TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

KAJIAN NORMATIF TERHADAP DUALISME KEWENANGAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BENTURAN KEWENANGAN POLRI DAN KPK SEBAGAI PENYIDIK DALAM KASUS SIMULATOR SIM (Kajian Yuridis Penyelesaian Melalui Memorandum of Understanding)

URGENSI PENERBITAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

BAB I PENDAHULUAN. semakin bingung. Hal ini terlihat dari kasus kasus korupsi yang lama

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002

Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PERAN SERTA MASYARAKAT

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

RIFA MUFLIHAH C

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh : PROF.DR.H.M. SAID KARIM, SH. MH. M.Si. CLA

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra

Presiden, DPR, dan BPK.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: YOHANES MOTE NPM:

JURNAL KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI UNTUK MENGANGKAT PENYELIDIK DAN PENYIDIK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Namun, yang membedakan kasus korupsi di setiap negara adalah intensitas,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

WEWENANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM MELAKUKAN PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

Key words: Corruption Criminal Offense, Prevention, Law Enforcement

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali & Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Cetakan ke 1,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

JURNAL KOORDINASI PENYIDIK POLRI DAN PENUNTUT UMUM DALAM PENGENDALIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KLATEN.

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA- LEMBAGA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

KEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENDAHULUAN PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 A.

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

SINKRONISASI REGULASI PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI. Mega Amanda, Risma Rizky Fajar, Adnan Bhisma Rizaldi.

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Pande Made Kresna Wijaya I Nyoman Suyatna Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Authority investigation into corruption cases under the laws applicable in Indonesia (Positive Law) has always been associated with law enforcement officers after police and attorney but an independent agency established specifically to handle corruption cases, namely the Corruption Eradication Commission (KPK), then investigative authority is shared also by KPK, so it is not uncommon conflict of interest between the law enforcement agencies in carrying out their respective duties. In this journal will discuss the investigative authority in corruption cases committed by KPK, the Police, and the Attorney. Keywords: Authority of Investigation, Corruption ABSTRAK Kewenangan penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (Hukum Positif) selalu dikaitkan dengan aparat penegak hukum Kepolisian dan Kejaksaan tetapi setelah dibentuk lembaga independen yang khusus menangani perkara tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka kewenangan penyidikan juga dimiliki juga oleh KPK, sehingga tidak jarang terjadi konflik kepentingan antara lembaga penegak hukum tersebut dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam tulisan ini akan membahas mengenai kewenangan penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Kata kunci: Kewenangan Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan korupsi di Indonesia sudah memprihatinkan banyak pihak, karena tindak pidana korupsi di Indonesia sangat kompleks. Korupsi telah merambat di lembaga, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahwa tidak jarang lagi korupsi itu dikategorikan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), kejahatan transnasional (transnational organized crime), jadi pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan cara yang luar biasa juga (extraordinary enforcement). Menurut pendapat Romli Atmasasmita, bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia yang digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dikarenakan : masalah korupsi berakar dalam 1

kehidupan kita berbangsa dan bernegara, menyebabkan kebocoran APBN sebesar 30%, masalah korupsi kolaborasi antara sektor publik dan sektor swasta. 1 Salah satu proses yang penting dalam penyelesaian tindak pidana korupsi adalah proses penyidikan. Kewenangan penyidikan dalam tindak pidana korupsi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku selalu dikaitkan dengan aparat penegak hukum Kepolisian dan Kejaksaan, tetapi setelah dibentuk lembaga independen yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi juga dimiliki oleh KPK. Hal ini menimbulkan tumpang tindih kewenangan penyidikan pada tindak pidana korupsi, untuk itu perlu adanya kepastian hukum tentang kewenangan penyidikan pada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. 1.2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini untuk memberikan suatu penjelasan mengenai penyidikan secara umum dan mengenai kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam perkara tindak pidana korupsi. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan merupakan penilitian hukum normatif. Pada penelitian hukum normatif, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books). 2 Sebagai sumber bahan hukum dari penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang merupakan hukum positif di Indonesia dan bahan hukum sekunder seperti bukubuku hukum yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. 2.2. Hasil dan Pembahasan 2.2.1. Pengertian umum tentang penyidikan Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). 3 Dalam 1 Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK Kajian Yuridis UURI Nomor 30Tahun 1999 juncto UURI Nomor 20 Tahun 2001 versi UURI Nomor 30 Tahun 2002 juncto UURI Nomor 46 Tahun 2009, Sinar Grafika, Jakarta, h.28. 2 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.131. h.120. 3 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 1 angka 2 BAB I Ketentuan Umum telah memberikan definisi tentang penyidikan, yaitu : Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya Pada dasarnya tujuan dari penyidikan merupakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangka. 4 Selanjutnya yang sangat penting berhubungan dengan penyidikan adalah siapa yang memiliki kewenangan dalam penyidikan suatu peristiwa tindak pidana. Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP memberikan penjelasan mengenai penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Ketentuan mengenai penyidik juga diatur dalam ketentuan khusus acara pidana yaitu Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa penyidik terdiri dari penyidik sesuai dengan Pasal 1 angka 1 KUHAP, Jaksa, dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya bedasarkan peraturan perundang-undangan. Hemat penulis bahwa berdasarkan ketentuan khusus acara pidana, dalam beberapa tindak pidana khusus masih ada kewenangan Jaksa melakukan penyidikan. 2.2.2. Kewenangan penyidikan dalam tindak pidana korupsi Permasalahan korupsi di Indonesia sangat kompleks, sehingga memerlukan penanganan yang khusus dalam memberantas tindak pidana korupsi. Tidak heran jika terdapat beberapa lembaga penegak hukum diberikan kewenangan penyidikan dalam tindak pidana korupsi. Kewenangan penyidikan yang diberikan kepada Kepolisian diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) bahwa Kepolisian bertugas melakukan penyidikan dalam setiap tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana. Sedangkan kewenangan penyidikan pada Jaksa selain yang telah diuraikan di atas, diperjelas dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) bahwa kewenangan penyidikan oleh 4 Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h. 11. 3

