PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. berupa kebiasaan, nilai kesopanan, norma dan kesemuanya bermuara pada

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

Perilaku Anak Jalanan dan Strategi Pengentasannya di Bandung, Bogor, dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG SEKOLAH RAMAH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

PROFIL ANAK JALANAN DAN STRATEGI PENGENTASANNYA DI BANDUNG, BOGOR DAN JAKARTA SRI TJAHJORINI SUGIHARTO

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Arnisyah, 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Call Center : 129 : tesa.bali Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Perda No.31 / 2004 Tentang Pembentukan,Kedudukan,Tugas,Fungsi, SOT Dinas Sosial Kab. Magelang PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 31 TAHUN 2004

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, KEPENDUDUKAN, DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI BANTEN

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KOTA LAYAK ANAK

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB I PENDAHULUAN. keperluan materil anak, pemberi kasih sayang dan bertanggung jawab

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Berpikir

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR : 53 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Perkembangan Dinas Sosial Provinsi Riau

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran antar pelajar

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Akibat terjadinya bencana alam kekeringan serta krisis ekonomi yang berkepanjangan pada akhir tahun 1997 permasalahan anak jalanan makin mencuat kepermukaan. Hasil penelitian menunjukkan permasalahan anak jalanan diakibatkan oleh adanya : ketidakserasian keluarga (33 persen), kekerasan dalam keluarga (23 persen) dan kemiskinan atau ketidakmampuan keluarga (98 persen), yang seringkali juga bersifat ganda (Tjahjorini, 2001). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistiati (2001) yang mengemukakan alasan anak berada di jalan antara lain karena kemiskinan (membantu orang tua), broken home, tidak betah di rumah/di sekolah dan ingin bebas di jalan serta budaya malas. Kedua hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penyebab utama dari turunnya anak ke jalan adalah kemiskinan atau ketidakmampuan keluarga. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini, orang tua melibatkan anak dalam upayanya mencukupi kebutuhan keluarga. Bila dikaji lebih jauh upaya penghapusan kemiskinan sesungguhnya sudah merupakan komitmen dunia yang tertuang dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial di Kopenhagen 1995 yang menegaskan bahwa pembangunan Bidang Sosial dilaksanakan sejalan dengan pembangunan bidang lainnya. Tiga butir penting KTT Kopenhagen, yaitu : (1) Pengentasan kemiskinan, (2) Perluasan lapangan kerja, dan (3) Integrasi sosial. Komitmen dunia lainnya terkait dengan upaya penghapusan kemiskinan tertuang dalam Millenium Development Goal yang ditandatangai oleh 189 negara di Geneva tahun 2000 dan diperkirakan akan tercapai pada tahun 2015. Delapan butir yang disepakati untuk dilakasanakan oleh negara yang turut serta menandatangani, termasuk Indonesia, yaitu : (1) Penghapusan kemiskinan, (2) Pendidikan untuk semua, (3) Persamaan gender, (4) Perlawanan terhadap penyakit, (5) Penurunan angka kematian anak, (6) Peningkatan kesehatan ibu, (7) Pelestarian lingkungan hidup, (8) Kerjasama global.

2 Berdasarkan kenyataan di lapangan serta komitmen global di atas, upaya penghapusan kemiskinan menjadi prioritas utama yang fatal dan vital untuk sesegera mungkin dilaksanakan. Hal ini terkait dengan kondisi empirik bahwa permasalahan sosial yang muncul seringkali bersumber pada masalah kemiskinan atau ketidakmampuan keluarga, termasuk permasalahan sosial anak jalanan. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial anak jalanan pada tahun 1999 yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dan Departemen Sosial dengan dukungan Asia Development Bank, jumlah anak jalanan adalah 39.861 orang, yang tersebar di 12 kota besar. Pada tahun 2004, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, jumlah anak jalanan sebesar 98.113 orang, yang tersebar di 30 provinsi. Khusus di wilayah Bandung kurang lebih berjumlah 5.500 anak jalanan (Data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2006) ; di wilayah Bogor 3.023 orang (Data Dinas Sosial Pemda Bogor, 2006) ; dan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta kurang lebih berjumlah 8.000 orang (Data Dinas Sosial DKI Jakarta, 2006).. Sangat boleh jadi keadaan nyata di lapangan jumlah anak jalanan jauh lebih besar dari jumlah di atas. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan anak jalanan merupakan fenomena gunung es, yang dari tahun ke tahun terjadi peningkatan baik dalam jumlah maupun wilayah penyebarannya. Disisi lain masalah anak jalanan, merupakan patologi sosial yang mempengaruhi behavior anak, dengan pola dan sub kultur yang berkembang di jalanan sebagai daya tarik bagi anak yang masih tinggal di rumah tetapi rentan menjadi anak jalanan, untuk turun ke jalanan. Kecenderungannya bila tidak ada upaya mengatasi bukan hanya sekedar turun, tetapi lambat laun bekerja dan hidup di jalan menyatu dengan anak jalanan lain. Masalah sosial anak jalanan terkait pula dengan ketidakmampuan anak memperoleh haknya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 23 (1) yang mengamanatkan bahwa negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak, khususnya Departemen Sosial

