PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER

dokumen-dokumen yang mirip
SEKOLAH BERWAWASAN GENDER

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Position Paper Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

STANDAR 3 STANDAR PROSES PEMBELAJARAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

Penyusunan Kurikulum Pembelajaran Pembelajaran Living With Gender Equality 1 Imam Samroni

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

EVALUASI PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BERDASARKAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI SD NEGERI 4 KALIAMAN JEPARA. Abstrak

! "## Pelayanan Administrasi Perkantoran Dinas Pendidikan

ANALISIS SITUASI PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER DI PROPINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dilakukan dan

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

RESPONDEN KEPALA SEKOLAH

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

PAKET 3 DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (Gender SOSIAL Social Inclusion (Gender Social Inclusion GSI) GSI) DALAM PENDIDIKAN 120 menit 1

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. tertuju pada pencapaian mutu dan kinerja pendidikan. Melalui kegiatan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

3. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat terhadap Program keluarga Berencana yang responsive gender

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

PROGRAM KERJA WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG KURIKULUM TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

Gender, Social Inclusion & Livelihood

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN JANGKA MENENGAH (RKJM) DAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH (RKAM) TAHUN PELAJARAN PROVINSI DIY

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB V P E N U T U P. berbasis prestasi di SMP Al Islam 1 Surakarta. perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.

2. Keadaan Fisik Sekolah

DAFTAR ISI. iii KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB V ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU. kemandirian dan kreativitas sekolah. Oleh sebab itu, SMPN RSBI sebagai

KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Menuju Sekolah Ramah Anak

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan dari sebuah bangsa, sehingga cepat atau. sangat luas terhadap pembangunan di sektor lainnya.

CHECK LIST POTENSI KOMPONEN KETERANGAN KOMITMENT TERTULIS /KEBIJAKAN

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya

ACDPINDONESIA Education Sector Analytical And Capacity Development Partnership

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pengertian Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

BAB I PENDAHULUAN. inovasi yang berdampak pada meningkatnya kinerja sekolah. seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa

Transkripsi:

PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER Wagiran Pokja Gender Bidang Pendidikan DIY Dosen Fakultas Teknik UNY maswagiran@yahoo.com

Gender GENDER GENDER GENDER GENDER Gender Gender Gender Gender

PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN Merupakan strategi dasar untuk mencapai keadilan dan dan kesetaraan gender yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan permasalahan gender ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan program, pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan nasionaldi berbagai bidang

1. Mulai munculnya kecenderungan bahwa siswa laki-laki agak tertinggal dibandingkan dengan perempuan baik akses maupun prestasi akademiknya perlu menjaga bahwa anak perempuan tetap bersekolah dan memastikan bahwa anak laki-laki tidak drop out dari sistem persekolahan perlu memastikan agar anak laki-laki maupun perempuan dari kelompok Q1 dan Q2 untuk dapat bersekolah perlu memberi perhatian khusus agar anak laki-laki dan perempuan di desa untuk mendapat akses pendidikan yang makin serupa dengan akses sebayanya di daerah perkotaan perlu dicari sebab tertinggalnya anak laki-laki dalam mengakses pendidikan (faktor budaya atau kemiskinan?)

2. Mulai terlihat kecenderungan prestasi akademik anak laki laki tertinggal dari anak perempuan perlu diperhatikan proses belajar mengajar yang memotivasi anak laki laki untuk belajar dengan lebih sungguh sungguh perlu diperhatikan kemampuan guru dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran termasuk pemahaman mengenai perbedaan kebutuhan secara spesifik siswa perempuan dan laki-laki 3. Masih tingginya buta aksara penduduk perempuan dibanding laki laki perlu dilanjutkan pemihakan penyediaan pendidikan keaksaraan bagi perempuan buta aksara yang berusia 15 tahun priotitas pada kelompok penduduk usia 25 44 tahun

