PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBERTIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

FORMAT PELAPORAN PEMANTAUAN EMISI DAN KONDISI DARURAT PENCEMARAN UDARA KEGIATAN DAN/ATAU USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI INDUSTRI RAYON. Beban Emisi Maksimum 1 Carbon Disulfide Kg/ Ton Fiber 115.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,


GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

-1-- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dicantumkan dalam izin Ortodonansi Gangguan.

2017, No dan/atau Kegiatan Industri Semen; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hid

PENILAIAN MANDIRI ASPEK PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PENGUATAN KAPASITAS PROPER 2014 FORM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PENILAIAN MANDIRI. UDARA Disampaikan pada Acara: Sosialisasi Penilaian Mandiri PROPER 2014 Jakarta, Februari 2014

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak

LAPORAN HASIL UJI. Alamat : Kampung Salam, Darmaga, Kec. Cisalak Kab. Subang, West Java 04011

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 19 TAHUN 2008

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

SALINAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang :

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

LAMPIRAN I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 129Tahun 2003 Tanggal : 28 Juli 2003 BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

Efisiensi PLTU batubara

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

SALINAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang :

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG LABORATORIUM LINGKUNGAN.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Udara 2014

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Pusat listrik tenaga gas (PLTG) adalah Salah satu jenis pembangkit listrik

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN :MENTER! NEGARA LINGKUNGAN HID UP NOMOR: o4 TAHUN 2006 TENTANG BAKUMUTU AIRLIMBAH BAGIUSAHADAN ATAUKEGIATAN PERTAMBANGAN BIJill TIMAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

RKL-RPL RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTU TANJUNG JATI B UNIT 5 DAN 6 (2 X MW) DI KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT

Transkripsi:

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBERTIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka 'p elestarian fungsi lingkungan hidup-perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha 'dan,'atau,kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran danjatau kerusakan lingkungan hidup; " b. bahwa usaha danjatau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal berpotensi menimbulkan pencemaran udara oleh karena itu periu dilakukan pengendalian terhadap emisi gas yang di buang ke udara; c. bahwa baku mutu emisi untuk pembangkit Iistrik. tenaga uap berbahan bakar batu bara sebagaimana tercantum dalarn Larnpiran III A dan Lampiran III B Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-13jMENLHj03/1995 tentang Baku Mutu Emisi ' Sumber Tidak Bergerak tidak sesuai dengan perkembangan keadaan sehingga perlu dilakukan penyempumaan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu rnenetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha darr/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal. L Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 1 ; ' 0

2. Undang-Undang Nornor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; MEMUTUSKAN : Menetapkan PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL. 2

Pasall Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Pembangkit Tenaga Listrik Tennal adalah suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar padat, eair, gas, eampuran antara padat, eair, danjatau gas, atau uap panas bumi. 2. Pusat Listrik Tenaga Uap yang selanjutnya disingkat PLTU adalah suatu kegiatan yang mernproduksi tcnaga listrik dengan menggunakan bahan bakar padat, eair, darr/atau gas untuk memanaskan air dalam ketel uap (boiler) yang memproduksi uap untuk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik. 3. Pusat Listrik Tenaga Gas yang selanjutnya disingkat PLTG adalah suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak atau gas yang menghasilkan gas dari hasil pembakaran yang digunakan urituk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik. 4. Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap yang selanjutnya disingkat PLTGU adalah suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak atau gas yang menghasilkan gas hasil pembakaran yang digunakan untuk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik sedangkan sisa panas yang dihasilkan selanjutnya dimanfaatkan proses pemanasan air di unit Heat Recovery Steam Generator (HRSG) untuk memproduksi uap yang digunakan sebagai media penggerak turbin uap yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga Iistrik, 5. Pusat Listrik Tenaga Diesel yang selanjutnya disingkat PLTD adalah suatu kegiatan yang IDemproduksi tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar eair (minyak) yang menghasilkan tenaga berupa gas hasil pembakaran udara terkompresi yang digunakan untuk mengubah energi gerak Luneur Piston menjadi energi putar pada poros engkol yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik. 6. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi yang selanjutnya disingkat PLTP adalah kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan memanfaatkan panas bumi yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik. 7. Perencanaan adalah proses kegiatan rancang bangun yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan fisik usaha danjatau kegiatan pembangkitan tenaga listrik. 80 Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, danlatau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turon sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. 3

