SINKRONISASI ESTRUS PADA DOMBA GARUT (Ovis aries) MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DAN PROGESTERON AEPUL

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

M. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

RESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

5 KINERJA REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

HASlL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

BAB V INDUKSI KELAHIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi Pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

PENYERENTAKAN'BIRARI DADA DOMBA BETINA - St. CROIX

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

Nurcholidah Solihati Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung. ABSTRAK

Anatomi/organ reproduksi wanita

PEMANFAATAN LARUTAN IODIN POVIDON SEBAGAI HORMON STIMULAN GERTAK BERAHI KAMBING SECARA ALAMIAH

Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI OVARIUM KAMBING KACANG YANG DISINKRONISASI DENGAN HORMON PROSTAGLANDIN F 2 ALFA (PGF 2 α) DOSIS TUNGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :83-87 ISSN : Agustus 2009 INDUKSI ESTRUS DENGAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH ANESTRUS POSTPARTUM

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

PEMBERIAN WHOLE SERUM KUDA LOKAL BUNTING YANG DISENTRIFUGASI DENGAN CHARCOAL TERHADAP BIRAHI DAN KEBUNTINGAN PADA SAPI POTONG

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

PENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA

LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari


OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DALAM KEADAAN BIRAHI

SKRIPSI. PERFORMAN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI PASCA SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hcg)

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

PENYEREMPAKAN BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN CIDR PADA DOMBA RAKYAT DI KECAMATAN NAGRAG

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

SINKRONISASI ESTRUS DAN PENGAMATAN ULTRASONOGRAFI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN DINI PADA DOMBA GARUT

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Pemanfaatan Ekstrak Hipotalamus Kambing Sebagai Upaya Optimalisasi Kesuburan Kambing Kejobong Betina

Transkripsi:

SINKRONISASI ESTRUS PADA DOMBA GARUT (Ovis aries) MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DAN PROGESTERON AEPUL FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRACT AEPUL. Estrous Synchronization in Garut Sheep (Ovis aries) with Prostaglandin and Progesterone. Under direction of M. AGUS SETIADI. Study of estrous synchronization was done on 25 female Garut sheeps. This study was cunducted to find out effectiveness hormone application and estrous characteristic. Synchronization was done by injection of Prostaglandin F 2α (PGF 2α ) and implant progesterone hormone. Animals were divided into two groups: first group 15 sheeps were synchronized using double dose injection by PGF 2α with 11 days approach whereas and the second group 10 sheeps were synchronized using CIDR-progesterone implant for 12 days. The estrous characteristic were observed 1 day after the second injection PGF 2α and 1 day after witdrawl of the CIDR progesterone implant for 3 times a day and repeatedly for 5 days. Estrous respons in PGF 2α group was higher than the progesterone group (86,67% vs 70%). Onset of estrous in progesterone group was faster than the PGF 2α group (38,00 ± 7,18 vs 60,25 ± 4,22 hours; P<0,05). Duration of estrous in PGF 2α group and progesterone group were not statistically significant (31,18 ± 7,48 vs 33,38 ± 4,39 hours; P>0,05). It is concluded that the quality of estrous in the progesterone treatment was better than PGF 2α. Keywords: estrous synchronization, Garut sheep, prostaglandin, progesterone

RINGKASAN AEPUL. Sinkronisasi Estrus pada Domba Garut (Ovis aries) menggunakan Prostaglandin dan Progesteron. Dibimbing oleh M. AGUS SETIADI. Penelitian tentang sinkronisasi estrus dilakukan pada 25 ekor domba Garut betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian hormon dan karakteristik tanda-tanda estrus. Sinkronisasi dilakukan dengan hormon prostaglandin F 2α (PGF 2α ) dan progesteron. Hewan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas 15 ekor domba yang disinkronisasi menggunakan PGF 2α dua kali penyuntikan dengan selang waktu 11 hari dan kelompok kedua terdiri atas 10 ekor domba dipasang implant progesteron CIDR selama 12 hari. Pengamatan estrus dan karakteristiknya dilakukan dengan memasukkan pejantan pengusik satu hari setelah penyuntikan kedua PGF 2α dan satu hari setelah implant dicabut yang dilakukan tiga kali sehari pada pukul 08.00-11.00, 12.00-14.00 dan 16.00-18.00 selama lima hari berturut-turut. Hasil penelitian menunjukan bahwa respon estrus kelompok PGF 2α lebih besar dibandingkan kelompok progesteron (86,67% vs 70%). Onset estrus pada kelompok progesteron lebih cepat dibandingkan kelompok PGF 2α (38 jam vs 60 jam 25 menit; P<0,05). Lama estrus kelompok PGF 2α dan progesteron tidak berbeda nyata (31 jam 18 menit vs 33 jam 38 menit; P>0,05). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas estrus kelompok progesteron lebik baik dibandingkan PGF 2α. Kata kunci: sinkronisasi estrus, domba Garut, prostaglandin, progesteron.

SINKRONISASI ESTRUS PADA DOMBA GARUT (Ovis aries) MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DAN PROGESTERON AEPUL Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Sinkronisasi Estrus pada Domba Garut (Ovis aries) menggunakan Prostaglandin F 2α dan Progesteron adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Aepul B04070118

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NRP : Sinkronisasi Estrus pada Domba Garut (Ovis aries) menggunakan Prostaglandin dan Progesteron : Aepul : B04070118 Disetujui, Pembimbing Dr. drh. M. Agus Setiadi Pembimbing Diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

PRAKATA Penulis ucapkan puji syukur kepada Alloh SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian pada skripsi ini bertema reproduksi, dengan judul Sinkronisasi Estrus pada Domba Garut (Ovis aries) menggunakan Prostaglandin dan Progesteron. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan januari 2010 di Pusat Pembibitan Domba Kerjasama IPB dan PT Indocement Cibinong. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. drh. M. Agus Setiadi atas bimbingannya selama penelitian sampai penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua karyawan PT. Indocement dan teman-teman yang sudah berpartisipasi pada penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada ibu, ayah, dan keluarga atas segala doa dan dukungannya. Penulis berharap skripsi yang ditulis dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, November 2011 Aepul

