6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

19 Oktober Ema Umilia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi


BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Transkripsi:

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki waktu tunda untuk mengalirkan air karena akuifer karst mampu menyisakan air pada musim kemarau. Menurut Haryono (2001) endapan isian di mintakat dekat permukaan (epikarst) berfungsi sebagai tandon air sehingga air tidak bisa mengalir cepat ke sistem sungai bawah tanah. Air hanya akan mengalir melewati celah rekahan batuan dan mensuplai sebagian sungai permukaan dan bawah tanah sepanjang tahun. Sehingga, kawasan karst dapat menjadi solusi dalam mengatasi kekurangan air. Untuk itu, wilayah karst yang memiliki potensi sebagai penyimpan air perlu dipertimbangkan dalam penyusunan zonasi pengelolaan kawasan TNMT. Zonasi merupakan sistem pembagian wilayah yang digunakan taman nasional untuk pengelolaan kawasannya. Menurut P.56/Menhut-II/2006, zonasi taman nasional sekurang-kurangnya terdiri dari zona inti, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Tujuan penataan zonasi adalah terwujudnya sistem pengelolaan taman nasional yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, fungsi masing-masing zona adalah sebagai berikut: 1. Zona inti Perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. 2. Zona rimba Kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

52 3. Zona pemanfaatan Pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Ketiga zona ini umumnya digunakan pada kawasan taman nasional yang basis pengelolaannya adalah keanekaragaman hayati sehingga pada taman nasional dengan basis pengelolaan yang berbeda nama-nama zona tersebut belum tentu sesuai, seperti pada taman nasional laut istilah zona rimba tidak cocok digunakan. Zona rimba hanya dapat digunakan untuk wilayah daratan, sedangkan taman nasional laut merupakan kawasan yang didominasi oleh lautan. Penyusunan zonasi kawasan TNMT saat ini sedang berjalan, yang dilakukan melalui pengumpulan data potensi sebagai bahan pertimbangannya. Potensi karst TNMT patut dipertimbangkan karena dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Hal ini akan sesuai dengan paradigma pengelolaan kawasan konservasi dimana kawasan harus dapat memberikan manfaat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti telah dibahas pada bab terdahulu, bahwa 19 dari 22 desa yang berada di sekitar kawasan mengalami kekeringan setiap tahunnya. Sehingga kemampuan karst untuk menyimpan dan menyediakan air dapat dimanfaatkan untuk membantu mengatasi kekurangan air yang terjadi di desa-desa tersebut. Peran TNMT dalam hal penyediaan jasa lingkungan dirasakan sangat penting, sehingga pengelolaan TNMT dapat mempertimbangkan keberadaan kawasan karstnya sebagai bahan penyusunan zonasi taman nasional. Namun demikian, karst dikategorikan sebagai kawasan yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Kawasan karst memiliki komponen lingkungan endokarst dan eksokarst yang saling terkait, dimana kerusakan salah satu komponen akan memberikan pengaruh terhadap komponen lainnya. Untuk itu, penetapan zonasi TNMT yang sebagian wilayahnya adalah karst dilakukan dengan menentukan wilayah yang menjadi prioritas. Bentuk pertimbangan terhadap kawasan karst dapat diterapkan dengan menentukan wilayah karst yang diprioritaskan, terutama sebagai penyedia sumberdaya air.

53 6.2 Kawasan Karst Prioritas Karst prioritas adalah wilayah karst yang diutamakan dalam perlindungannya. Penentuan karst prioritas dilakukan dengan mempertimbangkan komponen lingkungan karst dan daerah resapan air. Komponen lingkungan yang berpengaruh terhadap potensi kawasan karst TNMT dalam menyediakan sumber air dikategorikan sebagai kawasan karst prioritas. Komponen lingkungan karst yang dipertimbangkan adalah eksokarst dan endokarst. Potensi eksokarst yang menjadi bahan pertimbangan adalah aliran sungai permukaan dan mata air (Gambar 27). Menurut Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, wilayah perlindungan untuk mata air adalah daerah linear dengan jari-jari 200 meter dari sumber air, sedangkan untuk sungai berjarak 50 meter untuk anak sungai serta 100 meter untuk sungai besar. (a) (b) Gambar 27 (a) Aliran sungai (b) mata air. Pertimbangan lingkungan endokarst dilakukan dengan melihat keberadaan goa dan aliran sungai bawah tanah (Gambar 28). Daerah goa dikategorikan sebagai karst prioritas karena goa terbentuk melalui proses pelarutan batuan oleh air. Sedangkan aliran bawah tanah merupakan potensi air yang dapat keluar dalam bentuk mata air. Daerah resapan air merupakan pertimbangan khusus dalam menentukan karst prioritas. Daerah resapan air merupakan daerah yang dianggap mampu meresapkan air dibanding daerah lainnya dan berperan penting dalam menjaga ketersediaan air di kawasan taman nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung kawasan resapan air adalah daerah yang

