PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Institute for Criminal Justice Reform

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

GUBERNUR JAWA BARAT,

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Maria Silvya E. Wangga'

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II ATURAN HUKUM TERKAIT LARANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. E. Perkembangan Aturan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFIKKING) SEBAGAI KEJAHATAN LINTAS BATAS NEGARA. Oleh: Novianti 1

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III PENUTUP. penulis mencoba mengambil kesimpulan sebagai berikut : perdagangan anak adalah : korban perdagangan anak. perdagangan anak.

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

Prosedur Standar Operasional PELAYANAN TERPADU BAGI SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

PELAKSANAAN GUGUS TUGAS

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN BUPATI MALANG NOMOR: 180/ 291 /KEP/421

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015

Transkripsi:

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D 101 08 308 ABSTRAK Perdagangan manusia umumnya terjadi pada kelompok rentan, diantaranya adalah perempuan dan salah satu bentuk perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum intrnasional. Dengan demkian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan serta implementasi hukum inernasional tentang larangan perdagangan perempuan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dalah menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konsep (approach). Pendekatan perundang-undangan yaitu melakukan inventarisasi, identifikasi dan pengkajian perundang-undangan beraitan dengan perdagangan manusia, pendekatan konsep yaitu dengan mencari dan memilih konsep, prinsip yang berhubungan dengan hukum internasional dalam penanganan perdagangan manusia. Kemudian dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaturan hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan sesungguhnyan telah di atur di dalam CEDAW(convention on Elimination of All Form of Discrimination Againts Women), Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children Supplementing the United Nations Convention againt transnational organied crime. Indonesia juga telah membuat suatu undang-undang untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang, yaitu pada undang-undang No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Namun dari semua peraturan internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia terkait dengan perdaganag manusia khususnya pemberantasan perdagangan perempuan merupakan suatu wujud implementasi negara Indonesia dalam memerangi perdagngan perempuan. Namun kurangnya sosialisasi di masyarakat merupakan masalah implementasi dalam melawan praktek perdagangan manusia, sehingga peraturan-peraturan yang telah dibuat pemerintah dirasakan kurang berjalan efektif Kata Kunci : Perdagangan Perempuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masih banyak terjadi kasus mengenai eksploitasi terhadap perempuan. Bukan hanya di ibu kota, di daerah-daerah seperti di pedesaan juga kerap terjadi eksploitasi kaum perempuan dengan cara di iming-imingi mendapatkan pekerjaan dengan mudah yang tujuan sebenarnya ialah untuk di jual ke luar negri. Karna terlilit oleh kemiskinan dan pengetahuan yang kurang memadai sehingga perdagangan manusia (perempuan) pun tak terelakkan, atau yang sering disebut dengan Human Trafficking. Perdagangan perempuan bisa terjadi di dalam negeri maupun lintas batas negara. Proses terjadinya praktek perdagangan perempuan dimulai dari tempat tinggal asal perempuan, biasanya para pelaku, calo atau penyalur terlibat dengan aparat di desa dalam praktek menjual dan memperdagangkan perempuan untuk mendapatkan keuntungan 1

