II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN DAN UJI KINERJA ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) TIPE BATCH UNTUK PERKOTAAN DILENGKAPI DENGAN PEMANAS AIR

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

MODIFIKASI DISAIN INCINERATOR MULTIFUNGSI TIPE KONTINYU ERLANDA AUGUPTA PANE

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

PENGANTAR PINDAH PANAS

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

PERENCANAAN DAN UJI PERFORMA ALAT PEMBAKAR SAMPAH ORGANIK

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR EKSPERIMEN HEAT TRANSFER PADA DEHUMIDIFIER DENGAN AIR DAN COOLANT UNTUK MENURUNKAN KELEMBABAN UDARA PADA RUANG PENGHANGAT

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II LANDASAN TEORI

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Jurnal Flywheel, Volume 2, Nomor 1, Juni 2009 ISSN :

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

BAB II LANDASAN TEORI

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

PENGARUH GEOMETRI PIPA KONDENSOR TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA DESTILASI MINYAK PLASTIK

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

KALOR DAN KALOR REAKSI

PEMINAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT. Oleh: Ir. Harman, M.T.

Konsep Dasar Pendinginan

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

BAB II LANDASAN TEORI

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

KALOR. Kelas 7 SMP. Nama : NIS : PILIHAN GANDA. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3

9/17/ KALOR 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERBANDINGAN TANPA SIRIP DENGAN SIRIP LURUS DENGAN ALIRAN AIR BERLAWANAN TERHADAP EFISIENSI PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER ABSTRAK

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB II LANDASAN TEORI

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan (Murarka, 1987). Sampah teridri atas sampah dalam bentuk padatan, cairan dan gas. Tabel 1. Komposisi Sampah di kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya NO. JENIS SAMPAH PRESENTASE 1 Organik 70.2% 2 Kertas 10.9% 3 Kaca 1.70 % 4 Plastik 8.7% 5 Logam 1.80% 7 Lain-lain 6.2% Sumber: Bank Dunia 1999 Mnurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), setiap harinya sampah yang dihasilkan setiap orang rata-rata sebesar 2.39 liter/kapita/hari. Dengan demikian jika dalam rukun tetangga terdapat 20 rumah dengan masing-masing rumah terdapat 4-5 orang maka setiap rukun tetangga tersebut sudah menghasilkan 239 liter sampah padatan. Sampah padatan sering menjadi masalah bagi beberapa kota besar di Indonesia. Dalam penanganan sampah tersebut kota-kota besar tersebut melakukan pengumpulan dan membuang sampah di daerah pinggiran kota. Penanganan sampah di kota besar meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Namun di beberapa daerah sampah juga dibakar secara langsung. Penanganan sampah menurut Pitchel (2005) yaitu dengan cara penimbunan (sanitary land filling), pembakaran (incineration), dan daur ulang (recycling). B. ALAT PEMBAKAR SAMPAH Incinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah baik dalam bentuk padatan, cairan atau gas. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk sampah menjadi ukuran yang lebih kecil. Perubahan ukuran tersebut dapat mencapai 50-90% dari volume sebelumnya. Selain itu alat pembakar sampah di beberapa negara juga dijadikan sebagai pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi yang berasal dari pembakaran sampah tersebut dikonversikan menjadi energi listrik. Alat pembakar sampah (incinerator) terdiri dari 2 tipe berdasarkan metode pembakarannya yaitu, tipe kontinyu dan tipe batch. Pada alat pembakar sampah tipe kontiyu sampah diamsukkan terus menerus dan bergerak secara kontinyu dengan melewati proses pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran. Sedangkan pada tipe batch, sampah dimasukkan hingga mencapai kapasitas dari alat pembakar tersebut dan akan mengalami proses pembakaran hingga didapat sisa pembakaran dalam satu waktu. 4