3 untuk melakukan perlindungan anak melalui penanganan kasus anak yang memerlukan perlindungan khusus. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak menjadi salah satu kewajiban negara dan pemerintah untuk memujudkannya. Hal tersebut dipertegas pada Pasal 59 Tahun 2002 yang mengamanatkan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kapada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Terkait dengan permasalahan sosial anak jalanan, Pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial telah melakukan upaya penanganan melalui kerjasama dengan : Pesantren yang menitipkan beberapa anak jalanan (maksimal 10 orang di pesantren-pesantren) dan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan didirikannya rumah singgah-rumah singgah yang melakukan pembinaan pada anak-anak jalanan serta Mobil Sahabat Anak (MSA). Di sisi lain Pemerintah Daerah sudah melakukan upaya-upaya penertiban pula. Seperti yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta Nomor 3 tahun 1972 yang bertujuan menegakkan keamanan dan ketertiban di tempat-tempat umum, melakukan penggarukan dan penertiban terhadap permasalahan sosial termasuk anak jalanan dari tempattempat umum. Pada kenyataannya anak jalanan justru menggunakan tempattempat umum sebagai lokasi kegiatannya, sehingga anak jalanan menjadi sorotan dan dipermasalahkan bahkan dianggap sebagai pelanggaran. Demikian pula yang terjadi di daerah lain dengan PERDA wilayahnya, seringkali terjadi hal yang sifatnya dilematis. Meski upaya telah dilakukan pemerintah, namun hingga kini upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan dan anak jalanan

4 belum dapat terentaskan dari jalanan. Demikian pula rumah perlindungan anak yang tersedia baru satu milik Departemen Sosial yakni di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur. Seperti disinyalir oleh Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak yang mendesak pemerintah daerah untuk menyediakan rumah perlindungan bagi anak yang terlantar (Warta Kota, 22 November 2005). Terkait dengan kondisi di atas serta keterbatasan pemerintah dan luasnya permasalahan, upaya memahami dan mengatasi anak jalanan perlu melibatkan seluruh komponen masyarakat sebagai bagian dari sistem. Masyarakat dalam hal ini dipandang sebagai suatu sistem sosial yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu bentuk equilibrium. Upaya masyarakat mencapai Equilibrium hanya mungkin terjadi apabila ada konsensus di antara para anggota masyarakat untuk bersama-sama mengupayakannya. Hal di atas terkait dengan pernyataan Irwanto (1999) bahwa pemahaman terhadap situasi anak jalanan saja tidak akan memberikan jalan keluar yang efektif untuk mengatasi permasalahan anak jalanan. Agar sebuah intervensi efektif, maka diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluargakeluarga anak jalanan. Pemahaman makro (struktural) dan mikro (dinamika keluarga) sangat dibutuhkan. Intervensi efektif seyogyanya dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi di luar sistem terkait dengan (extra systemic system) atau pemahaman secara makro dan di dalam sistem (intra sytemic system) atau pemahaman secara mikro sebagai suatu kesatuan. Diharapkan dengan hal di atas, model pendekatan yang di tawarkan guna terjadinya perubahan perilaku ke arah yang dikehendaki pada diri anak jalanan, dapat berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1979) bahwa sikap seseorang tidak hanya ditentukan oleh pribadi orang yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, artinya sikap orang-orang di sekelilingnya terhadap diri orang yang bersangkutan. Dalam hal ini perubahan perilaku anak jalanan tidak dapat terjadi bila tidak ada dukungan dari lingkungan. Dukungan dan kepedulian lingkungan tidak