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 17 Maret 1988 dari seorang ibu Enok dan ayah Adun. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 1995 sampai tahun 2001 penulis menyelesaikan studi pendidikan dasar di SD Sindang Herang 2, tahun 2004 lulus dari MTs N Banjarangsana, dan pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di MAN 2 Ciamis. Pada tahun 2007 penulis masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis masuk di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama di IPB penulis merupakan ketua dari Lembaga Struktural (LS) bidang Olahraga di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2009-2010 dan mendapatkan gelar LS terbaik. Penulis berhasil menjadi juara II dalam perlombaan kontes penjurian sapi perah tingkat nasional pada tahun 2010. Penulis menjalani pendidikan keagamaan di pesantren Al-Irfaniyah pada tahun 1994 sampai tahun 2004 dan menjadi murid terbaik selama mengikuti pendidikan. Pendidikan di pesantren Al-Hasan pada tahun 2004 sampai 2007 dan merupakan salah satu dari tiga murid terbaik setiap tahunnya, menjadi ketua DKM pada tahun 2005-2006, dan juga mendapatkan berbagai penghargaan dari perlombaan yang pernah diikuti selama di pesantren tersebut.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Profil Domba Garut... 3 Siklus Estrus pada Domba... 4 Sinkronisasi Estrus... 7 Penggunaan Hormon Prostaglandin untuk Sinkronisasi Estrus... 8 Penggunaan Hormon Progesteron untuk Sinkronisasi Estrus... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 11 Alat dan Bahan... 11 Hewan Coba... 11 Metode Penelitian... 12 Teknik Pengambilan Data... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α... 14 Karakteristik Estrus Setelah Perlakuan Progesteron CIDR... 17 Perbandingan Karakteristik Estrus PGF 2α dan Progesteron... 18 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 20 Saran... 20 DAFTAR PSTAKA... 21

DAFTAR TABEL Halaman 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α... 14 2 Pengamatan karakteristik estrus kelompok progesteron... 17 3 Perbandingan penggunaan hormon PGF 2α dan hormon progesteron... 19

DAFTAR GAMBAR Halaman 4 Domba Garut jantan... 4 5 Domba Garut betina... 4 6 Pekembangan folikel dalam satu siklus estrus pada mamalia... 5 7 Siklus estrus pada domba... 6 8 Skema teknik penyuntikan PGF 2α... 12 9 Skema pemasangan implant progesteron CIDR... 12

PENDAHULUAN Latar Belakang Domba Garut adalah jenis domba tropis yang memiliki tingkat produktivitas tinggi dan dapat beranak lebih dari dua ekor dalam satu siklus kelahiran. Domba Garut memiliki berat badan rata-rata di atas domba lokal Indonesia lainnya. Domba memiliki siklus estrus yang singkat dan sulit untuk dideteksi secara pasti oleh peternak. Kondisi tersebut merupakan suatu masalah bagi peternak budi daya karena program produksi akan terganggu. Peternak akan kesulitan menentukan waktu yang tepat untuk perkawinan ternaknya sehingga harapan memperoleh anak yang serentak dalam waktu yang hampir bersamaan akan sulit diwujudkan. Disamping itu pakan juga merupakan hal penting dalam peternakan sehingga diperlukan pengelolaan yang baik. Ketersediaan hijauan dapat dipengaruhi oleh musim sehingga diperlukan waktu yang tepat untuk program budi daya ternak. Kegagalan perkawinan ternak akibat tidak tepatnya waktu perkawinan akan berdampak pada pengelolaan pakan yang tidak teratur, yaitu pakan untuk anak, induk yang sedang menyapih, dan juga untuk pertumbuhan ternak. Oleh sebab itu diperlukan program produksi yang dapat mengatasi permasalahan dalam produksi ternak. Sinkronisasi estrus merupakan cara untuk menyeragamkan estrus yang dapat digunakan dalam program reproduksi. Melalui teknik ini deteksi estrus akan lebih mudah dilakukan sehingga mengoptimalkan program produksi ternak dengan diketahuinya waktu yang tepat untuk perkawinan ternak. Keseragaman estrus dan perkawinan ternak yang tepat akan menghasilkan keturunan dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga pengelolaan pakan akan lebih teratur. Peternak juga dapat mengatur waktu untuk beternak dan tenaga kerja yang lebih optimal. Oleh karena itu, penelitian tentang sinkronisasi estrus dilakukan untuk menghasilkan tingkat estrus domba yang seragam dengan kualitas estrus yang baik dan diharapkan dapat menghasilkan anak yang seragam.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui efektifitas respon estrus setelah pemberian hormon prostaglandin F 2α (PGF 2α ) dan progesteron. 2. Mengetahui karakteristik estrus, yaitu onset estrus dan lama estrus dari kelompok perlakuan hormon PGF 2α dan progesteron. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Mampu menyeragamkan waktu estrus. 2. Mempersingkat masa perkawinan hewan sehingga didapatkan kelahiran yang seragam dan mempermudah proses penyapihan anak. 3. Dapat diaplikasikan untuk teknologi reproduksi lainya seperti inseminasi buatan (IB).

