THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

PENGARUH TEAT DIPPING MENGGUNAKAN DEKOK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP HASIL UJI REDUKTASE DAN UJI BERAT JENISSUSU SAPI FH LAKTASI

PENGARUH TEAT DIPPING SARI DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) TERHADAP KUALITAS SUSU BERDASARKAN CALIFORNIA MASTITIS TEST DAN UJI REDUKTASE

PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENURUNKAN TINGKAT KEJADIAN MASTITIS BERDASARKANN UJI CMT DAN SCC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

INHIBITION ACTIVITY of Moringa oleifera LEAVES JUICE on Staphylococcus aureus and Escherichia coli BACTERIA CAUSED MASTITIS DISEASE IN DAIRY CATTLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

ABSTRACT. Keywords: Inhibition, Muntingia calabura L., Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Antimicrobial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu

Efektifitas Daun Kersen (Muntinga calabura L.) dalam Menurunkan Jumlah Bakteri dalam Susu dan Peradangan Pada Ambing Sapi Perah

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) sebagai Bahan Dipping Puting terhadap Jumlah Coliform dan ph Susu

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak

Pengaruh ekstrak daun kersen terhadap daya tetas dan mortalitas telur itik hibrida

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

Dwi Priono, Endang Kusumanti, Dian Wahyu Harjanti

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

DAYA HAMBAT DEKOK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus PENYEBAB PENYAKIT MASTITIS PADA SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA DIAMETER LUBANG PUTING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS

Penampilan Kandungan Protein Dan Kadar Lemak Susu Pada Sapi Perah Mastitis Friesian Holstein

*

Key words: extract cherry leaves, ether, ethanol, inhibition zone, Staphylococcus aureus and mastitis.

ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang Lecturer of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang

ABSTRAK. Kata kunci : dipping; total bakteri; derajat keasaman (ph); susu sapi FH; iodosfor ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

ABSTRAK. Kata kunci: dipping; total bakteri; derajat keasaman; sapi perah ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PRE MILKING ON MILK QUALITY BASED ON REDUCTATION TEST AND CALIFORNIA MASTITIS TEST ABSTRACT

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

EKSPRESI PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH MASTITIS ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Total Bakteri; ph; Susu; Sapi Friesian Holstein. ABTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Patricia Romintan Aprilia, Sri Agus Bambang Santoso, Dian Wahyu Harjanti

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

The Influence of Body Condition Score in Late Pregnancy on Protein Colostrum Total and Content of Friesian Holstein Cows

TOTAL BAKTERI DAN ph SUSU AKIBAT LAMA WAKTU DIPING PUTING KAMBING PERANAKAN ETTAWA LAKTASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

ABSTRAK. Kata kunci :Ekstrak, Daya Hambat, Pluchea indica L dan Streptococcus dysgalactiae

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO

RESISTIBILITY OF CHERRY WATER EXTRACT LEAVES (Muntingia calabura L.) TOWARD OF Escherichia coli GROWTH THAT CAUSE MASTITIS DISEASES IN DAIRY COWS

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Candida albicans Pada Plat Resin Akrilik telah dilakukan bulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO

UPAYA PENCEGAHAN PENURUNAN PRODUKSI SUSU MELALUI TEAT DIPPING EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L.) PADA SAPI PERAH RAKYAT

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

ABSTRACT. Keywords: Bacteria, extract methanol, mastitis, pluchea indica L, teat dipping.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yani dan Purwanto (2006) dan Atabany et al. (2008), sapi Fries Holland

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

EFEKTIFITAS REBUSAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L) UNTUK TEAT DIPPING DALAM MENURUNKAN JUMLAH BAKTERI PADA SUSU SKRIPSI. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

I. PENDAHULUAN. seseorang. Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang

EFEKTIVITAS SALEP DAUN SIRIH DAN MENIRAN TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI PADA SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUB KLINIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

ABSTRAK. Kata Kunci: Ekstrak daun kersen, ether, metanol, daya hambat, Streptococcus agalactiae dan mastitis.

