PENGARUH KONSUMSI NASI IR-36 DAN NASI MERAH TERHADAP PROFIL KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TIPE 2 DI PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO JAKARTA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN ASUPAN SERAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr.

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK PENGARUH GULA MERAH DIBANDINGKAN DENGAN GULA PASIR TERHADAP PENINGKATAN GLUKOSA DARAH

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

GAMBARAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DAN HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-MEI 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

POLA KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN INDEKS GLIKEMIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi orang dengan diabetes diduga akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko

Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

Iswidhani¹, Suhaema¹ ABSTRAK

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA LAKI-LAKI DEWASA NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

EFFECT OF USE OF DIET DIARY TO BLOOD GLUCOSE LEVEL OF PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS (DM) TYPE 2 AT BERBAH HEALTH CENTER DISTRICT OF SLEMAN

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT BUDI AGUNG JUWANA PERIODE JANUARI DESEMBER 2015

Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah


PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat menjadi komplikasi metabolik

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL


ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

PERBEDAAN POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI ANTARA REMAJA DENGAN ORANG TUA DIABETES MELITUS (DM) DAN NON DM

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

Transkripsi:

PENGARUH KONSUMSI NASI IR-36 DAN NASI MERAH TERHADAP PROFIL KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TIPE 2 DI PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO JAKARTA TIMUR Lutfi Rensiansi 1 dan Sri Iwaningsih 2 1 RS Khusus Paru Firdaus, Jakarta Utara 2 Persatuan Ahli Gizi Indonesia Email: lutfiren@gmail.com ABSTRAK Diabetes merupakan penyakit kronik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia sebagai akibat dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Seseorang yang sudah terkena diabetes tipe 2 harus dapat melakukan kontrol glikemik untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi serius yang dapat berakhir dengan kematian. Kontrol glikemik dapat dilakukan melalui pengaturan makan. Nasi IR-36 dan nasi merah memiliki nilai indeks glikemik lebih rendah sehingga dapat membantu dalam mencapai kontrol glikemik, namun sayangnya belum ada penelitian yang membuktikan hal tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi nasi IR-36 dan nasi merah terhadap profil gula darah penyandang penyakit diabetes. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan dua kelompok perlakuan yaitu kelompok nasi IR36 dan nasi merah yang masing-masing kelompok terdapat 16 orang responden. Perekrutan responden dilakukan secara accidental saat diadakan Prolanis di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Uji statistik McNemar pada keseluruhan responden menunjukkan terdapat perbedaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam post-prandial. Uji-T tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam post-prandial pada kelompok nasi IR-36 dan nasi merah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini nasi IR-36 dan nasi merah tidak memengaruhi profil kadar gula darah pasien diabetes tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Kata kunci: Diabetes, Kontrol glikemik, Profil glikemik, Nasi merah, IR-36 ABSTRACT Diabetes seen as chronical disease which characterised by hyperglicemia as the consequent of insulin secretional disruption, work of insulin, even both. Suspect of type 2 was emphasized to had glycemical contol as to prevented more serious disease which possibly ended up on mortality. Glicemical control could be conducted through meal control. IR-36 and red rice posessing potential as assistance to approached glicemical control, but yet there was no recent research in showcasing the issue. Therefore, the goal of this research was to find out the influenced by consuming IR-36 and red rice on sugar blood s profile of diabetes Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016 41