9. Emisi adalah zat, energi danyatau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan.'atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai danjatau tidak mempunya.i potensi sebagai unsur pencemar. 10. Sumber emisi adalah setiap usaha danjatau kegiatan yang menge1uarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, maupun sumber tidak bergerak spesifik. 11. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pacta suatu tempat. 12. Baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik termal adalah batas kadar maksimum danjatau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau climasukkan ke dalam udara ambien dari kegiatan pembangkit tenaga Iistrik termal 13. Kadar maksimum adalah kadar emisi gas buang tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke udara ambien. 14. Beban emisi maksimum adalah beban emisi gas buang tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke udara ambien. 15. Pembangkit tenaga listrik termal yang beroperasi secara terusmenerus adalah pembangkit listrik yang secara normal beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam sehari. 16. Pembangkit berbahan bakar fosil adalah pembangkit yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari proses pelapukan sisasisa fosil yang berumur jutaan tahun di dalam perut bumi. 17. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter desain operasi sesuai kondisi rancang bangunjdesain. 18. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di bawahjdi luar parameter operasi normal kondisi rancang bangunjdesain namun masih dapat dikendalikan. 19. Kondisi darurat adalah kondisi yang memerlukan tindakan secara cepat, tepat dan terkoordinasi terhadap sistem peralatan atau proses yang di luar kondisi normal dan tidak normal. 20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal2 Pembangkit tenaga listrik tennal terdiri atas PLTU, PLTG, PLTGU, PLTD, dan PLTP. Pasal3 Setiap usaha darr/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik tennal wajib menaati baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal. Pasal4 (1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal sebagaimana dimaksud dalam Pasa13 terdiri atas: 4

a. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan PLTU sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A dan Larnpiran I B; b. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan PLTG sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A dan Lampiran II B; c. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan PLTGU sebagaimana tercantum dalam Larnpiran III A dan Larnpiran III B; d. baku mutu ernisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan PLTD sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV A dan Lampiran IV B; e. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan PLTP sebagaimana tercantum dalam Lampiran V; dan f. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan Pusat Listrik berbahan bakar campuran adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI A dan Lampiran VI B. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pacta ayat (I) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal S Bagi usaha danjatau kegiatan unit pembangkit tenaga listrik tennal sebagaimana dimaksud dalam Pasa14 ayat (1) yang: a. telah beroperasi sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran A. b. perencanaannya disusun sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini dan beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Emisi sebagaimana tercantum dalam Larnpiran B paling lama tanggal 1 Januari 2015; c. perencanaannya disusun dan beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini berlaku baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran B. Pasal6 (I) Pada kondisi normal, baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh clilampaui. (2) Bagi usaha danjatau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal yang menggunakan cerobong yang memasang Continuous Emission Monitoring System (CEMSj, baku mutu emisi dapat dilampaui sampai batas 5 % (lima persen] dari data rata-rata harlan selama 3 (tiga) bulan waktu operasi, (I) Pasal 7 Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu emisi bagi usaha danjatau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal dengan ketentuan sama atau Iebih ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam. Lampiran Peraturan Menteri ini; darr/atau 5