Kejaksaan ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan UU KPK. Disamping itu, terdapat KPK yang merupakan lembaga negara bersifat independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), bahwa memiliki kewenangan penyidikan khusus terhadap tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 6 huruf c UU KPK. Kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh KPK sebagaimana diatur dalam UU KPK dibatasi agar tidak mengalami tumpang tindih dengan Kepolisian dan Kejaksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK yang menentukan : a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Bilamana tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan di atas maka diserahkan untuk ditangani oleh aparat penegak hukum lainnya seperti Kepolisian atau Kejaksaan. 5 Selain batasan beberapa hal tentang kualifikasi tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK, KPK juga berwenang mengambil alih penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) UU KPK. Tetapi pengambilalihan penyidikan oleh KPK dalam Pasal 8 ayat (2) harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU KPK. Tumpang tindih kewenangan terjadi manakala penyidik-penyidik dari lembaga penegak hukum yang berbeda tersebut menangani satu kasus tindak pidana korupsi yang sama. Hal demikian bisa dihindari, seperti yang dikatakan Aziz Syamsudin, setiap lembaga tersebut menjalankan peranan sesuai dengan batasan wewenangnya masingmasing, sehingga pada akhirnya akan terbangun kesamaan persepsi, menguatnya kesinambungan tugas serta bersinerginya semangat dengan tindakan di antara penegak 5 H. A. Rasyid Noor, 2009, Korupsi Dan Pemberantasannya Di Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXIV No. 278 Januari 2009. 4

hukum. 6 Bertitik tolak dari pendapat tersebut, penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia tidak lagi menimbulkan kewenangan yang tumpang tindih antar penegak hukum. III. KESIMPULAN Penyidikan merupakan suatu tahapan mencari fakta-fakta serta pengumpulan barang bukti yang digunakan untuk penyelesaian suatu tindak pidana. Kewenangan penyidikan dalam tindak pidana korupsi menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dimiliki oleh beberapa lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan berpedoman pada Pasal 11 UU KPK yang memuat batasan tentang kualifikasi tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK, jika tidak memenuhi kualifikasi maka kewenangan penyidikan diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Adanya muncul konflik mengenai tumpang tindih kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi, sehingga diperlukan pemahaman setiap lembaga penegak hukum dalam menjalankan peranan sesuai dengan batasan wewenangnya masing-masing, dan pada akhirnya akan membangun kesinergian dalam menjalankan fungsi antar lembaga penegak hukum. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta Djaja, Ermansjah, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK Kajian Yuridis UURI Nomor 30Tahun 1999 juncto UURI Nomor 20 Tahun 2001 versi UURI Nomor 30 Tahun 2002 juncto UURI Nomor 46 Tahun 2009, Sinar Grafika, Jakarta Hamzah, Andi, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta Marpaung, Leden, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta Noor, H. A. Rasyid, 2009, Korupsi Dan Pemberantasannya Di Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXIV No. 278 Januari 2009 Syamsuddin, Aziz, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta 6 Aziz Syamsuddin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, h. 192 5