BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dari subsektor pertanian di Indonesia yang sedang semarak dikembangkan adalah subsektor hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Departemen Pertanian, 2014). Kesukaaan masyarakat Indonesia terhadap cabai terbukti dengan kebutuhan perkapita terhadap cabai yang berada pada kisaran 3 kg/kapita/tahun. Apabila jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, berarti pertahunnya dibutuhkan sebanyak 750.000 ton. Jumlah sebesar ini diduga belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri terutama pada beberapa tahun terakhir ini. Disisi lain, permintaan cabai meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat (Warisni dan Kres, 2010). Salah satu jenis buah ini juga menjadi salah satu komoditas andalan bagi petani Indonesia. Diperkirakan setiap tahun dibutuhkan kurang lebih 924.000 ton cabai. Jadi, tidaklah mengherankan kalau cabai menjadi komoditas buah unggulan yang benilai ekonomis tinggi. Permintaan cabai yang realtif tinggi hampir setiap harinya untuk bumbu masakan, industri makanan, dan obat obatan tidak pernah 1
2 absen karena cabai merupakan bahan pangan yang memang dikonsumsi setiap saat. Dengan demikian, cabai memiliki potensi untuk meraup keuntungan yang tak sedikit (Tosin dan Nurma, 2010). Cabai merah memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai merah mengalami penurunan dari tahun ketahun sejak tahun 2007 sampai 2011 namun luas panennya tetap berada diatas angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu satunya jenis sayuran yang luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun ke tahu dengan presentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran lainnya. Luas panen tahun 2011, seluas 121. 063 hektar dengan hasil produksi 1.003.085 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura) Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2013, Kebutuhan Cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang event tertentu, seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga yang melambung. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, konsumsi cabai penduduk di Sumatera Utara mencapai 62.075.970 kg. Pengembangan usahatani cabai perlu dilakukan terkait dengan kebutuhan konsumsi cabai seiring meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu usahatani cabai diarahkan untuk dapat memacu peningkatan produktivitasnya. Sumatera Utara merupakan salah
3 satu penghasil cabai terbesar di Indonesia selain Jawa Barat dan Jawa Tengah. Adapun kontribusi propinsi Sumatera Utara terhadap produksi cabai di Indonesia Menurut Kementrian Pertanian RI pada tahun 2009 2013 secara berturut turut adalah 15,8 %, 19,16 %, 22, 25 %, 20,68 %, 15,98 %. Berikut disajikan perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas cabai di Sumatera Utara (tabel 1) mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Sumatera Utara Tahun 2009-2013 NO Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Kw/Ha) 1 2009 18 350 154.799 84,36 2 2010 21.711 196.347 90,44 3 2011 19.643 233.256 118,75 4 2012 22.129 245.770 111,06 5 2013 21.254 198.879 93,57 Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014 Terdapat tiga kabupaten sentra produksi cabai besar di Sumatera Utara yaitu kabupaten Karo, Batubara dan Simalungun. Dalam periode 2011-2013, produksi tertinggi terjadi di Kabupaten Karo karena menghasilkan cabai besar berturut turut 39,81 %, 25,69 %, dan 27,24 % dari total komoditas cabai besar di Sumatera Utara. Untuk luas panen, Kabupaten Karo merupakan kabupaten dengan luas panen tertinggi periode tiga tahun terakhir. Sedangkan untuk produktivitas pada periode yang sama, Kabupaten Karo bukanlah daerah dengan produksi rata-rata terbesar melainkan Kabupaten Simalungun yang meskipun produksi dan luas panen di daerah tersebut bukan yang terbesar.berikut disajikan perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013 :
4 Tabel 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013 Uraian 2011 2012 2013 Produksi (ton) Karo 78.758 50.734 44.111 Batubara 17.320 28.335 33.623 Simalungun 45.228 47.460 26.733 Lainnya 56.504 70.879 57.466 Sumatera Utara 197.810 197.409 161.933 Luas Panen (ha) Karo 6.612 6.031 6.224 Batubara 1.471 2.099 2.507 Simalungun 2.535 2.646 1.783 Lainnya 16.974 15.755 15.722 Sumatera Utara 18.345 17.651 17.164 Produktivitas (ton/ha) Karo 11,91 8,41 7,09 Batubara 11,77 13,50 13,41 Simalungun 17,84 17,94 14,99 Lainnya 3,33 4,50 3,66 Sumatera Utara 10,78 11,18 9,43 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014 Cabai memiliki prospek dalam menunjang program diversifikasi horizontal dan vertikal serta sebagai bahan baku industri. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai merah banyak digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan (obat-obatan, makanan dan kosmetik). Kebutuhan cabai semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Salah satu sentra produksi cabai merah di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo. Berikut disajikan tabel luas panen, produksi dan rata-rata produksi cabai merah di Kabupaten Karo tahun 2013.
5 Tabel 1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2013 No Kecamatan Luas Panen Produksi Poduktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 1 Mardingding 20 190 9,5 2 Laubaleng 119 811 6,815 3 Tigabinanga 301 2.123 7,052 4 Juhar 72 298 4,143 5 Munte 200 1.113 5,563 6 Kutabuluh 925 2.165 2,341 7 Payung 950 9.819 10,335 8 Tiganderket 445 4.309 9,683 9 Simpang Empat 184 1.387 7,538 10 Namanteran 816 6.352 7,784 11 Merdeka 119 878 7,376 12 Kabanjahe 489 2.207 4,514 13 Berastagi 141 1.255 8,901 14 Tigapanah 522 3.342 6,402 15 Dolat Rayat 107 715 6,686 16 Merek 239 2.222 9,296 17 Barusjahe 572 4.926 8,612 Jumlah 6.221 44.112 7,2082 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014 Kabupaten Karo, memiliki prospek yang cerah untuk pengembangan cabai merah. Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu sentra produksi cabai merah dengan produksi ketiga terbesar setelah kecamatan Payung dan kecamatan Namanteran. Namun akibat adanya bencana Sinabung, menurut BPP, Kecamatan Payung dan Kecamatan Namanteran bukan lagi sentra produksi cabai merah. Sebagai salah satu sentra produksi cabai merah di Kabupaten Karo dengan produksi sebesar 86,12 kw/ha atau setara dengan 8,6 ton/ha. Namun menurut Pracaya (2000) tanaman cabai merah jika dibudidayakan secara intensif bisa mencapai produksi 15-20 ton/ha. Permasalahan utama belum maksimalnya produksi cabai merah salah satunya adalah kombinasi penggunaan masukan-masukan yang digunakan dalam proses produksi. Kombinasi penggunaan masukan-masukan yang dilakukan oleh petani akan berpengaruh terhadap
6 produktivitas cabai merah yang akhirnya akan berpengaruh pula pada profitabilitas petani cabai merah. 1.2 Identifikasi Masalah : Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obatobatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai di daerah penelitian? 2. Bagaimana tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian? 3. Bagaimana profitabilitas yang diperoleh dari usahatani cabai merah di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian 2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian 3. Untuk menganalisis bagaimana profitabilitas yang diperoleh dari usahatani cabai merah di daerah penelitian
7 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi petani untuk meningkatkan motivasi dalam mengembangkan usahataninya sehingga pendapatannya meningkat 2. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan 3. Sebagai referensi, bahan pertimbangan, evaluasi, dan bahan informasi bagi pihak terkait dalam mengambil kebijakan pengembangan usahatani cabai merah di Kabupaten Karo.