suspect. This was an experimental study that consisted of two different treatments on IR-36 group and red rice group. Each group consisting of 16 respondents. Respondent s recruitment conducted accidentally at Prolanis event in Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. McNemar statistical test to all respondents showed that there was difference between fastingsugar blood and 2 hour post prandial-sugar blood. On other side, impairable T-test showed that there was no difference between fasting-sugar blood and 2 hour post prandial-sugar blood on IR-36 subject and red rice subject. Conclusion of this study was no association between consumed both IR-36 and red rice with glycemic profile of patient with type 2 diabetes. Keywords: Diabetes, Glycemic control, Glycemic profile, Red rice, IR-36 PENDAHULUAN Dalam keadaan normal, tubuh dapat mengubah glukosa menjadi energi. Tetapi, hal tersebut tidak berlangsung sebagaimana mestinya pada penyandang diabetes (American Diabetes Association, 2009). Diabetes tipe 2 sering kali disebut sebagai The Mother of Disease karena diabetes tipe 2 yang tidak teratasi dengan tepat dapat menyebabkan berbagai komplikasi, baik bersifat akut maupun kronik, sehingga menyebabkan kerusakan fungsi berbagai organ tubuh dan berakhir dengan kematian (Perkeni, 2011). Untuk mencegah berbagai komplikasi tersebut, perlu dilakukan tatalaksana diet diabetes tipe 2. Salah satu tatalaksananya adalah memperbaiki kontrol gula darah senormal mungkin (Perkeni, 2011) melalui pengaturan makan, dengan jenis makanan tinggi serat, memiliki Indeks Glikemik (IG) rendah serta cukup zat gizi makro dan mikro (Ramayulis, 2013). Nasi merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Indonesia. Tetapi sayangnya penyandang diabetes sering kali membatasi konsumsi nasi karena dianggap sebagai pangan hiperglikemik, padahal nasi memiliki kisaran glikemik yang luas. Penyandang diabetes masih dapat mengonsumsi beberapa jenis nasi yang memiliki kisaran IG rendah hingga sedang, seperti nasi dari beras varietas IR-36 dan nasi merah. Namun, sayangnya di Indonesia sendiri belum ada penelitian yang membuktikan bahwa mengonsumsi nasi dari beras IR-36 dan nasi merah dapat memperbaiki kontrol gula darah penyandang diabetes tipe 2. SUBJEK DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2015 di Jakarta Timur menggunakan desain 42 Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016

penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu. Subjek merupakan pasien diabetes tipe 2 di Puskesmas Pasar Rebo, sejumlah 32 orang. Pemilihan sampel dilakukan secara accidental, dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau bertemu dengan peneliti. Kemudian dari total sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 16 orang untuk kelompok nasi IR-36 dan 16 orang untuk kelompok nasi merah. Data primer diperoleh melalui pemeriksaan spesimen darah plasma vena untuk pemeriksaan kadar gula darah puasa dan gula darah 2 jam post-prandial. Pada saat dilakukan perekrutan, sampel yang bersedia menjadi responden diambil gula darahnya sebagai pemeriksaan gula darah sebelum intervensi. Kemudian setiap responden diberikan nasi IR-36 dan nasi merah dalam bentuk bahan mentah untuk dikonsumsi dirumah selama masa intervensi. Responden juga diberikan penjelasan oleh para enumerator mengenai cara memasak dan jumlah porsi nasi tersebut, besar ukuran rumah tangga, serta aktivitas apa saja yang harus dilakukan dan dihindari selama masa intervensi. Responden juga diminta untuk menuliskan sisa konsumsi makanan dalam lembar isian dalam ukuran rumah tangga. Pada hari akhir penelitian, seluruh responden diminta untuk datang ke Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo untuk melakukan tes gula darah kedua. HASIL Gambaran umum profil gula darah responden Sebelum dilakukan intervensi, kadar gula darah puasa 68,8% dari total responden terukur tidak normal. Sedangkan, proporsi kadar gula darah 2 jam post-prandial yang tidak normal adalah 62,5% dari total responden. Jumlah responden yang memiliki kadar gula darah puasa tidak normal, mengalami penurunan pada setelah dilakukan intervensi, baik kelompok nasi I-36 maupun nasi merah. Hal serupa juga terjadi pada kadar gula darah 2 jam post-prandial. Jumlah responden yang memiliki kadar gula darah 2 jam post-prandial tidak normal, cendrung berkurang pada saat post-intervensi, baik pada kelompok nasi I-36 maupun nasi merah. Secara lebih lengkap, data mengenai hal tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016 43

