II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain

dokumen-dokumen yang mirip
agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB 1 PENDAHULUAN. (RTRW Kab,Bandung Barat)

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

TINJAUAN PUSTAKA. Agrowisata. hubungan usaha di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura,

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tempat kerja, di rumah, maupun di tempat lain. Aktivitas rutin tersebut dapat

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara agraris karena memiliki area pertanian

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

Oleh : Slamet Heri Winarno

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agrowisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. n masyarakat global, regional, dan nasional untuk kembali ke alam (back to nature), maka

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh

PROSPEK DAN PERMASALAHAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK (SPO) Syekhfani. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak saja dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa Negara, diharapkan. pekerjaan baru juga untuk mengurangi pengangguran.

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006)

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi kehidupan masyarakat Indonesia. sangat susah, sehingga pemerintah harus melakukan pengadaan impor beras.

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara/wilayah baik alam maupun budaya ini, kini semakin berkembang pesat

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

SUDIARSO. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

Transkripsi:

4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Desain merupakan suatu proses untuk mendapatkan kebutuhan atau sesuatu yang diinginkan dengan cara menyelesaikan permasalahan yang ada. Desain dapat menghubungkan budaya manusia dengan alam sekitar melalui pertukaran material dan energi (VanderRyn dan Cowan, 1996). Hal yang tercakup dalam desain, antara lain, adalah prinsip desain dan proses desain. Prinsip desain menurut Vanderzanden dan Rodie (2008) dibagi ke dalam empat kategori, yaitu overarching principles, aesthetic principles, application of aesthetic principles, dan functional principles. Proses desain menurut Booth (1983) dibagi ke dalam tujuh langkah, yaitu project acceptance, research and analysis, design, construction drawings, implementation, post construction evaluation, dan maintenance. Hal yang penting dalam desain salah satunya adalah persamaan persepsi antara desainer dengan pengguna desain terhadap desain yang dihasilkan. Desainer yang baik harus memperhatikan potensi-potensi perubahan yang dapat terjadi. Potensi perubahan tersebut mengharuskan seorang desainer membentuk desain yang ideal, yakni desain yang berkelanjutan dan dapat merespon perubahan ekologis dan budaya. Desain ideal dapat dicapai dengan mempertimbangkan social space dan social time, yakni pertimbangan bahwa suatu lanskap kemungkinan akan digunakan oleh kelompok user yang berbeda pada waktu tertentu. Salah satu bentuk desain yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan adalah ecological design. Bentuk desain ini diartikan sebagai suatu desain yang meminimalkan dampak kerusakan lingkungan dengan mengintegrasikan dirinya terhadap proses kehidupan (VanderRyn dan Cowan, 1996). Integrasi tersebut mengimplikasikan bahwa desain menghargai keberagaman spesies, meminimalkan penipisan atau pengurangan sumber daya alam, melindungi zat hara dan siklus air, memelihara kualitas habitat, dan memelihara kesehatan lingkungan. Terdapat lima prinsip dalam desain ekologi, yaitu solution grow from

5 place, ecological accounting informs design, design with nature, everyone is a designer, dan make nature visible. 2.2 Lanskap Pertanian Lanskap pertanian merupakan gambaran bentang alam yang didominasi dengan bentukan dan aktivitas pertanian. Menurut Vanslembrouck dan Huylenbroeck (2005), lanskap pertanian merupakan hasil dari interaksi antara pertanian, sumber daya alam, dan lingkungan, dan meliputi kenyamanan, budaya, serta nilai sosial yang lain. Aktivitas pertanian sebagai bagian dari lanskap pertanian pada dasarnya merupakan inti dari lanskap pertanian tersebut. Pada lanskap pertanian, kita juga memahami adanya jenis-jenis elemen pada lanskap pertaniannya, yakni ada yang disebut dengan pepohonan/hutan, jalan kecil, jalan raya, halaman pekarangan rumah petani, dan ladang atau persawahan. Ladang dan persawahan ini dapat terbagi lagi ke dalam jenis ladang homogen dan heterogen. Menurut Forman dan Godron (1986), karakteristik lanskap pertanian termasuk ke dalam cultivated landscape. Karakteristik dari cultivated landscape ini terdiri dari tiga tahapan berikut: 1. pertanian tradisional, suatu bentukan pertanian yang heterogen dan biasanya terdiri dari bentukan-bentukan lahan yang kecil dan pada suatu waktu tertentu diberakan untuk penggembalaan. 2. gabungan antara pertanian modern dan tradisional, karakteristiknya hampir sama dengan pertanian tradisional, hanya terdapat perbedaan pada luasan, pola penanaman yang terus-menerus, dan ditanam pada kondisi tanah yang baik. 3. pertanian modern dengan sisa-sisa pertanian tradisional, suatu bentukan pertanian homogen yang menetap dan terus-menerus. Lanskap pertanian didominasi oleh tanaman-tanaman yang diusahakan manusia sebagai tanaman pangan. Hal ini menjadi salah satu pembeda lanskap pertanian dengan lanskap lainnya (Forman dan Godron, 1986). Vanslembrouck dan Huylenbroeck (2005) juga menambahkan bahwa produksi pertanian sangat mempengaruhi lanskap pertanian, terutama dari sisi penggunaan lahan dan komposisi dari komoditas pertanian yang digunakan. Hal inilah yang