b. parameter tambahan di luar parameter sebagairnana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah menciapat persetujuan Menteri. (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan penambahan parameter yang diajukan oleh Pemerintahan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya pennohonan. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak menyetujui atau menolak pennohonan penambahan parameter, pennohonan dianggap disetujui, Pasal8 Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UFL) bagi usaha darr/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal mensyaratkan baku mutu emisi lebih ketat dari baku mutu emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 7, untuk kegiatan tersebut berlaku baku mutu emisi sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal9 (1) Penanggung jawab usaha dan/arau kegiatan pembangkit tenaga listrik tennal kecuali PLTP wajib: a. membuang ernisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan sarana pendukung pengambilan sampel dan alat pengaman sesuai peraturan perundang-undangan; b. melakukan pengelolaan emisi sehingga mutu emisi yang eli buang ke udara tidak melampaui baku mutu emisi yang telah ditetapkan; c. memasang alat Continuous Emission Monitoring System (CEMS) pada cerobong dengan beban pencemaran tertinggi, yang dihitung pada tahap awal perencanaan pemasangan, dan beroperasi secara terusmenerus, untuk pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas di atas 25 MW yang clibangun sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri ini; d. memasang alat Continuous Emission Monitoring System (CEMS) pada pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas diatas 25 MW atau kapasitas kurang dari 25 MW dengan kandungan Sulfur dalam bahan bakar lebih dari 2% dan beroperasi secara terus-menerus yang dibangun sesudah diberlakukannya Peraturan Menteri ini; e. mengukur parameter S02, NOx, Opasitas, 02,- CO dan laju alir serta menghitung C02 dan total partikulat bagi pengukuran emisi dengan Continuous Emission Monitoring System (CEMS); f. melakukan pengukuran parameter S02, NOx, total partikulat, opasitas, laju alir dan 02 secara manual bagi cerobong Iainnya yang tidak dipasang CEMS oleh laboratorium terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan; 6

g. menghitung beban emisi parameter 802, NOx, total partikulat, dan C02 setiap satuan produksi listrik yang dihasilkan dan melaporkannya 1 (satu) kali dajam 1 (satu) tahun; h. melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini setiap 6 (enam) bulan sekali untuk pengukuran secara manual kepada bupatijwalikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri; 1. melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk pengukuran CEM8 kepada bupatijwalikota dengan tembusan kepada gubern.ur dan Menteri; J. memiliki sistern jaminan mutu (Quality Assurance) dan pengendalian mutu (Quality Controls untuk pengoperasian CEMS dan perhitungan beban ernisi parameter S02, NOx, total partikulat, dan C02; k. melaporkan terjadinya kondisi tidak normal atau darurat dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 jam kepada Menteri dan instansi teknis terkait; 1. menangani kondisi tidak normal atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada huruf k dengan menjalankan prosedur penanganan yang telah ditetapkan, sehingga tidak rnembahayakan keselamatan dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran danjatau perusakan lingkungan. (2) Penanggung jawab usaha danjatau kegiatan PLTP wajib: a. melakukan pengelolaan emisi sehingga mutu emisi yang ill buang ke udara tidak melampaui baku mutu emisi yang telah ditetapkan; b. menghitung beban emisi parameter H2S, NH3 dan C02 setiap satuan produksi listrik yang dihasilkan dan melaporkannya setiap 1 (satu) tahun sekali; c. memiliki sistem jaminan mutu (Quality Assurance) dan pengendalian mutu (Quality Controls untuk perhitungan beban ernisi parameter H2S, NH3dan C02; d. melakukan pengukuran emisi parameter H2S dan NH3 secara manual di se1uruh menara pendingin oleh laboratorium terakreditasi paling sedikit 1 {satu) kali dalarn 6 (enam) bulan; e. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengukuran emisi sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini kepada bupatijwalikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri setiap 6 (enam) bulan sekali; f. melaporkan terjadinya kondisi tidak normal atau darurat dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 jam kepada Menteri dan instansi teknis terkait; g. menangani kondisi tidak normal atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pacta huruf f dengan menjalankan prosedur perianganan yang telah ditetapkan, sehingga tidak roembahayakan keselamatan 7

dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran danjatau perusakan lingkungan. Pasalll Baku mutu ennsr sumber tidak bergerak bagi usaha danjatau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasa14 ayat (1) yang telah ditetapkan: a. lebih ketat atau sama dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku; atau b. lebih longgar dari baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, wajib disesuaikan dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagairnana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri illl. Pasal12 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu emisi untuk tenaga uap berbahan bakar batu bara sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A dan Lampiran III B Keputusan Menteri Negara Lingkungan. Hidup Nemer: KEP-13jMENLHj03j1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal13 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pacta tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pacta tanggal: 01 Desember 2008 MENTERINEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 8

