector (SLC), sehingga citra mengalami garis-garis (striping) pada hasil rekamannya. Satelit radar (radio detecting and ranging) merupakan sensor gelombang mikro (microwave) yang memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan baik. Sensor ini mampu menembus awan, partikel hujan dan mempunyai sumber energi sendiri sehingga mampu melakukan pencitraan baik siang maupun malam dan pada segala macam cuaca (JAXA 2007). Teknologi radar telah dikembangkan dan banyak satelit radar diluncurkan sejak dioperasikannya SEASAT, yaitu SIR-A, SIR-B, SIR-C, ERS-1, ERS-2, ALMAZ, JERS-1, RADARSAT dan ALOS PALSAR. Penggunaan radar pada frekuensi L- band dan P-band telah dilakukan yaitu dalam estimasi perhitungan biomassa hutan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang konsisten. Metode yang digunakan melalui pengukuran polarimetrik backscatter SAR (Synthetic Aperture Radar). Sandberg et al. (2011) menyatakan untuk data L-band hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan backscatter polarisasi HV dengan kesalahan estimasi root mean square error (RMSE) antara 31% dan 46%. Untuk P-band hasilnya lebih baik daripada L-band. Model menggunakan polarisasi HH atau HV memberikan hasil yang sama, dengan RMSE antara 18% dan 27%, dan nilai-nilai koefisien determinan (r 2 ) adalah antara 70% dan 80%. ALOS PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 oleh Jepang, yang bekerja pada saluran band-l dengan polarimatrik penuh HH, HV, VV dan VH (LAPAN 2006a). Lebar cakupan areal antara 250 sampai 350 km. Sensor

2 dengan band L mampu menembus atau penetrasi ke vegetasi hutan mulai dari daun, ranting, cabang dan bahkan sampai ke batang pohon (Smith 2006). Data citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk pembuatan DEM (Digital Elevation Model), monitoring sumberdaya alam (hutan), monitoring kebakaran hutan, estimasi kandungan biomassa, mengukur kelembaban tanah, monitoring objekobjek buatan, kandungan mineral dan bahkan untuk pencarian pesawat dan kapal yang hilang (Ginting et al. 2003). Mitchard et al. (2011) melakukan pengukuran perubahan biomassa akibat perambahan hutan dan deforestasi/degradasi di wilayah hutan savana Afrika Tengah menggunakan hubungan nilai backscatter citra JERS-1 (1996) dan PALSAR (2007). Hasilnya memperlihatkan hubungan antara backscatter radar dan biomassa pohon (aboveground biomass = AGB) yang kuat (r 2 = 86% untuk ALOS HV untuk plot biomassa, r 2 = 95% berhubungan ALOS yang diturunkan biomassa untuk 40 daerah berubah yang diduga oleh JERS-1 HH). Kemampuan citra ALOS PALSAR menembus vegetasi hutan sampai ke batang pohon atau tumbuhan bawah akan berpengaruh terhadap sinyal pancar balik (backscatter) pada setiap kondisi objek tutupan lahan. Tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit memiliki kondisi homogen dan jarak tanam yang sama namun memiliki umur tanaman berbeda. Perbedaan umur tanaman mempengaruhi besaran ukuran dimensi tanaman yang berarti mempengaruhi penetrasi sensor ALOS PALSAR. Perbedaan dimensi tanaman akan memperlihatkan perbedaan kekasaran pada perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai backscatter citra ALOS PALSAR. Hal yang penting dikaji disini adalah kondisi dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit mana yang mempengaruhi nilai backscatter citra ALOS PALSAR. Selanjutnya dengan mengetahui dimensi tanaman yang berpengaruh dapat diklasifikasikan kelas dari perbedaan dimensi tersebut. Citra ALOS PALSAR telah digunakan untuk beberapa kajian, diantaranya adalah menghitung koefisien kalibrasi data citra ALOS PALSAR (Nakamura et al. 2008), akurasi koreksi geometrik untuk normalisasi radiometrik (Small et al. 2008), menghitung kandungan biomassa pohon (Lucas et al. 2006, Mitchard et al. 2009, dan Wijaya 2009), dan monitoring sumberdaya hutan (Amaral et al. 2009).

