KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN LUNTUR KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN LIMBAH TEH HIJAU

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya.

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

PENGARUH FIKSASI TERHADAP KETUAAN WARNA DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI LIMBAH MANGROVE

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

Oleh Ibnu Basofi NIM :

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

PENGARUH PEWARNAAN TERHADAP KELUNTURAN WARNA RAMBUT MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI LIMBAH BIJI PEPAYA TERHADAP PENCUCIAN

Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Jl. Veteran-Malang *

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PENDAHULUAN Latar Balakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dengan berbagai kebudayaan, baik tarian, pakaian adat, makanan, lagu

Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan

ABSTRACT. Key words : cacao s shell, natural colorant, cotton, silk, RGB

OPTIMASI SERBUK PEWARNA ALAMI INSTANDAUN SIRSAK (AnnonamuricataL.)DITELAAH DARIWAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

BAB II METODE PERANCANGAN

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR DAN INTENSITAS WARNA KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL

Pengaruh Bahan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Daun Alpukat (Persea americana Mill.

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata Kunci :Kulit, Daun, Mangrove (Rhizophoramucronata), Pewarna, Batik.

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

PEWARNA ALAMI INSTAN DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) (SOLUSI KREATIF PENGADAAN SERBUK PEWARNA BATIK)

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

Bab III Metodologi Penelitian

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

KUESIONER PENELITIAN. tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara anggap benar.

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN TANAMAN KEMBANG TELEKAN SEBAGAI PEWARNA ALAM BATIK PADA KAIN MORI PRIMA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PENGARUH LARUTAN FIXER TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN BIOPIGMEN RUMPUT LAUT Eucheuma sp. SEBAGAI PENGGANTI PEWARNA SINTETIS PADA TEKSTIL

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

ANALISIS CITRA PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN

POTENSI DAUN KETAPANG, DAUN MAHONI DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNAAN KAIN BATIK YANG RAMAH LINGKUNGAN

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

STABILISASI LIMBAH CAIR HASIL PENGOLAHAN GAMBIR DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA PADA KAIN SUTERA

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

Proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan menggunakan media air.

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pemanfaatan Bagian Cabang dan Pucuk Cabang Dalbergia latifolia sebagai Pewarna Alami Kain Batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

Prosiding Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY, Volume 4, Tahun 2009

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

BAB III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN TEKNIK PEWARNAAN ALAMI PADA KERAJINAN SERAT ALAMI DI CV BHUMI CIPTA MANDIRI SENTOLO, KULON PROGO, YOGYAKARTA

Transkripsi:

MAKALAH PENDAMPING KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02) ISBN : 978-979-1533-85-0 LIMBAH GERGAJI KAYU SUREN (Toona sureni Merr.) SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK TULIS (PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN LUNTUR DITELAAH DENGAN METODA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL RGB) A.Ign. Kristijanto 1,*, Hartati Soetjipto 1, dan Riski Periskianasari 1 1 Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW, Salatiga *Keperluan korespondensi,tel/fax : (0298) 321212 ext 238/321433, email : ai9kristi@yahoo.com Abstrak Pemanfatan limbah gergaji kayu suren (Toona sureni Merr.) sebagai pewarna alami batik tulis telah dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 hingga bulan November 2010. Tujuan penelitian adalah: 1) Menentukan pengaruh fiksatif terhadap ketuaan warna hasil pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) pada kain mori. 2) Menentukan pengaruh fiksatif terhadap ketahanan luntur hasil pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) pada kain mori terhadap panas penyetrikaan dan pencucian. Data ketuaan warna dianalisis dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok), 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis fiksatif yaitu: tawas (Tw) 5 %, kapur (K) 2,5 %, tunjung (Tu) 2 % dan sebagai kelompok adalah waktu pemrosesan kain. Sedangkan data ketahanan luntur warna dianalisis dengan menggunakan rancangan Dwi Ragam dengan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok), 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis fiksatif yaitu tawas (Tw) 5 %, kapur (K) 2,5 %, tunjung (Tu) 2 % dan sebagai kelompok adalah waktu pemrosesan kain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan fiksatif tunjung pada kain mori menghasilkan warna paling gelap (tua) diikuti kapur dan tawas. Ketiga jenis fiksatif (tunjung, kapur, tawas) pada kain mori menunjukkan ketahanan luntur yang sama terhadap panas penyeterikaan.. Penggunaan fiksatif tunjung pada kain mori menunjukkan ketahanan luntur terhadap pencucian, sebaliknya dengan fiksatif kapur dan tawas menunjukkan kelunturan. Kata kunci : Limbah kayu suren, pewarna alami, metode RGB PENDAHULUAN Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi yang sejak lama telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa). Warna pada batik merupakan suatu unsur pokok yang menarik perhatian konsumen, hal ini dikarenakan warna memiliki kekuatan tersendiri yang dapat menciptakan suatu keindahan. Pewarnaan pada batik umumnya menggunakan pewarna sintetis seperti zat warna naftol, zat warna belerang, zat warna direk, zat warna bejana dan zat warna reaktif [1]. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh zat warna sintetik membuat para peneliti berusaha untuk menggali kembali potensi alam Indonesia. Konsep gerakan kembali ke alam (back to nature) untuk zat warna alam telah direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan karena kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif rendah, mudah terdegradasi secara biologis, dan tidak beracun. Bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dan banyak ditemui adalah limbah industri penggergajian kayu suren (T. sureni). Polifenol dan tanin memiliki kontribusi besar pada warna kayu dan dapat dijadikan sebagai bahan Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 737

