BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

dokumen-dokumen yang mirip
Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

Sartono, SKM, M.Kes, Terati, SKM, M.Si, Yunita Nazarena, S.Gz Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Palembang Kemenkes RI. Abstrak

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2020 Indonesia diperkirakan merupakan negara urutan ke-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. seimbang akan mempengaruhi rasio lingkar pinggang pinggul menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Diabetes Mellitus Type II

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

Obat Diabetes Paling Ampuh

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan SKB Menkes RI No.554/Menkes/SKB/X/1981, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0430/V/1981, dan Menteri Dalam Negeri No. 3241 A tahun 1981 ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, dan sebagai pusat rujukan untuk Jawa Tengah bagian selatan dan tenggara. RSUD dr. Moewardi merupakan Rumah Sakit Kelas A dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 704 buah. Pelayanan rawat inap meliputi penyakit dalam, bedah, anak, obsteri, ginekologi, saraf, perinatologi, ICU, ICCU, PICU/NICU, kulit dan kelamin, paru, mata, THT, jiwa, kardiologi, bedah syaraf, gigi dan mulut, radioterapi. 2. Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. fungsi 43

organ yang terganggu akan lebih buruk dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan, yaitu penyelenggaraan makanan, pelayanan gizi rawat inap, pelayanan gizi rawat jalan, dan penelitian dan pengembangan gizi (Pedoman Gizi Rumah Sakit, 2013). B. Karakteristik Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Moewardi. 1. Jenis Kelamin Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi sampel menurut jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki 24 52.2 Perempuan 22 47.8 Total 46 100 Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 52,2% sampel berjenis kelamin laki-laki dan 47,8% sampel berjenis kelamin perempuan. Gagal ginjal kronik banyak terjadi pada laki-laki karena pada laki-laki pola hidupnya tidak sehat, seperti merokok, minuman keras, makanan dan minuman olahan, pola istirahat yang kurang, dan mengkonsumsi banyak makanan yang mengandung kolesterol. Pada perempuan gagal ginjal kronik terjadi karena komplikasi Diabetes Mellitus dan hipertensi. 44

2. Umur Distribusi sampel penelitian berdasarkan umur sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi sampel menurut umur Umur Jumlah Persentase (%) 20-40 Tahun 12 26,1 41-60 Tahun 29 63 61-80 Tahun 5 10,9 Total 46 100 Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel yaitu 63% pasien berada pada kisaran umur 41-60 tahun. Usia paling rentan terkena penyakit gagal ginjal kronik yaitu pada usia 20-40 tahun (Suharto, 2011), hal ini tidak sesuai dengan apa yang terdapat di RSUD dr. Moewardi. Semakin tua usia seseorang elastisitas tubuh dan pembuluh darah menurun dan penyempitan pembuluh darah semakin meningkat yang disebabkan oleh faktor makan dan minuman. Dalam hal ini mempermudah penyempitan pembuluh darah dan memperberat kerja ginjal. 3. Status Gizi Distribusi sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi sampel menurut status gizi Status Gizi Jumlah Persentase (%) Baik 21 45,7 Tidak baik 25 54,3 Total 46 100 Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa status gizi pasien sebagian besar adalah tidak baik (54,3%). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi diantaranya penyakit infeksi dan 45

asupan makan. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi menjadi jelek yang dapat mempermudah terkena infeksi (Suhardjo, 2003). Penyakit ginjal kronik yang progresif dapat merubah asupan makan pasien. Penurunan LFG akan menurunkan asupan makan akibat meningkatnya akumulasi toksin uremikum yang menyebabkan perubahan pola makan karena terjadinya anoreksia (Supariasa, 2002). C. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Distribusi sampel berdasarkan asupan energi Asupan energi dikategorikan baik apabila asupan rata-rata 90% - 119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila asupan rata-rata 89% dan 120% dari total kebutuhan. Distribusi sampel berdasarkan energi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan asupan energi Asupan Energi Jumlah Persentase (%) Baik 5 10,9 Tidak Baik 41 89,1 Total 46 100 Sumber ; Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 89,1% pasien memiliki asupan energi tidak baik. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Bila terjadi pada orang dewasa akan terjadi penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh dan pada bayi dan anakanak akan menghambat pertumbuhan (Almatsier, 2004). Asupan gizi 46

