BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa pada masa Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949, masyarakat Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali mempunyai peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dibuktikan dengan dari pemerintahan Desa Kebonbimo melalui Kepala Desa Kebonbimo yang bernama Citro Budoyo membentuk satuan keamanan tingkat desa yang disebut dengan Pasukan Gerilya Desa Kebonbimo (Pager Desa Kebonbimo) yang mempunyai anggota kurang lebih antara 30 orang. Tugas dari Pager Desa Kebonbimo ialah sebagai pasukan keamanan di wilayah Desa Kebonbimo dan membantu Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II/Kompi I pimpinan Sunardi (Kebo) yang bermarkas di Desa Kebonbimo untuk menghambat laju iring-iringan konvoi Tentara Belanda yang membawa logistik dari arah jalan Salatiga-Solo maupun sebaliknya dengan melakukan aksi sabotase di Jembatan darurat Kenteng. Di bidang logistik, masyarakat berperan membantu menyiapkan segala kebutuhan makanan dan tempat tinggal untuk Tentara Pelajar SA/CSA. Mata pencaharian masyarakat Kebonbimo yang awalnya bekerja sebagai buruh kasar di pabrik Serat nanas beralih menjadi petani setelah mempunyai tanah bekas perkebunan Serat nanas peninggalan Belanda yang pernah dikuasai 87
pemerintah militer Jepang. Tanah bekas perkebunan serat tersebut dikenal masyarakat Desa Kebonbimo dengan tanah Drooge Culture (tanah D.C.). Dalam bidang komunikasi masyarakat Kebonbimo berperan sebagai mata-mata untuk para Tentara Pelajar SA/CSA yang bertugas untuk memantau kedatangan patroli Tentara Belanda yang akan masuk ke Desa Kebonbimo. Dalam bidang kesehatan, masyarakat Desa Kebonbimo dengan sukarela menyediakan jasa-jasa untuk pendukung peperangan. Masyarakat Desa Kebonbimo juga masih menggunakan obat-obat tradisional seperti pemanfaatan Belerang untuk mengobati gatal-gatal, selain itu juga masyarakat Desa Kebonbimo masih mempercayai hal-hal Irasional (tidak masuk akal) seperti adanya penggunakan daun Awar-awar sebagai obat penurun panas dan pusing dengan cara orang yang sakit terlebih dahulu ditutup dengan kain jarik, setelah itu digepyok (dipukul-pukulkan) dengan daun Awar-awar tersebut ke badan. maupun adanya kepercayaan kekuatan magis seperti mandi di Kali Tlatar untuk menurunkan panas yang dianggap sebagai tempat dari Mbah Crobo (penunggu kali Tlatar). Nilai-nilai perjuangan yang dapat diambil khususnya bagi para generasi muda dan masyarakat pada umumnya dari peran masyarakat Kebonbimo dalam mendukung perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA pada Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949, sebagai berikut: 1. Persatuan dan kesatuan Rasa persatuan dan kesatuan yang ditunjukkan dengan adanya kerja sama dan keterlibatan antara Pasukan Gerilya Desa Kebonbimo dengan 88
Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II/Kompi I dalam perjuangan mempertahankan kemerdekan Republik Indonesia yang merasa senasib dan sepenanggungan pada masa Agresi Militer Belanda II. 2. Rela dan ikhlas berkorban Selain sebagai Pager Desa, masyarakat Kebonbimo juga berperan menjadi mata-mata, penunjuk jalan selama Agresi Militer Belanda II di Kebonbimo. Masyarakat bersedia menyediakan tempat tinggal maupun kebutuhan logistik. 3. Sikap pantang menyerah Meskipun dengan peralatan sederhana dan kemampuan terbatas tidak membuat pasukan gerilya Kebonbimo menyerah. Mereka tetap semangat berjuang meskipun sudah ada yang menjadi korban meninggal. Dibuktikan dengan aksi sabotase di Jembatan darurat Kenteng dan pemutusan saluran komunikasi di sepanjang jalan Ampel-Boyolali Kota yang dilakukan secara berulang-ulang. 4. Jiwa Patriotik Keteladanan dari Bayan Suroso yang memimpin perjuangan di Jembatan darurat Kenteng yang selalu mementingkan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadinya hingga sampai menjadi korban meninggal. 5. Nasionalisme Adanya keinginan yang sama dari pihak masyarakat Kebonbimo maupun Tentara Pelajar SA/CSA yang ingin bebas dari penjajah, membuat 89
