BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM 4.1. Proses Perlakuan Panas pada Aluminium Proses perlakuan panas merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk mengubah sifat mekanik dan struktur mikro dari suatu material. Aplikasi perlakuan panas (heat treatment) pada aluminium umumnya untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminium. Jenis aluminium yang termasuk dalam kelompok yang dapat di heat treatment adalah aluminium seri 2xxx, 3xxx, 6xxxx dan 7xxx. Sedangkan kelompok aluminium lainnya untuk tujuan yang sama hanya dapat dilakukan melalui proses cold working. Proses perlakuan panas (heat treatment) untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminium dilakukan dalam 3 langkah yaitu solution heat treatment, quenching dan aging hardening. Dalam ketiga proses tersebut, parameterparameter seperti temperatur pemanasan, laju pemanasan, laju pendinginan dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik. Contoh gambar 4.1 memperlihatkan proses heat treatment yang diberlakukan pada aluminium yang terdiri dari solution heat treatment, quenching dan aging hardening. 21
Gambar 4.1. Diagram proses perlakuan panas (heat treatment) pada aluminium 4.2. Langkah-langkah Proses Perlakua Panas pada Aluminium 1. Proses solution heat treatment dilakukan dengan memanaskan material aluminium sampai temperatur yang cukup tinggi, yaitu pada temperatur solid solution, kemudian diberikan waktu penahanan yang cukup agar terbentuk fasa larutan padat (solid solution) yang homogen. Pada proses ini temperatur dan waktu penahanan haruslah diperhatikan agar tidak terjadi overheating pada material. Pada proses pemanasan, temperatur dari material tidak boleh sampai temperatur eutectic-nya, sebab dapat menyebabkan material meleleh dan dapat merusak struktur yang diinginkan. Jika temperatur eutectic sampai tercapai sebagai akibat dari overheating, maka akan mengakibatkan menurunnya kekuatan, kekerasan dan ketangguhan dari material. 22
2. Proses quenching pada aluminium dilakukan setelah proses solution heat treatment mencapai single phase solid solution. Proses quenching dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya difusi dari atom solid solution sehingga terbentuk fasa larutan padat lewat jenuh (supersaturated solid solution) pada suhu kamar. 3. Pada proses aging terjadi proses presipitasi dari atom solid solution melalui nukleasi dan pertumbuhan butir dari atom solute menjadi nuclei presipitat. Pada beberapa material, proses aging untuk mencapai kekuatan dan kekerasan maksimum dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama, dan bila proses aging dibiarkan berlanjut maka material akan mengalami penurunan kekuatan dan kekerasan sehingga material dikatakan mengalami proses overaging. Pada kondisi temperatur aging yang tinggi, kekerasan dan kekuatan maksimum dari suatu material dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat. Akan tetapi hasil maksimum yang dicapai tersebut tidak akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses aging pada temperatur yang lebih rendah. Tabel 4.1. Komposisi Al-alloy 7050 Semua unsur hasil uji spektrometer masuk dalam range Al 7050 23
4.3 Hasil Uji Gambar 4.2 menunjukkan hasil uji struktur mikro spesimen dimana struktur mikro ini mirip dengan struktur mikro aluminium paduan seri 7xxx yang ditunjukkan pada gambar 4.3. Noktah hitam pada gambar 4.3 menunjukkan MgZn 2. Sehingga dapat diperkirakan bahwa noktah hitam pada gambar 4.2 diduga MgZn 2. Gambar 4.2. Contoh struktur mikro (pembesaran 200x) Gambar 4.3. Contoh bentuk umum strukur mikro paduan Aluminium 7xxx (pembesaran 500x) 24
