BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan. yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja andal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rahasia lagi bahwa tanpa krisis keuangan global (global financial crisis), global (Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Tingkat pengangguran terbuka penduduk usia 15 tahun ke atas menurut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. orang tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. seamkin baik pula kualitas sumber daya manusianya.

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditentukan oleh pendidikan bangsa itu sendiri (Sudirman, 2012).

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks.

I. PENDAHULUAN. Teknologi (IPTEK) yang semakin kompleks di berbagai bidang kehidupan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Globalisasi membuat kompetisi semakin ketat dan transfer pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekar Arum Ningtyas, 2014 Hubungan Antara Kebiasaan Belajar dengan Hasil Belajar Sistem Pengapian

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. seperti petani, karyawan, mahasiswa, pegawai pemerintah, guru, dan lain sebagainya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi maju atau lebih berkembang dengan sangat pesat, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

2015 PENGARUH SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN EFIKASI DIRI TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia banyaknya para pencari kerja tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Prestasi Praktik Kerja Industri (Prakerin) terhadap Minat Berwisata Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. mensukseskan pembangunan bangsa. Dalam rangka peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia yaitu tingginya tingkat pengangguran. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lapangan kerja di Indonesia. Hal ini menyebabkan tingkat pengangguran di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional dari negara-negara di dunia. Untuk mengimbangi tantangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hasim Bisri, 2016

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Lulusan SMK akan menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. fantastis dan memiliki potensi yang strategis jika dipandang sebagai potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu, hal tersebut dapat dilihat dari semangat dan prestasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. sebagian pihak yang menjadikan kewirausahaan ini sebagai trend-trend-an. enggannya lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

HUBUNGAN MINAT BERWIRAUSAHA DENGAN PRESTASI PRAKTIK KERJA INDUSTRI SISWA KELAS XII TEKNIK OTOMOTIF SMK NEGERI 1 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan

: Mizha zhulqurnain NIM : Jurusan : S1.SI.M

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia hingga beberapa waktu mendatang. Data statistik pada Februari 2012 yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mohamad Abdul Rasyid Ridho, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Riskha Mardiana, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya di negara kita agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Randi Rizali, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pengangguran menjadi permasalahan di suatu negara khususnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Salah satunya adalah negara Indonesia. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. memasuki lapangan pekerjaan baik melalui jenjang karier, menjadi tenaga kerja di

2015 RELEVANSI MATA PELAJARAN PAKET KEAHLIAN TEKNIK SEPED A MOTOR SMK D ENGAN KOMPETENSI KERJA YANG D IBUTUHKAN D ALAM BID ANG SERVICE SEPED A MOTOR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan

manusianya.setiap tahun ribuan mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi tersebut di Indonesia. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia saat ini menghadapi masalah keterbatasan kesempatan kerja

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibuktikan dari hasil penelitian Institute of Management Development (dalam

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi dan industrialisasi dewasa ini menimbulkan banyak permasalahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gugun Ruslandi, 2016 Pengaruh Program Mahasiswa Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dapat tercapai. Adapun upaya peningkatan kualitas SDM. tersebut adalah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.