2-jam Post Prandial Tabel 1. Sebaran responden berdasarkan kadar gula darah Puasa Preintervensintervensi Post- Preintervensi Profil Glikemik Postintervensi n % n % n % n % Keseluruhan Normal 10 31,2 21 65,6 12 37,5 20 62,5 Tidak Normal 22 68,8 11 32,4 20 62,5 12 37,5 Kelompok Nasi IR- 36 Normal 4 25,0 12 75,0 4 25,0 10 62,5 Tidak Normal 12 75,0 4 25,0 12 75,0 6 37,5 Kelompok Nasi Merah Normal Tidak Normal 6 10 37,5 62,5 9 7 56,2 43,8 8 8 50,0 50,0 10 6 62,5 37,5 Perbedaan nilai laboratorium gula darah puasa pre-intervensi dan postintervensi Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah puasa post-intervensi dan preintervensi dengan kategori normal sebanyak 80%. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah puasa post-intervensi dengan kategori normal dan pre-intervensi tidak normal sebanyak 59,09%. Uji statistik menunjukkan bahwa nilai laboratorium kadar gula darah puasa pada pre-intervensi dan postintervensi berbeda secara nyata (p<0,05). Pada kelompok intervensi nasi IR-36, seluruh responden yang memiliki nilai gula darah normal sebelum intervensi, juga memiliki nilai gula darah yang normal setelah intervensi. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah puasa post-intervensi berkategori normal dan pre-intervensi berkategori tidak normal sebanyak 66,7%. Perbedaan nilai laboratorium kadar gula darah puasa pre-intervensi dan post-intervensi pada kelompok nasi IR-36 berbeda nyata secara statistik (p<0,05). Sedangkan pada kelompok intervensi beras merah, sebanyak 50% responden yang memiliki nilai gula darah normal sebelum intervensi, nilai gula darahnya menjadi tidak normal. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah puasa post-intervensi dan pre-intervensi berkategori normal sebanyak 66,7%. 44 Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai laboratorium kadar gula darah puasa pre-intervensi dan post-intervensi pada kelompok nasi merah (p>0,05). Perbedaan nilai laboratorium gula darah 2 jam postprandial preintervensi dan postintervensi Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah 2 jam post-prandial post-intervensi dan pre-intervensi berkategori normal sebanyak 83,33%. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah 2 jam post-prandial postintervensi berkategori normal dan preintervensi berkategori tidak normal sebanyak 50%. Hasil uji statistik diperoleh p<0,05 sehingga secara statistik terdapat perbedaan nilai laboratorium kadar gula darah 2 jam postprandial preintervensi dan postintervensi tanpa memandang kelompok perlakuan. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah 2 jam post-prandial post-intervensi dan pre-intervensi berkategori normal sebanyak 75%. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah 2 jam post-prandial postintervensi berkategori normal dan pre-intervensi berkategori tidak normal sebanyak 58%. Hasil uji statistik diperoleh p>0,05 sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan nilai laboratorium kadar gula darah 2 jam postprandial preintervensi dan postintervensi pada kelompok nasi IR-36. Proporsi responden yang memiliki nilai gula darah 2 jam postprandial postintervensi dan preintervensi berkategori normal sebanyak 87,5%. Proporsi responden yang memiliki nilai laboratorium gula darah 2 jam post-prandial postintervensi berkategori normal dan preintervensi berkategori tidak normal sebanyak 37,5%. Hasil uji statistik diperoleh p>0,05 sehingga secara statistik tidak terdapat perbedaan nilai laboratorium kadar gula darah 2 jam post-prandial preintervensi dan postintervensi pada kelompok nasi merah. Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016 45

Tabel 2. Perbedaan nilai laboratorium gula darah puasa pre- dan postintervensi Preintervensi Normal Post-intevensi Tidak normal Total n % N % n % Gula darah puasa Keseluruhan Normal 8 80,0 2 20,0 10 100 Tidak normal 13 59,1 9 40,9 22 100 Kelompok IR-36 Normal 4 100,0 0 0,0 4 100 Tidak normal 8 66,7 4 33,3 12 100 Kelompok nasi merah Normal 4 66,7 2 33,3 6 100 Tidak normal 5 50,0 5 50,0 10 100 p 0,007 0,004 0,453 Gula darah 2 jam postprandial Keseluruhan Normal 10 83,3 2 16,7 12 100 Tidak normal 10 50,0 10 50,0 20 100 Kelompok IR-36 Normal 3 75,0 1 25,0 4 100 Tidak normal 7 58,0 5 42,0 12 100 Kelompok nasi merah Normal 7 87,5 1 12,5 8 100 Tidak normal 3 37,5 5 62,5 8 100 0,039 0,070 0,625 DISKUSI Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ikut meningkat sesuai dengan peningkatan angka prevalensi obesitas dan kelebihan berat badan. perempuan dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk terkena diabetes. Akan tetapi, dilihat dari segi faktor risiko, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki untuk terkena diabetes. Hal ini dikarenakan pada saat sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome) dan pascamenopouse berlangsung distribusi lemak tubuh jadi mudah untuk terakumulasi akibat proses hormonal, sehingga perempuan lebih mudah mengalami peningkatan IMT (Irawan, 2010). Hal ini juga menjelaskan mengapa proporsi responden yang mengalami kelebihan 46 Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016