Lampiran I A Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Tanggal : 01. Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK PLTU No. Parameter Kadar Maksimum (mg/nm 3 ) I Batubara Minyak Gas 1. Sulfur Dioksida (S02) 2. Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai N02 3. Total Partikulat 4. Opasitas 750 850 150 20 % 1500 150 800 400 150 50 20% - Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara dalam keadaan kering kecuali opasitas.. 4. Semua parameter dikoreksi dengan O 2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalarn keadaan kering kecuali opasitas. 5. Semua parameter dikorekai dengan 02 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam keadaan kering kecuali opasitas. 6. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Pe kungan, MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 1

Lampiran I B Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTU Kadar Maksimum No. Parameter (mgjnm 3 ) Batubara Minyak Gas l. Sulfur Dioksida (S02) 750 650 50 2. Nitrogen Oksida (NOx) 750 450 320 dinyatakan sebagai N02 3. Total Partikulat 100 100 30 4. - Opasitas 20 % 20% Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam keadaan kering kecuali opasitas. 5. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 3% urituk bahan bakar gas dalam keadaan kering kecuali opasitas. 6. Pernberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan bagi yang menggunakan GEMS. MENTER! NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 2

Lampiran II A Peraturan Meriteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SU11BER TIDAK BERGERAK BAGI PLTG No. 1. 2. 3. 4. Parameter Sulfur Dioksida (802) Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai N02 Total Partikulat Opasitas Kadar Maksimurn {mgjnm 3 } Minyak Gas 1000 150 800 400 150 30 20 % - Catatan: 1. Volume gas diukur dalam kcadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. Sallnan sesuai dengan aslinya De H Bidang P, an, ~~ ~ ~ MENTERl NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR 1

Lampiran II B Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Deseruber 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTG No. Parameter Kadar Maksimum (mgjnm 3 ) Minyak Gas 1 2. 3. I 4. Sulfur Dioksida (S02) Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai N02 Total Partikulat Opasitas 650 150 450 320 100 30 20 % - Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar {25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi derigan 02 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. Salinan sesuai dengan aslinya De~~~ioM~,-:NLHBidang 1'~taQ. *butkungan, l(j ''':;'''-'' - " ~~:~G: ~\ ~:..,'~" ~ ': MENTER! NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 2

Lampiran III A Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 21 Tahun 2008 Tanggal: 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTGU No. Parameter Kadar Maksimum (mg/nm-) Minyak Gas 1. Sulfur Dicksida (S02) 800 150 2. Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai N02 800 400 3. Total Partikulat 150 30 4. Opasitas 20% - Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 vc dan tekanan 1 atmosferj. 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 1

Lampiran III B Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor ; 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTGU No. l. 2. 3. 4. Parameter Sulfur Dioksida (802) Nitrogen Oksida (NOx) dinyatakan sebagai N02 Total Partikulat Opasitas Kadar Maksimum (mgjnm 3 ) Minyak Gas 650 150 450 320 100 30 20% - Catatan: 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuab opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selarna 3 (tiga) bulan. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HID UP, RACHMAT WITOELAR. 2

Larnpiran IV A Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTD. No. Parameter Kadar Maksimurn (mg/nm-) Minyak Gas 1. Total Partikulat 150 30 2. Karbon Monoksida (CO) 600 500 3. Nitrogen Oksida (NOx) sebagai N02 1000 400 4. Sulfur Dioksida (S02) 800 150 5. Opasitas 20% - Catatan: 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 QC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 0 2 sebesar 13% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. MENTER! NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 1

Lampiran IV B Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember ae08 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAG! PLTD I=- Parameter Kadar Maksimum (mgjnm 3 ) Minyak Gas 1. Total Partikulat 120 30 2. Karbon Monoksida (CO) 540 sao 3. Nitrogen Oksida (NOx) N02 sebagai 1000 320 4. Sulfur Dioksida (S02) 600 150 5. Opasitas 20% - Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan 02 sebesar 5 % dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 2

