1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon Ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, sehingga dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes RI, 2008).Pada tahun 2000, dari total populasi di dunia, terdapat sekitar 1,2 milyar (1/5 populasi) kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Indonesia dari total penduduk tahun 2005, sebanyak 218 juta proporsi kelompok usia remaja10-19 tahun sebesar 41 juta dan 20,5 juta diantaranya perempuan. Masa remaja adalah masa transisi dari tahap anakanak ke tahap dewasa. Selama masa remaja, terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan terpesat kedua setelah tahun pertama kehidupan (Briawan, 2013). Pada masa remaja, fisik seseorang terus berkembang demikian pula aspek sosial maupun aspek psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak perubahan, baik dalam gaya hidup, perilaku dan tindakan sehari-hari, tidak 1
2 terkecualipengalaman dalam memilih makanan yang akan dikonsumsinya banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu di usia remaja perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan dan status gizi mengingat remaja putri merupakan calon ibu generasi penerus dan sebagai sumber daya pembangunan yang potensial. Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal, akibat kekurangan zat besi. Kejadian anemia menyebar hampir merata di berbagai wilayah di dunia dan merupakan masalah kurang gizi mikro yang cukup besar di dunia dengan prevalensi 40%. Menurut Most yang dikutip oleh Briawan (2013), Berdasarkan wilayah regional, WHO melaporkan prevalensi anemia pada ibu hamil yang tertinggi adalah Asia Tenggara (75%), kemudian Mediterian Timur (55%), Afrika (50%), serta wilayah Pasifik Barat, Amerika Latin, dan Karibia (40%). Pada kasus anemia anak-anak (usia 6-59 bulan), prevalensi tertinggi terdapat di Asia Tenggara (65%), Mediterian Timur dan Afrika (45%), Pasifik Timur, Amerika Latin dan Karabia (20%). Negara atau wilayah dengan prevalensi >10% pada satu atau lebih kelomok rawan (ibu hamil, balita, anak usia sekolah dan remaja), dipertimbangkan sebagai wilayah yang mempunyai masalah kesehatan masyarakat. Perkiraan perbandingan terbaru mengenai anemia di negara berkembang dan negara maju adalah untuk wanita hamil 56% dan 18%; anak usia sekolah 53% dan 9%; usia anak prasekolah 42% dan 17 %; dan pria 33% dan 5%. Asia memiliki tingkat kejadian anemia paling tinggi di dunia.
3 Menurut Depkes 2012 dalam Sinaga (2013), prevalensi kejadian anemia di dunia antara Tahun 1993 sampai 2007 sebanyak 24,8% dari total penduduk dunia (hampir 2 milyar penduduk dunia) dan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995 ) prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1 %, remaja putri 10-18 tahun 57,1 %, dan usia 19-45 tahun 39,5% dan dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri. Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,31%, dan yang berusia tua (umur >65 Tahun) sebesar 4,65%. Dari data yang diperoleh sebesar 66,31% adalah penderita anemia pada usia produktif (15-64 Tahun) termasuk di dalamnya adalah anak remaja, maka penting untuk kita perhatikan bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikologis remaja yang penting untuk diperhatikan. Menurut data Riskesdas (2013), proporsi anemia penduduk Indonesia tahun 2013 pada kelompok umur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan umur 15-24 tahun sebesar 18,4%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2012), dapat diketahui bahwa prevalensi anemia pada remaja putri di kota Depok pada tahun 2011 adalah sebesar 35,7 % dan menurut Damayanti (2012) menyatakan bahwa prevalensi anemia remaja putri di SMK Muhammadiyah 4 Surakarta sebesar 54,5%.Menurut Surkesmas (2004) menunjukkan bahwa sebesar 21% remaja putera dan 30% remaja putri menderita anemia dan berdasarkan hasil penelitian di SMU Negeri 1 Cibinong Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa kejadian anemia remaja putri sebesar 42,2%
4 dan ada hubungan kejadian anemia remaja putri dengan kebiasaan makan yang meliputi diet, kebiasaan makan sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh (Herman, 2001). Faktor penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan banyak darah. Menurut Bearddalam Briawan(2013), anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A, Vitamin C, asam folat, vitamin B 12, atau karena kekurangan zat gizi secara umum, namun secara umum diasumsikan 50% kejadian anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi. Defisiensi zat besi secara umum dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan zat besi di dalam tubuh dan hambatan dalam bioavailabilitas (tingkat penyerapan zat di dalam tubuh). Peningkatan kebutuhan zat besi dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang berlebihan, pesatnya pertumbuhan, atau kehamilan. Hambatan penyerapan zat besi dapat terjadi karena rendahnya konsumsi pangan sumber heme atau adanya gangguan (inhibitors) proses penyerapan di dalam tubuh. Penghambat penyerapan tersebut meliputi serat, polifenol, dan fitat. Kebanyakan remaja yang mempunyai status zat besi rendah disebabkan oleh kualitas konsumsi pangan yang rendah. Kelompok yang termasuk berisiko ini adalah vegetarian, konsumsi pangan hewani yang rendah, atau terbiasa melewatkan waktu makan (skip meal). Selain itu juga terjadi pada kelompok yang kehilangan zat besi cukup tinggi, yaitu kehilangan darah dalam periode yang lama dan banyak saat menstruasi, sering melakukan donor darah, dan olahraga yang sangat intensif. Wanita sering menderita anemia akibat lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati