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

ABSTRAK. Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II : Yenni Limyati, dr., Sp.KFR., S.Sn., M.Kes. Selly Saiya, 2016;

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

Kata kunci: daun kersen, ekstrak metanol, Staphylococcus aureus dan mastitis

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

Transkripsi:

THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH Ahmad Safangat 1, Sarwiyono 2 and Puguh Surjowardojo 2 1) Undergraduate Student at the Faculty of Animal Husbandry Brawijaya University 2) Lecturer at the Faculty of Animal Husbandry Brawijaya University ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of teat dipping using Moringa leaf juice on the incidence of mastitis of dairy cattle and milk production. The results of this research can be used as a new innovation on the teat dipping using natural ingredients. The research material were 9 FH dairy cows lactation periods 1-6 and 3-5 months of lactation which indicated subclinical mastitis. The research method was an experiment with randomized block design consisting of 3 treatments and 3 replications. The treatment used an chemicals antiseptic teat dipping which uses Iodips (T1) as control, Moringa leaf juice concentration of 20 % (T2 ) and 30 % (T3). Mastitis test conducted once a week using the California Mastitis Test (CMT). The results showed that the ability of Moringa leaf juice were not significantly different (P>0.0 5) with chemical antiseptics to reduce the incidence of mastitis, so that the Moringa leaf juice can be use a natural alternative to teat dipping ingredients. Moringa leaf juice also has capabilities that are not significantly different (P>0.05) with a chemical antiseptic teat dipping means to perform in lactating dairy cows to increase milk production. It was concluded that the juice of moringa leaves ( Moringa oleifera) with a concentration of 20 % (T2 ) and 30 % (T3 ) has the same capability with chemical antiseptic that Iodips (T1) therefore were can reduce the incidence of mastitis and to increase milk production of dairy cattle lactation FH. Keywords : moringa leaf juice, mastitis, teat dipping, CMT. PENGARUH PENGGUNAAN JUS DAUN KELOR (Moringa oleifera) UNTUK TEAT DIPPING TERHADAP KEJADIAN MASTITIS SUB KLINIS SAPI PERAH FH LAKTASI Ahmad Safangat 1, Sarwiyono 2 and Puguh Surjowardojo 2 1) Mahasiswa Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2) Dosen Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teat dipping menggunakan jus daun kelor terhadap tingkat kejadian mastitis sapi perah dan produksi susu sapi perah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai inovasi baru mengenai teat dipping menggunakan bahan-bahan alami. Materi penelitian adalah 9 ekor sapi perah FH periode laktasi 1-6 dan bulan laktasi 3 5 yang terindikasi mastitis subklinis. Metode penelitian adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan tersebut adalah teat dipping menggunakan antiseptik kimia yaitu menggunakan Iodips sebagai kontrol (T 1 ), jus daun kelor konsentrasi 20% (T 2 ) dan 30% (T 3 ). Uji mastitis dilakukan satu minggu sekali menggunakan California Mastitis Test (CMT). Hasil penelitian menunjukan bahwa jus daun kelor memiliki kemampuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan antiseptik kimia untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis, sehingga 1