I. PENDAHULUAN. ataupun tidaknya suatu pendidikan pada bangsa tersebut. Oleh karena itu, saat ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang terampil dan dipersiapkan untuk dapat mengatasi tantangan dalam dunia pekerjaan serta mengutamakan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mendidikan siswanya untuk dapat menjadi manusia produktif yang mampu bekerja mandiri dengan bekal keterampilan praktis dan pengalaman kerja (on-the job training) yang telah diperoleh selama proses pendidikan kejuruan. SMK dalam proses pendidikannya bekerja sama dengan dunia industri melalui program Praktek Kerja Industri (Prakerin) atau magang di perusahaan yang terkait kerjasama. Pelaksanaan prakerin diharapkan mampu meningkatkan kualitas lulusan SMK sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan profesional. Lulusan SMK dengan bekal kompetensi kejuruan yang bersifat praktis, seharusnya mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam dunia pekerjaan sampai tahap menciptakan lapangan kerja sendiri sebagai wirausahwan dibandingkan lulusan sekolah menengah lainnya. Dalam kenyataannya, lulusan SMK memiliki tingkat pengangguran cukup tinggi yaitu sebesar 9,05% dari total jumlah pengangguran terdidik di Indonesia pada tahun 2015 periode Agustus. Lulusan SMK menghadapi persaingan ketat dengan sesama lulusan SMK bahkan dengan ahli madya ataupun sarjana dalam upaya mendapatkan pekerjaan mengakibatkan kesempatan mereka untuk bekerja semakin sulit diperoleh. Selain itu, ketersediaan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menyebakan terjadinya tingkat pengangguran pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Lebih rincinya Jumlah Pengangguran Terbuka Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar 1.1. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

2 Sumber: www.bps.goi.id;diakses tanggal 25 September 2015; jam 19.24 WIB GAMBAR 1.1 JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA TAMATAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TAHUN 2011-2014 Berdasarkan data jumlah pengangguran terbuka tamatan sekolah menengah kejuruan dapat terlihat bahwa terjadi kenaikan dari periode Agustus 2014 ke periode Februari 2015. Berdasarkan data BPS menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka didominasi penduduk berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di mana terjadi penambahan jumlah pengangguran dari 7,21% pada Februari 2014 menjadi 9,05% pada Februari 2015 (Sumber: ekbis.sindonews.com, diakses tanggal 25 September 2015; jam 19.45). Kepala BPS Suryamin menyatakan bahwa penyebab meningkatknya tingkat pengangguran terutama pada lulusan SMK disebabkan karena perlambatan ekonomi pasalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2015 sebesar 4,71%, selain itu tidak adanya link and match antara pendidikan kejuruan dengan indutri (Sumber: m.cnnindonesia.com, diakses tanggal 25 September 2015, jam 19.45). Pola pikir generasi muda sebagai pencari pekerjaan dan bukan sebagai pencipta pekerjaan mempengaruhi meningkatnya tingkat pengangguran pada lulusan SMK dimana lapangan pekerjaan yang diciptakan tidak mampu untuk menyerap jumlah tenaga kerja sehingga menimbulkan pengangguran. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

3 Dalam upaya penekanan angka pengangguran pada lulusan SMK, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan membekali siswa SMK untuk menciptakan lapangan pekerjaan selepas lulus dari pendidikan menengah kejuruan dan mendidik siswa memiliki jiwa sebagai entrepreneur yaitu melalui pendidikan kewirausahan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2007 tentang Standar Isi, bahwa struktur kurikulum SMK mencakup antara lain mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dengan jumlah 192 jam. Pendidikan kewirausahaan di SMK melalui mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan diharapkan mampu memotivasi siswa untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri dan dapat bekerja mandiri yang dapat berdampak pada tingkat pengangguran lulusan SMK. SMKN 2 Bandung sebagai lembaga pendidikan kejuruan dengan program keahlian teknik pemesinan, teknik pengelasan, teknik fabrikasi logam, teknik gambar mesin, teknik komputer dan jaringan, rekayasa perangkat lunak, multi media serta animasi dituntut untuk menyiapkan lulusan siap kerja dan mampu berusaha mandiri untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satu misi SMKN 2 Bandung yaitu membekali peserta didik untuk mampu berkarir di dunia wirausaha dengan menciptakan technopreneur pada lulusannya. Dalam upaya membentuk siswa untuk memiliki jiwa kewirausahaan serta memiliki tingkat intensi berwirausaha yang tinggi yaitu dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan melalui mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan serta pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi dalam kegiatan kewirausahaan dengan pemberian sertifikat kewirausahaan sebagai motivasi kepada siswa agar memperoleh prestasi yang baik dalam pembelajaran prakarya dan kewirausahaan maupun kegiatan kewirausahaan. SMKN 2 Bandung menempatkan mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan sama pentingnya dengan mata pelajaran yang lain. Penguasaan mengenai kewirausahan pada siswa dapat dilihat dari nilai mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Nilai tersebut dapat menunjukkan seberapa besar perhatian siswa mengenai kegiatan kewirausahaan dan aspek-aspek kewirausahaan sehingga menunjukkan pula intensinya dalam mata pelajaran BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

