Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

dokumen-dokumen yang mirip
Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan

Matakuliah : CB142 Tahun : 2008

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Etika dan Filsafat Lingkungan Hidup Lokakarya Peradilan dalam Penanganan Hukum Keanekaragaman Hayati. A.Sonny Keraf Jakarta, 12 Januari 2015

ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V)

ETIKA LINGKUNGAN. Dosen: Dr. Tien Aminatun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih

BAGAIMANA MENGAJARKAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

ETIKA DAN LINGKUNGAN

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Modul pertama Ekologi Manusia dan Alam Semesta, Modul ke-dua Bumi dan Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PARADIGMA DAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ETIKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Abdul Mukti, NIM , Fakultas Pertanian Unpar. Abstract

KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Ekonomi Sumberdaya Alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raden Roby Maulidan, 2014 Kesiapan Warga Kampus UPI Menuju ECO-Campus

BAB I PENDAHULUAN. penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kiamatnya dunia jika tanda-tanda bahaya peradaban seperti krisis ekologi tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Cara pandang, sikap, dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

TINJAUAN MATA KULIAH...

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM MEMBENTUK PERILAKU LINGKUNGAN BERTANGGUNG JAWAB

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

PB 3. Pembangunan berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

KULIAH 3. ETIKA LINGKUNGAN : Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PARADIGMA & PERSPEKTIF EKOLOGI (Kuliah III)

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

MENGGUGAH PARTISIPASI GENDER DI LINGKUNGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Green Constitution Sebagai Upaya Untuk Menguatkan Norma Lingkungan Hidup Oleh: Meirina Fajarwati *

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Transkripsi:

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. 1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan deep ecology? 2. Bagaimana menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apa peran pemerintah dalam konsep deep ecology? DEEP ECOLOGY Deep Ecology merupakan salah satu pendekatan dalam memandang isu lingkungan. Konsep ini di kemukakan oleh Naess, ia mengemukakan dengan istilah Ecosophy. Secara gramatikal Ecosophy terdiri dari 2 suku kata yaitu Eco yang berarti rumah tangga dan Sophy yang berarti kearifan. Secara harfiah Ecosophy dapat diartikan sebagai kearifan mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Kearifan ini menjelma sebagai suatu pola hidup atau gaya hidup (way of life). Sehingga mereka yang menganut pendekatan ini mereka selalu hidup selaras dengan lingkungan sekitarnya. Mereka akan merawat atau menjaga lingkungan seperti mereka menjaga dan merawat rumah tangganya. Sehingga manusia tidak lagi dilihat dalam suatu kesatuan yang terpisah, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling berhubungan. Pendekatan Deep Ecology ini menekankan pada tidak hanya sekedar teori semata namun juga bergerak pada tataran praksis. Arne Naess sangat menekankan perubahan gaya hidup karena melihat krisis ekologi yang dialami saat ini semua berakar pada perilaku manusia, seperti pola produksi dan konsumsi yang sangat eksesif dan tidak ekologis, semua teknologi yang ditemukan oleh manusia cenderung untuk merusak lingkungan baik secara langsung maupun tidak. Konsekuensi dari pendapat Naess ini harus ada perubahan mendasar dari perilaku manusia yang pada awalnya melihat lingkungan sebagai obyek, sehingga lingkungan dilihat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia kurang bahkan hampir tidak menganggap lingkungan sebagai mitra sejajar manusia. Seharusnya lingkungan berkedudukan sejajar dengan manusia, manusia dan lingkungan saling tergantung dan saling mengisi. Deep Ecology dari Arne Naess ini harus dilihat sebagai latar belakang kritiknya terhadap antroposentrisme atau lebih luas dikenal sebagai shallow ecological movement yang memusatkan perhatian pada bagaimana mengatasi masalah pencemaran dan pengrusakan sumber daya alam. Salah satu pilar utama dari shallow ecological movement adalah asumsi bahwa krisis lingkungan merupakan persoalan teknis, yang tidak membutuhkan perubahan dalam kesadaran manusia dan sistem ekonomi. Shallow ecological movement lebih cenderung mengatasi gejala-gejala dari sebuha isu lingkungan bukan akar permasalahan atau sebab utama dampak, termasuk faktor manusia dan sosial yang lupa untuk diperhatikan. Terdapat beberapa prinsip dalam Deep Ecology sebagai suatu gerakan lingkungan, diantaranya: 1. Prinsip biospheric egalitarianism in principle, yaitu pengakuan bahwa semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu

keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Bagi Naess hak semua bentuk kehidupan untuk hidup adalah sebuah hak universal yang tiddak bisa diabaikan. 2. Prinsip Non Antroposentrisme, yaitu manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari alam. Manusia tidak dilihat sebagai penguasa dari alam semesta, tetapi sama statusnya sebagai ciptaan Tuhan.Deep Ecology melihat bahwa manusia tergantung pada lingkungan (perspektif bioregional) 3. Manusia berpartisipasi dengan alam, sejalan dengan kearifan prinsip-prinsip ekologis. Hal ini mengarahkan bahwa manusia harus mengakui keberlangsungan hidupnya dan spesies lainnya tergantung dari kepatuhan pada prinsip-prinsip ekologis. Disini sikap dominasi digantikan dengan sikap hormat kepada alam. 4. Prinsip Realisasi Diri (Self-Realization), manusia merealisasikan dirinya dengan mengembangkan potensi diri. Hanya melalui itu manusia dapat mempertahankan hidupnya. Bagi Naess realisasi diri manusia beralngsung dalam komunitas ekologis. Pada pendekatan Deep Ecology adanya pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman dan kompleksitas ekologis dalam suatu hubungan simbiosis. Hubungan simbiosis ini mengarahkan bahwa hidup secara bersama dan saling menggantungkan, sehingga keberadaan yang satu menunjang keberadaan yang lain. Deep Ecology dan Kebijakan pembangunan di Indonesia. Menurut Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2004-2009 dinyatakan arah kebijakan yang akan ditempuh meliputi perbaikan manajemen dan system pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi manfaat ekonomi dari sumber daya alam termasuk jasa lingkungannya, pengembangan peraturan perundangan lingkungan, penegakan hukum, rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam, dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup dengan memperhatikan kesetaraan gender. Melalui kebijakan ini diharapkan sumber daya alam tetap dapat mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan agar kelak dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Tetapi pada kenyataannya, pembangunan yang dilakukan masih lebih memperhatikan aspek ekonomi, yang oleh karenanya terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di Indonesia. Hutan Indonesia yang merupakan asset internasional habis dijarah oleh pelaku-pelaku illegal logging, sementara bahan energi mineral digali habis-habisan sehingga meninggalkan lubang-lubang besar di bumi Indonesia. Peruntukan lahan yang tidak sesuai menyebabkan berbagai ekosistem berubah dan keanekaragaman hayati terancam punah. Pembangunan fisik yang terus menerus dilakukan tidak diimbangi dengan usaha konservasi yang memadai. Selain itu tidak ditanganinya dengan serius sektor-sektor pertanian dan perikanan yang merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar penduduk Indonesia, menyebabkan kemiskinan terjadi dimana-mana. Bahkan Negara

yang mempunyai sumber daya alam berlimpah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, sehingga penduduk di beberapa tempat kelaparan karena tidak mampu membeli bahan pangan yang harganya melambung tinggi. Kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo dan Banjir Besar yang kembali terulang di ibukota Jakarta, merupakan contoh bencana alam yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Sementara masyarakat menuntut tindakan yang tegas, pemerintah masih sibuk mempertahankan ego masing-masing dan saling melemparkan tanggung jawab. Berbagai bencana yang timbul karena kesalahan manusia, belum mampu menyadarkan pemerintah untuk melakukan dengan sebenar-benarnya pembangunan berkelanjutan. Sementara itu masuknya pendidikan lingkungan sebagai muatan lokal pada kurikulum pendidikan di beberapa daerah merupakan satu langkah maju untuk membangkitkan kembali kesadaran akan kaitan manusia dengan lingkungan. Pendidikan ini diharapkan mampu memberikan kesadaran lingkungan sedari dini. Sementara untuk merubah perilaku manusia yang telah terlanjur terbentuk diperlukan ketegasan aparat dalam menegakan aturan yang ada. Hal ini dikarenakan perubahan perilaku yang sudah mengakar hanya bisa dilakukan secara paksa melalui aturan-aturan dengan sanksi yang tegas. Apabila dikaitkan dengan deep ecology, kondisi di Indonesia baru mencapai kesadaran, tetapi kesadaran ini belum mewujud pada tindakan. Sehingga sebagian ahli mengatakan bahwa konsep yang digunakan di Indonesia adalah shallow deep ecology. Hal ini bisa dipahami karena merubah pola pikir dan cara pandang suatu masyarakat bukanlah suatu proses yang mudah dan cepat. Masykuri dalam aritkelnya ETIKA LINGKUNGAN: Solusi Menghadapi Mentalitas Frontier menyatakan bahwa akar dari banyak permasalahan lingkungan adalah bersumber dari adanya mentalitas Frontier yang cukup mengakar dalam peradaban manusia, bahkan masih tetap terasakan sampai sekarang ini. Mentalitas Frontier (Frontier Mentality) adalah mentalitas dasar atau etika yang ditandai oleh tiga konsep ajaran dasar, (Chiras, 1985, hal. 435) yaitu : 1. Bahwa dunia sebagai penyedia sumber daya yang tak terbatas untuk digunakan oleh manusia, dan tidak perlu berbagi dengan segala bentuk kehidupan lain yang memerlukannya. Dengan kata lain segala sesuatunya senantiasa tetap tersedia terus dan itu semua untuk kita manusia. Sebagian dari konsep ini, juga terdapat anggapan bahwa bumi ini memiliki kapasitas yang tidak terbatas untuk menerima dan mengolah pencemaran. 2. Bahwa manusia itu terpisah dari alam dan bukan merupakan bagian dari alam itu sendiri.