6 membedakan antara lanskap pertanian yang satu dengan yang lain. Struktur lanskap pertanian pada sebagian besar kondisi juga memiliki kekurangan, terutama keadaan lingkungan sekitar pertanian yang kurang mendukung seperti kurangnya sarana komunikasi melalui jalan atau kereta (IFLA, 1966). Kurangnya sarana perdagangan sebagai tempat penyaluran hasil pertanian juga turut mewarnai sisi lain dari lanskap pertanian ini. Lanskap pertanian memiliki kualitas estetik yang berbeda satu sama lain. Hal ini bergantung pada keragaman jenis tanaman pangan yang dibudidayakan. Perbedaan kualitas ini terutama dibedakan berdasarkan keragaman struktur tanaman secara vertikal (Stepanus dan Gunawan, 2009). Pada lanskap persawahan terdapat kualitas estetik yang beragam. Hal ini berdasarkan tahapan penanaman padi mulai dari pengolahan lahan sampai pada tahapan pemanenan. Pada tahapan pertumbuhan vegetatif optimum dan lahan persawahan siap dipanen memiliki kualitas estetik yang tinggi. Pada kondisi macak-macak memiliki kualitas estetik yang rendah (Ruliyansyah dan Gunawan 2008). 2.3 Pertanian Terpadu Berdasarkan laporan analisis pengembangan usaha tani tanaman pangan terpadu Cianjur Selatan (Tim Fakultas Pertanian IPB, 2004), pertanian terpadu adalah kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup tanaman, hewan ternak, dan/atau ikan. Keterpaduan yang dimaksud adalah keterpaduan agribisnis secara horizontal yang dapat dipenuhi oleh suatu sistem LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture). Namun, keterpaduan juga seringkali dipahami secara vertikal, yakni kegiatan agribisnis yang mencakup kegiatan budidaya pertanian (on farm) dan kegiatan agroindustri dan perdagangan hasil pertanian (off farm). Sistem pertanian terpadu secara vertikal biasanya berbentuk kegiatan pertanian konvensional yang tidak tergolong ke dalam sistem pertanian berkelanjutan (mugnisjah, 2002; Tim Fakultas Pertanian IPB, 2004). Sistem pertanian terpadu pada dasarnya diarahkan dan dikembangkan pada pembentukan unit usaha tani yang pilihan komoditi dan teknologinya disesuaikan dengan teknologi setempat sehingga sistem pertanian ini sangat cocok untuk diterapkan pada lanskap pertanian. Sistem pertanian ini jika dilihat dari sisi