uang maupun hal-hal lainnya. Para pelaku ini umumnya berasal dari wilayah setempat dan berhubungan langsung maupun tak langsung dengan agen tenaga kerja tersebut. Anggota Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) datang ke tempat asal perempuan yang akan dieksploitasi ke luar negri kemudian ditipu dan dijanjikan akan diberi pekerjaan yang baik dengan gaji yang lumayan.. Sulitnya mendapat lapangan pekerjaan tampaknya menjadi alasan utama atas pertanyaan mengapa perdagangan manusia masih terus mengalami peningkatan. Faktanya, kegiatan ini telah menjadi salah satu sumber panghasilan yang menjanjikan. Menurut data United Nations Children s Found (UNICEF) hampir 100.000 perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahunnya untuk bisnis prostitusi di Indonesia dan 30 persen korban prostitusi berada dibawah umur 18 tahun. Perdagangan perempuan juga berada dalam peringkat ketiga dalam tindakan kriminal paling menguntungkan di dunia 1. Perdagangan orang yang mayoritas perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada era modern ini merupakan dampak krisis multi-dimensional yang dialami Indonesia. Dalam pemberitaan saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang seruis dan bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar tehadap pelaku. dari waktu kewaktu praktik perdagangan orang semakin kualitas dan kuantitasnya. Setiap tahun diperkirakan 2 juta manusia di perdagangkan dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak 2. Indoneisa telah meratifikasi Convention on Elimination Against all form of Discrimination Against Women (CEDAW) dalam Undang-undang No.7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Selain itu Pemerintah Indonesia juga telah membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap 1 Http://rausansays.blogspot.com/2011/08/perdag angan-perempuan-potret-nyata.htm/ Di akses pada tanggal 14 Juli 2012 pukul 14.00 wita. 2 Rachmad Syafaat, Dagang Manusia, cet.1, Jakarta : Lappera Pustakia Utama,2003, hlm. 1 Perempuan, yang bertujuan sebagai mekanisme nasional untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan 3. Selain ketentuan diatas, dalam rangka pemberantasan perdagangan manusia umumnya, khususnya perdagangan perempuan, pada bulan Juni tahun 2007, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang memberikan kuasa kepada para aparat penegak hukum untuk menyelidiki segala bentuk praktik perdagangan orang. Undang-undang ini merupakan senjata yang ampuh dalam upaya menuntut dan menjatuhkan hukuman kepada para pelaku perdagangan manusia dan di harapkan dapat menggiring mereka kepada hukuman penjara dan denda yang berat. Keberhasilannya tergantung pada keseriusan para pejabat-pejabat tinggi dan penegak hukum untuk menerapkan undang-undang tersebut serta menaatinya dan menyusun aturan pelaksanaannya sesegera mungkin. Terlepas dari peraturan perundangundangan tersebut, Indonesia tetap masih memiliki masalah dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan perempuan. Upaya-upaya penegakan hukum yang kian hari kian meningkat tidak menjamin menyelesaikan masalah dalam pemberantasan human trafficking. Terlihat pula masih sedikitnya kemauan politik dan para penegak hukum yang di tunjukan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih kepada warga negara dari bahaya perdagangan manusia. Data International Organization for Migration (IOM), antara Maret 2005 Januari 2008 mencatat perdagangan orang sebanyak 3.024 orang dengan rincian 5 bayi, 651 anak perempuan, 134 anak laki-laki, 2.048 dewasa dan 206 laki-laki dewasa 4. Dari jumlah tersebut 55 persen korban di eksploitasi di sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT), 21% di 3 Komisi ini didirikan pada tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 181 Tahun 1998. 4 Http://www.iom.or.id/publications/pdf/16_MIL 6010112_ASEAN_lo.pdf. akses pada 9 Juni 2010 pukul 17.32 WIB. 2

sektor pelacuran paksa, 18,4 % di sektor pekerjaan formal, 5% di eksploitasi pada transit (khusus Pekerja), 0.6% perdagangan bayi. Ironisnya, dari sejumlah kasus tersebut yang di bawa kemeja pradilan secara nasional kurang dari 1 % saja 5. Walaupun Negara Indonesia sudah memiliki Undang-undang tentang perdagangan manusia sebagai hasil dari ratifikasi konvensi internasional, pada kenyataannya pelaksanaan, penghormatan dan perlindungan hak-hak kaum perempuan itu sendiri masih jauh dari memuaskan. Misalnya masih saja ada tersiar berita mengenai perdagangan perempuan di Indonesia baik melalui media siaran maupun media cetak. Hal ini menggambarkan upaya pemerintah dalam memberantas kasus perdagangan perempuan khususnya, dan perdagangan manusia pada umumnya belum terlaksana secara maksimal, karena walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur namun masih saja pelanggaran terus terjadi, hal ini di sebabkan oleh sanksi dalam Undang-undang tersebut dirasakan kurang tegas. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas lebih mendalam dengan mengangkat sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul Pengaturan Hukum Internasional tentang Larangan Perdagangan Perempuan serta Implementasinya di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang di angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan? 2. Bagaimanakah implementasi hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan di indonesia? II. PEMBAHASAN 5 Lili Pujianti, Memangkas Sindikat Perdagangan Orang, 14 Februari 2009 (Http://peduliburuhmigran.blogspot.com/2009/02/mema ngkas-sindikat-perdagangan-orang.html) Akses 27 April 2010 pukul 08.50 WIB. A. Pengaturan Hukum Internasional tentang Larangan Perdagangan Perempuan Pada tahun 1904 masyarakat internasional melalui prakarsa Liga Bangsabangsa (LBB) mencoba untuk menghapus peratek-praktek perdagangan perempuan. Hal ini di tandai dengan disahkannya instrumentinstrumen internasional terkait dengan larangan perdagangan perempuan, di antaranya International Agreement for the Supression of White Slave Traffic (Perjanjian Internasional untuk Memberantas Penjualan Budak Kulit Putih). Namun demikian, perjanjian tersebut lebih berfokus pada perlindungan korban daripada menghukum para pelaku, sehingga terbukti tidak efektif. Akibatnya, pada tahun 1910 disetujui International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic. Selain ketentuan diatas pada tahun 1921 masih dengan prakarsa LBB kembali ditandatangani Convention on the Supression of Traffick in Women and Children (Konvensi Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak). Pada konvensi ini negara-negara peserta diwajibkan mengambil langkahlangkah administratif yang dibutuhkan untuk memeriksa perdagangan perempuan dan anak dalam hubungannya dengan emigrasi dan imigrasi, serta menyerukan penuntutan orangorang yang memperdagangkan anak-anak, memberi lisensi kepada agen-agen tenaga kerja, dan memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak yang berimigrasi. Selanjutnya di tahun 1933 dikeluarkan pula International Convention of the Supression of the Traffick in Women of full age (Konvensi Internasional untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dewasa). Konvensi ini menuntut negaranegara peserta untuk menghukum pelaku perdagangan perempuan dewasa walaupun dengan atau tanpa persetujuan perempuan tersebut. Dari berbagai ketentuan hukum diatas, hasil prakarsa LBB akhirnya di konsolidasikan oleh PBB ke dalam Convention of the Supression of Traffic in Person and the Eksploitation of the Prostitution of Others 3