TINJAUAN PUSTAKA Profil Domba Garut Domba Garut termasuk salah satu hewan yang merupakan plasma nutfah asal Indonesia. Domba Garut dapat menjadi salah satu penyumbang ketersediaan daging secara nasional sekaligus menjadi identitas ciri khas lokal asal Indonesia (Priatna 2011). Domba ini memiliki keistimewaan yang khas dan merupakan domba laga yang memiliki nilai jual tinggi. Domba Garut merupakan hasil persilangan antara domba lokal yaitu, domba ekor gemuk dan domba Merino yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke-19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut. Bentuk tubuh domba Garut hampir sama dengan domba lokal dan bentuk tanduk yang besar melingkar diturunkan dari domba Merino, tetapi domba Merino tidak memiliki insting beradu (Rizal dan Herdis 2008). Bobot badan domba Garut secara umum dapat mencapai 40 sampai 80 kg. Domba Garut selain memiliki keistimewaan yang khas juga merupakan penghasil daging yang sangat baik dalam upaya meningkatkan produksi ternak domba. Ciri khas domba Garut yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung meruncing dan pendek, dahi sedikit lebar, kepala pendek dengan bentuk sedikit cembung, mata kecil, tanduk besar melingkar ke belakang dan bervariasi (gambar 1). Keistimewaan lainnya adalah badan padat, agresivitasnya tinggi sehingga memiliki temperamen yang indah dan unik. Domba betina tidak bertanduk, daun telinga bervariasi dari yang pendek (rudimenter) sampai yang panjang dan memiliki warna rambut yang beraneka ragam (gambar 2). Domba Garut banyak dijumpai memiliki daun telinga pendek, sedangkan yang memiliki daun telinga panjang dikenal dengan domba bongkor (Rizal dan Herdis 2008).

Gambar 1 Domba Garut jantan Gambar 2 Domba Garut betina Siklus Estrus pada Domba Siklus estrus adalah jarak antara satu estrus dengan estrus berikutnya. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh hormon, yaitu hormon prostaglandin dan progesteron yang dihasilkan oleh hipofise (Cole & Cups 1987). Hormon

reproduksi mempengaruhi perkembangan folikel dalam satu siklus estrus (Gambar 3). Bagian dari siklus estrus yang ditandai dengan keinginan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi dinamakan periode estrus (Toelihere 1977). Periode siklus estrus pada domba sekitar 16-17 hari dan lamanya masa estrus sekitar 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000). Gambar 3 Pekembangan folikel dalam satu siklus estrus pada mamalia Sumber: http://ag.ansc.purdue.edu/nielsen/www245/lecnotes/puberty.html Domba termasuk hewan yang memiliki poliestrus bermusim di negara subtropis karena domba menunjukan estrus hanya pada musim tertentu saja dalam waktu satu tahun. Rangsangan aktivitas reproduksi dipengaruhi oleh cahaya. Panjang siklus estrus berkisar antara 13-19 hari dengan rata-rata 17 hari (Schoenian 2011). Secara garis besar siklus estrus dibagi menjadi dua fase, yaitu fase folikuler dan fase luteal. Fase folikuler terdiri atas fase proestrus dan estrus, sedangkan fase luteal terdiri atas fase metestrus dan diestrus. Proestrus terjadi selama 2-3 hari, estrus berlangsung selama 20-36 jam, sedangkan fase metestrus dan diestrus terjadi selama 12-14 hari (Gambar 4). Ovulasi terjadi secara spontan pada akhir estrus. Sel telur pada satu kali ovulasi dapat diovulasikan dalam jumlah banyak sehingga dimungkinkan satu hewan bisa terjadi kelahiran kembar (Pineda & Dooley 2003).

prostaglandin LH FSH Bload Hormone level oestrus progesteron estrogen luteolysis ovulation oestrus Luteal phase follicular phase Days of Oestrous Cycle Luteal phase Gambar 4 Siklus estrus pada domba Sumber: http://www2.dpi.qld.gov.au/sheep/8173.html (Wilson 2003). Induk domba Garut merupakan salah satu domba prolifik yang hidup di daerah tropis dapat melahirkan 1-5 ekor anak per kelahiran. Menurut Rizal dan Herdis (2008), laju ovulasi domba priangan rata-rata 2,1 (antara 1 dan 5) dengan jumlah anak kelahiran (litter size) rata-rata 1,8 (antara 1 dan 5). Pengamatan lebih jauh didapatkan bahwa sifat beranak banyak secara genetik diatur oleh gen mayor FecJ F (fecundity Javanese). Domba Garut termasuk bangsa domba yang memiliki keunggulan, yaitu lebih cepat mencapai dewasa kelamin (pubertas), dapat kawin dan beranak sepanjang tahun, mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan, tahan terhadap penyakit dan parasit, dan dapat bunting sebanyak tiga kali dalam waktu dua tahun (Rizal & Herdis 2008). Kelebihan lain domba Garut adalah memiliki bobot yang relatif lebih besar dibandingkan dengan domba lokal Indonesia lainya. Domba betina dewasa rata-rata berbobot sekitar 30 sampai 50 kg sedangkan domba jantan dewasa berbobot sekitar 60 sampai 80 kg bahkan dapat mencapai lebih dari 100 kg (Rizal & Herdis 2008).

Sinkronisasi Estrus Sinkronisasi estrus merupakan proses manipulasi reproduksi hewan agar terjadi estrus dan proses ovulasinya pada waktu yang relatif serentak sehingga akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak. Disamping itu, sinkronisasi estrus dapat mengoptimalkan pelaksanaan inseminasi buatan dan meningkatkan fertilitas kelompok (Wenkoff 1986) dan merupakan bagian dari perkembangan teknik reproduksi yang simpel dengan hasil yang cukup baik (Baldassarre & Karatzas 2004). Sinkronisasi estrus pada domba dapat dilakukan dengan menggunakan preparat hormon. Hormon-hormon reproduksi memegang peranan penting dalam inisiasi dan regulasi siklus estrus (berahi), ovulasi, fertilisasi, mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang telah dibuahi, melindungi, mengamankan dan mempertahankan kebuntingan, menginisiasi kelahiran, perkembangan kelenjar susu dan laktasi (Hunter 1995). Preparat hormon yang biasa digunakan diantaranya hormon prostaglandin dan progesteron. Prinsip dari sinkronisasi estrus adalah dengan memperpanjang atau memperpendek daya hidup corpus luteum (CL) pada fase luteal (Hafez & Hafez 2000). Proses memperpendek daya hidup CL dilakukan dengan melisiskan CL misalnya dengan prostaglandin. Lisisnya CL akan diikuti dengan sekresi hormon gonadotropin yang menyebabkan estrus dan timbulnya proses ovulasi (Peters 1986). Memperpanjang daya hidup CL dapat dilakukan dengan pemberian progesteron eksogen yang akan menyebabkan penekanan pembebasan hormon gonadotropin dari hipofise anterior. Penghentian pemberian progesteron eksogen ini akan diikuti dengan pembebasan hormon gonadotropin secara tiba-tiba yang berakibat terjadinya estrus (Wenkoff 1986). Gejala estrus akan disertai dengan ovulasi secara serentak, yaitu sekitar 12 jam setelah akhir estrus (Goel & Agrawal 2003).

