BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Islam yang akan menjadikan pendidikan berkualitas, individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 10. PT Rineka Cipta, 2008), hlm Sinar Grafis, 2009) hlm.3

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia ini, sebagian adalah berisi pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 2.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. religiusitas dalam kehidupan manusia. Temuan-temuan empiric dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, potensi manusia diposisikan sebagai makhluk yang istimewa

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan. Perubahan yang dialami akan berlangsung cepat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2013, hlm Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya, sehingga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Barnawi M Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 45.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

I. PENDAHULUAN. Media dalam pendidikan digunakan untuk membantu dalam menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. estafet perjuangan untuk mengisi pembangunan. Hal ini sesuai dengan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara yang yang demokratis dan bertanggung jawab. 1 Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhlaq merupakan suatu praktik dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2013, hlm Barnawi & M. Arifin, Strategi & kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2009, hlm Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Media Tama,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 1 Pendidikan merupakan proses membimbing, melatih, dan memandu manusia terhindar atau keluar dari kebodohan dan pembodohan. 2 Tujuan pendidikan di Indonesia diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 3 Tujuan pendidikan ini dapat dicapai dengan adanya proses belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. 4 Pendidikan berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak tau menjadi tau, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat, dari tidak bersikap seperti yang diharapkan menjadi bersikap seperti yang 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 4. 2 Ibid, hlm. 2. 3 Ibid, hlm. 41. 4 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2002, hlm. 13. 1

2 diharapkan. Kegiatan pendidikan ialah usaha membentuk manusia secara keseluruhan aspek kemanusiaanya secara utuh, lengkap dan terpadu. Secara umum dan ringkas dikatakan pembentukan kepribadian. 5 Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan diakui sebagai kekuatan yang dapat mendorong manusia mencapai kemajuan peradaban. Selain itu, pendidikan memberikan bekal kepada manusia untuk menyongsong hari esok yang lebih cerah dan lebih manusiawi. Persoalan pendidikan memang masalah yang sangat penting dan aktual sepanjang masa, karena hanya dengan pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam kapabilitas mengelola alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada makhluk-nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat besar kontribusinya dalam pembinaan moral, kesejahteraan, dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat meningkatkan pola fikir manusia, terlebih untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks dan menantang. Warga Negara Indonesia perlu memiliki kepribadian, keterampilan, dan kompetensi tertentu agar mereka dapat menghadapi dan mengatasi kecenderungan yang tidak diinginkan yang tumbuh dari tata kehidupan yang semakin mengglobal. Pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan yang tidak hanya memberikan transfer ilmu kepada peserta didik, tetapi juga diperlukan mendidik moral peserta didiknya. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang tidak cukup dibekali dengan pengetahuan saja, namun penting juga menanamkan kebiasaan berakhlakul karimah agar peserta didik dapat membedakan yang baik dan yang buruk atas apa yang akan dilakukannya. Mengingat manusia sebagai makhluk sosial, yang mana didalam hidupnya tidak bisa terlepas dari pengaruh manusia lain, maka dalam setiap pegaulannya harus sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Moralitas dalam pergaulan 1996, hlm. 72. 5 Zakiyah Drajat dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta,

3 hidup menjadi sumber solidaritas (rasa kebersamaan), oleh karena itu setiap orang perlu menyadari betapa pentingnya moralitas agar dapat saling menjaga perasaan dan memperhatikan kepentingan orang lain. Firman Allah SWT dalam QS. Luqman ayat 18, yaitu: Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT tidak menyukai orangorang yang sombong dan angkuh. Oleh sebab itu, dalam berinteraksi dengan sesama manusia memerlukan akhlak dan sopan santun. Akhlak dan sopan santun merupakan bentuk dari moralitas. Moralitas perlu diajarkan kepada peserta didik sejak mereka masih kecil sampai dewasa, lebih-lebih untuk anak yang masih usia sekolah dasar. Karena pada masa usia ini yang biasanya disebut dengan masa keserasian bersekolah, anak-anak mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. 6 Dengan diajarkannya moral kepada peserta didik, maka akan tercapailah tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas. Dewasa ini, seiring perkembangan dan perubahan sosial moralitas peserta didik semakin menurun. Banyak peserta didik yang melakukan perilaku menyimpang, tidak hanya peserta didik dari tingkat sekolah menengah pertama dan tingkat sekolah menengah keatas, tapi bahkan peserta didik usia sekolah dasar pun sudah melakukan perilaku 6 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bnadung, 2000, hlm. 24.