5 dibandingkan hewani, lebih sering melakukan diet karena ingin langsing, dan mengalami haid setiap bulan (Briawan, 2013). Sikus haid dapat bervariasi setiap wanita, untuk yang normal sekitar 28 hari dan siklus ini juga banyak dipengaruhi oleh umur. Lamanya haid etiap wanita ratarata 3-5 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata 16 cc atau 40 ml (Hanafiah, 2009). Remaja yang lebih sering mengalami anemia adalah remaja putri, hal ini disebabkan remaja putridalam usia reproduksi setiap harinya memerlukan zat besi tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan remaja putra karena remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya. Hal tersebut diperparah dengan pola konsumsi remaja putri yang terkadang melakukan diet pengurusan badan sehingga semakinsedikit asupan zat besi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka (Arisman, 2004).Penyebab rendahnya kadar hemoglobin dalam darah salah satunya adalah asupan yang tidak mencukupi. Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja adalah pengetahuan (Khomsan, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Nurbaiti (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan anemia pada remaja putri di SMAN II Banda Aceh dan didapatkan bahwa dari 33 responden yang berpengetahuan kurang dengan mengalami anemia sebanyak 28 orang (84,8%). Menurut Depkes (2008), dilaporkan bahwa masyarakat Indonesia terutama wanita sebagian besar mengalami anemia dikarenakan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan zat besi yang mudah diserap. Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh
6 maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala cepat lelah, pusing, pucat pada bagian kulit, bibir, gusi dan mata. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga dan produktivitas kerja. Di samping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh, yang berdampak pada tubuh mudah terkena infeksi. Dari data tersebut menggambarkan bahwa masalah anemia khususnya remaja putri masih tinggi. Anemia juga sampai saat ini masih merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu di Indonesia, maka upaya pencegahannya adalah mengetahui sejak dini apakah seseorang menderita anemia atau tidak dan segera mengupayakan langkah-langkah penanggulangan anemia. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, sebagian besar remaja putri SMA Cahaya medan adalah mayoritas anak perantauan, diketahui dari 15 orang remaja putri yang ditanyakan mengenai kebiasaan makannya, ada 6 orang remaja putri yang mengatakan mereka tidak sempat sarapan pagi dan mereka akan makan pada saat jam istirahat sekolah dan sepulang sekolah mereka lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan pangsit dengan alasan lebih cepat dan praktis tidak membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan pola haid remaja putri SMA Cahaya, diketahui dari 10 orang yang ditanyakan tentang pola haid nya, ada 5 remaja putri yang mengatakan pola haid nya teratur setiap sekali sebulan, 3 orang mengatakan mereka haid dua bulan sekali atau lebih dan 2 orang mengatakan pola haid nya lebih dari satu bulan sekali.
7 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian pada remaja putri dengan judul Hubungan Pola Makan,Pola Haid dan Pengetahuan tentang Anemia dengan Kadar Hemoglobin pada Remaja Putri di SMA Cahaya Medan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan penelitian ini adalah bagaimana Hubungan Pola Makan, Pola Haid dan Pengetahuan tentang Anemia dengankadar Hemoglobin pada Remaja Putri di SMA Cahaya Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola makan, pola haid dan pengetahuan tentang anemia dengan kadar hemoglobin pada remaja putridi SMA Cahaya Medan. 1.3.2.Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengankadar hemoglobin pada remaja putri di SMA Cahaya Medan 2. Untuk mengetahui hubungan antara pola haid dengan kadar hemoglobinpada remaja putri di SMA Cahaya Medan 3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kadar hemoglobinpada remaja putri di SMA Cahaya Medan.
8 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan pola makan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMA Cahaya Medan. 2. Ada hubungan pola haid dengan kadar hemoglobinpada remaja putri di SMA Cahaya Medan. 3. Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kadarhemoglobin pada remaja putri di SMA Cahaya Medan. 1.5.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan pola makan, pola haid dan pengetahuan tentang anemia dengan kadar hemoglobin remaja putri di medan dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswi tentang masalah anemia pada remaja putri sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mendukungprogram pemerintah/swasta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri sedini mungkin.