pencelup [2].. Kekurangan zat warna alam adalah tidak mempunyai standar warna, tahan luntur rendah, proses untuk mendapatkan sulit, proses pewarnaan rumit, dan koleksi warna terbatas. Ketahanan luntur warna merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian atau bahan berwarna. Warna yang bagus pada bahan tekstil menjadi tidak diminati konsumen jika bahan tekstil tersebut mudah pudar warnanya [3]. Penggunaan larutan fiksatif dalam proses pewarnaan kain akan membuat warna menjadi tidak mudah pudar [4]. Sehingga perlu diketahui sejauh mana pengaruh fiksatif terhadap ketuaan dan ketahanan luntur warna alam hasil limbah gergaji kayu suren (T. sureni) pada kain batik dengan menggunakan metode pengolahan citra digital RGB [5]. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan pengaruh fiksatif terhadap ketuaan warna hasil pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) pada kain mori 2. Menentukan pengaruh fiksatif terhadap ketahanan luntur hasil pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) pada kain mori terhadap panas penyetrikaan dan pencucian PROSEDUR PERCOBAAN Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kain mori, dan limbah gergaji kayu suren (T. sureni) yang diperoleh dari pabrik penggergajian kayu di Salatiga. Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan antara lain Al 2 (SO 4 ) 3 (tawas), CaO (kapur tohor), FeSO 4 (tunjung), Na 2 CO 3 (soda abu), dan CH 3 COOH (asam asetat). Piranti yang digunakan yaitu timbangan, gelas ukur, baskom, kain penyaring, pengaduk, panci stainless steel, kompor, mortar, ayakan, pemindai (scanner) (Microtek 3880), dan program Mathematic Laboratory (MatLab 6.5) 500 g limbah gergaji suren kering ditambah 5 liter air, kemudian direbus selama 45 menit lalu didiamkan selama 1 malam. Selanjutnya disaring, dan hasil penyaringan ini disebut ekstrak limbah gergaji yang siap digunakan untuk mencelup kain. Sedangkan untuk kain sebelum dicelup dilakukan proses mordanting yaitu air sebanyak 2 liter ditambah 2 gram soda abu dipanaskan hingga suhu 60 0 C, kemudian kain direndam sambil dibolak-balik selama 5 menit. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas dengan air panas, lalu dibilas ulang dengan air dingin sampai bersih, kemudian diangin-anginkan di tempat yang teduh. Kain mori yang sudah dimordanting dicelupkan selama 3 menit ke dalam ekstrak limbah gergaji kayu suren (T. sureni). Selanjutnya kain yang sudah dicelup, kemudian diangin-anginkan di tempat yang teduh. Proses pencelupan kain dilakukan sebanyak 5 kali Kain mori yang sudah dicelup, kemudian direndam dalam larutan tawas 5%, kapur tohor 2,5%, dan tunjung 2% selama 5 menit. Setelah 5 menit diangkat lalu angin-anginkan sampai kering. Hasil yang diperoleh dipindai (discanning), kemudian diuji dengan program Matlab dan didapatkan nilai RGB dan Grayscale. Kain mori yang telah melewati proses fiksasi dipotong dengan ukuran 5x10 cm, kemudian letakkan sepotong kain kapas putih di atas kain tersebut. Selanjutnya permukaan kain disetrika, selama 10 detik. Hasil yang diperoleh discanning, kemudian diuji dengan program Matlab dan didapatkan nilai RGB dan Gray scale. Kain mori yang telah melewati proses fiksasi dipotong dengan ukuran 5x10 cm, kemudian dilakukan pencucian sebanyak 5 kali. Setelah dilakukan pencucian, kain dibilas 2 kali dengan air panas, lalu kain dicelupkan dalam asam asetat 0,014 %, selama 1 menit. Selanjutnya kain dibilas ulang dengan air dingin, kemudian dikeringanginkan dan setelah kering disetrika. Hasil yang Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 738