3. Bahwa alam dilihat sebagai sesuatu yang harus ditundukkan. Teknologi adalah alat ampuh bagi manusia untuk menundukkan alam, dan juga merupakan jawaban bagi banyak permasalahan konflik antara masyarakat manusia dengan alam. Mentalitas frontier ini telah menguasai jalan pikiran dan perilaku manusia cukup lama, bahkan tetap mendominasi pola pikir atau paradigma masyarakat modern dewasa ini bukan hanya dalam melihat problema lingkungan, tetapi juga dalam upaya memecahkan masalah lingkungan. Mentalitas frontier ini sangat kuat mempengaruhi pola pikir, pengambilan keputusan, tujuan dan harapan individu maupun masyarakat, bahkan sebagai dasar pembenaran setiap tindakan kita. Secara lebih rinci mentalitas Frontier ini menegaskan pemahamannya bahwa : a. Bumi adalah bank sumber daya yang tak terbatas. b. Bila persediaan sumber daya habis, kita pindah ke tempat lain. c. Hidup akan semakin baik bila kita terus dapat menambahkan kesejahteraan material kita. d. Harga yang harus dibayar untuk setiap usaha adalah penggunaan materi, energi dan tenaga kerja. Ekonomi pada dasarnya adalah ketiga hal tersebut. e. Alam adalah untuk ditundukkan. f. Hukum dan teknologi baru akan memecahkan masalah lingkungan yang kita hadapi. g. Kita lebih tinggi dari pada alam, kita terpisah dari alam dan superior terhadap alam. h. Limbah adalah sesuatu yang harus diterima dari setiap usaha manusia. Menurut Masykuri etika yang harus digunakan masyarakat modern saat ini adalah Etika Keberlanjutan (sustainable ethics) yang dikemukakan oleh Chiras (1985: 435) yang memiliki anggapan dasar bahwa : 1. Bumi merupakan sumber persediaan yang memiliki batas. 2. Mendaur-ulang dan menggunakan sumber daya yang dapat diganti akan mencegah terjadinya kehabisan persediaan sumber daya. 3. Nilai hidup tidak di ukur dari besarnya uang kita di bank. 4. Harga setiap usaha, bukan hanya penggunaan energi, tenaga kerja dan materi tetapi harga eksternal, seperti : kerusakan lingkungan dan kemerosotan derajat kesehatan manusia harus juga diperhitungkan. 5. Kita harus memahami dan bekerja sama dengan alam. 6. Usaha-usaha individu dalam mengatasi masalah yang sangat menekan harus dibarengi dengan hukum yang kuat serta teknologi yang tepat.

7. Kita adalah bagian dari alam, kita dikuasai oleh hukum alam, oleh karena itu harus menghormati komponen hukum-hukum tersebut. Kita tidak lebih hebat dari alam. 8. Limbah adalah tidak dapat ditoleran, sehingga setiap limbah harus punya nilai guna. Daftar Acuan Naess, Arne.1993.Ecology, Community and Lifestyle, Outline of an Ecoshophy. Trans. By David Rothenberg. Cambridge: Cambridge University Press.