Lampiran V Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTP No. Parameter Kadar Maksimum (mgjnm"] 1. Hidrogen Sulfida (H2S) 35 2. Ammonia (NH3) 0,5 Catatan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25 C dan tekanan 1 atmosfer]. SaJinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Pena J, an, ~~ ~~ ~ "tc MENTERl NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 1

Lampiran VI A Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PUSAT LISTRIK BERBAHAN BAKAR CAMPURAN dimana : Baku Mutu Emisi x = AxX + BxY + CxZ x Parameter Ax Angka baku mutu ermsi lampiran A untuk parameter x bahan bakar batubara (mg/nm-) Bx = Angka baku mutu emisi lampiran A untuk parameter x bahan bakar roinyak (mgjnm 3 ) ex = Angka baku mutu emisi lampiran A untuk parameter x bahan bakar gas (mgjnm'') x = Ratio heat input untuk bahan bakar batubara y = Ratio heat input untuk bahan bakar minyak '7 L. = Ratio heat input untuk bahan bakar gas MENTERINEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 1

Lampiran VI B Peraturan Menten Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal; 01 Desember 2008 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PUSAT LISTRIK BERBAHAN BAKAR CAMPURAN dimana Baku Mutu Ernisi x = AxX + BxY + CxZ X =0 Parameter Ax = Angka baku mutu emisi lampiran B untuk: parameter x bahan bakar batubara (mgjnm 3 ) Bx Angka baku mutu ernisi lampiran B untuk parameter x bahan bakar minyak [mg/nrn-'] Cx Angka baku mutu emisi lampiran B untuk parameter x bahan bakar gas (rng/nme) X = Ratio heat input untuk bahan bakar batubara Y = Ratio heat input untuk bahan bakar minyak Z = Ratio heat input untuk bahan bakar gas Salinan sesuai dengan aslinya Depu.~i MEN~H Bidang Peq:aatin :t~kungan,,i. '. C'. ' \ (.- ~..'~4);~4.-:\~' \;~ MENTERINEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 2

Lampiran VII Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember: 2008 LAPORAN PEMANTAUAN DAN PENGUKURAN SECARA MANUAL EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ ATAU KEGIATAN. PEMBAN"GKIT TENAGA LISTRIK TERMAL A. Identitas Perusahaan 1. Nama perusahaan 2. Alamat perusahaan a. Kabupaterr/Kota b. Provinsi c. No. telp.zfax. 4. Jenis pembangkit 5. Kapasitas pembangkit total 6. Jumlah cerobong B. Kondisi Operasional Pembangkit per Unit 1. Nama unit pembangkit 2. Jumlah bahan bakar yang digunakan per bulan (ton] 3. Jumlah daya listrik yang dihasilkan (MWh] 4. Kandungan sulfur bahan bakar rata-rata per bulan (%) 5. Nilai kalori netto bahan bakar (TJ/kton bahan bakar] 6. Waktu operasional pembangkit per enam bulan (Jam) 7. Heat Input (BTU/Jam atau MMBTU/Jam) C. Pemantauan Emisi secara Manual 1. Nama cerobong 2. Koordinat 3. Dimensi cerobong a. Diameter"! b. Panjang x Lcbar-l c. Tinggi I) Untuk cerobong yang berpenampang lingkaran 2) Untuk cerobong yang berpenampang persegi 1