masyarakat secara ikhlas dan rela berkorban baik harta maupun jiwa raganya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II di daerah Boyolali tepatnya di Desa Kebonbimo dan sekitarnya. B. Saran 1. Sekolah Dalam mengawali proses belajar-mengajar dalam program sekolah-sekolah di wilayah Kabupaten Boyolali pada semua tingkat satuan pendidikan, sebaiknya diawali dengan penanaaman nilai-nilai jiwa semangat nasionalisme dan patriotisme dengan cara mewajibkan guru dan peserta didik untuk menyanyikan mars SA/CSA dan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Selain itu juga setiap pemberian mata pelajaran pendidikan sejarah harus disisipi pengetahuan sejarah lokal khusus mengenai sejarah perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA yang pernah berjuang di wilayah Kabupaten Boyolali dibarengi dengan peningkatan penanaman tentang jiwa sebagai seorang peneliti kepada peserta didik. 2. Pendidik/Guru Para pendidik diharapkan mampu mengembangkan ilmu sejarah dan mengajarkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Terutama mengenai sejarah dari Tentara Pelajar SA/CSA yang pernah berjuang di wilayah Kabupaten Boyolali pada masa Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949. Hendaknya Pendidik/Guru tidak hanya mengajarkan sejarah yang dikenal secara nasional saja tetapi guru lebih giat untuk 90
meningkatkan dalam mengajarkan sejarah-sejarah lokal yang pernah terjadi di wilayah Kabupaten Boyolali terutama tentang Tentara Pelajar SA/CSA. Agar keberadaaan dari Tentara Pelajar SA/CSA yang pernah berjuang di daerah Kabupaten Boyolali dapat diketahui dan dipahami oleh generasi muda khususnya dan masyarakat Kabupaten Boyolali pada umumnya, baik dari sejarahnya maupun pewarisan nilai-nilai perjuangan yang terkandung di dalamnya. 3. Akademisi Mengenai sejarah di daerah Kabupaten Boyolali, banyak yang dapat ditulis dan dikaji. Akan tetapi belum ada peneliti yang meneliti tentang perjuangan masa kemerdekaan khususnya tentang perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA. Kendala utama yang dihadapi dalam penelitian ini adalah mengenai sangat terbatasnya sumber. Akan tetapi banyak sumber yang masih dapat digali yakni melalui buku-buku yang diterbitkan oleh Keluarga Besar Tentara Pelajar SA/CSA dan sumber-sumber dari masyarakat. Para Akademisi di Kabupaten Boyolali diharapkan dapat melakukan penelitian yang berkaitan mengenai perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA maupun sejarah lokal lainnya di wilayah kabupaten Boyolali. 4. Masyarakat Bagi seluruh masyarakat Desa Kebonbimo pada umumnya maupun para generasi muda pada khususnya, diharapkan mempunyai rasa kebangsaan yang tinggi dalam mengisi kemerdekaan, salah satunya dengan menanamkan keteladanan, jiwa semangat dan nilai-nilai 91
nasionalisme dan patriotisme yang terkandung dalam perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA dengan masyarakat pejuang Desa Kebonbimo. Melalui pendekatan ke lembaga-lembaga seperti karang taruna, perkumpulan remaja masjid, gereja atau lembaga yang bersifat keagamaan lainnya, Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW), LKMD, PKK, Linmas/Hansip, Perkumpulan kesenian dan dalam kaitan ini perlu adanya peran dan dukungan dari Kepala desa, perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dalam upaya mewujudkan, melestarikan keteladanan, jiwa semangat, nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme dalam memaknai sejarah lokal di Desa Kebonbimo. 5. Pemerintah Kabupaten Boyolali Pemerintah Kabupaten Boyolali, khususnya Dinas pendidikan pemuda dan olahraga (DISDIKPORA) Kabupaten Boyolali, dimohon adanya peningkatan akan kepedulian pendidikan sejarah untuk generasi muda. Baik dari segi pengetahuan maupun penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah untuk memupuk rasa cinta tanah air dan semangat dan wawasan kebangsaan. Seperti halnya di sekolah-sekolah negeri maupun swasta dari tingkat SD, SMP, SMA maupun SMK dalam memberikan mata pelajaran pendidikan sejarah, khususnya mengenai sejarah lokal yang pernah terjadi di daerah Kabupaten Boyolali pada masa perang kemerdekaan, terutama tentang sejarah Tentara Pelajar SA/CSA pada masa Agresi Militer Belanda II, yang pernah berjuang di wilayah Kabupaten Boyolali pada tahun 1948-1949. 92