Proporsi jumlah peserta didik tidak seimbang menurut jurusan atau program studi pada jenjang menengah dan pendidikan tinggi (Ace Suryadi, 2004) Laki-laki diasumsikan lebih kuat sehingga cocok masuk jurusan sains dan teknologi Pemilihan program khusunya di SMK dikaitkan dengan pandangan masyarakat yang diasumsikan berdasarkan kecocokan antara program studi dengan jenis kelamin (pantas-tidak pantas)

Angka melanjutkan lulusan SLTP ke SMK menunjukkan kesenjangan yang tinggi di pihak perempuan (stereotype keahlian teknologi lebih cocok untuk laki-laki) Jurusan yang dipilih perempuan merupakan jurusan berkaitan dengan sektor domestik seperti tata boga, tata busana, tata rias dan yang sejenisnya

Program studi yang dipersepsikan masyarakat kurang pantas untuk perempuan didominasi lakilaiki seperrti pertanian dan teknologi. Siswa perempuan lebih memilih jurusan Bisnis dan Manajemen Hal yang sama terjadi dalam lingkup perguruan tinggi. Mahasiswi lebih memilih jurusan-jurusan manajemen, jasa dan transportasi, bahasa dan sastra serta psikologi

Suatu sekolah yang baik aspek akademik, sosial, lingkungan fisik maupun lingkungan masyarakatnya memperhatikan secara seimbang baik kebutuhan spesifik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan

Sistim Pengelolaan MANAJEMEN SEKOLAH Penataan Ruang Pengelolaan Sarpras SEKOLAH BERWAWASAN GENDER PROSES PEMBELAJARAN Pembelajaran Perencanaan Pembelajaran Materi Pembelajaran Penggunaan Bahasa Interaksi Kelas PERAN SERTA MASYARAKAT Komite Sekolah Hubungan Guru dng Ortusis Pengelolan Pubertas Pelecehan Seksual

MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER Pengelola satuan pendidikan berperan dalam menyediakan materi ajar yang responsif gender dan memberi pelatihan bagi guru agar memahami kesetaraan dan keadilan gender Pengelola satuan pendidikan perlu menyusun, melaksanakan, dan memonitor peraturanperaturan sekolah yang diperlukan untuk mengembangkan lingkungan sekolah yang nyaman bagi laki-laki dan perempuan

Pengelola satuan pendidikan menyediakan SDM yang diperlukan untuk melaksanakan pengelolaan sekolah berwawasan gender Pengelola satuan pendidikan perlu meyakinkan orangtua untuk memberikan perhatian pada pendidikan anaknya Pengelola satuan pendidikan perlu memberikan peran dan tanggungjawab penugasan (misalnya kepanitiaan) yang lebih seimbang antara laki-laki dan perempuan Pembagian peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam komite sekolah/madrasah

Integrasi Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): Kesetaraan dan keadilan gender dapat diintegrasikan melalui tugas dan fungsi (tupoksi) sekolah dalam menerapkan MBS yang meliputi komponen-komponen sebagai berikut: pengelolaan proses belajar mengajar perencanaan, evaluasi, dan supervisi pengelolaan kurikulum dan pembelajaran pengelolaan ketenagaan pengelolaan fasilitas pengelolaan keuangan pelayanan siswa peran serta masyarakat pengelolaan budaya sekolah

Langkah Integrasi Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Manajemen Satuan Pendidikan: Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran satuan sekolah dengan memasukkan kesetaraan gender sebagai bagian integral dan eksplisit Mengidentifikasi fungsi-fungsi satuan pendidikan yang mengintegrasikan masalah gender yang diperlukan untuk mencapai sasaran Melakukan analisis SWOT untuk mengetahui potensi pengembangan kesetaraan gender dalam perencanaan program dan pengembangan strategis untuk mencapai sasaran

