BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TERMODINAMIKA TEKNIK II

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

Pengembangan Perangkat Pengering Surya (Solar Dryer) Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas Berubah Fasa Menggunakan Rak Bertingkat

LAPORAN PENELITIAN. Oleh :

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-134a

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

PENGARUH BENTUK COVER TERHADAP PRODUKTIFITAS DAN EFISIENSI SOLAR STILL

KARAKTERISTIK WATER CHILLER

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB VI SUHU DAN KALOR

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

RUMUS-RUMUS FISIKA SMP (diurutkan berdasarkan SKL 2008)

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

Efektifitas fasad selubung ganda dalam mengurangi beban panas pada dinding luar bangunan

PERANCANGAN KETEL UAP UNTUK SEBUAH PMKS DENGAN KAPASITAS OLAH 30 TON TBS/JAM

BAB II Model Aliran Multifasa Dalam Pipa

PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL

ANALISIS SCALING KETEL UAP PIPA API DI INDUSTRI TEKSTILCIREBON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/16/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

PENGARUH WAKTU PENGERINGAN TERHADAP KADAR AIR GABAH PADA MESIN PENGERING GABAH KONTINYU KAPASITAS 100 KG DAN DAYA 1890 W

KESETIMBANGAN ENERGI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

Contoh 1. = 3, 75 cm 3 Ditanya : m Jawab : m = ρv = 19,3 x 3,75 = 27,375 gra m

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

KAJI EKSPERIMENTAL ALAT PENGERING KERUPUK TENAGA SURYA TIPE BOX MENGGUNAKAN KOSENTRATOR CERMIN DATAR

KESETIMBANGAN ENERGI

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB III METODE ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

= mv Momentum akhir setelah tumbukan pertama:

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling

BAB II LANDASAN TEORI

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

Gelombang Elektromagnetik

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Kompresor Pada Sistem Pengkondisian Udara Dengan Pre-Cooling

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KALOR DAN KALOR REAKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berlaku Perbandingan. A. Konsep Suhu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

BAB II LANDASAN TEORI

Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 jam

BAB III ANALISA TEORETIK

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

RANCANG BANGUN KOLEKTOR PELAT DATAR ENERGI SURYA UNTUK SISTEM PENGERINGAN PASCA PANEN

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan

PETUNJUK PENGISIAN LEMBAR JAWABAN BABAK PENYISIHAN 21 September 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Energi atahari sebagai suber energi pengganti tidak bersifat polutif, tak dapat habis, serta gratis dan epunyai prospek yang cukup baik untuk dikebangkan. Apalagi letak geografis Indonesia didaerah khatulistiwa eiliki curah radiasi atahari yang hapir konstan sepanjang tahun. yang Agar peanfaatan energi surya ini lebih baik aka digunakan alat pengupul energi atahari. Alat ini dapat berupa pengupul pelat datar dan konsentrator. (Azridjal, 2003). 2.1 Peanas Udara Surya Peanas udara surya adalah alat yang dapat engkonversikan energi radiasi radiasi atahari ke dala energi kalor sehingga akan eningkatkan entalpi udara. Alat ini pada uunya sangat sederhana. Alat ini biasanya disebut kolektor/pengupul, uunya terdiri dari sebuah pelat penyerap/ absorber yang berfungsi untuk engkonversi energi, sebuah suatu saluran udara dan sebuah penutup bagian atas dapat ditabahkan jika diperlukan. Saat udara engalir asuk ke dala saluran udara, panas dipindahkan dari udara ke absorber, sehingga teperatur udara bertabah atau dengan kata lain diperoleh udara panas.(azridjal, 2004) Peanas udara surya dapat dikelopokkan atas : peanas surya langsung/direct solar drier (pasif), dan peanas surya tidak langsung/ indirect solar drier (aktif) atau kobinasi keduanya (Dahnil, 1990). 5

Peanas surya langsung (pasif), di ana radiasi yang atahari diserap secara langsung oleh produk dan lingkungan sekitar. Bentuk sederhana dari pengering ini terdiri dari sebuah kotak berisi produk dengan suatu tutup transparan pada keiringan tertentu, dan lubang ventilasi untuk tepat asuknya udara segar dan keluarnya udara yang lebab. Radiasi surya yang enipa kotak dengan tutup transparan akan eanaskan produk, atau perukaan gelap didala leari pengering, dan enyebabkan uap air keluar dari bahan yang sedang digeringkan. Siste seperti ini irip dengan suatu ruah kaca diana plastik atau kaca transparan enutup rangka ruah kaca. (gabar 2.1). Gabar 2.1 Pengering surya Langsung Peanas tidak langsung di ana radiasi atahari digunakan untuk eanaskan udara yang keudian dialirkan ke ruang pengering /aktif. Pengering surya ini enggunakan suatu kolektor udara surya terpisah, terdiri dari suatu plat loga yang berwarna gelap di (dala) suatu kotak dengan tutup kaca transparan (gabar 2.2). Gabar 2.2 Pengering surya tidak langsung 6