yang tidak adekuat akan membawa dampak pada sistem imunitas tubuh (Supariasa, 2002). b. Distribusi sampel berdasarkan asupan protein Asupan protein dikategorikan baik dan tidak baik. Baik apabila asupan rata-rata 90% - 119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila asupan rata-rata 89% dan 120% dari total kebutuhan. Distribusi sampel berdasarkan protein dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi sampel berdasarkan asupan protein Asupan Protein Jumlah Persentase (%) Baik 6 13 Tidak Baik 40 87 Total 46 100 Sumber ; Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 87% pasien memiliki asupan protein tidak baik. Protein memiliki fungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kekurangan asupan protein dapat menurunkan sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi (Azwar, 2000). Menurut penelitian Sharif (2012) tidak adekuatnya asupan protein disebabkan oleh asupan yang tidak adekuat, gangguan metabolic, dan proses dialisis. c. Distribusi sampel berdasarkan asupan lemak Asupan lemak dikategorikan baik apabila asupan rata-rata 90% - 119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila asupan rata-rata 89% dan 120% dari total kebutuhan. Distribusi sampel berdasarkan lemak dapat dilihat pada Tabel 7. 47

Tabel 7. Distribusi sampel berdasarkan asupan lemak Asupan Lemak Jumlah Persentase (%) Baik 6 13 Tidak Baik 40 87 Total 46 100 Sumber ; Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 87% pasien memiliki asupan lemak tidak baik. Lemak merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Lemak merupakan satu dari sekian zat makro yang berfungsi sebagai penyimpanan energi yang berlebih dari makanan. Berdasarkan hasil wawancara pasien tidak nafsu makan dikarenakan pasien mual dan muntah. Kekurangan asupan lemak dapat menimbulkan gangguan saraf, kehilangan massa otot, kegagalan reproduksi serta gangguan pada kulit, ginjal, dan hati (Devi, 2010). d. Distribusi sampel berdasarkan asupan karbohidrat Tabel 8. Distribusi sampel berdasarkan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 8. Distribusi sampel berdasarkan asupan karbohidrat Asupan Karbohidrat Jumlah Persentase (%) Baik 3 6,5 Tidak Baik 43 93,5 Total 46 100 Sumber ; Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa sebanyak 93,5% pasien memiliki asupan karbohidrat tidak baik. Asupan karbohidrat dikategorikan baik dan tidak baik. Baik apabila asupan rata-rata 90% - 119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila asupan ratarata 89% dan 120% dari total kebutuhan. Karbohidrat bukan hanya 48

sekedar penyokong energi bagi tubuh, karbohidrat juga berfungsi sebagai pemeliharaan keseimbangan tubuh. Kekurangan asupan karbohidrat dapat merusak jaringan dalam tubuh dan akan berpengaruh pada mekanisme kerja tubuh, sebagai akibatnya tubuh akan mudah merasa lelah dan kekebalan tubuh akan menurun (Devi, 2010). 2. Analisis Bivariat a. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Asupan energi merupakan rata-rata jumlah (Kkal) energi yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan energi diperoleh dari hasil recall 24 jam selama 3x24 jam tidak berturut-turut. Distribusi asupan energi berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi asupan energi berdasarkan status gizi Status Gizi Asupan Jumlah Baik Tidak Baik Energi N (%) N (%) N (%) Tidak Baik 17 41,5 24 58,5 41 100 Baik 4 80 1 20 5 100 *) Uji Fisher s Exact p 0,163* Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 46 pasien gagal ginjal kronik yang asupan energinya tidak baik sebanyak 17 pasien (41,5%) dengan status gizi baik dan sebanyak 24 pasien (58,5%) mengalami status gizi tidak baik, sedangkan pasien dengan asupan energi baik sebanyak 4 pasien (80%) status gizi baik dan 1 pasien (20%) mengalami status gizi tidak baik. Berdasarkan hasil uji Fisher s Exact karena tidak memenuhi syarat uji Chi Square untuk tabel 2x2 yaitu diperoleh nilai p = 0,163 maka hipotesis (Ha) ditolak. Nilai p<0,05 sehingga dapat disimpulkan 49

