BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit tidak menular

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes merupakan sindrom atau kumpulan gejala. penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan. membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

PENDAHULUAN Latar Belakang

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisai membawa pengaruh yang sangat besar tidak hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 2 DATA DAN ANALISA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban finansial dan medis yang besar (Graffy et al., 2010). Diabetes melitus ditandai dengan peninggian kadar gula darah dan menyebabkan penurunan kualitas dan harapan hidup, dengan lebih besar risiko penyakit jantung, stroke, neuropati perifer, penyakit ginjal, kebutaan dan amputasi (Thevenod, 2008). Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di penjuru dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM sebesar 14,7% di daerah urban dan 7,2% di daerah rural (PERKENI, 2011). Sedangkan prevalensi DM yang tidak terdiagnosis di Indonesia sebesar 4,1 % dari 5,6% prevalensi diabetes (Pramono et al., 2010). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi diabetes melitus berdasarkan wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,1 persen pada tahun 2013. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3%. Sebanyak kurang lebih 25% pasien yang baru terdiagnosis DM sudah terjadi retinopati diabetik atau mikroalbuminuria. Sekitar sepertiga dari penyandang diabetes tidak mengetahui mereka menyandang DM, dan rentang waktu antara onset dan terdiagnosis rata-rata 7 tahun (Saudek et al., 2008; Patel, 2010). Periode preklinis DM sampai 12 tahun, sehingga diabetes menjadi tidak terdiagnosis 1/3 sampai 1/2 dari semua penyandang DM tipe 2 selama periode tersebut, dan mereka telah mengalami komplikasi pada saat terdiagnosis (Woolthuis et al.,2009). Diagnosis awal DM sangat penting karena manajemen yang baik dapat mengurangi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Bennet et al., 2007). Diagnosis yang terlambat dikarenakan kebijakan, peran medis, akses pasien dan penerimaan kriteria diagnosis yang berbeda-beda, oleh karena itu tenaga medis harus lebih teliti dalam mendiagnosis DM untuk mengurangi kesalahan diagnosis terutama pada pasien dengan obesitas dan peningkatan ringan kadar glukosa darah puasa (Samuels et al., 2006). Diabetes merupakan penyakit yang dapat diterapi, dan pemeriksaannya dapat diterima baik dan terjangkau oleh pasien. Penanganan DM sejak awal akan memperbaiki komplikasi mikrovaskuler, namun skrining universal belum diketahui dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas yang disebabkan DM (Patel, 2011). Penelitian kohort menunjukkan deteksi dini diabetes akan