berat badan didominasi oleh perempuan. Kontrol glikemik merupakan tujuan dari tatalaksana gizi maupun medis bagi penyandang diabetes. Sebab dengan kontrol glikemik penyandang diabetes dapat terhindar dari berbagai macam komplikasi baik yang bersifat akut maupun kronik. Indikator yang paling sering digunakan dalam monitoring dan evaluasi kontrol glikemik penyandang diabetes adalah gula darah puasa dan gula darah 2 jam postprandial. Diet merupakan faktor yang berperan penting dalam penatalaksanaan gizi penyandang diabetes, sebab gula darah puasa maupun gula darah 2 jam post-prandial sama-sama dapat dengan mudah berubah sesuai dengan tingkat kepatuhan penyandang diabetes dalam menjalankan dietnya. Tidak hanya itu gula darah puasa dan gula darah 2 jam postprandial juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti jenis konsumsi obat-obatan penekan gula darah, aktifitas fisik, dan jumlah energi yang diasup. Hasil uji McNemar menunjukkan terdapat perbedaan gula darah puasa sebelum dan sesudah intervensi yang bermakna pada kelompok nasi IR-36. Namun, hasil uji McNemar menunjukkan hasil yang berbeda pada kelompok nasi merah yaitu, tidak terdapat perbedaan gula darah puasa sebelum dan sesudah intervensi yang bermakna. Hal ini diduga karena jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti hanya berjumlah 16 responden pada setiap kelompok, sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus estimasi jumlah sampel, jumlah sampel yang seharusnya digunakan berjumlah 20 orang pada tiap kelompok. Tetapi secara absolut terdapat penurunan rerata gula darah puasa maupun gula darah 2 jam postprandial. Rerata penurunan gula darah puasa setelah intervensi nasi IR- 36 adalah 30,76 mg/dl, rerata penurunan gula darah 2 jam postprandial setelah intervensi nasi IR-36 adalah 40,94 mg/dl. Kemudian rerata penurunan gula darah puasa setelah intervensi nasi merah adalah 31,31 mg/dl, rerata penurunan gula darah 2 jam post-prandial setelah intervensi nasi merah adalah 18,12 mg/dl. Jika dinilai berdasarkan frekuensi responden, diperoleh bahwa frekuensi responden yang memiliki gula darah 2 jam postprandial tidak normal saat preintervensi mengalami penurunan pada saat postintervensi yaitu, yang mulanya terdapat 75% responden memiliki kadar gula darah 2 jam postprandial tidak normal menjadi 37,5% responden pada kelompok nasi IR-36, begitu juga pada Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016 47

kelompok nasi merah saat preintervensi terdapat 50% responden memiliki kadar gula darah 2 jam postprandial tidak normal kemudian menjadi 37,5% responden saat postintervensi. Beberapa penelitian tentang diet rendah indeks glikemik menunjukkan hasil yang kontroversial. Contohnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Solomon et al. (2010) yang menemukan bahwa mengonsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar gula darah. Pada prinsipnya, respon gula darah sebanding dengan respon insulin (Purwani, et al. 2007). Namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya ketidakkonsistenan antara respon gula darah dengan respon insulin (Osman, et al. 2011), ditambah lagi kontrol glikemik dapat dicapai tidak semata-mata hanya karena mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik yang berbeda (Franz, 2003). Jika ditelaah kembali kepada total konsumsi nasi IR-36 dan nasi merah, ternyata terdapat 12,5% reponden kelompok nasi merah yang tidak dapat menghabiskan nasi merah hingga batas minimun yang telah ditentukan. Berbeda dengan kelompok nasi IR-36, pada kelompok ini hanya terdapat 6,2% reponden saja yang tidak dapat menghabiskan nasi IR-36 hingga mencapai 80% bagian. Artinya gula darah juga sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi makanan dan asupan energi, itu lah sebabnya dalam penelitian ini, peneliti sudah mengkondisikan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak dengan persentase pembagian yang serupa sesuai dengan kebutuhan energi setiap responden. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri dan Wirawanni (2014), konsumsi karbohidrat berhubungan bermakna dengan kadar glukosa darah puasa (r=0,64 dan p=0,00), ia juga mengemukakan bahwa konsumsi total energi berhubungan bermakna dengan kadar glukosa darah puasa (r=0,54 dan p=0,00). Namun, jika ditelaah lebih lanjut, seluruh responden yang memiliki kadar gula darah 2 jam postprandial berkategori tidak normal, baik itu kelompok nasi IR-36 maupun nasi merah dapat mengasup energi, karbohidrat, protein, dan lemak hingga mencapai lebih dari sama dengan 80%. Ini artinya terdapat faktor eksternal lain yang dapat menjadi penyebab mengapa kadar gula darah 2 jam postprandial pada responden tersebut tetap berkategori tidak normal meskipun setelah intervensi dengan makanan yang memiliki rendah indeks glikemik serta setelah mengkondisikan komposisi 48 Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016