4 menyimpang. 7 Perilaku menyimpang dapat terjadi di luar dan di dalam lingkungan sekolah. Adapun perilaku menyimpang yang terjadi di luar lingkungan sekolah, misalnya mengendarai motor dengan ngebut-ngebut di jalan yang dapat membahayakan orang lain, merokok, mencuri, dll. Sedangkan perilaku menyimpang yang terjadi di dalam lingkungan sekolah yaitu seperti tidak mematuhi peraturan sekolah, barmain dan berbicara sendiri ketika guru menjelaskan materi, membolos, datang terlambat, berkata kasar atau keji, tidak sopan, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), dll. 8 Beberapa perilaku menyimpang tersebut menyebabkan peserta didik tidak memiliki sikap disiplin, tanggung jawab, sopan santun, jujur, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena pendidikan hanya fokus mentransfer ilmu kepada peserta didik. Peserta didik yang berilmu belum tentu berakhlakul karimah, cukup banyak orang yang berilmu tetapi karena tidak memiliki akhlakul karimah mereka terkadang menggunakannya untuk hal-hal yang negatif. Namun demikian, bukan berarti orang yang berilmu tidak diharapkan, tetapi yang sangat diperlukan tentu saja orang yang berilmu serta berakhlakul karimah. Selain itu, kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua terhadap anaknya ketika di dalam lingkungan keluarga, sehingga anak merasa bebas melakukan apa saja yang ia kehendaki. 9 Banyak orang tua yang menganggap bahwa segala perkembangan anak adalah menjadi tanggung jawab sekolah, sehingga orang tua tidak peduli terhadap bagaimana perilaku anak. Asumsi yang seperti itu merupakan kesalahan yang sangat besar. Padahal anak mempunyai waktu lebih lama dalam lingkungan keluarga dibanding di lingkungan sekolah. Semestinya pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua dan 7 Siti Sholihatun, Wawancara Pribadi dengan Guru Aqidah Akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati pada tanggal 5 Juni 2016. 8 Siti Sholihatun, Wawancara Pribadi dengan Guru Aqidah Akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati pada tanggal 5 Juni 2016. 9 Siti Sholihatun, Wawancara Pribadi dengan Guru Aqidah Akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati pada tanggal 5 Juni 2016.

5 sekolah. Kurangnya komunikasi antara orang tua peserta didik dengan pihak sekolah, menjadikan orang tua tidak mengetahui bagai mana perilaku anaknya ketika di sekolah atau ketika di dalam kelas. Sehingga kebiasaan buruk anak di rumah menjadikan anak berbuat buruk di sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan adanya cara yang digunakan untuk mengembangkan moralitas peserta didik dan terjalinnya komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah. Cara tersebut yaitu dengan menerapkan sistem smart discipline. Sistem Smart discipline merupakan sistem yang digunakan untuk memotivasi anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Sistem ini mulanya digunakan oleh para orang tua di Amerika dan Kanada untuk memotivasi anaknya agar mau memperbaiki sikap dan untuk menanamkan kedisiplinan ketika di dalam rumah. 10 Sistem smart discipline terdapat peraturan, tugas yang harus dilaksanakan peserta didik, konsekuensi jika tidak melaksanakan tugas, serta hak istimewa yang akan didapat peserta didik apabila peserta didik telah mentaati perartuan dan mengerjakan tugas dengan baik. Tujuan penggunaan sistem smart discipline ini adalah agar peserta didik berperilaku baik ketika proses pembelajaran berlangsung, memiliki rasa tanggung jawab ketika mendapat tugas, dan untuk menanamkan sikap disiplin. Disiplin sangat penting dalam perkembangan moral. Dalam mengembangkan moral peserta didik, perlu diajarkan disemua mata pelajaran. Adapun mata pelajaran yang paling condong atau yang berhubungan dengan moral adalah mata pelajaran akidah akhlak. Akidah akhlak merupakan mata pelajaran yang ada di madrasah, salah satunya yaitu Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah. Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah adalah salah satu Madrasah Ibtidaiyah yang ada di Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati yang berada dalam naungan Yayasan Sunan Prawoto. 10 Larry J. Koenig, Smart Discipline Menanamkan Disiplin dan Menumbuhkan Rasa Percaya Diri pada Anak (alih bahasa oleh Indrijati Pudjilestari), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 3.