3 Citra ALOS PALSAR juga digunakan untuk monitoring bahaya gunung api seperti yang dilakukan oleh para peneliti dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional dalam pemantauan gunung Merapi (LAPAN 2006b). 1.2 Perumusan Masalah Menurut JICA & IPB (2010) faktor yang mempengaruhi besaran nilai backscatter pada citra ALOS PALSAR dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu: sistem sensor dan target objeknya. Pada sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran nilai backscatter, yaitu: a) panjang gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L dan P), b) polarisasi (HH, HV, VV, VH), c) sudut pandang dan orientasi, dan d) resolusinya. Faktor yang mempengaruhi nilai backscatter dari target objeknya adalah: a) kekasaran, ukuran dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa, b) konstanta dielektrik (antara lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air), c) sudut kemiringan atau slope dan orientasinya (sudut pandang lokal, local incident angle). Perkebunan karet merupakan jenis tanaman dikotil yang memiliki struktur lengkap, memiliki daun, ranting, cabang dan batang serta akar yang berbanir. Percabangan karet berbentuk kerucut terbalik dengan diameter tajuk yang melebar kesamping dan keatas relatif pendek. Perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yang hanya memiliki daun dengan pelepah dan batang serta akar serabut kecil-kecil yang tidak tampak dipermukaan tanah. Panjang pelepah kelapa sawit dan sifatnya yang saling menumpuk mampu menutup areal dibawahnya (lantai tanaman). Perbedaan tahun tanam pada perkebunan mempengaruhi penutupan areal dan besaran ukuran dimensi tanaman. Pada areal baru tanam atau tanaman muda di perkebunan karet dan kelapa sawit areal belum tertutup tajuk, mirip seperti areal/lahan kosong. Hal ini menunjukkan tingkat kekasaran objek rendah menyebabkan reflektor bersifat cermin dan memantulkan sinyal/energi menjauhi sensor. Tanaman remaja sampai tua (umur > 5 tahun) tajuk tanaman sudah mulai rapat sehingga objek memiliki kekasaran meningkat yang ditangkap sensor sebagai reflektor tersebar. Bahkan pada kondisi ini dapat terjadi yang disebut mekanisme volume scattering, yaitu sensor radar akan menerima pancar balik dari

4 reflektor permukaan dan reflektor sudut dari vegetasi tanaman karena kemampuan sensor menembus sampai lapisan bawah vegetasi. Karakteristik perkebunan seperti ini menunjukkan tingkat kekasaran objek berbeda sehingga berpengaruh pada nilai backscatter. Perbedaan kekuatan backscatter mempengaruhi tingkat kecerahan (brightness) objek dalam citra ALOS PALSAR. Jumlah energi pancar balik sangat tergantung pada beberapa faktor; sinyal yang mengiluminasi (panjang gelombang, polarisasi, sudut pandang dan lain lain) dan sifat objek terhadap iluminasi (kekasaran, bentuk, orientasi, konstanta dielektrik dan lain lain) (Saleh 2010). Pemilihan perkebunan karet dan kelapa sawit sebagai objek penelitian karena secara visual pada citra ALOS PALSAR memiliki kesamaan kenampakan dengan beberapa penutupan lahan lain. Perkebunan karet pada citra ALOS PALSAR memiliki warna dominan hijau terang sampai kuning. Kenampakan seperti ini memiliki kesamaan dengan hutan alam atau hutan tanaman. Namun ada juga areal kebun berwarna biru yang menunjukkan tanaman masih muda sehingga kondisi demikian mirip dengan lahan terbuka dan sawah. Pada citra ALOS PALSAR perkebunan kelapa sawit memiliki kenampakan warna dominan ungu dan dibeberapa areal ada yang berwarna biru gelap, ungu terang sampai pink. Kenampakan ini ada kesamaan dengan lahan kosong atau hutan tanaman muda. Menurut Awaya (2009) menyatakan terjadinya perbedaan kenampakan kecerahan pada perkebunan karet dan kelapa sawit disebabkan adanya perbedaan kelas umur dan kandungan biomassa. Perkebunan karet dan kelapa sawit di beberapa wilayah di Indonesia memiliki batas dan/atau berada di dalam kawasan hutan, menjadi penting untuk mempelajari karakteristik kedua objek tutupan lahan ini agar tidak terjadi kesalahan penafsiran. Kondisi dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit di atas, menimbulkan pertanyaan dalam penelitian ini; variabel apa saja dari dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai backscatter pada citra ALOS PALSAR? Apakah ada perbedaan dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi perbedaan nilai backscatter citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter?