4. Tanggal sampling 5. Laboratorium penguji No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu Konsentrasi Terukur" Terkoreksi" 1. Sulfur Dioksida (S02) mgj'nm-' 2. Nitrogen Oksida (NOx) mg/nm> 3. Total Partikulat mg/nrn" 4. Karbon Monoksida (CO) mgjnm 3 5. Karbon Dioksida (CO2) mg/nm-' 6. Opasitas % 7. Oksigen (02) % 8. Laju Alir (v) mjdetik Catatan: * Konseritrasi te rukur adalah konsentrasi yang diukur secara manual ** Konsentrasi terkoreksi adalah konsentrasi yang telah dikoreksi dengan faktor koreksi oksigen. Dihitung dengan rurnus : Ccorr = Cterukur X (21-02 carr) / (21-02 terukur], dimana C COIT Konsentrasi terkoreksi dengan koreksi O 2 yang ditetapkan dalam Baku Mutu Ernisi (mgjnm 3 ) Konsentrasi terukur sebelurn dikoreksi dengan koreksi 02 (rng/nm> Koreksi 02 yang ditetapkan dalarn Baku Mutu Emisi (%) Prosentase 02 diukur langsung dalam gas emisi i%) D. Perhitungan Beban Emisi dari Hasil Pengukuran Manual E = ex Q x 0,0036 x [Op Hours] (1) dimana: Q = v x A _. - (2) E Laju emisi pencemar (kgjtahun) C = Konsentrasi terukur (mgjnm3) Q = Laju alir emisi volumetric (m 3 j detik) 0,0036 = Faktor konversi dari mgjdetik ke kgfjam Op Hours. Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun 2

v "" Laju alir (ml detik) A "" Luas penampang cerobong (m 2 ) E. Perhitungan Beban Emisi berdasarkan Kandungan Sulfur di Bahan Bakar dimana: E = QfX (Op Hours] x [Cf/IOO] x {MWp/EWt} E "" Laju emisi pencemar (kg/tahun) Q[ "" Bahan bakar yang digunakan (kgjjam) Op Hours Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun Cr "" Konsentrasi pencemar dalam bahan bakar (%) MWp "" Berat molekul 802 (64) ANs = Berat Atom S (32) F. Perhitungan Beban Emisi (C02) a. Beban Emisi EC02 = 2:.F X AcCC X OF X MWcoz/ANc., (3) dimana: EC02 L:F AceC OF MWC02 ANc = Emisi C02 (ton) =Jumlah konsumsi bahan bakar (kton) = Kandungan Karbon Aktual (ton C/kton) = Faktor Oksidasi = Berat Molekul C02 (44) == Berat Atom C (12) Tabel Faktor Oksidasi Bahan Bakar OF Oil 0,99 Natural Gas 0,995 80al 0,98 3

b. Beban Ernisi Tahunan Etahunan = EC02 X Op Hours (4) dimana: Etahunan == Beban Emisi tahunan (ton/tahun) E C02 == Emisi C02 (ton) Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun Salinan sesuai dengan aslinya Dep~~Bidang Pe ~$.~~~ngan, ~ t.,\ " '\ r/». } \ \ ~) ~ ~_-..l,," ~j ~;., :\"./ ~~: '~? MENTERINEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 4

Lampiran VIII Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal : 01 Desember 2008 LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN PENGUKURAN CEMS EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DANj ATAU KEGIATAN PEMBANGIGT TENAGA LISTRIK TERMAL A. Identitas Perusahaan 1. Nama perusahaan 2. Alamat perusahaan a. KabupatenjKota b. Provinsi c. No. Telp.j'Fax. 3. Jenis pembangkit 4. Kapasitas pembangkit total 5. Jumlah cerobong B. Kondisi Operasional Pembangkit per Unit 1. Nama unit pembangkit 2. Jumlah bahan bakar yang digunakan per bulan (ton) 3. Jumlah daya listrik yang dihasilkan (MWh) 4. Kandungan sulfur bahan bakar rata-rata per bulan (%) 5. Nilai kalori netto bahan bakar (TJ/kton bahan bakar) 6. Waktu operasional pernbangkit per tiga bulan (Jam) 7. Heatlnput (BTU/Jam atau MMBTUjJam) C. Pelaporan CEMS 1. Nama cerabong 2. Koordinat 3. Dimensi cerobong a. Diameter b. Panjang x Lebar c. Tinggi 4. Parameter yang diukur 5. Bakumutu 1