jus daun kelor dapat menjadi alternatif bahan alami untuk teat dipping. Jus daun kelor juga memiliki kemampuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan antiseptik kimia artinya jus daun kelor mempunyai kemampuan yang sama dengan larutan antiseptik kimia untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis dampaknya dapat meningkatkan produksi susu sapi perah. Disimpulkan bahwa jus daun kelor ( Moringa oleifera) dengan konsentrasi 20% (T 2 ) dan 30 % (T 3 ) memiliki kemampuan yang sama dengan antiseptik kimia yaitu Iodips (T 1 ) karena dapat menurunkan kejadian mastitis dan dapat meningkatkan produksi susu sapi perah FH laktasi. Kata kunci: jus daun kelor, mastitis, mencelupkan, CMT. PENDAHULUAN Usaha peternakan sapi perah, pakan merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan produksi susu sapi perah. Pemberian pakan dengan kandungan nutrisi yang cukup akan berkorelasi positif dengan jumlah produksi susu (Huda, 2007). Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh tiga faktor yang sama pentingnya, yaitu Breeding, Feeding dan manajemen. Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam usaha peternakan, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi yaitu sekitar 75% (Sunarso, 2012). Mastitis merupakan peradangan pada ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme dan mudah menular pada ternak sapi yang sehat. Mastitis ini terjadi akibat adanya luka pada puting ataupun jaringan ambing, sehingga terjadi kontaminasi mikroorganisme melalui puting yang luka tersebut. Menurut Supar dan Ariyanti (2008 ) mengatakan mastitis sub klinis disebabkan oleh mikroorganisme patogen diantaranya Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Klebsiella spp, E coli dan Corynebacterium bovis. Peternak umumnya kurang memperhatikan bahan lantai kandang yang digunakan padahal lantai kandang sangat penting sebagai tempat yang paling dekat pada saat produksi khususnya susu, interaksi yang paling sering dilakukan oleh puting dan ambing yaitu pada lantai apabila lantai kandang kotor akan dapat dipastikan puting akan terkontaminasi oleh bakteri yang berdampak pada turunya kualitas susu. Selain pada lantai tingkat kebersihan lantai juga perlu di perhatikan karena dalam kondisi lantai yang baik belum tentu desain dan kontruksi lantai juga baik dalam arti bebas dari kontaminasi mokroorganisme patogen. Lantai tidak boleh asal-asalan dengan bahan yang seadanya, letak kemiringan antara 2-5% namun bisa hanya miring yang tujuanya air agar dapat mengalir, adanya cekungang dalam lantai juga dapat menyebabkan genangan kotoran ataupun air didalamnya yang akan menyebabkan sumber penyakit. Menurut Sudono, Rosdiana dan Setiawan (2003) mastitis yang sering menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis tanda-tandanya dapat dilihat secara kasat mata seperti susu yang abnormal adanya lendir dan penggumpalan pada susu, puting yang terinfeksi terasa panas, bengkak dan sensitive bila disentuh saat pemerahan. Sedangkan mastitis subklinis tanda-tanda yang menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap mastitis subklinis adalah California mastitis test, yaitu suatu cara untuk mendeteksi ada tidaknya mastitis pada setiap puting dari ambing sapi perah dengan menggunakan alat paddle dan reagent CMT. Manajemen kesehatan pemerahan meliputi manajemen sebelum pemerahan, pada saat pemerahan dan pada saat akhir 2

pemerahan. Hal ini dikarenakan terbukanya saluran susu pada puting setelah selesai pemerahan sehingga dapat mengakibatkan masuknya mikrorganime kedalam ambing, maka dari itu saat akhir pemerahan perlu dilakukan pencelupan (teat dipping) dengan menggunakan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan dan membunuh mikrorganisme. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah selama satu bulan di CV Sumber Jaya Rt 04 Rw 02, Dusun Tugu, Desa Tugu, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung yaitu mulai tanggal 28 Oktober 24 November 2013 Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 9 ekor sapi perah FH laktasi pada periode laktasi 1-6 dan bulan laktasi 3-5. Adapun yang digunakan sebagai antiseptik adalah jus daun kelor (Moringa oleifera ) dan antiseptik kimia (preparat iodine). Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode percobaan dengan rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Pengelompokannya berdasarkan nilai skore mastitis yang tertinggi, sedang dan rendah. Perlakuan yang digunakan: Perlakuan T 1 :Teat dipping dengan menggunakan antiseptik kimia. Perlakuan T 2 :Teat dipping dengan menggunakan jus daun kelor konsentrasi 20%. Perlakuan T 3 :Teat dipping dengan menggunakan jus daun kelor konsentrasi 30%. Jalannya Penellitian Proses pembuatan jus daun kelor kosentrasi 20% dan konsentrasi 30%. - 200 gram daun kelor segar diblender dengan ditambahkan 800 ml air kemudian disaring, diambil sarinya dan siap digunakan teat dipping. - 300 gram daun kelor segar diblender dengan ditambahkan 700 ml air kemudian disaring,diambil sarinya dan siap digunakan teat dipping. Setelah pemerahan selesai, setiap ternak dilakukan teat dipping. Adapun proses teat dipping adalah sebagai berikut : 1. Jus daun kelor dan antiseptik kimia dimasukan ke dalam botol dipping yang berbeda. 2. Setelah proses pemerahan selesai, masing-masing puting dicelupkan ke dalam jus daun kelor atau antiseptik kimia sesuai perlakuan. 3. Puting dicelupkan selama + 10 detik Proses pengujian mastitis menggunakan CMT dilakukan setiap minggu. Adapun prosedur pengujian CMT adalah sebagai berikut: 1. Susu curahan kedua pada masingmasing puting di masukkan kedalam wadah atau cawan paddle, sebanyak 2 ml. 2. Selanjutnya ditambahkan reagen CMT antara lain alkyl aryl sulfonate, NaOH 1,5%, dan Broom kresol purple, dengan perbandingan 1:1. Apabila kurang, reaksi akan jadi kurang peka. 3. Selanjutnya cawan paddle diputar horizontal selama 10 detik. 4. Pada akhir putaran reaksi diamati dan nilai-nilainya - (negative), T (Trace), 1 (positif lemah), 2 (positif agak kuat), 3 (positif kuat), + (susu basa), - (susu asam). 5. Gumpalan dari jonjot merupakan hasil reaksi antara sel-sel somatik dalam air susu dengan reagen, berwarna putih abu-abu dalam larutan yang berwarna ungu (Anonimous, 2005). Setelah dilakukan pemeriksaan menurut prosedur CMT maka dilanjutkan dengan pengamatan Interpretasi tingkat 3