2.2 Keseibangan Energi Pada Kolektor Energi yang diserap oleh kolektor (Q A ) adalah : Q GA( ) (2.1) A diana Q A adalah besar energi yang diserap (kw), G adalah radiasi surya total (kw/ 2 ), A adalah luas kolektor surya ( 2 ), τ adalah faktor transission dari penutup, α adalah faktor absorptance dari pelat penyerap kolektor. Energi yang hilang/kerugian energi dari kolektor (Q L ) adalah L p a Q UA T T (2.2) diana Q L adalah kerugian energi dari kolektor (kw), U adalah nilai koefisien perpindahan kalor keseluruhan dari kolektor (kw/ 2 K), A adalah luas kolektor surya ( 2 ), T p adalah teperatur pelat penyerap kolektor (K), dan T a adalah teperatur udara sekitar (K). Keseibangan energi pada kolektor, seperti tapak pada gabar 2.3. Energi surya yang diserap kolektor h Energi beranfaat dari kolektor Kerugian energi dari kolektor Gabar 2.3. Keseibangan energi pada kolektor Energi berguna yang diperoleh dari kolektor (Q s ) adalah sebesar : ( ) Q GA UA T T (2.3) s p a Energi yang diteria oleh kolektor dengan intensitas radiasi (E glob ) dan luas kolektor (Ak) ialah : Qin Eglob. Ak (2.4) 7

Efisiensi kolektor ditentukan dari besarnya energi yang diserap oleh kolektor (Q in ) terhadap, besarnya energi yang dapat dianfaatkan (Q s ). Q s a (2.5) Qin Proses pengeringan erupakan cara untuk engeluarkan kandungan air dala bahan sapai pada harga tertentu dengan enggunakan kalor. Pada proses pengeringan terjadi dua proses secara bersaaan yaitu proses perpindahan energi dala kalor/panas dari lingkungan untuk enguapkan kandungan air dari bahan dan perpindahan assa air di dala bahan ke perukaan sebagai akibat proses penguapan dari kalor/panas yang dipindahkan. dan perpindahan assa secara bersaaan. Pada proses pengeringan terjadi perpindahan assa air secara teral untuk eperoleh produk yang kering (kandungan air rendah). 2.3 Energi yang Dibutuhkan dala Proses Pengeringan Besarnya energi yang dibutuhkan dala proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh kadar air awal bahan yang akan dikeringkan, kadar air akhir yang diinginkan, dan julah assa bahan yang akan dikeringkan. Ruusan energi pengeringan yang dibutuhkan secara uu ditentukan dari analisa terodinaika proses pengeringan tersebut, penentuan kebutuhan energi pengeringan dala uraian berikut dapat digunakan (Fachrizal, et al, 1994). Keseibangan energi pada proses pengeringan digabarkan pada gabar 2.4. Dari gabar 2.4 dapat dihitung keseibangan energi dan assa proses pengeringan yaitu : h h h Q (2.6) 1 1 w w 2 2 diana : 8

1 = kondisi asuk siste 2 = kondisi keluar siste = assa udara (kg udara kering/ja) W = kelebaban utlak (kg/kg udara kering) h = entalpi udara (kj/kg) w = assa air yang dikeluarkan dari bahan yang dikeringkan(kg/ja) h w = entalpi penguapan air (kj/kg) Q = kalor untuk pengeringan (kj/ja) 1 W 1 h 1 t 1 Udara Ruang Pengering 2 W 2 h 2 t 2 Q M w h w Gabar 2.4 Keseibangan Massa dan Energi Proses Pengeringan W W ; (2.7) 1 1 w 2 2 1 2 w 2 1 W W (2.8) Besarnya energi total ( Q ) pada proses pengeringan sangat tergantung pada kadar T air bahan, kadar air akhir yang diinginkan, assa bahan yang akan dikering dan energi yang digunakan enaikkan teperatur bahan ( Q ), energi untuk enaikkan teperatur air di dala bahan ( Q ), energi untuk enguapkan kandungan air dala bahan ( Q ), dan energi untuk enaikkan teperatur uap air ( Q ). e QT Qk Q Qe Qv (2.9) k v 2.4 Penyipan Panas Penyipan panas berfungsi untuk eberikan panas tabahan jika energi yang dibutuhkan dala ruang pengering berkurang. Beberapa hal yang harus dipertibangkan pada waktu eilih, erencanakan dan engoperasikan siste 9

penyipan energi adalah kapasitas panas yang besar, kerapatan penyipan energi (kj/ 3 ), ekonois dan urah serta eperhitungkan efisiensi teral. Persaaan uu penyipan energi sesuai dengan julah panas yang diserap adalah : s. i 4400 sapai 6600kJ A c i C pl T T i C T T o sl pl 2 in (2.10) Batu adalah penyipan panas sensibel yang hanya engalai kenaikan teperatur seiring bertabahnya julah panas yang disipan. Penggunaan batu sebagai penyipan panas sensibel lebih praktis dan urah dibandingkan dengan edia penyipan panas yang berubah fasa (penyipan panas laten). Besarnya panas sensibel yang diperlukan untuk enaikkan teperatur batu tiap satuan assa sebesar satu derajat disebut kapasitas panas batu yaitu : dq C (2.11). dt Untuk penyipan panas laten yaitu penyipanan yang terjadi pada bahan/zat yang saat berlangsungnya perubahan fasa zat, yaitu dari padat ke cair atau dari cair ke padat. Persaaan untuk panas laten adalah :he equation for latent heat is: Q L (2.12) Q adalah julah energi yang dilepaskan atau diserap selaa terjadinya perubahan fasa zat (joules), assa zat (), dan L erupakan panas laten spesifik dari partikel za tersebut (J kg -1 ). 10