Penggunaan Hormon Prostaglandin untuk Sinkronisasi Estrus Hormon prostaglandin dikenal mempunyai dua bentuk, yaitu prostaglandin E (PGE) dan prostaglandin F (PGF) yang memiliki struktur hampir mirip, namun mempunyai pengaruh yang berlawanan pada otot polos dinding pembuluh darah. Prostaglandin E menyebabkan otot berelaksasi sehingga melebarkan pembuluh darah dan mendorong pengikatan oksigen oleh darah. Prostaglandin F memberi sinyal pada otot untuk berkonstraksi sehingga menyempitkan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang melalui paru-paru (Campbell et al. 2004). Hormon PGF 2α bersifat luteolitik, bekerja sebagai vasokonstriktor pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan aliran darah secara drastis menuju CL, dengan demikian terjadi pengurangan aliran darah cukup lama maka akan menyebabkan regresinya CL (Toelihere 1981). Berdasarkan fungsi tersebut hormon PGF 2α mempunyai implikasi pada pelepasan gonadotropin, ovulasi, regresi CL, motilitas uterus, dan motilitas spermatozoa (Djajosoebagio 1990). Beberapa hipotesa tentang bagaimana kerja dari hormon PGF 2α dalam melisiskan CL yaitu (1) PGF 2α langsung berpengaruh terhadap hipofise, (2) PGF 2α menginduksi luteolisis melalui uterus dengan jalan menstimulir kontraksi uterus sehingga dilepaskan luteolisis uterin endogen, (3) PGF 2α bekerja sebagai racun terhadap sel-sel Cl, (4) PGF 2α bersifat antigonadotropin, baik dalam aliran darah maupun reseptor pada CL, dan (5) PGF 2α mempengaruhi aliran darah ke ovarium. (Ismudiono 1982). Penggunaan hormon PGF 2α harus pada fase luteal karena pada fase tersebut terdapat organ target dari PGF 2α, yaitu CL yang terbentuk akibat pematangan dari folikel yang mengalami proses hipertropi, heperplasia, dan migrasi (Sangha et al. 2002). Hormon PGF 2α juga akan berfungsi dengan baik melisiskan CL yang telah berumur lebih dari empat hari. Dalam aplikasinya,

pemberian PGF 2α pada ternak betina dilakukan diatas empat hari setelah betina tersebut memperlihatkan gejala estrus (Rizal & Herdis 2008). Penentuan siklus estrus pada domba secara visual sulit dilakukan karena terjadi sangat singkat, sementara pemberian hormon PGF 2α hanya efektif pada fase luteal. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menghindari tidak berfungsinya hormon PGF 2α pada penyuntikan pertama karena bukan pada fase luteal maka dilakukan pemberian double injection. Pemberian PGF 2α pada teknik double injection dilakukan pada hari ke-12 yang dihitung dari penyuntikan pertama dan dua hari kemudian biasanya menunjukan gejala estrus (Plumb 1999). Penggunaan Hormon Progesteron untuk Sinkronisasi Estrus Progesteron dihasilkan dari CL, plasenta, dan kelenjar adrenal (Hafez & Hafez 2000). Hormon progesteron berfungsi untuk menghalangi sekresi hormon gonadotropin dari hipofise (Pineda & Dooley 2003). Pencegahan pelepasan hormon FSH dan LH dapat mencegah timbulnya estrus sehingga hormon ini berfungsi mengatur siklus estus (Hafez & Hafez 2000). Fungsi lain dari hormon progesteron, yaitu sebagai penstimulir pertumbuhan sistem granuler pada endometrium dan untuk mempertahankan kebuntingan dengan menghasilkan lingkungan endometrial yang sesuai untuk proses perkembangan embrio (Toilehere 1977). Sinkronisasi estrus menggunakan hormon progesteron dalam bentuk CIDR dipasang secara intravaginal selama 12 hari. Progesteron dapat menghambat pelepasan LH, pertumbuhan folikel, estrus, dan ovulasi maka progesteron merupakan preparat yang sering dipakai untuk sinkronisasi estrus (Herdis & Kusuma 2003). Prinsip kerja hormon progesteron dalam sinkronisasi estrus, yaitu mengakibatkan terjadinya umpan balik negatif terhadap sekresi hormon gonadotropin, yaitu FSH dan LH. Penghambatan sekresi gonadotropin tidak