mastitis berdasarkan Efadri (2010 ) seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Interpretasi tingkat mastitis Kode Arti Reaksi Nilai - Negatif Tidak terdapat 1 tanda-tanda pergerakan susu ketengah paddle T Trace Sedikit terjadi 2 pergerakan susu ketengah paddle 1 Positif lemah Terjadi pergerakan susu ketengah paddle lebih banyak, tetapi belum 3 2 Positif agak kuat 3 Positif kuat + Susu basa - Susu asam berbentuk gel Terjadi sedikit pembentukan gel Gel tang terbentuk banyak dan menyebabkan permukaan susu menjadi konvek 4 5 Warna ungu 6 gelap Warna kuning 7 PEMBAHASAN Pengaruh Teat Dipping Terhadap Tingkat Kejadian Mastitis Teat dipping berpengaruh terhadap kejadian mastitis pada sapi perah FH karena setelah proses pemerahan selesai kemudian dilakukan upaya untuk menjaga kesehatan ambing, salah satunya adalah dengan melakukan teat dipping atau celup puting dengan larutan antiseptik. Apabila tidak dilakkukan teat dipping maka mikroba yang berada dalam puting akan tumbuh berkembang masuk ke rongga puting 10 detik setelah pemerahan. Keuntungan melakukan teat dipping adalah dapat mencegah mikroba masuk ke dalam puting sehingga mastitis dapat dicegah dan dikendalikan (Anonymus, 2010). Mastitis pada sapi perah merupakan radang yang bisa bersifat subklinis dan klinis yang ditandai oleh kenaikan sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu. Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar melalui sphincter puting. Sphincter puting berfungsi untuk menahan infeksi kuman. Pendapat tersebut sesuai dengan Poeloegan (2009) yang menyatakan tingkat pertahanan kelenjar mammae mencapai titik terendah saat sesudah pemerahan, karena sphincter masih terbuka beberapa saat, sel darah putih, antibodi serta enzim juga habis, ikut terperah. Pencegahan terhadap mastitis ditempuh melalui dipping puting setelah pemerahan dengan antiseptik. Tabel 2. Selisih nilai skore mastitis setiap perlakuan Perla kuan Skore mastitis Rata-rata +SD 1 2 3 T1 2 6 2 3.33+ 2.31 T2 6 3 3 4+ 1.73 T3 6 1 3 3.33+ 2.52 Rata 4.6 3.33 2.67 -rata + + + +SD 2.31 2.52 0.58 Tabel 2 menunjukan selisih skore mastitis pada setiap perlakuan, dari ketiga perlakuan tersebut dapat menurunkan kejadian mastitis. Perlakuan T 2 memiliki kemampuan lebih untuk menurunkan skore mastitis karena rata-rata memiliki nilai paling besar dari dua perlakuan lainnya. T 2 dan T 3 menunjukkan rata-rata skore mastitis yang sama, tetapi kemampuan perlakuan T 3 untuk menurunkan skore mastitis lebih rendah dari perlakuan T 2 dan T 1. Hal tersebut disebabkan nilai rata-rata skore mastitis untuk T 3 lebih rendah dari 4