Gambar 4. Incinerator tipe batch. (www.ec.gc.ca) Gambar 5. Incinerator tipe kontinyu (http://www.e-steamboilers.com) Pemanfaatan panas alat pembakar sampah sebagai pemanas air sebelumnya telah dilakukan oleh Budiman (2001), dengan menggunakan pipa penukar panas sepanjang 3 m. Pada alat pembakar panas itu menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga. Alat pembakar sampah yang dirancang Budiman (2001) juga dilengkapi 5

dengan ruang pengendapan zat padat. Namun ruangan tersebut belum dimanfaatkan untuk meningkatkan effisiensi thermal sistem incinerator. Memiliki fungsi untuk membakar sampah sehingga syarat-syarat incinerator adalah mampu membakar sampah secara sempurna dan habis serta tidak meminimalisir dampak negatif untuk lingkungan sekitar. Alat pembakar sampah (incinerator) dalam pengoperasiannya pembakaran yang berlangsung dapat menghasilkan temperatur sebesar 815 o C hingga 1095 o C (Pichtel, 2005). Dalam merancang incinerator hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah udara yang diperlukan dalam pembakaran, sistem pembakaran awal, jumlah sampah yang akan dibakar, serta bagaimana pengelolaan asap yang dihasilkan oleh pembakaran agar tidak mencemari lingkungan. C. PEMBAKARAN BIOMASSA Pembakaran adalah proses beraksinya bahan bakar (biomassa, minyak, dll.) dengan oksigen atau dengan istilah lain disebut oksidasi. Pada reaksi pembakaran terjadi 2 jenis pambakaran, yaitu pembakaran sempurna dan pembakaran habis. Pembakaran habis merupakan reaksi pembakaran yang terjadi hingga seluruh bahan bakar mengalami proses pembakaran. Sedangkan pembakaran sempurna terjadi ketika jika semua karbon beraksi dengan oksigen sehingga karbon yang mengalami proses oksidasi akan menjadi CO 2. 1. Jumlah Udara Pembakaran Pembakaran secara sempurna dipengaruhi oleh jumlah udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran di incinerator. Jumlah udara yang dibutuhkan dapat didekati dengan melalui perbandingan kebutuhan udara dan bahan dalam reaksi pembakaran biomassa dan melalui pendekatan kandungan karbon dan hidrogen dalam bahan bakar. Menurut Pichtel (2005) reaksi pembakaran biomassa secara umum adalah sebagai berikut: C a H b O c N d + (a+b/4-(c-d)/2 O 2 aco 2 +b/2h 2 O + dno...(1) Menurut Perry dan Chilton (1973) kebutuhan oksigen untuk proses pembakaran dipengaruhi oleh presentase kandungan karbon dan hidrogen dalam bahan bakar. Volume O 2 yang dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg karbon adalah 1.96 m 3 sedangkan O 2 yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg hidrogen adalah 5.85 m 3 (Perry dan Chilton, 1973) Dalam pembakaran, oksigen biasanya didapat dari udara bebas. Oksigen yang terkandung di dalam udara adalah 21 % dari total udara bebas. Kebutuhan udara minimum untuk proses pembakaran dapat dihitung melalui persamaan berikut: ( ) Wmin = Kebutuhan udara minimum (m 3 /kg bahan bakar) C = Kandungan karbon dalam bahan bakar (%) H` = Kandungan hidrogen dalam bahan bakar (%) Laju pembakaran (B bt ) dapat dihitung melalui perbandingan bobot bahan bakar yang akan dibakar (m) dengan waktu pembakaran (t). B bt = m/t... (3) B bt m t = Laju pembakaran (kg /jam) = Bobot bahan bakar (kg) = Waktu pembakaran (kg/jam). Debit udara yang yang dibutuhkan untuk pembakaran dapat dihitung dengan mengalikan jumlah kebutuhan udara minimum dengan laju pembakaran. Q ud = Wmin X B bt... (4) 6