prakarya dan kewirausahaan ini akan menjadi faktor pendorong bagi siswa untuk mau terjun secara langsung dalam kegiatan berwirausaha dan bukan hanya secara teori saja. Pembelajaran prakarya dan kewirausahaan dipelajari di kelas X, dan I. Diantara ketiga kelas, peneliti memilih kelas sebagai objek penelitian dengan pertimbangan bahwa kelas mendapatkan materi prakarya dan kewirausaha yang lebih mengarahkan siswa terhadap proses kegiatan kewirausahaan dan penjelasan aktivatas bisnis, serta penerapan kurikulum KTSP dengan menekankan kreativitas dan keaktifan siswa dalam belajar. Selain itu, pada tingkat kelas siswa mulai mempelajari dan memperoleh pengalaman dalam aktivitas kewirausahaan dengan adanya materi praktek kewirausahaan seperti penciptaan produk, promosi dan penjualan. Prestasi siswa dalam penguasaan materi prakarya dan kewirausahaan serta praktek kewirausahaan dapat dilihat dari perolehan nilai raport. Keberhasilan siswa dalam mempelajari dan memahami pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dilihat dari prestasi belajar yang diperoleh siswa berupa pencapaian KKM yang telah ditetapkan. KKM mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan SMKN 2 Bandung, yaitu sebesar 2,68. Lebih rinci gambaran nilai raport siswa kelas angkatan 2014/2015 berdasarkan pencapaian KKM dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan strata kerajinan dan pengolahan dapat terlihat pada Tabel 1.1. TABEL 1.1 GAMBARAN NILAI RAPORT KELAS ANGKATAN 2014/2015 BERDASARKAN PENCAPAIAN KKM Skor No. Keterangan TP TFL TGM TPL TKJ RPL MM AM 1. Di atas F 88 27 26 18 56 30 25 24 294 KKM % 61,11 75 78,79 75 77,78 83,33 83,33 85,71 73,5% 2. KKM F 4 0 0 0 0 1 0 0 5 3. Di bawah KKM % 2,78 0 0 0 0 2,78 0 0 1,25% F 49 9 7 6 16 5 5 4 101 % 34,03 25 21,21 25 22,22 13,89 16,67 14,29 25,25% F 141 36 33 24 72 36 30 28 400 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 4 BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

Sumber: data guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung tahun 2015. 5 Berdasarkan data Tabel 1.1 persentase jumlah siswa dengan nilai raport di bawah KKM tertinggi yaitu program studi keahlian TP (Teknik Pemesinan) sebesar 34,03%. Sedangkan, persentase jumlah siswa di bawah KKM terendah yaitu pada program studi keahlian AM (Animasi). Persentase siswa di bawah KKM secara keseluruhan sebesar 25,25%, persentase tersebut lebih besar dibandingkan target persentase guru-guru mata pelajaran prakrya dan kewirausahaan. Menurut Hj. Sri Wiarti selaku ketua guru prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung dalam wawancara tanggal 12 Juni 2015 menyatakan bahwa target persentase jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM sebesar 10% dari jumlah keseluruhan siswa dalam satu angkatan. Rata-rata nilai raport yang belum mencapai KKM dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya perolehan nilai ulangan harian, nilai praktek kewirausahaan dan UTS, penyelesaian tugas di kelas maupun pekerjaan rumah, kehadiran serta perilaku siswa selama proses pembelajaran berupa keaktifan, kerjasama, kejujuran dan sopan santun mempengaruhi pada tinggi-rendahnya perolehan nilai yang diterima. Selain pada nilai raport siswa, pengukuran tingkat pemahaman dan keberhasilan siswa dalam mempelajari mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dapat terukur dari nilai rata-rata ulangan yang mengukur pemahaman siswa terhadap mata pelajaran per bulan dan nilai UTS yang mengukur pemahaman siswa per tengah semester. Lebih rinci nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dapat terlihat pada Tabel 1.2. TABEL 1.2 GAMBARAN RATA-RATA NILAI ULANGAN HARIAN KELAS ANGKATAN 2014/2015 BERDASARKAN PENCAPAIAN KKM Skor No. Keterangan TP TFL TGM TPL TKJ RPL MM AM 1. Di atas F 87 26 23 19 53 29 24 23 284 KKM % 61,70 75 69,69 79,17 73,61 80,56 80 82,14 71 2. KKM F 7 2 0 0 3 0 0 0 12 BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