T 2 dan T 1, sehingga selisih rata-rata skore mastitis juga lebih rendah. Grafik rataan skore kejadian mastitis pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Rataan Skor Mastitis 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Gambar 1. Rataan kejadian mastitis setiap perlakuan Gambar 1 menunjukan rataan skore kejadian mastitis pada masing-masing perlakuan, skore mastitis pada awal tes CMT untuk T 1 sebesar 1,92, T 2 sebesar 2, kemudian untuk T 3 memiliki skore 1,83. Skore mastitis di akhir pengujian CMT untuk T 1 sebesar 1,08, kemudian T 2 sebesar 1 dan T 3 sebesar 1. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat diketahui selisih dari masing-masing perlakuan. T 1 memiliki selisih antara awal dan akhir tes sebesar 0,84, untuk T 2 sebesar 1 dan T 3 sebesar 0,83. Terdapat beberapa sapi yang masih terindikasi mastitis. Hal tersebut terjadi dapat dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain kebiasaan sapi yang selalu merebahkan badannya sesaat setelah dilakukan teat dipping dan lantai kandang kotor sehingga puting sapi tercampur dengan kotoran sapi, kondisi tersebut dapat menyebabkan mastitis karena larutan dipping kurang dapat bekerja secara optimal, kemudian pengaruh lama pencelupan juga berpengaruh terhadap tingkat penurunan mastitis. Terdapat beberapa sapi yang memiliki sifat terlalu agresif sehingga waktu untuk pencelupan terlalu singkat. Hal tersebut sesuai pendapat Muniroh (2010) menyatakan bahwa lama waktu dipping puting sapi T1 T2 T3 laktasi selama 10 detik mampu mengendalikan total bakteri dan mempertahankan nilai ph susu. Berdasarkan perhitungan analisis ragam pada Tabel 2 didapat bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata (P> 0,05), maka H 0 dapat diterima, artinya jus daun kelor mempunyai kemampuan yang sama dengan larutan antiseptik kimia untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis, sehingga jus daun kelor mampu menjadi bahan alami alternatif sebagai larutan teat dipping. Hal tersebut juga membuktikan bahwa senyawa aktif pada daun kelor yaitu saponin dan flavonoid memiliki kemampuan setara dengan senyawa aktif pada larutan iodips. Kemampuan tersebut disebabkan oleh adanya senyawa saponin dan flavonoid. Kandungan saponin dan flavonoid pada daun kelor sangat memiliki peranan penting dalam menurunkan tingkat kejadian mastitis. Kedua senyawa tersebut terbukti memiliki kandungan zat antibakteri. Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme kerja antibakteri secara umum adalah merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel, dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat. Saponin merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam. Saponin ini berasa pahit, berbusa dalam air dan bersifat antimikroba. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dinding sel dan apabila berinteraksi dengan dinding bakteri, maka dinding tersebut akan pecah atau lisis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Karlina, Ibrahim dan Trimulyo (2013) saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan terganggu zat antibakteri akan masuk dengan mudah kedalam sel dan akan mengganggu metabolisme hingga akhirnya terjadilah kematian bakteri. Saponin bekerja dengan merusak membran sitoplasma yang kemungkinan saponin mempunyai efek yang sinergis atau adiktif dengan golongan polifenol dalam merusak permeabilitas sel bakteri 5