diperoleh dipindai (discanning), kemudian diuji dengan program Matlab dan didapatkan nilai RGB d an Gray scale. Data ketuaan warna dianalisis dengan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok), 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis fiksatif yaitu tawas (Tw) 5 %, kapur (K) 2,5 %, dan tunjung (Tu) 2 % sedangkan sebagai kelompok adalah waktu pemrosesan kain. Sedangkan data ketahanan luntur warna dianalisa dengan menggunakan rancangan Dwi Ragam dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis fiksatif yaitu tawas (Tw) 5 %, kapur (K) 2,5 %, tunjung (Tu) 2 % dan sebagai kelompok adalah waktu pemrosesan kain. Data dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam dan uji F pada taraf nyata 5 %, sedangkan pengujian antar perlakuan dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 % [6]. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Berbagai Jenis Fiksatif Terhadap Ketuaan Warna Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Ketuaan warna adalah keadaan tingkatan warna pada kain setelah dilakukan pencelupan [7]. Rataan ketuaan warna (± SE) kain mori dengan pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) antar berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dalam nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,2636 ± 0,0047 sampai dengan 0,6177 ± 0,0072 (Tabel 1). Dari Tabel 1 terlihat bahwa rataan ketuaan warna kain mori yang diekspresikan dalam nilai RGB dan Grey antar berbagai jenis fiksatif menunjukkan nilai R (red) dan Grey dengan fiksatif tawas lebih tinggi dari pada tunjung dan kapur. Sedangkan nilai G (green) dan B (blue) dengan fiksatif tunjung dan kapur sama, kecuali untuk fiksatif tawas tetap lebih tinggi (Gambar 1). Ketuaan warna nilai RGB dan grey yang semakin kecil atau mendekati nilai 0 menunjukkan bahwa warna semakin gelap (tua), sebaliknya semakin besar atau mendekati nilai 1 maka, warna semakin terang (muda) [5]. Dari Gambar 1 terlihat bahwa ketuaan warna kain mori dengan pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) yang diekspresikan dalam nilai R (red) dan grey antar berbagai jenis fiksatif menunjukkan kain mori dengan fiksatif tawas menghasilkan warna paling terang (muda) dibandingkan kapur dan tunjung, sedangkan fiksatif tunjung paling gelap (tua). Nilai G (green) dan B (blue) dengan fiksatif tunjung dan kapur menghasilkan warna lebih gelap (tua) dari pada tawas. Zat pewarna alami (tannin) yang terkandung dalam ekstrak limbah kayu suren (T. sureni) bila bereaksi dengan tunjung (ferro sulfat) akan membentuk warna biru kehitaman atau hijau kehitaman. Hal inilah yang menyebabkan warna kain mori dengan fiksatif tunjung menunjukkan warna paling tua, jika dibandingkan dengan kapur dan tawas. Reaksi kompleks antara tannin dan fiksatif tunjung akan membentuk garam dan air [8]. Pengaruh Fiksatif Pada Ketahanan Luntur Warna Kain Mori Terhadap Panas Penyetrikaan Rataan ketahanan luntur warna kain mori (± SE) terhadap panas penyetrikaan dengan pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) antar berbagai fiksatif yang diekspresikan dalam nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,2905 ± 0,0077 sampai dengan 0,5367 ± 0,0111 (Tabel 2). Dari Tabel 2 terlihat rataan ketahanan luntur warna kain mori terhadap panas penyetrikaan antar berbagai jenis fiksatif menunjukkan ekspresi nilai RGB dan grey yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga jenis Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 739