6 Guru akidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati menggunakan sistem smart discipline agar peserta didik dalam proses pembelajaran tidak berperilaku seenaknya sendiri, karena semua perilaku mereka akan dinilai ketika proses pembelajaran. Cara yang demikian ini melatih membentuk kepribadian baik serta moral peserta didik. Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang Stretegi Penerapan Sistem Smart Discipline dalam Mengembangkan Moralitas Peserta Didik pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MI Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati Tahun Pelajaran 2015/2016. B. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini dimaksudkan agar pembahasan yang tidak menyimpang dari permasalahan yang diteliti, sehingga mudah dipahami dan dimengerti. Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala dari suatu objek bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisah), sehingga penelitian kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Penelitian ini lebih difokuskan pada strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengembangkan moralitas peserta didik pada mata pelajaran aqidah akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati tahun pelajaran 2015/2016. Adapun fokus penelitian ini adalah kelas IV dan V, karena peserta didik kelas IV dan V ini tingkat berpikirnya lebih tinggi dari pada kelas dibawahnya.

7 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemilihan judul di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengembangkan moralitas peserta didik pada mata pelajaran aqidah akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati tahun pelajaran 2015/2016? 2. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengembangkan moralitas peserta didik pada mata pelajaran aqidah akhlak di MI. Al- Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati tahun pelajaran 2015/2016? D. Tujuan Penelitian tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pelaksanaan strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengambangkan moralitas peserta didik pada mata pelajaran aqidah akhlak di MI. Al-Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati tahun pelajaran 2015/2016 2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengembangkan moralitas peserta didik pada mata pelajaran aqidah akhlak di MI. Al- Hidayah Desa Prawoto Sukolilo Pati tahun pelajaran 2015/2016 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi semua kalangan pendidik di lembaga madrasah pada umumnya. Adapun berbagai manfaat yang diharapkan itu antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para guru maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi dan sebagai referensi bagi peneliti dalam penelitian selanjutnya tentang

8 strategi penerapan sistem smart discipline dalam mengembangkan moralitas peserta didik. b. Sebagai kontribusi bagi hasanah keilmuan pendidikan islam. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik Membantu peserta didik untuk termotivasi mentaati aturan dan berperilaku baik, sehingga moralitas peserta didik dapat berkembang. b. Bagi Pendidik Sebagai acuan dalam penerapan sistem smart discipline untuk mengembangkan moralitas peserta didik, sehingga dalam proses perkembangannya peserta didik dapat sesuai dan dapat mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. c. Bagi Lembaga Pendidikan Dapat membantu dan memberi masukan lembaga pendidikan dalam penerapan sistem smart discipline untuk mengembangkan moralitas peserta didik. d. Bagi Penulis Dapat dijadikan sebagai wawasan dan pengalaman baru yang dapat digunakan dalam penerapan sistem smart discipline untuk mengembangkan moralitas peserta didik di masa mendatang.