itu sendiri, sesuai pendapat Makkar (1998) bahwa tanin bekerja dengan mengikat salah satu protein adhesin bakteri yang dipakai sebagai reseptor permukaan bakteri, sehingga terjadi penurunan daya perlekatan bakteri serta penghambatan sintesis protein untuk pembentukan dinding sel. Flavonoid merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol dan aseton. Flavonoids dengan adanya gugus glikosida sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air. Senyawa ini bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena semua aktifitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri, sesuai pendapat Soedibyo ( 2004) bahwa flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri. Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel. Hal tersebut sesuai pendapat Cushnie and Lamb (2005) bahwa flavonoid memiliki tiga mekanisme yang memberikan efek antibakteri, antara lain dengan menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membrane sitoplasma dan menghambat metabolism energy. Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel. Pengaruh Teat Dipping Terhadap Produksi Susu Teat dipping berpengaruh terhadap kejadian mastitis pada sapi perah FH karena setelah proses pemerahan selesai kemudian dilakukan upaya untuk menjaga kesehatan ambing, salah satunya adalah dengan melakukan teat dipping atau celup puting dengan larutan antiseptik. Apabila tidak dilakkukan teat dipping maka mikroba yang berada dalam puting akan 6 tumbuh berkembang masuk ke rongga puting 10 detik setelah pemerahan. Keuntungan melakukan teat dipping adalah dapat mencegah mikroba masuk ke dalam puting sehingga mastitis dapat dicegah dan dikendalikan (Anonymus, 2010). Mastitis pada sapi perah merupakan radang yang bisa bersifat subklinis dan klinis yang ditandai oleh kenaikan sel di dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu. Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar melalui sphincter puting. Sphincter puting berfungsi untuk menahan infeksi kuman. Pendapat tersebut sesuai dengan Poeloegan (2009) yang menyatakan tingkat pertahanan kelenjar mammae mencapai titik terendah saat sesudah pemerahan, karena sphincter masih terbuka beberapa saat, sel darah putih, antibodi serta enzim juga habis, ikut terperah. Pencegahan terhadap mastitis ditempuh melalui dipping puting setelah pemerahan dengan antiseptik. Tabel 3. Selisih produksi susu sapi setiap perlakuan Perla kuan Produksi susu Rata-rata +SD 1 2 3 T1 0.5-0.05 0.05 0.17+ 0.29 T2 0.65-0.25 0.75 0.38+ 0.55 T3 0.2 0.6 0.35 0.38+ 0.20 Rata -rata +SD 0.45 + 0.23 0.1 + 0.44 0.38 + 0.35 Tabel 3 menunjukan selisih pada setiap perlakuan, dari ke tiga perlakuan tersebut memiliki kemampuan menurunkan dan meningkatkan produksi susu. Perlakuan T 2 dan T 1 ulangan 2 memiliki kemampuan lebih untuk meningkatkan produksi susu karena ratarata memiliki nilai paling besar dan tabel