54 mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Daerah resapan air yang diidentifikasi mencakup seluruh wilayah TNMT. Luas daerah tangkapan air TNMT adalah 7.970,2 ha dan 63,83 persennya berada di wilayah karst (Gambar 29). (a) (b) Gambar 28 (a) Aliran bawah tanah (b) mulut Goa Ngaduredu. Wilayah karst yang dapat dikategorikan sebagai kawasan karst prioritas memiliki luasan yang tergolong besar, yaitu sebesar 15.934,29 ha atau menutupi 69,35 % dari total luas karst yang berada di dalam kawasan TNMT (21,82 % dari kawasan TNMT) (Gambar 30). Mengacu kepada pertimbangan dan fungsi zonasi dalam Permenhut 56/2006, maka wilayah karst prioritas dilakukan dengan membagi wilayahnya kedalam tiga zona, yaitu: 1. Karst prioritas inti Karst prioritas inti ditetapkan pada wilayah karst prioritas yang memiliki kemampuan sebagai daerah resapan air atau memiliki sumber air yang penting untuk pembentukan wilayah karst. Tujuan penetapannya adalah memberikan perlindungan terhadap wilayah karst agar terhindar dari kerusakan sehingga ketersediaan sumberdaya air tetap lestari. Pada wilayah karst prioritas inti dapat dilakukan kegiatan, terutama yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya air. Berbeda dengan di zona inti lainnya, salah satu kegiatan yang mungkinkan dilakukan di zona karst prioritas inti adalah penanaman untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas resapan air.

Sumber: hasil identifikasi. Gambar 29 Daerah resapan air kawasan TNMT.

Sumber: hasil identifikasi. Gambar 30 Peta karst prioritas TNMT.

57 Kegiatan yang tidak diperbolehkan adalah kegiatan yang dapat menurunkan potensi air karst. Contohnya, penebangan pohon dan pemanfaatan air secara langsung. Penebangan pohon dapat menggangu kondisi daerah resapan air. Sedangkan pemanfaatan air tanpa pertimbangan dapat mempengaruhi proses perkembangan wilayah karst di sekitar sumber air. 2. Karst prioritas perlindungan Wilayah karst perlindungan merupakan wilayah yang mengelilingi karst prioritas inti. Penetapannya bertujuan untuk memberikan batasan antara wilayah karst prioritas inti dan pemanfaatan. Wilayahnya disesuaikan dengan jarak antara batas terluar wilayah karst prioritas inti dan pemanfaatan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jenis kegiatan yang mendukung perlindungan terhadap wilayah karst prioritas inti. 3. Karst prioritas pemanfaatan Karst prioritas pemanfaatan ditetapkan pada wilayah karst prioritas yang memiliki sumber air yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Bentuk pemanfaatan pada zona ini merupakan pemanfaaatan terbatas, dimana sumber air tidak dapat diambil langsung. Sumberdaya air dikelola oleh taman nasional untuk dialirkan ke daerah pemukiman masyarakat di sekitar taman nasional. Ketiga zonasi tersebut dapat diterapkan pada wilayah karst yang terdapat di dalam kawasan taman nasional. Namun, seringkali keberadaan wilayah karst membentang luas melewati batas kawasan taman nasional. Kondisi ini menuntut adanya kolaborasi dengan berbagai pihak, sehingga wilayah karst yang berada di luar kawasan tetap mendukung kelestarian wilayah karst di dalam kawasan taman nasional. Pengelola taman nasional dapat bekerjasama dengan masyarakat, pemerintah daerah, instansi pemerintah dan lembaga lainnya. Sebagai contoh, potensi karst TNMT memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai PLTMH. Pengelolaan taman nasional berbasis karst ini akan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi air tersebut. Namun, pembangunan PLTMH harus melalui kajian menyeluruh terhadap sumberdaya air dan keberadaan karstnya. Proses pengkajian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki kompetensi mengenai kawasan karst.