fiksatif (tunjung, kapur, dan tawas) pada kain mori mempunyai ketahanan luntur yang sama terhadap perlakuan panas penyetrikaan (Gambar 2). Pengaruh Fiksatif Pada Ketahanan Luntur Warna Kain Mori Terhadap Pencucian Ketahanan luntur warna adalah kemampuan kain celup atau kain cap untuk mempertahankan ketuaan warnanya selama pemakaian [7]. Rataan ketahanan luntur warna (± SE) kain mori dengan pewarnaan limbah kayu suren (T. sureni) terhadap pencucian antar berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dalam nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,2761 ± 0,0063 sampai 0,5895 ± 0,0082 (Tabel 3). Ketahanan luntur warna dalam nilai RGB dan grey yang semakin kecil atau mendekati nilai 0 menunjukkan bahwa kain tidak mudah luntur, sebaliknya semakin besar atau mendekati nilai 1 kain mudah luntur [5]. Dari Tabel 3 terlihat bahwa ketahanan luntur kain mori antar berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dalam nilai RGB dan grey menunjukkan bahwa dengan fiksatif kapur dan tawas mempunyai ketahanan luntur yang sama terhadap perlakuan pencucian, jika dibandingkan dengan fiksatif tunjung. Atau dengan kata lain kain mori dengan fiksatif tunjung memiliki ketahanan luntur lebih kuat di banding fiksatif kapur dan tawas (Gambar 3). Hasil penelitian [1] dengan metode berbeda (menggunakan program Spectrophotometer UV- PC) dengan penambahan fiksatif tawas 5% pada kain mori, menunjukkan kelunturan kain mori terhadap pencucian. Nampaknya hasil penelitian ini sama dengan [1] yang menunjukkan bahwa penambahan fiksatif tawas 5% pada kain mori menghasilkan kelunturan terhadap pencucian. KESIMPULAN 1. Fiksatif tunjung pada kain mori menghasilkan warna paling gelap (tua), kemudian diikuti kapur dan tawas. 2. Ketiga jenis fiksatif (tunjung, kapur, tawas) pada kain mori menunjukkan ketahanan luntur yang sama terhadap panas penyetrikaan. 3. Fiksatif tunjung pada kain mori menunjukkan ketahanan luntur terhadap pencucian, sebaliknya dengan fiksatif kapur dan tawas menunjukkan kelunturan. DAFTAR RUJUKAN [1] Sulasminingsih, 2006. Studi Komparasi Kualitas Kain Kapas pada Pencelupan Ekstrak Kulit Pohon Mahoni dengan Mordan Tawas dan Garam Diazo. Skripsi.Universitas Negeri Semarang, Semarang. [2] Rostiana, O. Hadipoentyanti, E., dan Abdullah, A., 1992, Potensi Bahan Pewarna Alami di Indonesia, Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani Cisarua, Bogor. [3] Kusriniati, Dewi, 2007. Pemanaatan Daun Sengon (Albizia falcataria) Sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas Dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Busana Camisol. Universitas Negeri Semarang, Semarang.http://digilib.unnes.ac.id/g sdl/collect/skripsi/index/assoc/hash 6bf7/1dcca11c.dir/doc.pdf (diunduh tanggal 4 Februari 2010). [4] Purwaningrum, S.D.,2007, Pengaruh Lama Waktu Mordan Tawas Terhadap Ketuaan Warna dan Kekuatan Tarik Kain Sutera dalam Proses Pewarnaan dengan zat Warna Daun Mangga pada Busana Pesta Anak. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang. [5]Anonim, 2010. RGB. http://en.wikipedia.org/wiki/rgbcolor-model (diunduh tanggal 10 Juni 2010). [6] Steel,R.G.D.,and Torie, J.H.,1981, Principle and Procedures o Statistic. A Biometrical Approach, 2 nd ed. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 740