disertai dengan penghambatan sintesisnya sehingga selama implant progesteron CIDR (Controlled Internal Drug Release) berlangsung terjadi penimbunan hormon gonadotropin di hipofise anterior. Pada saat pencabutan implant progesteron CIDR, terjadi penurunan konsentrasi hormon progesteron yang drastis di dalam darah sehingga efek umpan balik negatif menjadi hilang. Hal ini mengakibatkan terjadinya fenomena rebound effect, yaitu disekresikannya hormon gonadotropin dalam jumlah banyak yang disintesis dan ditimbun selama implant progesteron CIDR berlangsung. Hormon gonadotropin ini akan merangsang terjadinya folikulogenesis sehingga terbentuk folikel-folikel matang. Selanjutnya, folikel-folikel matang mensintesis hormon estrogen, kemudian mensekresikanya ke dalam peredaran darah sehingga mengakibatkan hewan betina menjadi estrus yang diekspresikan dengan tanda-tanda gejala estrus (Rizal & Herdis 2008). Implant progesteron CIDR terbuat dari karet silikon, berbentuk huruf Y sehingga tidak mudah lepas dan juga tidak merangsang timbulnya vaginitis. Progesteron yang terkandung di dalamnya (1,9 gram) merupakan progesteron alam yang mudah dideteksi dalam darah dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek sehingga akan menimbulkan respon pembebasan gonadotropin yang lebih nyata (McMillan & Macmillan 1989). Sifat lain yang disukai dari implant progesteron CIDR adalah dapat dipakai berulang-ulang sampai 5 kali dengan fertilitas yang sama karena kandungan progesteronnya yang tinggi (Putro 1990). Progesteron mempunyai beberapa keunggulan untuk sinkronisasi estrus dibandingkan dengan PGF 2α, yaitu mampu meningkatkan fertilitas, dapat digunakan pada hewan yang mengalami inaktivitas ovarium dan sinkronisasinya terjadi lebih serentak (Wenkoff 1986). Selain penggunaan implant progesteron CIDR ada jenis implant lain yang dapat digunakan untuk sinkronisasi estrus, yaitu Repromap sponges Medroxy Progesterone acetate (MPA), Chronogest sponges Fluorgestone acetate (FGA), CIDR B, dan CIDR-G (Schackell 1991; Romano 2004).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 10 Januari 2010 sampai dengan 08 Februari 2010, bertempat di Pusat Pembibitan Domba Kerjasama IPB dan Indocement di Cibinong. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tisu, siring, dan aplikator progesteron. Bahan-bahan yang dipakai untuk penelitian ini adalah hormon prostaglandin (Noroprost ) dan implant progesteron CIDR. Hewan Coba Hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah domba Garut sebanyak 25 ekor. Domba Garut yang digunakan telah memenuhi kriteria, yaitu domba Garut betina sehat, telah berumur minimal satu tahun yang ditandai dengan tanggalnya gigi seri satu (dewasa kelamin), dan tidak sedang bunting (berdasarkan ciri-ciri fisik dan anamnese peternak bahwa domba tersebut belum dikawinkan). Domba yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama 15 ekor domba dilakukan penyuntikan dengan hormon prostaglandin F 2α (PGF 2α ) dan kelompok kedua 10 ekor domba dipasang implant progesteron CIDR. Kedua kelompok dipisahkan pada ruangan yang berbeda dan diberikan tanda yang berbeda dari masing-masing individu untuk memudahkan indentifikasi dalam pengambilan data.

Metode Penelitian - Perlakuan sinkronisasi estrus dengan PGF 2α Hormon PGF 2α disuntikan pada kelompok pertama. Dosis penyuntikan sebanyak 5 mg secara intramuskular dan diulang pada hari ke-12. Teknik penyuntikan dapat dilihat seperti pada bagan berikut: H-1 H-2 H-3 Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 5 Teknik penyuntikan PGF 2α. (H-1) Penyuntikan pertama PGF2α, (H-2) penyuntikan kedua PGF 2α, (H-3) pengamatan gejala estrus tiga kali sehari pada pukul 08.00-11.00, 12.00-15.00, dan 16.00-18.00 selama lima hari. - Perlakuan sinkronisasi estrus dengan progesteron Hormon progesteron yang digunakan pada penelitian ini adalah sediaan implant progesteron CIDR. Implant dipasang dengan cara dimasukkan ke dalam vagina menggunakan aplikator progesteron pada kelompok kedua. Implant dipasang selama 12 hari. Pemasangan implant dapat dilihat pada bagan berikut: H-1 H-2 H-3 Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17-18 Gambar 6 Pemasangan implant progesteron CIDR. (H-1) pemasangan implant CIDR, (H-2) pelepasan implant CIDR., (H-3) pengamatan gejala estrus tiga kali sehari pada pukul 08.00-11.00, 12.00-15.00, dan 16.00-18.00 selama lima hari.