Mengidentifikasi langkah-langkah pemecahan masalah terkait dengan hambatan kesetaraan gender di satuan pendidikan akibat konstruksi sosial budaya Menyusun rencana dan program peningkatan mutu yang responsif terhadap perbedaan gender sebagai konstruksi sosial dengan memperhatikan kebutuhan gender praktis dan gender strategis Melakukan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan indikator kesetaraan gender dan indikator kebijakan responsif gender Merumuskan sasaran mutu baru melalui reformulasi manajemen satuan pendidikan yang bias atau netral gender menuju manajemen responsif gender

Karakteristik Manajemen Satuan Pendidikan Responsif Gender: Memiliki visi dan misi yang berperspektif gender Kepala satuan pendidikan memiliki karakteristik yang profesional dan sensitif gender Karakteristik guru/pamong yang profesional dan sensitif gender Kurikulum yang seimbang dan responsif gender Lingkungan satuan pendidikan yang sensitif gender Lingkungan fisik dan pembelajaran yang ramah terhadap perbedaan gender Manajemen satuan pendidikan yang responsif gender Ada upaya mewujudkan komite sekolah/masyarakat responsif gender

PENATAAN RUANG KELAS RESPONSIF GENDER Mencampur anak laki-laki dan perempuan (kecuali untuk sekolah-sekolah khusus) Mendorong partisipasi baik anak laki-laki maupun perempuan Tata letak tempat duduk mendorong anak laki-laki dan perempuan menyampaikan pendapat dan menghilangkan rasa malu Gambar dan ilustrasi di dinding yang seimbang antara laki-laki dan perempuan (misalnya: gambar pahlawan) Ukuran, bentuk, dan berat meja dan kursi yang sesuai

PENGELOLAAN SARANA PRASARANA RESPONSIF GENDER Tersedianya sarana-prasarana yang mempertimbangkan kebutuhan berbeda antara lakilaki dan perempuan. Pemanfaatan sarana-prasarana tidak terjadi dominasi atas dasar perbedaan jenis kelamin. Penggunaan sarana-prasarana tidak menimbulkan kesulitan pada jenis kelamin tertentu. Tersedia sarana-prasarana untuk menunjang fungsi reproduksi dan kultural, misalnya: tempat penitipan anak, kamar mandi terpisah, dan transportasi

Pembelajaran Berwawasan Gender Perencanaan Pembelajaran Berwawasan Gender Materi Pembelajaran Responsif Gender Penggunaan Bahasa Responsif Gender Interaksi Kelas

Proses pembelajaran yang senantiasa memberikan perhatian seimbang bagi kebutuhan khusus baik bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Guru harus memperhatikan berbagai pendekatan belajar yang memenuhi kaidah kesetaraan dan keadilan gender, baik melalui proses perencanaan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, pengelolaan kelas, maupun dalam evaluasi hasil belajar

Adalah rencana mengajar yang memperhitungkan kebutuhan khusus yang dimiliki oleh peserta didik laki-laki dan perempuan dalam proses pembelajaran

Materi atau konten pembelajaran :apakah materi yang disusun benar-benar mengandung stereotype gender? Metodologi dan Pendekatan Mengajar. Guru/pamong harus memilih metode belajarmengajar yang dapat memastikan partisipasi yang setara dan seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan.

Kegiatan Pembelajaran. Rencana pembelajaran harus dapat menjamin agar semua peserta didik dapat berpartisipasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran Tata letak Ruang Kelas dan Interaksi. Guru/pamong harus merencanakan tata letak ruang kelas yang memungkinkan agar pola interaksi antara guru dengan peserta didik memungkinkan terjadinya partisipasi yang seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan

Perencanaan untuk mengelola kesetaraan dan keadilan gender dalam kelas. Guru/pamong perlu menyediakan waktu untuk membicarakan mengenai masalah gender yang lain, jika ada, seperti anak perempuan tidak tertinggal pelajaran karena menstruasi atau karena harus membantu pekerjaan rumah tangga, karena ejekan dari teman-temannya, atau bahkan masalahmasalah lain yang masih dianggap tabu seperti pelecehan sexual, menstruasi dan sebagainya