McGraw Hill International Book Co., Kugakusha, Japan [7] Atikasari, A.,2005, Kualitas Tahan Luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Universitas Negeri Semarang,Semarang.www.news.id.i nroll.com/ /127217-ditemukan-zatpewarna-tekstil-di-pasarramadhan.pdf (diunduh tanggal 10 Februari 2010) [8]Setyowireti, Tripuspita.,1999,Pengaruh Larutan Garam Terhadap Pengurangan Kadar Tannin dan Kesukaan Konsumen pada Pembuatan Manisan Salak.Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian, UGM,Yogyakarta Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 741

LAMPIRAN Tabel 1. Nilai RGB Rataan Ketuaan Warna (± SE) Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Antar Berbagai Jenis Fiksatif diekspresikan dalam Nilai RGB dan Grey W R 0,0085 G 0,0078 B 0,0072 Gr 0,0077 Jenis Fiksatif Tu (2%) Kp (2,5%) Tw (5%) 0,3486 ± 0,0113 0,5127 ± 0,0077 0,6177 ± 0,0072 (a) (b) (c) 0,2974 ± 0,0083 0,3032 ± 0,0056 0,4275 ± 0,0042 (a) (a) (b) 0,2767 ± 0,0074 0,2636 ± 0,0049 0,3263 ± 0,0036 (a) (a) (b) 0,3117 ± 0,0092 0,3690 ± 0,0060 0,4770 ± 0,0046 (a) (b) (c) Keterangan : * W = BNJ 5%; * R = Red (Merah); G = Green (Hijau); B = Blue (Biru); Gr = Grey (abu-abu); Tu = Tunjung; Kp = Kapur; Tw = Tawas; * Angka-angka yang disertai huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda bermakna sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan ada beda bermakna antar jenis fiksasi Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 1-3 Gambar 1. R G B Gr Diagram Batang Rataan Ketuaan Warna Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Antar Berbagai Jenis Fiksatif Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 742

Tabel 2. Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Mori (± SE) dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Terhadap Panas Penyetrikaan Antar Berbagai Jenis Fiksatif diekspresikan dalam Nilai RGB dan Grey Nilai RGB W R 0,1959 G 0,0680 B 0,1100 Gr 0,0789 Jenis Fiksasi Tu (2%) Kp (2,5%) Tw (5%) 0,5367 ± 0,0093 0,4832 ± 0,0200 0,4756 ± 0,0085 (a) (a) (a) 0,3271 ± 0,0074 0,3342 ± 0,0111 0,3958 ± 0,0076 (a) (ab) (b) 0,2905 ± 0,0067 0,2917 ± 0,0105 0,3084 ± 0,0077 (a) (a) (a) 0,3625 ± 0,0078 0,3874 ± 0,0115 0,4352 ± 0,0075 (a) (a) (a) R G B Gr Gambar 2. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Terhadap Panas Penyetrikaan Antar Berbagai Jenis Fiksatif Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 743

Tabel 3. Purata Ketahanan Luntur Warna (± SE) Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Terhadap Pencucian Antar Berbagai Jenis Fiksatif diekspresikan dalam Nilai RGB dan Grey Nilai RGB W R 0,1150 G 0,0683 B 0,0280 Gr 0,0662 Jenis Fiksasi Tu (2%) Kp (2,5%) Tw (5%) 0,3478 ± 0,0082 0,5781 ± 0,0126 0,5895 ± 0,0068 (a) (b) (b) 0,2790 ± 0,0070 0,3829 ± 0,0110 0,4176 ± 0,0065 (a) (b) (b) 0,2761 ± 0,0060 0,3256 ± 0,0095 0,3171 ± 0,0063 (a) (b) (b) 0,3040 ± 0,0069 0,4414 ± 0,0112 0,4488 ± 0,0066 (a) (b) (b) R G B Gr Gambar 3. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Mori dengan Pewarnaan Limbah Kayu Suren (T. sureni) Terhadap Pencucian Antar Berbagai Jenis Fiksatif Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 744