bahwa tidak ada hubungan asupan energi dengan status gizi pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. Moewardi. Konsumsi energi yang dianjurkan yaitu baik apabila memiliki asupan 89-119% dari total kebutuhan dan tidak Baik apabila <89% dan >120% dari total kebutuhan masing-masing individu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sharif (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan energi dengan status gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tidak adekuatnya asupan energi disebabkan oleh asupan yang tidak adekuat, gangguan metabolik, dan proses hemodialisis. Berdasarkan sebuah penelitian klinik menunjukkan bahwa pasien hemodialisis yang asupan energinya dibawah 89% tidak bisa mempertahankan keseimbangan nitrogen netral (Bellizi, 2003). Menurut penelitian Lukman Pura (2007), selain asupan makan status gizi juga dipengaruhi oleh faktor stress, inflamasi, obat-obat yang menyebabkan dispepsia, dan lama sakit. Mengkonsumsi energi yang tidak adekuat dari kecukupan gizi yang dianjurkan akan membawa dampak pada sistem imunitas tubuh sehingga menyebabkan mudahnya serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya regenerasi sel tubuh. energi diperlukan untuk kelangsungan proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan dan proses fisiologis lainnya (Notoadmodjo, 1993). Energi dalam tubuh dapat timbul karena 50

adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003). b. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Asupan protein merupakan rata-rata jumlah (gram) protein yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan protein diperoleh dari hasil recall 24 jam selama 3 hari tidak berturut-turut. Distribusi asupan protein berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi asupan protein berdasarkan status gizi Status Gizi Asupan Jumlah Baik Tidak Baik Protein N (%) N (%) N (%) Tidak Baik 18 45 22 55 40 100 Baik 3 50 3 50 6 100 *) Uji Fisher s Exact p 1,000* Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan status gizi di RSUD dr. Moewardi. Berdasarkan hasil, yang memiliki asupan protein tidak baik sebanyak 22 pasien (55%) status gizi tidak baik dan 18 pasien (45%) status gizi baik, sedangkan yang memiliki asupan protein baik sebanyak 3 pasien (50%) dengan status gizi tidak baik dan 3 pasien (50%) memiliki status gizi baik. Tidak adanya hubungan antara dua variable ditunjukkan dari hasil perhitungan uji Fisher s Exact karena tidak memenuhi syarat uji Chi Square untuk tabel 2x2 yaitu dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p=1,000. Karena p>0,05 maka hipotesis (Ha) ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan asupan protein 51

dengan status gizi pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD dr. Moewardi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi protein yang dianjurkan yaitu baik apabila memiliki asupan 89-119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila <89% dan >120% dari total kebutuhan masing-masing individu (Hardinsyah, 2004). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sharif (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan status gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dianjurkan asupan protein tinggi untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama proses hemodialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB/hari dengan 50% protein hendaknya bernilai biologis tinggi karena asupan protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh (Almatsier, 2004). Asupan protein yang rendah dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Asupan protein dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang rendah dalam diit, asupan makanan yang kurang pengaruh dari melemahnya kekebalan tubuh. Pengaruh asupan protein memegang peranan yang penting dalam penanggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik disebabkan menumpuknya katabolisme protein tubuh oleh karena itu semakin baik asupan protein semakin baik pula dalam mempertahankan status gizinya (Almatsier, 2005). 52

c. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Asupan lemak merupakan rata-rata jumlah (gram) lemak yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan lemak diperoleh dari hasil recall 24 jam selama 3 hari tidak berturut-turut. Distribusi asupan protein berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi asupan lemak berdasarkan status gizi Status Gizi Asupan Jumlah Baik Tidak Baik Lemak N (%) N (%) N (%) Tidak Baik 17 42,5 23 57,5 40 100 Baik 4 66,7 2 33,3 6 100 *) Uji Fisher s Exact p 0,390* Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan pasien yang asupan lemaknya tidak baik sebanyak 23 pasien (57,5%) mengalami status gizi tidak baik dan 17 pasien (42,5%) dengan status gizi baik, sedangkan yang memiliki asupan lemak baik sebanyak 4 pasien (66,7%) dengan status gizi baik dan sebanyak 2 pasien (33,3%) mengalami status gizi tidak baik. Hasil ini berdasarkan uji Fisher s Exact diperoleh nilai p = 0,390 maka hipotesis (Ha) ditolak. Nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan asupan lemak dengan status gizi pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. Moewardi. Konsumsi lemak yang dianjurkan yaitu baik apabila memiliki asupan 89-119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila <89% dan >120% dari total kebutuhan masing-masing individu (Hardinsyah, 2004). Asupan lemak diusahakan 30% dari asupan kalori. Disatu pihak asupan lemak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori, sedangkan dipihak lain lemak ikut memperburuk 53