Umpan balik dan Penilaian. Guru/pamong harus merencanakan bagaimana mereka menjamin adanya umpan balik dari peserta didik laki-laki dan perempuan dan mengetahui bagaimana siswa-siswa memahami pelajaran yang diberikan

Penyusunan materi pembelajaran perlu dibentuk dalam kaitan dengan pola hubungan gender (gender relation) yang seimbang antara laki-laki dan perempuan Guru perlu membuat contoh-contoh yang lebih seimbang. Jika dalam buku IPA hanya tercantum ahli-ahli laki-laki, guru perlu menambahkan ahli-ahli perempuan. Begitu juga aktivitas yang digambarkan untuk anak laki-laki dan perempuan juga perlu dibuat seimbang.

Guru/pamong tetap menggunakan buku pelajaran yang ada tetapi dengan melakukan beberapa penyesuaian sehingga materi pembelajaran yang disampaikan menjadi lebih memperhatikan wawasan kesetaraan gender.

Penggunaan bahasa yang salah dapat menyampaikan pesan yang negatif dan mengganggu pembelajaran. Sebagai contoh, apabila guru yang secara terus menerus mengatakan pada seorang siswa kamu memang bodoh, siswa tersebut mungkin menjadi percaya bahwa hal tersebut memang benar dan hal ini akan berdampak buruk pada kinerja akademiknya

Bahasa juga dapat mendorong terjadinya ketidaksetaraan. Sebagai contoh, bahasa yang digunakan di kelas seringkali merefleksikan dominasi siswa laki-laki di kelas dan melemahkan perempuan untuk memiliki posisi yang lebih rendah. Penggunaan bahasa yang responsif gender di ruang kelas berarti memperlakukan anak laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar dan mendorong tumbuhnya lingkungan yang lebih kondusif bagi siswa laki-laki dan perempuan untuk belajar dengan baik.

Bentuk-bentuk bahasa lain termasuk juga bahasa tubuh dan tindak tanduk yang dapat ditauladani siswa perlu pula dijaga. Main mata, mengelus, memegang, atau cara memandang seringkali sangat mengganggu partisipasi di kelas khususnya bagi siswa yang dijadikan target.

Guru/pamong perlu menyadari bahwa peserta didik laki-laki dan perempuan membutuhkan perhatian yang berlainan. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menciptakan interaksi kelas yang benar-benar menggambarkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Guru /pamong yang responsif gender adalah guru yang memperlakukan anak laki-laki dan perempuan dengan penghargaan yang sama agar mampu mendorong setiap anak untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembelajaran, seperti menyampaikan pendapatnya

Perlakukan yang sama akan memberi kesan bahwa setiap peserta didik adalah berharga dan bernilai, terlepas dari apakah mereka laki-laki atau perempuan atau karena perbedaan lainnya. Jika guru/pamong memperlakukan setiap anak secara baik, akan memudahkan bagi anak untuk mendengarkan dan akibatnya menghargai satu sama lain, atau bahkan berbagi dan bermain secara rukun dan damai

KURIKULUM PEMBELAJARAN BUDAYA SEKOLAH MANAJEMEN HUMAS DAN KOMITE SEKOLAH

IMPLISIT (TERSIRAT) EKSPLISIT (TERSURAT)

SILABUS RESPONSIF GENDER Standar Kompetensi Lulusan Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar

RPP Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi Tujuan Pembelajaran Materi Pembelajaran Metode Pembelajaran Media Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Sumber Belajar Penilaian dan tindak lanjut

APA YANG BAPAK IBU PERSEPSIKAN 22/04/2014 DISHUB-AAU-MSTT2010 40

Wagiran Hp 08121598399 maswagiran@yahoo.com Jurusan Pend. Teknik Mesin Fakultas Teknik Univ. Negeri Yogyakarta Pokja Gender Prov. DIY