7 ekonomi juga dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani. Hal ini dikarenakan sistem pertanian terpadu menerapkan integrasi antarkomoditi pertanian sehingga hasil dan pendapatan yang didapat oleh petani meningkat. Integrasi antarkomoditi pertanian dan efisiensi dalam penggunaan energi merupakan karakteristik utama dari sistem pertanian terpadu. Menurut Mugnisjah, Solihin, dan Tiyar (2004), integrasi ini dapat mengurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Hal tersebut disebabkan oleh adanya faktor produksi yang dapat dipenuhi dari sistem produksi lainnya meskipun harus dilakukan secara bermitra dengan sesama petani yang lahannya berdekatan atau bersebelahan (Mugnisjah, Suwarto, dan Solihin, 2000). Model sistem pertanian terpadu pada umumnya terdiri dari lima model, yaitu sistem pertanian terpadu berbasis tanaman, berbasis ternak, berbasis perikanan darat, berbasis agroforestri, dan sistem pertanian terpadu berbasis agroindustri (Tim Fakultas Pertanian IPB, 2004). Menurut Partohardjono et al. (tahun tidak diketahui), sistem pertanian terpadu memberi peluang yang besar dalam meningkatkan dan memantapkan pendapatan petani di perdesaan. Untuk menerapkan sistem usaha tani terpadu ini diperlukan teknologi yang mencakup penyediaan berbagai komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi seperti sayuran, buah-buahan, ikan, ayam, itik, serta ternak ruminansia besar dan kecil. Tanaman rumput dan leguminosa dapat berperan dalam konservasi lahan selain sebagai pakan ternak. Untuk lebih meningkatkan pendapatan keluarga tani, antara lain, dapat dilakukan pengolahan hasil komoditas yang diusahakan melalui agroindustri di perdesaan. 2.4 Wahana Pendidikan Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer karangan Marhijanto (1995), kata wahana memiliki makna alat atau sarana untuk mencapai tujuan, sedangkan kata didik (mendidik) memiliki makna memelihara, merawat, dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya). Berdasarkan makna kata wahana dan didik (mendidik) dari Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer tersebut, dapat kita artikan secara sederhana bahwa wahana pendidikan adalah suatu sarana atau alat untuk mendidik seseorang atau

8 sekelompok orang sehingga memiliki pengetahuan seperti yang diharapkan. Wahana pendidikan ini dapat berupa obyek-obyek benda atau aktivitas yang memiliki nilai pendidikan. Luasan area yang digunakan sebagai wahana pendidikan beragam. Hal ini bergantung pada jenis dan banyaknya obyek yang digunakan sebagai sarana pendidikan. Obyek yang digunakan dalam wahana pendidikan ini juga bergantung pada sasaran pengunjung. 2.5 Wisata Pertanian Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata merupakan fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Unsur-unsur penting dalam wisata adalah adanya wisatawan, adanya objek wisata, atraksi wisata, produk dan jasa wisata, infrastruktur wisata, serta aksesibilitas area wisata. Aksesibilitas area wisata mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata mulai dari darat, laut, dan udara (Damanik dan Weber, 2006). Wisata pertanian atau agrowisata adalah salah satu jenis wisata yang menggunakan pertanian sebagai obyek utama. Adanya wisata yang menyuguhkan pemandangan obyek pertanian ini memberikan peluang bagi warga perkotaan untuk menikmati keindahannya. Menurut Campbell dan Ortiz (2011), wisata berbasis pertanian atau disebut juga wisata pertanian dapat memunculkan suatu hal yang menarik pada lahan pertanian kecil atau sedang dengan pengunjung atau wisatawan yang dapat mempelajari teknik bertani, melihat pengolahan lahan pertanian, atau melihat burung dan kehidupan satwa yang lain. Selain itu, menurut Adiwijoyo (2005), pemeliharaan ternak dan ikan, memerah susu, serta kicauan burung di perdesaan merupakan atraksi dan suasana lingkungan yang menarik bagi wisatawan, khususnya yang dari perkotaan di dalam dan luar negeri sebagai aktualisasi dari kecenderungan pola hidup back to nature. Para wisatawan akan merasa gembira dan puas jika mereka dapat terlibat bebas dan ikut serta secara langsung dalam proses kegiatan di obyek yang mereka sukai dalam waktu yang relatif cukup. Adiwijoyo (2005) juga menambahkan bahwa wisata pertanian dapat

9 dikembangkan dan dipadukan dengan dunia pendidikan, yaitu dijadikan sebagai wahana praktik kerja dan study tour bagi pelajar atau mahasiswa. Pada umumnya wisata pertanian memiliki karakteristik yang berbeda dengan wisata lainnya. Penggunaan tanaman-tanaman pertanian sebagai obyek utama merupakan karakteristik utama pada wisata ini. Adanya atraksi wisata terkait aktivitas pertanian dapat menjadi andalan wisata pertanian. Atraksi wisata ini dapat dimunculkan melalui obyek dan aktivitas pertanian.