memperbaiki outcome, meskipun bukti dasar untuk skrining massal lemah (Noble et al., 2011). Skrining tidak dianjurkan secara masal karena biaya mahal dan umumnya tidak dilakukan tindak lanjut bagi mereka yang ditemukan kelainan (PERKENI, 2011). Skrining DM tipe 1 tidak direkomendasikan karena terapi tidak dapat mencegah progesi DM tipe 1 pada pasien yang teridentifikasi mempunyai risiko tinggi berdasarkan riwayat keluarga dan antibodi sel islet yang positif. Berbeda dengan DM tipe 2, dengan pengobatan dan intervensi gaya hidup dapat menurunkan risiko diabetes. Skrining dan penatalaksanaan gangguan toleransi glukosa pada pasien yang berisiko DM mungkin cost effective, namun data skrining DM tipe 2 masih kurang (Patel dan Macerollo, 2010).. Dokter layanan primer didorong untuk lebih proaktif dalam mendeteksi dini dan melakukan penatalaksanaan baik diabetes maupun prediabetes. American Diabetes Association (ADA, 2013) merekomendasikan tes untuk mendeteksi diabetes tipe 2 dan prediabetes yang tanpa gejala bagi usia dewasa umur berapapun dengan berat badan berlebih atau obese (BMI > 25 kg/m 2 ) dan mempunyai faktor risiko diabetes. United States Preventive Services Task Force (USPSTF) tahun 2011 merekomendasikan skrining untuk DM tipe 2 dilakukan pada mereka dengan usia dewasa yang mempunyai tekanan darah > 135/80 mmhg baik yang diterapi atau tidak diterapi. American Academy of Family Phycisian (AAFP, 2007) merekomendasikan skrining diabetes tipe 2 dilakukan pada mereka yang hipertensi dan hiperlipidemia. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia) tahun 2011, skrining dilakukan pada mereka yang mempunyai faktor risiko DM, namun tidak menunjukkan gejala DM. Diabetes paling sering dikaitkan dengan usia tua, obesitas, riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestasional, inaktifitas fisik, dan etnik tertentu (Singh, 2011). Lebih dari 95% populasi diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2 sebagai hasil interaksi lingkungan gen untuk beberapa faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas dan hipertensi. Salah satu strategi pencegahan diabetes adalah skrining pada kelompok risiko tinggi. Individu yang diketahui berisiko tinggi adalah yang mempunyai riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestasional, kadar glukosa darahnya diketahui meningkat secara moderat, dan hipertensi (Eriksson, 2001). Faktor risiko digunakan untuk mendeteksi diabetes yang belum terdiagnosis dan insiden diabetes (Philips et al., 2013). Pola penurunan gen diabetes masih belum jelas meskipun sudah dilakukan penelitian gen yang berkontribusi terhadap perkembangan diabetes. Belum diidentifikasi gen yang tepat menyebabkan diabetes. Diabetes disebabkan multifaktorial, namun begitu riwayat keluarga memegang peranan penting dalam berkembangnya diabetes tipe 2 (Amini dan Janghorbani, 2007). Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor yang paling menentukan diabetes tipe 2 (Eriksson, 2001). Prevalensi penyandang diabetes di dunia meningkat, jumlah individu dengan riwayat keluarga diabetes juga meningkat, dan hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes.

Penelitian menunjukkan orang tua yang menderita diabetes tipe 2 akan meningkatkan risiko keturunannya menderita diabetes 2-4 kali. Hubungan antara saudara kandung lebih kuat dari pada antara orang tua anak (Pierce et al., 1995). Penelitian jangka panjang melaporkan prevalensi diabetes tipe 2 pada usia 80 tahun 3,5 kali pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga diabetes tipe 2 dibandingkan mereka yang tidak mempunyai riwayat keluarga (Valdez, 2009). Keturunan garis pertama keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2 sekitar 40% berkembang menjadi diabetes melitus, sementara insiden di populasi umum hanya 6% (Wu et al., 2014). Informasi yang akurat terhadap prevalensi diabetes, toleransi glukosa terganggu, glukosa darah puasa terganggu, dan hubungan faktor risiko pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes dengan diabetes melitus penting diketahui. Hal ini berguna untuk lebih memahami penyebab diabetes dan untuk mencegah atau menunda progresi dan komplikasi terutama di negara berkembang (Amini dan Janghorbani, 2007). Identifikasi faktor risiko pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes berkaitan dengan meningkatnya kerentanan perkembangan diabetes menjadi semakin penting. Beberapa penelitian menyebutkan riwayat keluarga diabetes merupakan salah satu variabel yang dimasukkan ke dalam skrining individu yang berisiko tinggi terhadap diabetes sebagai kontributor independent (Valdez, 2009). Penelitian ini akan mendeteksi diabetes melitus pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2.

I.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Prevalensi DM tipe 2 semakin meningkat di seluruh dunia khususnya di Indonesia seiiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup 2. Sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak menunjukkan gejala pada awal penyakit dan biasanya terdiagnosis sudah dalam keadaan lanjut dan timbul komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler 3. Riwayat keluarga menjadi alat yang penting untuk melakukan intervensi pencegahan terhadap meningkatnya risiko diabetes melitus, sehingga skrining dengan gejala klinis diabetes melitus pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2 tersebut perlu diteliti. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, disusun suatu pertanyaan penelitian : Bagaimana gejala klinis sebagai skrining diabetes melitus pada populasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2? I.4. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk mendeteksi dini DM. Penelitian yang dilakukan Woolthuis et al., 2009, skrining DM tipe 2 di layanan primer dengan pemeriksaan gula darah kapiler pada 3.724 pasien yang berisiko tinggi yang biasa periksa dan pada 465 pasien yang berisiko rendah yang dihubungi lewat email. Seratus satu pasien yang berisiko tinggi (2,7%; 95% CI