Teknik Pengambilan Data Deteksi estrus dilakukan dengan cara mengamati domba betina yang diam pada saat dinaiki pejantan pengusik, yaitu betina yang sedang berada pada fase estrus (Rohkman et al. 2003). Pengamatan dilakukan tiga kali dalam satu hari, yaitu pukul 08.00 11.00, 12.00 15.00, dan 16.00 18.00 selama lima hari. Pengambilan data meliputi respon estrus, waktu pertama gejala estrus, dan waktu terakhir gejala estrus. Respon estrus adalah perbandingan jumlah domba yang menunjukan gejala estrus dari jumlah perlakuan dikali 100% (Toelihere 1977). Onset estrus adalah jarak waktu setelah penyuntikan kedua atau pencabutan implant sampai waktu pertama gejala estrus (Noor 2001). Lama estrus adalah periode dari timbulnya estrus yang pertama sampai waktu timbulnya estrus terakhir yang teramati (Hafez & Hafez 2000). Data dianalisis menggunakan uji T- test (SPSS 16.0).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar antara 47-96 jam dari penyuntikan kedua PGF 2α dan lama estrus berkisar antara 22-45 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 1. No Umur (ganti gigi seri) Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α 1 * Pengamatan Respon Estrus Hari ke- Onset Estrus (jam, menit) Lama Estrus (jam, menit) (pukul) 2 (pukul) 3 (pukul) 4 (pukul) 5 (pukul) 1 I2 - - 08.32 - - 47.28 < 24 2 I2 - - 08.35 - - 47.25 < 24 3 I2 - - 10.30 - - 49.03 < 24 4 I1 - - 10.53 09.04-49.53 22.49 5 I1 - - 11.28 09.18 08.51 50.28 45.23 6 I2 - - 11.30 - - 50.03 < 24 7 I2 - - 13.05 09.12 08.43 52.05 44.38 8 I1 - - 13.44 - - 52.44 < 24 9 I1 - - - 09.00 08.41 72.00 23.41 10 I1 - - - 09.07 13.31 72.07 28.24 11 I1 - - - 09.14 08.47 72.14 23.33 12 I2 - - - 10.50-73.05 < 24 13 I1 - - - - 09.05 96.05 < 24 14 I2 - - - - - - - 15 I2 - - - - - - - Rata-rata 60.25 31.18 SD 4,22 4.39 Ket: umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan penyentikkan PGF 2α yang kedua pada pukul 09.00. Penyuntikan PGF 2α dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan karena pada penyuntikan pertama domba memiliki fase yang berbeda, dengan disuntikkannya PGF 2α maka domba yang sedang pada fase luteal akan mengalami lisisnya CL dan siklus folikuler dimulai kembali, sedangkan domba yang tidak sedang pada fase luteal penyuntikan pertama tidak berpengaruh karena PGF 2α hanya berfungsi pada fase luteal, jika terjadi estrus pun dimungkinkan domba sudah mendekati fase folikuler. Hormon PGF 2α berfungsi dengan baik melisiskan CL yang berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) atau lima hari

(Plumb 1999). Penyuntikan kedua dengan selang waktu 11 hari karena dengan selang tersebut sudah bisa diperhitungkan bahwa domba berada pada fase luteal maka hormon akan berfungsi melisiskan CL sehingga terjadi estrus secara serentak. Respon estrus sebagian besar (53,3%) terjadi secara serentak pada hari ketiga pengamatan. Empat ekor domba mulai menunjukan gejala estrus pada hari keempat dan satu ekor mulai menujukkan gejala estrus pada hari kelima. Hal tersebut dimungkinkan karena fungsi dari hormon yang digunakan adalah melisiskan CL terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sekresi hormon gonadotropin untuk proses folikulogenesis juga dimungkinkan karena perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Lisisnya CL akan menimbulkan gejala estrus. Hal ini karena CL yang lisis akan memungkinkan sekresinya hormon gonadotropin untuk pertumbuhan folikel. Folikel yang tumbuh diikuti dengan peningkatan hormon estrogen akibat dari pematangan folikel (Hafez & Hafez 2000). Tingginya kadar hormon estrogen dalam darah memungkinkan terjadinya estrus (Rizal & Herdis 2008) yang diekspresikan dengan tanda-tanda estrus. Proses lisisnya CL diakibatkan karena kurangnya aliran darah yang menuju organ tersebut sebagai akibat dari fungsi hormon PGF 2α terhadap pembuluh darah, yaitu sebagai vasokonstriktor (Toelihere 1977). Dengan konstriksinya otot pembuluh darah mengakibatkan aliran darah tidak sempurna terhadap organ reproduksi (ovarium) maka terjadi proses lisisnya CL (Campbell et al. 2004). Terdapat dua domba yang tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya dosis yang diberikan, status individu hewan, penyuntikan tidak pada fase luteal yang tepat, dan tidak terdapat CL dalam ovarium. Menurut Plumb (1999), penyuntikan dosis PGF 2α pada sinkronisasi estrus adalah 8 mg IM pada hari ke lima dari fase luteal dalam siklus estrus.

Onset estrus terjadi rata-rata 60 jam 25 menit setelah penyuntikan kedua PGF 2α. Hasil tersebut masih pada kisaran normal, yaitu domba berada pada fase proestrus selama 2-3 hari atau 24-72 jam (Pineda & Dooley 2003). Onset tercepat adalah 47 jam 25 menit. Hal tersebut dimungkinkan karena ketika penyuntikan hormon PGF 2α pada ovarium terdapat CL yang matang dan juga umur hewan yang cukup tua (Ismail 2009). Menurut Plumb (1999), estrus terjadi dua hari setelah penyuntikan kedua PGF 2α dilakukan. Onset estrus yang terjadi diatas 3 hari dikarenakan mekanisme dari fungsi hormon yang cukup panjang, yaitu melisiskan CL terlebih dahulu baru merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk proses folikulogenesis dan juga dikarenakan perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus paling lama adalah 96 jam 0.5 menit. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan CL dari masing-masing individu berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Perbedaan perkembangan CL akan berpengaruh terhadap fungsi dari hormon PGF 2α, yaitu melisiskan CL yang telah berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) dan menurut Plumb (1999), penyuntikan PGF 2α dilakukan pada hari kelima dari fase luteal. Lamanya estrus terjadi rata-rata selama 31 jam 18 menit. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20-36 jam (Pineda & Dooley 2003). Terdapat tujuh ekor domba yang memiliki waktu estrus kurang dari 24 jam. Menurut Ketutsutawijaya (2010), masa estrus domba biasanya kurang dari 24 jam. Karakteristik Estrus Setelah Perlakuan Progesteron CIDR Hasil penelitian didapatkan bahwa 7 dari 10 ekor domba (70%) menunjukan gejala estrus setelah perlakuan progesteron CIDR. Onset estrus berkisar antara 22-73 jam sedangkan lama estrus berkisar antara 18-72 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2. Respon estrus domba 40% terjadi secara serentak pada hari kedua pengamatan. Waktu estrus yang cukup cepat dikarenakan selama pemasangan