No. 1. 2. 3....... 31. Tangga 1 Konsentrasi Rata-rata Harian Terukur' (mg/nm 3 ) Terkoreksi* " Laju Alir Rata-rata Harian (mjdetik) Prosentase Data Melcbihi Baku Mutu (%) *** Prosentase CEMS Tidak Beroperasi (%)1It**+ i Waktu Operasi Pernbangkit (jam) Catatan: " Konsentrasi rata-rata harlan terukur adalah konsentrasi rata-rata harian yang terbaca dari CEMS. "* Konsentrasi rata-rata harian terkoreksi adalah konsentrasi rata-rata harian yang telah dikoreksi dengan faktor koreksi oksigen. Dihitung dengan ru.mus : dimana Cav COJT = Cavharlan X (21-02 COTr) / (21 - O2 terukur), Czv COJT Konsentrasi rata-rata harlan terkoreksi dengan koreksi 02 yang ditetapkan dalam Baku Mutu Emisi [rngznm''] Cav!>alian Konsentrasi rata-rata harlan terukur sebelum dikoreksi dengan koreksi 02 (mg/nm 3 ) Koreksi O 2 yang ditetapkan dalam Baku Mutu Ernisi (%) Prosentase 02 diukur langsung da1am gas emisi (%) **" Prosentase data melebihi bakumuru adalah jumlah data yang melebihi dibagi total data harian dan dinyatakan dalam persen (%). ***" Prosentase CEMS tidak beroperasi adalah lama waktu CEMS tidak beroperasi (Kalibrasi, Problem CEMS) per hari dan dinyatakan dalam persen (%). D. Perhitungan Beban Emisi dari Hasil Pengukuran CEMS a. Beban Emisi E = Cay X Q X 0,0036 X [Op Hours] (5) Q = Vav x A (6J dimana: E Cay = Laju emisi pencemar (kg/bari] = Konsentrasi terukur rata-rata harian [mgz Nm-'] 2

Q = Laju alir emisi volumetrik (m 3/detik) 0,0036 =Faktor konversi dari mgjdetik ke kg/jam Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) hari Vav = Laju alir rata-rata harian (m/detik) A '" Luas penampang cerobong (m 2 ) a. Beban Emisi Tahunan dimana: E tahunan Etahunan n E = L E i=l n '" Beban Emisi tahunan (kgjtahun) =Jumlah hari dalam 1 (satu) tahun = Beban Emisi (kgjhari) MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 3

Lampiran IX Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 21 Tahun 2008 Tanggal: 01 Desember 2008 LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN PENGUKURAN SECARA MANUAL EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DANj ATAU KEGIATAN PUSAT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI A. Identitas Perusahaan 1. Nama Perusahaan 2. Alamat perusahaan a. KabupatenjKota b. Provinsi c. No. Telp.jFa.x. 3. Jenis pembangkit 4. Kapasitas pembangkit total 5. Jumlah menara pendingin B. Kondisi Operasional Pembangkit per Unit 1. Nama unit pembangkit 2. Jumlah uap air yang digunakan per jam (ton) 3. Jumlah daya listrik yang dihasilkan (MWh) 4. Kandungan Non Condensable Gas (NCG) rata-rata per jam (%) 5. Laju alir emisi volumetrik NCG (m 3jjam) 6. Kandungan C02 dalam NCG (%) 7. Kandungan H2S dalam NCG (%) 8. Kandungan NH3 dalam NCG (%) 9. Waktu operasional pembangkit per enam bulan (Jam) 1

C. Pemantauan Emisi secara Manual 1. Nama venting menara pendingin 2. Koordinat 3. Tanggal sampling 4. Laboratorium penguji No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu Korisentrasi 1. Hidrogen Sulfida (H2S) mgjnm 3 2. Ammonia (NH3) mgjnm 3 D. Perhitungan Beban Emisi Beban emisi dihitung berdasarkan kandungan H2S, NH3, dan C02 dalam NCG clikalikan waktu operasi selama 1 (satu) tahun. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi r~~h Bidang Pen~~P:?;LJp:gk:ungan,.... - ' ~ " ;. ~'. ~,. :~\...-:;. ~ :.'.,..~",. <,: MENTERl NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, RACHMAT WITOELAR. 2