fungsi ginjal dan menambah morbiditas akibat arterosklerosis (Rahardjo, 2000). Arterosklerosis terjadi karena gangguan metabolisme lemak yang terjadi karena gangguan metabolisme lemak yang terjadi pada penderita gagal ginjal kronik dan hal ini dapat mempengaruhi progresivitas ginjal melalui proses glomerulo arterosklerosis. Menurut penelitian Lukman Pura (2007), selain asupan makan status gizi juga dipengaruhi oleh faktor stress, inflamasi, obat-obat yang menyebabkan dispepsia, dan lama sakit. d. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Asupan karbohidrat merupakan rata-rata jumlah (gram) karbohidrat yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan karbohidrat diperoleh dari hasil recall 24 jam selama 3x24 jam tidak berturutturut. Distribusi asupan karbohidrat berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Asupan Karbohidrat berdasarkan Status Gizi Status Gizi Asupan Jumlah Baik Tidak Baik Karbohidrat N (%) N (%) N (%) Tidak Baik 19 44,2 24 55,8 43 100 Baik 2 66,7 1 33,3 3 100 *) Uji Fisher s Exact p 0,585* Berdasarkan hasil, pasien dengan asupan karbohidrat tidak baik sebanyak 24 (55,84%) mengalami status gizi tidak baik dan 19 pasien (44,16%) mengalami status gizi baik, sedangkan pasien yang memiliki asupan karbohidrat baik dengan status gizi baik sebanyak 2 pasien (66,7%) dan 1 pasien (33,3%) mengalami status gizi tidak baik. Berdasarkan uji Fisher s Exact diperoleh nilai p = 0,585 maka hipotesis (Ha) ditolak. Nilai p>0,05 sehingga dapat 54

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. Moewardi. Pada pasien gagal ginjal kronik, asupan karbohidrat juga perlu diperhatikan. Konsumsi karbohidrat baik jika rata-rata memiliki asupan 89-119% dari total kebutuhan dan tidak baik apabila <89% dan >120% dari total kebutuhan masing-masing individu (Hardinsyah, 2004). Berdasarkan sebuah penelitian, apabila pasien hemodialisis yang mengkonsumsi karbohidrat dibawah nilai normal tidak akan bisa mempertahankan keseimbangan nitrogen netral (Bellizi, 2003). Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis memiliki daftar diet tersendiri yang dikhususkan untuk mempertahankan keseimbangan metabolisme dalam tubuh. perilaku diet pasien akan menggambarkan bagaimana kepatuhan maupun perubahan kebisaaan makan pasien setelah mengetahui bahwa ginjalnya tidak dapat berfungsi dengan baik (Devi, 2010). Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik mempunyai risiko tinggi untuk mengalami komplikasi kardiovaskular. Telah diketahui bahwa banyak faktor yang berperan terhadap kejadian tersebut seperti hipertensi, anemia, kalsifikasi vaskullar. Disamping itu resistensi pada gagal ginjal kronik termasuk salah satu faktor yang turut berperan dalam peningkatan arterosklerosis kardiovaskular. Hilangnya fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal berarti proses 55

filtrasi dan reabsorbsi pankreas melalui insulin dalam mengontrol glukosa darah juga terganggu (Corwin E, 2001). D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah range usia. Usia dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Semakin lanjut usia seseorang maka status gizinya juga semakin menurun, selain itu masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi tidak hanya dari segi asupan saja. Penilaian status gizi juga tidak hanya menggunakan IMT tetapi juga bisa dilakukan menggunakan penilaian status gizi secara biokimia. 56