implant progesteron CIDR sintesis hormon gonadotropin tetap terjadi sehingga terjadi penimbunan hormon di hipofise. Keberadaan dari hormon progesteron mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin (Toelihere 1977). Dua ekor domba baru menunjukan gejala estrus pada hari ketiga dan ada satu ekor pada hari keempat. Hal tersebut dimungkinkan karena setelah pelepasan implant masih terdapatnya CL aktif yang merupakan penghasil progesteron (Hafez & Hafez 2000) sehingga berpengaruh terhadap waktu timbulnya gejala estrus yang berbeda-beda. Tiga ekor domba tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena sedang bunting (Semiadi et al. 2003), masih adanya CL aktif, atau jumlah sekresi hormon gonadotropin tidak merangsang proses folikulogenesis sehingga tidak terbentuk folikel yang matang (Hafez & Hafez 2000). Tabel 2 Pengamatan karakteristik estrus kelompok progesteron No Umur Pengamatan Respon Estrus Hari ke- Onset Estrus Lama Estrus 1* 2 3 4 5 (jam, menit) (jam, menit) (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) 1 I2-08.43 09.33 09.03 09.13 22.43 72.30 2 I2-09.06 09.16 08.39-23.06 47.33 3 I1-10.02 09.27 - - 24.02 23.25 4 I2-15.03 09.27 - - 29.03 18.24 5 I1 - - 08.53 09.54-46.53 25.01 6 I2 - - 09.46 08.43-47.46 22.57 7 I1 - - - 11.50 09.06 73.50 22.16 8 I0 - - - - - - - 9 I1 - - - - - - - 10 I1 - - - - - - - Rata-rata 38.00 33.38 SD 7.18 7.48 Ket: umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan pencabutan implant progesteron pada pukul 10.00 Hasil rata-rata onset estrus adalah 38 jam. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 2-3 hari (Pineda & Dooley 2003). Menurut Herdis dan Kusuma (2003), estrus terjadi 31 jam 83 menit setelah pencabutan CIDR. Domba yang menunjukan gejala estrus pertama tidak hanya dihari kedua dan ketiga, tetapi ada satu ekor pada hari keempat. Hal ini dimungkinkan karena status dari masingmasing individu berbeda baik dalam hal jumlah sekresi hormon gonadotropinnya

maupun proses dari folikulogenesisnya, juga dimungkinkan karena kandungan progesteron internal yang dihasilkan CL masih tinggi dalam darah (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus tercepat adalah 22 jam 43 menit. Hal ini dimungkinkan karena selama pemasangan implant terjadi penimbunan hormon gonadotropin sehingga setelah implant dilepas terjadi sekresi dalam jumlah yang banyak maka proses folikulogenesis akan maksimal. Onset estrus domba terlama adalah pada hari keempat (73 jam 50 menit). Hal tersebut dimungkinkan karena hewan masih muda (ganti gigi seri 1) sekitar umur 1 tahun dan juga dimungkinkan masih terdapatnya CL yang aktif. Menurut Ismail (2009), onset estrus dipengaruhi oleh umur hewan dimana hewan muda lebih lambat estrus dibandingkan dengan hewan yang tua. Waktu rata-rata lamanya estrus adalah 33 jam 38 menit. Hasil ini masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20-36 jam (Pineda & Dooley 2003). Pencabutan implant progesteron CIDR akan menurunkan kadar hormon progesteron dalam darah secara drastis dan merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk terjadinya folikulogenesis. Pada proses folikulogenesis disertai dengan produksi hormon estrogen, peningkatan hormon ini akan menimbulkan estrus yang diekpresikan dengan gejala estrus pada domba (Rizal & Herdis 2008). Perbandingan Karakteristik Estrus Kelompok PGF 2α dan Progesteron Perbandingan hasil parameter estrus dari kedua kelompok disajikan pada Tabel 3. Respon estrus pada kelompok PGF 2α lebih banyak dibandingkan dengan kelompok progesteron (86,67% vs 70%). Menurut Lunstra dan Chirtenson (1981), respon estrus dengan pemberian hormon eksogen mencapai 60-100%. Meskipun demikian respon estrus yang diperoleh masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil Suripta et al. (2000), pada penggunaan progesteron dapat mencapai 94,4% yang menggunakan MPA (mendroxy progesterone acetate).

Onset estrus pada penelitian ini lebih cepat pada kelompok progesteron dibandingkan dengan kelompok PGF 2α. Hal tersebut disebabkan karena pada perlakuan implant progesteron CIDR berfungsi sebagai pencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin. Selama pemasangan implant sintesa hormon gonadotropin tetap berlangsung dan terakumulasi di hipofisa anterior (Rizal & Herdis 2008). Ketika implant dilepas maka akan terjadi sekresi hormon gonadotropin dalam jumlah yang banyak dan gejala estrus pun berlangsung lebih cepat. Tabel 3. Perbandingan penggunaan hormon PGF 2α dan hormon progesteron Kriteria Hormon PGF 2α Hormon progesteron Respon Estrus (%) 86,67 70 Onset Estrus (jam) 60.25 ± 4,22 a 38.00 ± 7,18 b Lama Estrus (jam) 31.18 ± 4,39 a 33.38 ± 7,48 a Ket: huruf supersscrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada pengamatan kelompok progesteron gejala estrus sudah terlihat pada hari kedua setelah pencabutan implant sedangkan pada kelompok PGF 2α gejala estrus baru dapat dilihat pada hari ketiga setelah penyuntikan kedua, hal tesebut dikarenakan hormon PGF 2α bekerja melisiskan CL terlebih dahulu untuk merangsang sekresi hormon gonadotropin kemudian diikuti oleh sekresi hormon gonadotropin, sedangkan pada hormon progesteron hanya mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin sehingga terjadi akumulasi hormon selama pemasangan implant (Toilehere 1977). Onset estrus kelompok PGF 2α berbeda nyata dengan kelompok progesteron (60 jam 25 menit vs 38 jam; P< 0,05). Lama estrus pada kelompok progesteron lebih lama dibandingkan dengan kelompok PGF 2α, namun kedua hasil tersebut masih dalam kisaran normal. Hasil kedua kelompok tidak berbeda nyata (33 jam 38 menit vs 31 jam 18 menit; P> 0,05).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Respon estrus pada kelompok PGF 2α lebih banyak dibandingkan dengan kelompok progesteron (86,67% vs 70%). 2. Onset estrus pada kelompok PGF 2α lebih lama dibandingkan dengan kelompok progesteron (60 jam 25 menit vs 38 jam; P< 0,05). 3. Lama estrus pada kelompok PGF 2α lebih pendek dibandingkan dengan kelompok progesteron (31 jam 18 menit vs 33 jam 38 menit; P> 0,05). 4. Kualitas estrus kelompok progesteron lebih baik dibandingkan kelompok PGF 2α. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas estrus yang ditimbulkan untuk dapat diaplikasikan terhadap teknik reproduksi yang lain seperti IB dan TE.