4.4. Karakterisasi Material Hasil karakterisasi material disimpulkan adalah paduan aluminium Al-Mg- Zn dengan seri 7050. Aluminium paduan ini termasuk paduan aluminium yang dapat di heat treatment. Masing-masing spesimen dilakukan proses solution heat treatment dengan memanaskan spesimen sampai temperatur 477 o C dengan laju pemanasan 8 o C/menit. Pada temperatur tersebut masing-masing spesimen ditahan selama 2 jam sehingga terbentuk larutan padat (solid solution). Waktu tahan 2 jam ditetapkan dengan pertimbangan bahwa jika tebal spesimen 12.7 mm waktu tahan maksimum 75 menit dan setiap penambahan tebal 12.7 mm ditambahkan 30 menit. Tebal spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 mm. Sehingga waktu tahan yang dibutuhkan adalah sebesar 105 o C. Akan tetapi karena jumlah spesimen cukup banyak dan juga untuk menghin dari selang waktu turunnya temperatur saat akan melakukan proses quenching maka waktu tahan untuk penelitian ini ditetapkan 120 menit. Setelah itu masing-masing spesimen didinginkan secara cepat dengan memasukkan ke dalam air. Semua spesimen di-aging pada temperatur 140 o C dengan waktu tahan divariasi yaitu 0 jam, 6 jam, 18 jam, 30 jam, 42 jam dan 60 jam. Setelah itu semua spesimen dilakukan uji kekerasan dan struktur mikro. Pengetsaan dilakukan sesuai dengan standar ASTM E407-93. Semua spesimen dicelupkan pada cairan etsa (10 gram NaOH tiap 90 ml H 2 O) selama 5 menit dan kemudian dibilas dengan cairan HNO 3 50% lalu dikeringkan. 4.5. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan semua spesimen yang diperlakukan proses heat treatment nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan spesimen non heat treatment (> 78 HRB). Kekerasan spesimen waktu tahan aging 0 jam meningkat 9% dari kekerasan spesimen non heat treatment. Dan lamanya waktu tahan aging berpengaruh terhadap kenaikan kekerasan aluminium paduan. 25
Peningkatan nilai kekerasan menurun dengan meningkatnya waktu tahan aging. Nilai kekerasan maksimum yang dapat dicapai oleh spesimen Al 7050 sebesar 94 HRB dengan waktu tahan aging 30 jam. Setelah itu, nilai kekerasan spesimen cenderung menurun dengan bertambahnya waktu tahan aging. Gambar 4.4 menunjukkan grafik kekerasan spesimen non heat treatment dibandingkan kekerasan spesimen yang dilakukan heat treatment. Kekerasan (HRB) 95 90 85 80 94 93 91 93 89 85 0 6 18 30 42 60 Waktu (jam) Gambar 4.4. Kekerasan vs waktu tahan aging untuk Al 7050 4.6. Struktur Mikro Struktur mikro spesimen yang dilakukan proses heat treatment ada perbedaan dengan struktur mikro spesimen tanpa proses heat treatment. Pada gambar 4.5, fasa solid solution yang dihasilkan dari proses solution heat treatment dan proses quenching, mengalami perkembangan butir dimana ukuran partikel MgZn 2 menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran partikel MgZn 2 pada spesimen awal (gambar 4.2). 26
Gambar 4.5. Contoh struktur mikro spesimen Al-7050 setelah solution heat dan quenching (pembesaran 200x) Seiring dengan meningkatnya waktu tahan aging, partikel MgZn 2 berkembang ukurannya. Ukuran partikel MgZn 2 mencapai ukuran optimum pada waktu tahan aging 30 jam dan setelah itu terjadi pengkasaran partikel MgZn 2 karena overaging (gambar 4.5). Pada gambar IV.6 terlihat bahwa partikel MgZn 2 pada waktu tahan aging 30 jam (gambar 4.6b) lebih besar dibandingkan dengan partikel MgZn 2 pada waktu tahan aging 18 jam (gambar 4.6a). Hal ini menyebabkan spesimen dengan waktu tahan aging 30 jam kekerasannya lebih tinggi. Namun demikian, kekerasan spesimen Al 7050 cenderung menurun setelah melewati waktu tahan aging 30 jam dimana terjadi pengkasaran partikel MgZn 2 (gambar 4.6c). Namun bahwa partikel kecil akan cenderung larut kembali dan partikel akan bertambah besar sehingga paduan dalam keadaan ini bertambah lunak. 27
(a) (b) (c) Gambar 4.6. Contoh struktur mikro dengan waktu tahan aging (pembesaran200x). (a) 18jam, (b) 30jam, (c) 60jam. 28