pada perlakuan T 2 dan T 1 ulangan 2 memiliki nilai negatif ( -), hal tersebut dikarenakan produksi susu sapi perah sangat dipengaruhi beberapa faktor yaitu teat dipping, manajemen pemberian pakan, umur, tingkat laktasi, lingkungan dan penyakit. Hal tersebut sesuai pendapat dari Sarwiyono, dkk (1990) menambahkan bahwa produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh faktor antara lain: bangsa dan individu, tingkat laktasi, kecepatan sekresi susu, pemerahan, umur, siklus birahi, periode kering, pakan, lingkungan serta penyakit. Grafik rataan produksi sapi perah pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Rataan Produksi Susu 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 T1 T2 T3 dengan larutan antiseptik kimia untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis dampaknya dapat meningkatkan produksi susu sapi perah. Sapi perah FH merupakan jenis sapi yang meghasilkan susu melebihi kebutuhan untuk anaknya maka dari itu produksi susu sapi perah dapat dijadikan tempat lapangan kerja bagi peternak sehingga susu sapi perah dapat dijual dan menghasilkan uang untuk peternak, tetapi memelihara sapi perah FH tidak mudah, hal tersebut produksi susu sapi perah sangat dipengaruhi beberapa faktor yaitu manajemen pemberian pakan, umur, tingkat laktasi, lingkungan dan penyakit. KESIMPULAN Teat dipping menggunakan jus daun kelor (Moringa oleifera) dengan konsentrasi 20% dan 30 % memiliki kemampuan yang sama dengan antiseptik kimia (Iodips) karena dapat menurunkan kejadian mastitis dan dapat meningkatkan produksi susu sapi perah FH laktasi. Gambar 2. Rataan produksi susu sapi perah setiap perlakuan Gambar 2 menunjukan rataan produksi susu sapi perah pada masingmasing perlakuan, produksi susu pada awal test untuk T 1 sebesar 2,52, T 2 sebesar 3,53, kemudian untuk T 3 memiliki produksi susu 3.84. Produksi susu di minggu 4 untuk T 1 sebesar 2,51, kemudian T 2 sebesar 3,48 dan T 3 sebesar 3,74. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat diketahui selisih dari masing-masing perlakuan. T 1 memiliki selisih antara awal dan akhir tes sebesar 0,01, untuk T 2 sebesar 0,03 dan T 3 sebesar 0,2. Berdasarkan perhitungan analisis ragam pada Tabel 2 didapat bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata ( P>0,05), maka H 0 dapat diterima, artinya jus daun kelor mempunyai kemampuan yang sama DAFTAR PUSTAKA Anonymous.2005.Mastitis.http://immunoc ell mastitis-php.com.(diakses pada 28 September 2013)..2010. Teat Dipping Pada Sapi Perah. http://bbptusapi perah. org/?p = 554.html. (diakses 30 November 2013) Blake and Bade.(1991). Ilmu Perternakan. Edisi keempat. Gajahmada University Press. Ceshnie T.Lamb A.J., 2005. Antimicrobial activity of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents, 26 : 343 356 Efadri, S. 2010. California Mastitis Test (CMT). http:// susukambingku.com /cmt%20test.susu./kambing.html. (Diakses pada 28 September 2013). Hurley,L.W.2007. Other Faktor Efecting Milk Yield And Composition In : 7

Lactation Biologi.Departement of Animal science University of Lilions,Urbana,II.http:/classes.ansc i.ujuc.edu/ansc438/lactstion/otherf actor.html. (Diakses pada 28 September 2013) Karlina C.Y., Ibrahim M., Trimulyono G. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Krokot ( Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.e journal UNESA LenteraBio. 2 (1) :87 93 Makkar, H. P. S. 1998. Roles of tannins and saponins in nutrition. Effects of antinutrients on the nutritional value of legume diets. 8: 103-114. Muniroh, L.A. 2010. Pengaruh Lama Waktu Dipping Puting Sapi Laktasi terhadap Total Bakteri dan ph Susu.http://eprints.undip.ac.id/160 59/1/Liaily_Ayu_Muniroh/307_008.pdf. (Diakses 30 November 2013) Poeloegan, M. 2009. Aktivitas Air Perasan dan Ekstrak Etanol Daun Encok Terhadap Bakteri yang Diisolasi dari Sapi Mastitis Subklinis. Journal of Marine and Coastal Science, 1(1), 53 60, 2009 Sarwiyono, P,Surjowardojo dan T.E.Susilorini.1990. Manajemen Produksi Ternak Perah.Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Soedibyo, 2004. Pengaruh Pemberian Bawang Putih Terhadap Total Bakteri Feses Ayam. http://digilib. litbang.depgo.id/repository/index.p hp/attachment/363 42.pdf. (Diakses 30 November 2013) Sudono A.A., F. R. Rosdiana, dan B.S. Setiawan 2003. Peternakan Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sunarso. 2012. Manajemen Pakan. http://nutrisi.awardspace.com/. (Diakses pada 28 September 2013). Supar dan T. Ariyanti. 2008. Kajian Pengendalian Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Prosiding Prrospek Industri Sapi Perah menuju perdagangan Bebas 2020. Jakarta, 21 April 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. 8