Q ud Wmin Bbt = Debit udara (m 3 /jam) = Kebutuhan udara minimum (m 3 /kg bahan bakar) = Laju pembakaran (kg/jam) Menurut Abdullah et al. (1998) debit udara pada proses perancangan untuk pembakaran perlu ditambahkan kelebihan udara sebesar 40% dari total debit udara yang dibutuhkan secara teoritis. Q = Q ud (1+40%)...(5) Q = Debit udara perancangan (m 3 /detik) Dalam pembakaran sampah dalam alat pembakar sampah adalah jumlah oksigen yang harus masuk ke dalam ruang pembakaran. Karena hal tersebut akan mampengaruhi kesempurnaan pembakaran. Selain itu permulaan pembakaran juga harus diperhatikan baik jenis dan panass yang dibutuhkan untuk memulai pembakaran. 2. Panas Pembakaran Energi panas yang dihasilkan oleh suatu proses pembakaran dapat diduga besarnya melalaui beberapa pendekatan diantaranya melalui pendekatan pancaran panas dari hasil pembakaran dan pendekatan nilai kalor yang dikandung oleh bahan bakar per massa bahan bakar. a. Pendekatan jumlah energi panas pembakaran berdasarkan pancaran gas hasil pembakaran didekati melalui sifat radiasi gas yang menyerap. Menurut McCabe et. al. (1999) gas-gas yang dihasilkan dalam proses pembakaran memiliki kemampuan untuk memancarkan atau meyerap panas. Besarnya energi yqng dipancarkan atau diserap tersebut dapat dicari melalui persamaan berikut: q = Energi panas (Watt) σ = Tetapan Boltzman (95.672 X 10-8 Watt/m 2 o K 4 ) T G = Suhu absolut gas ( o K) ε G = Emisivitas gas A = Luas permukaan yang menyerap panas (m 2 ) b. Pendekatan energi panas yang dihasilkan oleh suatu proses pembakaran adalah melalui nilai kalor yang dikandung oleh bahan bakar. Besarnya energi panas hasil pembakaran tersebut dapat dicari melalui persamaan berikut:... (7) Nkl = laju massa bahan bakar (kg/s) = Nilai kalor bahan bakar (J/kg) Energi panas yang dihasilkan pada alat pembakar sampah ini dapat dimanfaatkan untuk menaikkan suhu air dengan mengunakan alat pemindah panas. Pada penelitian ini digunakan pipa besi sebagai alat penukar panasnya. 3. Penanganan Gas Hasil Pembakaran Dalam proses pembakaran yang dihasilkan gas-gas buang (asap) yang memliki kandungan bahan padat. Untuk itu diperlukan penanganan agar gas buangan tersebut bersih dan tidak mencemari lingkungan. Penanganan gas tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan cerobong dan ruangan penyaringan bahan padatan pada gas. 7

Menurut Porges dan Porges (1979) di dalam Budiman (2001) luas cerobong asap dapat didekati dengan persamaan berikut: A = Luas Lubang Cerobong (m2) Q c = Debit gas hasil pembakaran pada cerobong (m 3 /detik) V = Kecepatan gas (m/detik) Sedangkan tinggi cerobong dapat dihitung dengan persamaan berikut: h d =Tekanan udara dalam ruang pembakaran (mm.air) H c = Tinggi cerobong (m) T 1 = Suhu diluar cerobong ( o K) T 2 = Suhu didalam cerobong ( o K) Suhu yang terjadi umumnya pada alat pembakar sampah berkisar antara 600 o C hingga 800 o C. Dengan suhu pembakaran seperti itu maka ruang pengendapan zat padat akan berkisar antara 400 hingga 500 o C. Dengan suhu seperti itu dapat digunakan untuk pengeringan sampah yang memiliki kadar air diatas 70% dan disalurkan ke heat exchanger yang dapat digunakan untuk memanaskan fluida yang. Beberapa alat pembakar sampah menggunakan ruang tersebut untuk membakar kembali zat padat yang masih tersisa. D. SISTEM PINDAH PANAS Pindah panas adalah perpindahan energi dari suatu bidang kebidang yang lain dengan disertai perubahan temperatur pada dua bidang tersebut (McCabe et al, 2005). Pindah panas dapat terjadi dengan 3 metode, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pindah panas pada pipa yang dipanaskan secara langsung akan mengalami proses konduksi dan konveksi. 1. Konduksi Jika dalam suatu bahan mengalir terdapat gradien suhu, maka kalor akan mengalir tanpa disertai oleh sesuatu gerakan zat. Aliran kalor tersebut disebut dengan konduksi. (McCabe et al, 2005). Menurut Ҫengel (2003) secara umum besaran kalor dapat dalam konduksi dapat dihitung melalui persamaan berikut: Besarnya nilai dt/dr dipengaruhi bentu bidang tempat pindah panas terjadi. Untuk silinder berlubang menurut Singh (1992) dapat nilainya dapat dicari dengan persamaan berikut: Dari persamaan diatas maka besarnya kalor yang dipindahkan pada bidang silinder berlubang atau pipa adalah: 8