5 Karakteristik perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi backscatter ini penting untuk dipahami karena akan membantu interpreter dalam mengklasifikasikan kelas penutupan lahan setiap objek terutama bila menggunakan citra ALOS PALSAR. 1.3 Kerangka Pemikiran Penginderaan jauh pada prinsipnya mengenal dua sistem dalam mengindera permukaan bumi, yaitu penginderaan dengan sensor pasif dan sensor aktif. Penginderaan jauh sistem pasif adalah suatu sistem yang memanfaatkan energi almiah (sinar matahari), dimana sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi matahari (Purwadhi 2001). Alat perekam datanya merupakan sistem multispectral scanner yang bekerja dalam selang cahaya tampak sampai inframerah termal atau dikenal dengan sistem optik. Panjang gelombang yang digunakan pada penginderaan jauh pasif 0,4 µm ~ 12 µm (Jaya 2009). Sistem aktif menggunakan gelombang mikro (microwave) yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang (30 mm ~ 300 mm) dengan frekuensi 1 GHz ~ 10 GHz dan dikenal dengan microwave remote sensing atau pencitraan radar (radar imaging). Sistem aktif pada umumnya berupa saluran tunggal (single channel) yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem optik dalam hal mampu menembus awan dan dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar matahari. Sistem aktif menggunakan sumber energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi dan direkam nilai pantulnya oleh sensor (Jaya 2009). Citra yang dihasilkan dari sistem aktif (radar) berdasarkan kondisi fisik objek, berupa tingkat kekasaran permukaan, ukuran, bentuk dan kandungan biomassa. Perbedaan kondisi ini akan berpengaruh terhadap nilai backscatter citra (ALOS PALSAR) dan kenampakan visual citra yang dihasilkan. Perkebunan karet dan kelapa sawit memiliki kondisi yang beragam karena umur tanaman pada perkebunan tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diketahui peubah yang mempengaruhi tingkat kekasaran, ukuran, bentuk dari vegetasi serta kandungan biomassa yang terdapat di perkebunan karet dan kelapa sawit.

6 Untuk mengetahui atau mengidentifikasi peubah yang berpengaruh terhadap perbedaan nilai backscatter di perkebunan karet dan kelapa sawit maka digunakan analisis diskriminan. Selanjutnya peubah yang berpengaruh dapat digunakan untuk mengklasifikasikan kelas perkebunan karet dan kelapa sawit sebagai objek dalam penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dari penelitian ini seperti pada gambar 1. Penginderaan Jauh Radar (Sistem Aktif) Optik (Sistem Pasif) Karakteristik Fisik Vegetasi; - kerapatan, ukuran, bentuk pohon, cabang, ranting, daun/tajuk - kondisi tumb. bawah - kondisi permukaan lantai tanaman - biomassa Variasi Nilai Backscatter Citra ALOS PALSAR Peubah Dimensi Tanaman Apakah yang Mempengaruhi Nilai Backscatter? Analisis Diskriminan Peubah-peubah yang Paling Signifikan Klasifikasi Tutupan Perkebunan Karet & Kelapa Sawit Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran

7 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan mengidentifikasi peubah dimensi tanaman pada perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai backscatter citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter. 1.5 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini akan membuktikan bahwa dimensi tanaman pada perkebunan karet dan kelapa sawit mempengaruhi perbedaan nilai backscatter citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan dalam mengklasifikasikan setiap tutupan lahan, khususnya klasifikasi dalam perkebunan karet dan kelapa sawit. Dengan mengetahui kelas klasifikasi dalam perkebunan tersebut dapat ditentukan potensi atau kelas perkebunan karet dan kelapa sawit. Sebagai bahan dalam pengembangan metode identifikasi/klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra radar khususnya ALOS PALSAR.