(Konvensi Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Prostitusi terhadap Orang Lain tahun 1949). Konvensi ini merupakan salah satu instrument hukum internasional khusus mengatur mengenai perdagangan perempuan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 yang menitik beratkan pada perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi. Selanjutnya pada pasal 2 konvensi menegaskan bahwa: Peserta konvensi saat ini setuju untuk menghukum siapapun yang: 1. Memiliki atau manejer, atau dengan sadar membiayai atau mengambil bagian dalam pembiayaan suatu rumah pelacuran. 2. Dengan sadar membiarkan atau menyewakan suatu bangunan atau tempat atau manapun bagian daripadanya untuk kepentingan pelacuran dari yang lain. 6 Selain ketentuan internasional di atas, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children Supplementing the United Nations Convention againt transnational organied crime. (Protokol untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-anak, melengkapi Perserikatan Bangsa-Bangsa Konvensi tentang kejahatan transnasional yang terorganisir). Dalam Pembukaan (primbull) protokol secara jelas menyatakan bahwa tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan, membutuhan sebuah pendekatan internasional yang komprehensif di negara asal, negara transit dan negara tujuan yang mencakup langkah-langkah untuk mencegah perdagangan, untuk menghukum para pelaku perdagangan dan untuk melindungi korbankorban perdagangan manusia, termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional. Dalam pembukaan protokol tersebut mengakui bahwa meskipun terdapat berbagai macam instrument internasional yang berisi aturan-aturan dan langkah-langkah praktis untuk memerangi exploitasi manusia, terutama perempuan, 6 Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm 89-91 namun tidak ada instrument universal yang menangani semua aspek perdagangan manusia, sehingga ketiadaan instrument semacam itu, orang-orang yang rentan terhadap perdagangan khususnya perempuan tidak akan mendapat perlindungan yang memadai, Ketentuan internasional lainnya yang khusus mengatur pemberantasan perdagangan perempuan ialah Convention on Elimination Against all form of Discrimination Against Women yang telah di ratifikasi oleh indonesia kedalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, khususnya dalam pasal 6 yang berbunyi Negara-negara peserta wajib melakukan langkah-tindak ysng tepat, termasuk pembuatan pengaturan perundang-undangan, untuk memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran. Selain ketentuan internasional diatas, juga terdapat instrumen-instrumen internasional lainnya yang khusus mengatur perdagangan perempuan diantaranya adalah 1. Rekomendasi Nomor 19 tentang kekerasan terhadap Perempuan, komite PBB untuk mengakhiri Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) tahun 1992 2. Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (DEVAW) Resolusi Majelis Umum No 48/104, tanggal 20 Desember tahun 1993 3. Resolusi No 38/7 tentang Kekerasan terhadap Buruh Migran Perempuan, Komisi Status Perempuan tahun 1994 4. Resolusi No 39/6 tentang Perdagangan Perempuann dan Anak Perempuan tahun 1995 5. Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) No 51/66 tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan tahun 1996 6. Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) No 52/98 tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan tahun 1998 7. Protokol Opsional untuk Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1998 dan Indonesia 4