karbohidrat, protein, dan lemak sesuai kebutuhan energi pada masingmasing responden agar setiap responden dapat mencapai kebutuhan energinya. Mengingat bahwa responden memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, karakteristik ini lah yang merupakan faktor eksternal tersebut. Seperti usia dan jenis kelamin, karena seseorang yang berusia 35 tahun atau lebih memiliki risiko 4,5 kali untuk mengalami hiperglikemia postprandial dibandingkan dengan seseorang yang berusia kurang dari 35 tahun. Demikian pula jenis kelamin. Perempuan memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami hiperglikemia postprandial dibandingkan dengan laki-laki (Mihardja, 2009). Pada kenyataanya, pada kelompok nasi IR- 36 responden yang memiliki kadar gula darah 2 jam post-prandial berkategori tidak normal didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 83,3% dan seluruhnya berusia 35 tahun atau lebih. Begitu pula pada kelompok nasi merah, bahkan kelompok ini seluruh responden yang memiliki kadar gula darah 2 jam postprandial berkategori tidak normal adalah perempuan berusia lebih dari sama dengan 35 tahun. RUJUKAN American Diabetes Association ADA). (2009). Taking care of type 2 diabetes. 13 October,2015.http://professional 2.diabetes.org/admin/UserFiles/C MR/Taking%20Care%20of%20T 2D.pdf Franz, et al. (2003). Evolution of diabetes medical therapy. Postgraduate Med J, 79:30. I, FR. & Wirawanni Y. (2014). Hubungan konsumsi karbohidrat, konsumsi total energi, konsumsi serat, beban glikemik dan latihan jasmani dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. J of Nutr Health, 2(3):1:27. Irawan, Dedy. 2010. Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di daerah urban indonesia (Analisa data sekunder Riskesdas 2007). Tesis, Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jelantik, IGMG. & Haryati E. (2014). Hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016 49

wilayah kerja Puskesmas Mataram. Media Bina Ilmiah, 8(1):39-44. Meng-Hsueh, L., Ming-Chang, W. Shin, L., & Jenshinn, L. (2010). Glycemic index, glycemic load, and insulinemic index of chinese starchy foods. World J Gastroenterol, 16(39):4973 4979. Mihardja, L. (2009, September). Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus di perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(9):418-424. Osman, E. & Bjoorck. (2001). Inconsistency between glycemic and insulinemic responses to regular and fermented milk product. Am J Clin Nutr, 74:76-100. Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB. PERKENI. Purwani, EY., Yuliani, S., Indrasari, SD., Nugraha, S., & Thahir, R. (2007). Sifat fisiko-kimia beras dan indeks glikemiknya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 28(1):59-66. Ramayulis, R. (2013). Makanan sehat atasi berbagai penyakit asam urat, diabetes mellitus, kolesterol, dan hipertensi. Jakarta: Penebar Swadaya Grup. Solomon TP., Haus JM., Kelly KR., Cook MD., Filion J., Rocco M., et al. (2010). A lowglycemic index diet combined with exercise reduce insulin resistance, postprandial hyperinsulinemia, and glucose-dependent insulinotropic polypeptide responses in obese, prediabetic humans. Am J Clin Nutr, 91:1359 68. Soetiarti, F., Roselinda, & Suhardi. (2010). Hubungan diabetes mellitus dengan obesitas berdasarkan indeks masa tubuh dan lingkar pinggang data Riskesdas 2007. Buletin Penelitian Kesehatan, 38(1):36-42. Wicaksono, Radio Putro. 2011. Faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 studi kasus di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi. Artikel Hasil Penelitian Karya Tulis Ilmiah, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 50 Volume 1, Nomor 1, Januari Juni 2016