5 dapat muncul, manakala masyarakat tidak memahami profil anak jalanan dan strategi pengentasannya yang efektif dan efisien. Terkait dengan hal di atas diperlukan pemahaman lebih mendasar tentang profil anak jalanan secara akurat. Kejelasan, kecermatan dan kebenaran penyajian data tentang profil anak jalanan tersebut merupakan informasi dasar untuk merencanakan suatu pendekatan. Termasuk pendekatan penyuluhan sebagai salah satu strategi upaya pengentasan. Sekaligus menunjang keefektifan pelaksanaan penanggulangan bagi pemerintah dan masyarakat yang terpanggil dan memiliki kepedulian terhadap permasalahan anak jalanan. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini yaitu Bagaimana Profil Anak Jalanan dan Strategi Pengetasannya di Bandung, Bogor, dan Jakarta. Adapun masalah khusus penelitian, adalah : (1) Bagaimana perbedaan profil anak jalanan dilihat dari daerah penelitian (Bandung, Bogor, dan Jakarta) dan jenis kelamin terkait dengan peubah Latar Belakang Keluarga, Latar Belakang Lingkungan, Ciri Fisik, Ciri Psikologik, Ciri Sosiologik, dan Perilaku Anak Jalanan. (2) Seberapa besar Latar Belakang Keluarga, Latar Belakang Lingkungan, Ciri Fisik, Ciri Psikologik, Ciri Sosiologik berpengaruh terhadap Perilaku Anak Jalanan. (3) Bagaimana strategi pengentasan anak jalanan berdasarkan hasil penelitian. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum penelitian ini bertujuan menemukan profil anak jalanan khususnya di Bandung, Bogor dan Jakarta, yang dapat memberikan gambaran kecenderungan kondisi anak jalanan di Indonesia. Diharapkan dengan diketahuinya profil anak jalanan secara jelas dan akurat, upaya penanggulangan dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang berminat menangani dengan lebih terbuka, termasuk menemukan strategi pengentasan yang relatif lebih efektif dan efisien berdasarkan

6 hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan penyuluhan. Secara lebih rinci tujuan khusus yang ingin dicapai adalah : (1) Mengidentifikasi profil anak jalanan di tiga tempat yang berbeda (Bandung, Bogor, dan Jakarta) dan perbedaan jenis kelamin dalam kaitannya dengan penyebab, kondisi kini dan dampaknya bagi perilaku mereka. (2) Mengkaji pengaruh latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan, ciri fisik, ciri psikologik dan ciri sosiologik terhadap perilaku anak jalanan. (3) Merumuskan unsur-unsur penting yang dapat digunakan untuk membangun strategi pengentasan anak jalanan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan bagi para praktisi yang berkecimpung dalam upaya mengatasi permasalahan sosial, khususnya yang terkait dengan anak jalanan. Lebih khusus diharapkan bermanfaat bagi : (1) Pemerintah dan Pihak Terkait. (a) Sebagai bahan pertimbangan penyusunan kebijakan dalam upaya meningkatkan pelayanan dan pengaturan untuk mengembangkan kualitas perilaku sumber daya anak jalanan. (b) Memberikan kejelasan kepada pihak-pihak terkait untuk mengambil sikap serta menentukan pilihan dan bertindak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, untuk berpartisipasi mengembangkan kualitas sumber daya anak jalanan sesuai tuntutan pembangunan. (c) Sebagai bahan acuan bagi petugas sosial yang bergerak dalam upaya mengatasi masalah anak jalanan. (2) Lembaga Swadaya Masyarakat. Sebagai bahan acuan/pertimbangan bagi pendamping/petugas sosial dalam upaya meningkatkan pelayanan dan mengatasi masalah anak jalanan. (3) Perguruan Tinggi. (a) Memberi sumbangan teoritis berupa tambahan khasanah keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan dan penerapan berbagai teori baik teori

7 sistem, teori konflik maupun teori pertukaran dalam kelompok kecil anak jalanan. (b) Sebagai bahan pembanding bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam mengembangkan perilaku sumber daya manusia anak jalanan selaku subyek dalam pembangunan sektor sosial. (c) Mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan yang terkait dengan permasalahan anak jalanan.