2.3%-3.3%) dan 2 berisiko rendah (0.4%; 95% CI, 0.1%-0.6%) terdiagnosis DM. Pada penelitian ini, obesitas sebagai prediktor paling baik DM yang tidak terdiagnosis (OR=3.2; 95% CI, 2.0-5.2). Deteksi DM baru dan gangguan gula darah puasa di layanan primer dengan sistem pragmatis yang sederhana di teliti oleh Greaves et al.,2004. Skrining dilakukan menggunakan data dokter praktek umum yaitu umur dan IMT. Hasilnya, pasien dengan kriteria BMI > 27 dan umur > 50 tahun mempunyai prevalensi besar terdeteksi DM dengan pemeriksaan gula darah puasa. Amirudin et al. memvalidasi skor AUSDRISK untuk mendeteksi dini diabetes dibandingkan dengan kadar gula darah sewaktu sebagai gold standar, hasilnya yaitu sensitifitas 93,46% dan spesifisitasnya 70,98%. Badan Litbangkes (2002) meneliti indeks antropometrik sebagai uji diagnostik diabetes melitus tipe-2, dengan hasil ukuran lingkar pinggang memberikan nilai tertinggi untuk skrining diabetes melitus pada cut off point 83,05 cm walaupun tidak dapat memenuhi hipotesis untuk mencapai sensitivitas dan spesifisitas minimal 80%. Rahman et al.(2008) meneliti penggunaan Cambrige Diabetes Risk Score untuk mengidenfikasi mereka yang berisiko menderita DM. Hasilnya sebanyak 323 kasus baru terdiagnosis DM, insidensi kumulatif 2.76/1000 penduduk per tahun dengan kunitil puncak 22 kali beresiko berkembang menjadi DM jika dibandingkan kuintil paling bawah (OR 22.3; 95% CI: 11.0-45.4) Skor risiko ini sederhana dan efektif untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko berkembangnya diabetes tipe 2.

Ealovega et al. (2004) meneliti bahwa 95% skrining secara kebetulan dengan tes gula darah sewaktu, sensitivitasnya paling kecil, hanya 3% skrining menggunakan glukosa darah puasa, 2% menggunakan HbA1c, dan kurang dari 1% menggunakan TTGO. Woolthuis et al., 2007, menggunakan rekam medis elektronik dokter praktek umum untuk mengidentifikasi pasien yang tidak terdiagnosis DM tipe 2. Berdasarkan penilaian risiko tambahan tanpa rekam medis berbasis risiko menunjukkan 51% memiliki lebih dari satu faktor risiko, terutama riwayat keluarga (51.2%) dan obesitas (59%). Di kedua grup kadar gula darah puasa yang melebihi nilai untuk diagnosis DM sebesar 5.9% dan 4.1%. Pencatatan riwayat keluarga dan obesitas yang baik dalam rekam medis dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko dalam skrining oportunistik. I.5. Tujuan penelitian Mengetahui gejala klinis sebagai skrining diabetes melitus pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2. I.6. Manfaat Penelitian 1. Bagi dokter : penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi dokter layanan primer dalam mengidentifikasi pasien diabetes melitus, intoleransi glukosa dan dapat mengelola pasien tersebut di pelayanan primer.

2. Bagi masyarakat : masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan deteksi dini agar faktor risiko DM dapat diwaspadai dan komplikasinya dapat dicegah 3. Bagi peneliti : memberikan bukti prevalensi dan faktor risiko diabetes melitus pada populasi dengan riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2 sehingga diharapkan data tersebut dapat diimplementasikan dan ditindaklanjuti di layanan primer.