DAFTAR PUSTAKA [anonim]. 2011. Anatomy and physiology of animals. http://ag.ansc.purdue.edu/nielsen/www245/lecnotes/puberty.html. [10 Oktober 2011]. Baldassarre H, Karatzas CN. 2004. Advanced assisted reproduction technologies (ART) in goat. Anim Repr Sci 82: 255 266. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Ed ke-5 jilid III. Jakarta: Erlangga. Cole HH, Cups PT 1987. Reproduction in domestic animals. Ed ke-3. Akademik press NewYork. Djojosoebagio S. 1990. Fisiologi kelenjar endokrin. Volume ke-2. Departemen pendidikan dan kebudayaan. Dirjen. Dikti Pusat antar Universitas Ilmu hayati. IPB. Goel AK, Agrawal KP. 2003. Ovulation in jakhrana goat native to tropical elimates. Small Rumin Res 50: 209 212. Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in farm animal's. Ed ke-7. Philadelphia : Lea and Febigher. Herdis, Kusuma I. 2003. Penggunaan control internal drugs release dan ovalumon dalam sinkronisasi berahi domba garut. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(5): 120-125. Hunter RHF. 1995. Fisiologi dan teknologi reproduksi hewan betina domestik. Bandung: Penerbit ITB. Ismail M. 2009. Onset dan intensitas estrus kambing pada umur yang berbeda. J Agroland 16 (2): 180-186. Ismudiono. 1982. Pengaruh Waktu Inseminasi terhadaap Kebuntingan dan Estrumate (PGF2α) sebagai Penggertak Birahi pada Sapi Perah di Grati. [Thesis]. Bogor: Bagian Pasca Sarjana. IPB. Ketutsutawijaya. 2010. Ciri-ciri domba berahi dan hamil. http://ketutsutawijaya.wordpress.com/2010/04/30/ciri-ciri-domba-birahidan-hamil/. [12 Oktober 2011]. McMillan WH, MacMillan KL. 1989. CIDR-B for managed reproduction in beef cows and heifer. Proc.NZ Soc.Anim 49:85-89.

Noor SM. 2001. Kaji banding penggunaan prostaglandin F 2α (PGF 2α ) antara aplikasi intraovari dan intramuskular pada ternak sapi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Peters AR. 1986. Hormonal control of the bovine oestrus cycle. Br.Vet.J.142: 564-575. Pineda MH, Dooley MP. 2003. Veterinary endocrinology and reproduction. Edisi ke-5. Iowa State: Blackwell Publishing. Plumb DC. 1999. Veterinary drug handbook. Ed ke-3. US:Iowa State University. Priatna R. 2011. Domba garut plasma nutfah Indonesia. Kompas. http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/khas_pk_domba. [25 April 2011]. Putro PP. (1990). The effect of oestrus synchronization on the ovarian function in Cow. Master of Philosophy [thesis]. Australia: School of Veterinary Science. Murdoch University. Murdoch. Western. Rizal M, Herdis. 2008. Inseminasi buatan pada domba. Jakarta: Rineka Cipta. Rokhman, Kurniadhi P, Mahaputra S, Kadiran. 2003. Teknik deteksi estrus domba betina dengan pejantan pengusik. Bul Teknik Pertanian 8: 2. Romano JE. 2004. Synchronization of estrus using CIDR, FGA or MAP intravaginal pessaries during the breeding season in Nubian goats. Small Rumin Res 55: 15 19. Schackell GH. 1991. Tbe timing of oestrus, LH surge and ovulation in ewes following synchronization with MAP sponges, FGA sponges or CIDR's. Proc.NZ Soc.Anim 51:73-77. Schoenian S. 2011. Reproduction in the ewe. http://www.sheep101.info/201/ewerepro.html. [10 Oktober 2011]. Semiadi G, Sumata IK, Syaefudin Y. 2003. Sinkronisasi estrus pada kambing peranakan Etawah menggunakan CIDR-G. Anim Prod 5 (2): 83 86. Sangha GK, Sharma RK, Guraya SS. 2002. Biology of corpus luteum in small ruminants. Small Rumin Res 43: 53 64. Suripta H, Purwono PP, Sugijanto. 2000. Manipulasi estrus pada domba lokal dengan sediaan medroxy progesteron asetat intra-vaginal. Agrosains 13 (3): 345-360. Toelihere MR. 1977. Fisiologi reproduksi pada ternak. Jakarta: UI-Press.

Wenkoof M (1986). Estrus synchronisation in cattle. Di dalam Marrow DA, Editor. Current therapy in theriogenology 2. Philadelpia: W.B. Saunders. Wilson K. 2003. Sheep breeding oestrus, ovulation, fertilitation, and embryo mortality. http://www2.dpi.qld.gov.au/sheep/8173.html. [19 september 2011]. Lunstra DD, Chirtenson RK. 1981. Fertilization and embryonic survival in ewes synchronized with exogenous hormones during the anestrus and etrus seasons. J Anim Sci. 52(2):: 458-466.