meratifikasi Protokol ini pada bulan Februari tahun 2000 8. Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) No 55/67 tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan tahun 2000 dan di tandatangani oleh Indonesia pada bulan Desember 2000. Namun sampai saat ini teaktat tersebut belum mempunyai jumlah ratifikasi yang cukup untuk di sahkan. 9. Protokol untuk Mencegah, Memberantas, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak, Suplemen Konvensi PBB Menentang Kejahatan Terorganisisr Lintas Batas tahun 2000 dan di tandatangani oleh Indonesia pada bulan Desember 2000. Namun sampai saat ini teraktat tersebut belum mempunyai jumlah ratifikasi yang cukup untuk di sahkan. 10. Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan tahun 2002. 7 Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, terkait dengan perdagangan perempuan, bisa lihat bahwa telah banyak instrumaeninstrumen internasional yang di tujukan untuk menanggulangi terjadinya perdagangan orang. yang pada hakikatnya menjadi dasar hukum untuk memberantas perdagangan manusia. Untuk itu diharapkan kepada negara harus bertindak secara bersungguh-sungguh dalam mencegah, mengadili dan menghukum pelaku tindak pidana perdagngan orang serta menyediakan bantuan dan memulihkan para korban. B. Implementasi Hukum Internasional tentang Larangan Perdagangan Perempuan Di Indonesia CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman) merupakan salah satu konvensi internasional yang membahas mengenai diskriminasi terhadap perempuan. Indonesia meratifikasi CEDAW pada 24 Juli 1984 melalui Undangundang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk 7 Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta,2003 Hlm. 273-275 Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women) dan secara konstitusional Indonesia telah terikat pada setiap pasal yang tercantum dalam CEDAW. Dengan di ratifikasinya UU No 7 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita merupakan suatu implementasi dari Konvensi internasional tentang larangan perdagangan perempuan. Kita bisa lihat pada pasal 6 yang menyebutkan bahwa: Negara-negara peserta wajib melakukan langkah-tindak yang tepat, termasuk pembuatan peraturan perundangundangan, untuk memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran. Sehingga Bisa dikatakan bahwa pasal ini merupakan suatu produk hukum yang membahas mengenai Perdagangan perempuan. Namun dalam pasal ini hanya menekankan pada larangan perdagangan perempuan. Dari pasal 6 inilah yang menjadi salah satu acuan dibuatnya peroduk hukum yang membahas tentang larangan memperniagakan perempuan serta memberantas segala bentuk perdagangan dan perbudakan perempuan. Semenjak proses penandatanganan dan ratifikasi tersebut, CEDAW telah menimbulkan sejumlah perubahan dalam guratan peran perempuan di Indonesia. Didirikan pada tahun 1978, Indonesia memiliki Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang tugasnya untuk : a) Mempersiapkan, mengatur, dan memformulasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mencakup pemberdayaan perempuan di segala aspek pembangunan, b) Mengkoordinasikan segala kegiatan perempuan di bidang pembangunan di seluruh institusi-institusi dan kantor-kantor pemerintahan, c) Membuat laporan, informasi, dan rekomendasi di bidang-bidang yang berkaitan dengan perempuan di bidang pembangunan kepada presiden. Indonesia juga telah membuat suatu instrumen hukum untuk memberantas dan menindak segala tindak kejahatan mengenai perdagangan orang yaitu Undang-Undang 5

Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Pada tanggal 12-15 Novenber tahun 2000 di Palermo Itali, Diadakan Sidang Umum PBB 55/25 yang membahas tentang sarana hukum (instrumen hukum) internasional yang mengarah pada masalah dan penaggulangan perdagangan orang. Berdasarkan resolusi tersebut, menghasilkan konvensi PBB tentang United Nations Against Transnational Organized Crime atau Konvensi mengenai Kejahatan Terorganisisr antarnegara (Organized Crime Convention) beserta ketiga perotokolanya, yaitu sebagai berikut : a. Protocol againts the Smuggling of Migrants by Land, Air and Sea, Supplementing the United Nations Convention againts Transnational Organized Crime. (Protokol Melawan terhadap Penyelundupan Orang pindah melalui darat, udara dan laut, melengkapi Perserikatan Bangsa-Bangsa Konvensi tentang kejahatan transnasional yang terorganisir) b. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children Supplementing the United Nations Convention againt transnational organied crime. (Protokol untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anakanak, Melengkapi Perserikatan Bangsabangsa. c. Protocol againts the Illicit Manufacturing of and Trafficking in Firearms, Their Parts and Components and Ammunition, Suplementing United Nations againts Transnational Organized crime. (Protokol melawan terhadap Pabrikasi yang gelap dan perdagangan Senjata api dan komponen perlengkapan senjata, melengkapi Perserikatan Bangsa-bangsa konvensi tentang kejahatan transnasional yang terorganisisr. Implementasi hukum internasional mengenai larangan perdagangan orang khususnya perempuan terlihat dari diadopsinya hukum internasional kedalam hukum nasional yang menjadi dasar acuan bagi penghapusan perdagangan orang. Kita bisa lihat pada Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Dalam Pasal 6 di sebutkan bahwa Negara-negara peserta wajib melakukan langkah-tindank yang tepat, termasuk pembuatan peraturan perundang-undangan, untuk memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran. Di akhir tahun 2001, Indonesia telah menandatangani produk hukum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bernama Protocol To Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, yang biasa disebut Protokol Palermo. Setelah diratifikasinya protokol tersebut membuat Indonesia membuat produk hukum atau undang-undang tentang perdagangan orang. Salah satunya ialah pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) dengan ancaman hukuman kurungan 3-15 tahun. Adapun penerapan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang diperlukan peraturan pelaksana yang berbentuk peraturan pemerintah. Peraturan pemerintrah memberikan kemudahan dalam penerapan undang-undang yang didalamnya mengatur mengenai pencegahan, pemberatasan, penghukuman dan penegakan tindak pidana perdagangan orang. Dalam hal ini Peraturan pemerintah tentang Tata Cara Mekanisme Pelayanan yang disebutkan Pasal 46 Undangundang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan di sebutkan Pasal 66 diamanatkan oleh undang-undang ini bahwa peraturan pelaksana tersebut harus di terbitkan selambatlambatnya 6 bulan setelah undang-undang ini berlaku, tetapi baru di terbitkan tahun 2008, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Mekanisme Pelayanan terpadu bagi saksi dan atau korban Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mengatur mengenai tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu, pembentukan Pusat Pelayanan 6

Terpadu (PPT) bagi saksi dan atau korban tindak pidana perdagangan orang 8. Peraturan Pemerintah (PP) ini ikut menyertai sebagai aturan yang lebih Implementatif serta upaya di penuhinya hak-hak dari korban perdagangan orang. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) ini dibentuk dengan maksud sebagai pusat pelayanan yang menjamin adanya kecepatan peroses pelayanan dan penanganan saksi dan atau korban tindak pidana perdagangan orang serta menjamin adanya kemudahan, kenyamanan, keselamatan, kerahasiaan korban, bahkan bebas dari biaya pelayanan, guna mewujudkan adanya keadilan dan kepastian hukum bagi saksi dan atau korban tindak pidana perdagangan orang. Dan juga ada peraturan pendukung yang dibuat dari UU PTPPO yaitu Peraturan Presiden No 69 tahun 2008 (PP 69/2008) tentang Tugas Gugus Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pada tingkat kebijakan, komitmen negara untuk memberantas perdagangan orang di Indonesia telah dilakukan Permerintah RI, dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, tetapi kebijakan tersebut belum di implementasikan dengan baik dalam pelaksanaannya. Secara umum kebijakan RAN perdagangan orang ini bertujuan untuk menghapus segala bentuk perdagangan perempuan dan anak, sedangkan secara khusus kebijakan ini memiliki empat tujuan, yaitu : 1. Tersedianya norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku perdagangan perempuan dan anak, 2. Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosal terhadap korban perdagangan orang perempuan dan anak yang dijamin secara hukum, 3. Terlaksananya pencegahan segala bentuk perdagangan perempuan dan anak di keluarga dan masyarakat, 4. Terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam upaya penghapusan perdagangan 8 Farhana, op. cit., Hlm. 106 orang antarinstansi di tingkat nasional dan internasional 9. Oleh karena itu, berdasarkan perundangundangan yang telah dibuat oleh bangsa Indonesia hasil dari penandatanganan Protokol Palermo, ini merupakan salah satu wujud implementasi peraturan internasional tentang larangan perdagangan orang khususnya perempuan. Namun masih ada kendala yang membuat peraturan ini tidak berjalan efektif, diantaranya ialah kurangnya sosialisasi kepada masyarakat akan peroduk hukum ini. Sehingga tindak pidana perdagangan orang masih sering terjadi, bahkan peraktek-peraktek perbudakan dizaman modern ini masih santer terdengar. Dan juga kesadaran masyarakat untuk memberantas peraktek perdagangan orang masih minim. Untuk itu dibutuhkan sosialisasi yang lebih luas dan mendalam, khususnya bagi masyarakat yang berada di pedalaman atau endemik. Di samping itu, upaya untuk pencegahan TPPO dapat dilakukan dengan cara-cara mendasar pada prinsip-prinsip hak asasi manusia yaitu melalui pengakuan kesetaraan dana non diskriminasi (suku,bangsa,bahasa,agama,politik,status migrasi), memebrikan keadilan dengan memberikan perhatian khusus pada kesejahtraan masyarakat rentan dan terpinggirkan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, partisipasi masyarakat dan upaya pemenuhan hak-hak bagi korban dan saksi 10. Penerapan UU PTPPO tidak hanya dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi terkait mengenai hukum seperti hukum dan ham, badan-badan hukum, Lembaga Bantuan hukum serta organisasiorganisasi yang terkait pun harus turut andil dan membantu dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan juga dalam penegakan hukumnya. Agar meminimalisir terjadinya perdagangan-perdagangan orang lainya. Kita ketahui bahwa penerapan UU PTPPO masih jauh dari harapan namun kita 9 Op. cit., Hlm. 102 10 Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang:kebijakan hukum pidana dan pencegahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hlm 89 7