r i = Jari-jari dalam pipa (m) r o = Jari-jari luar pipa (m) L = Panjang pipa (m) k = konduktivitas panas (Watt/m o K) (T i T o ) = Perbedaan pipa luar dan pipa dalam ( o K) 2. Konveksi Bila arus partikel-partikel utama pembentuk fluida melintas suatu permukaan tertentu, seperti umpamanya, bidang batas suatu volume kendaliarus akan ikut membawa serta jumlah tertentu entalpi. Aliran entalpi tersebut disebut dengan konveksi. (McCabe et al, 2005). Menurut Ҫengel (2003) nilai kalor yang dipindahkan melalui konveksi dapat menggunakan persamaan berikut: q = kalor yang dipindahkan (Watt) h = koefisien pindah panas konveksi (Watt/m 2 K) A = luas permukaan dinding (m 2 ) (T s - T ) = perbedaan suhu dinding dengan suhu fluida ( o K) Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang terjadi dimana aliran fluida bergerak dengan pengaruh gravitasi tanpa pengaruh eksternal yang lain. Sedangkan konveksi paksa adalah proses pindah panas dimana fluida bergerak dengan disengaja dan diatur kecepatan dan debitnya. Berdasarkan jenis aliranya konveksi dapat dabagi menjadi dua, yaitu konveksi pada aliran laminer dan konveksi pada aliran turbulen. Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dipengaruhi oleh bilangan reynold yang dapat dicari dengan persamaan berikut: Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dengan jenis aliran turbulen secara konveksi paksadipengaruhi Nu D dan nilai St melalui persamaan berikut : Persamaan tersebut berlaku jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Semua nilai dari sifat panas fluida berdasarkan suhu rata-rata b. Nilai n = 0.3 jika fluida didinginkan, sedangkan nilai n = 0.4 jika fluida dipanaskan. c. Nilai Re harus lebih besar dari 10 4 d. Nilai Pr terletak antara 0.7 sampai 100 e. Perbandingan antara L dengan D lebih dari 60 Nilai koefisien pindah panas secara konveksi dapat dihitung melalui persamaan berikut: h = koefisien pindah panas secara konveksi (W/m 2o K) k = koduktivitas panas fluida (W/m o K) D = Diameter Pipa (m) 9

Suhu rata-rata pindah panas yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan berikut (Purwadaria et al. 1996): Tf = suhu rata-rata ( o K) T = suhu pemanasan bahan ( o K) Ti = Suhu fluida saat masuk ( o K) To = suhu fluida saat keluar ( o K) Menurut Purwadaria et al. (1996) panjang pipa dalam suatu sistem pindah panas secara konveksi dapat didekati melalaui persamaan berikut: St = Bilangan Stanton L = Panjang pipa (m) D = Diameter pipa (m) T = Suhu pemanasan bahan ( o K) T i = Suhu fluida masuk ( o K) T o = Suhu fluida keluar ( o K) 10