harus optimis penegakan hukum di indonesia dapat berjalan lancar. Indonesia sebagai peserta PBB yang telah menandatangani beberapa instrumen hukum internasional memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum internasional tersebut, walaupun tidak semuanya di ratifikasi. Sehingga tercipta suatu kesejahteraan berbangsa dan bernegara. III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengaturan hukum internasional tentang larangan perdagangan perempuan sesungguhnyan telah di atur di dalam International Convention of the Supression of the Traffick in Women of full age, CEDAW(convention on Elimination of All Form of Discrimination Againts Women), Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children Supplementing the United Nations Convention againt transnational organied crime, Convention of the Supression of Traffic in Person and the Eksploitation of the Prostitution of Others. Indonesia juga telah membuat suatu undang-undang untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang, yaitu pada undang-undang No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. 2. Dari semua peraturan internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia terkait dengan perdagangan manusia khusunya pemberantasan perdaganan perempuan merupakan suatu wujud implementasi negara Indonesia dalam memerangi perdagangan perempuan. Namun kurangnya sosialisasi di masyarakatmerupakan masalah implementasi dalam melawan praktek perdagangan manusia, sehingga peraturanperaturan yang dibuat oleh pemerintah dirasakan tidak kekuatan hukum B. Saran Untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya perdagangan orang maka penulis menyarankan bahwa : 1. Buat pemerintah dan penegak hukum, harus fokus dan lebih jeli dalam menaggapi kasus perdagangan orang ini, sehingga tidak ada laki kasus-kasus seperti ini selanjutnya. Pemberian denda dan atau kurungan penjara harus membuat si pelaku merasa jera untuk itu perlu merefisi lagi undangundang yang ada sehingga meminimalisir perdagangan orang di Indonesia. 2. Perlu dingat juga tehadap korban perdagangan orang. Perlu dibuat suatu perangkat hukum untuk perlindungan korban perdagangan panusia. Dan tak lupa pula bagi pemerintah, instansi terkait dan juga lembaga-lembaga masyarakat harus terus menerus melakukan sosialisasi agar penegakan hukum khususnya pada larangan perdagangan orang berjalan secara efektif dan di terima oleh masyarakat. 8

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang:kebijakan hukum pidana dan pencegahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Pujianti Lily, Memangkas sindikat Perdagangan Orang, Jakarta 2009. Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta, USAID, 2003. Rachmad Syafaat, Dagang Manusia, cet.1, Jakarta : Lappera Pustakia Utama, 2003. B. Website Http://rausansays.blogspot.com/2011/08/perdagangan-perempuan-potret-nyata.htm/ Di akses pada tanggal 14 Juli 2012 pukul 14.00 wita. Http://www.iom.or.id/publications/pdf/16_MIL6010112_ASEAN_lo.pdf. akses pada 9 Juni 2010 pukul 17.32 WIB. 9

BIODATA MOHAMMAD FADIL, Lahir di Palu, 08 Mei 1991, Alamat Rumah Jalan Cut Nyakdien Nomor 6B Palu Sul-Teng, Nomor Telepon +62..., Alamat Email fadilfakum@yahoo.com 10