Skor No. Keterangan TP TFL TGM TPL TKJ RPL MM AM % 4,96 5,56 0 0 4,17 0 0 0 3 Di F 47 8 10 5 16 7 6 5 104 3. bawah KKM % 33,33 22,22 30,30 20,83 22,22 19,44 20 17,85 26 F 141 36 33 24 72 36 30 28 400 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: data guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung tahun 2015. 6 Berdasarkan data Tabel 1.2 terlihat bahwa persentase total siswa dengan nilai di bawah KKM sebesar 26%, di mana persentase jumlah siswa dengan nilai praktek kewirausahaan di bawah KKM tertinggi yaitu program studi Teknik Pemesinan (TP) sebesar 33,33%. Pemikiran siswa terhadap mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan yang menganggap bahwa mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan bukanlan mata pelajaran utama yang harus dipelajaran oleh siswa SMK dengan program kealian selain manajemen bisnis menjadi penyebab dari rendahnya pemahaman siswa dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Kondisi tersebut membuat siswa tidak serius dalam mempelajari mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan, sehingga penguasaan dan pemahaman materi prakarya dan kewirausahaan terindikasi masih rendah. Ketidakseriusan siswa yang berdampak pada pemahaman materi dan konsep prakarya dan kewirausahaan yang kurang baik pada siswa. Kesulitan dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan oleh beberapa siswa menjadi faktor lain pada rendahnya pemahaman siswa. Beberapa siswa terindikasi mengalami kesulitan dalam menghafal dan memahami konsep prakarya dan kewirausahaan, di mana mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan memiliki konsep yang berbeda dengan program keahlian mereka. Mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan memiliki konsep yang lebih kepada pemahaman dalam aspek sosial dan menuntut siswa untuk menghafal, sedangkan program keahlian yang dipelajari siswa lebih kepada konsep ilmu mutlak. Keadaan tersebut membuat siswa kesulitan dengan perbedaaan cara belajar dalam mata pelajaran BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

7 prakarya dan kewirausahaan dengan mata pelajaran lainnya. Selanjutnya, pengukuran keberhasilan siswa dalam mempelajari mata pelajaran prakarya dilihat dari gambaran nilai UTS kelas SMKN 2 Bandung pada Tabel 1.3. TABEL 1.3 GAMBARAN NILAI UTS KELAS ANGKATAN 2014/2015 BERDASARKAN PENCAPAIAN KKM Skor No. Keterangan TP TFL TGM TPL TKJ RPL MM AM 1. Di atas F 73 12 13 10 45 23 21 11 208 KKM % 51,77 33,33 39,39 41,67 62,5 63,89 70 39,29 52 2. KKM F 23 7 10 5 5 5 3 9 70 3. Di bawah KKM % 16,31 19,44 30,30 20,83 13,89 13,89 10 32,14 17,5 F 45 17 10 9 8 8 6 8 12,2 % 31,91 47,22 30,30 37,5 22,22 22,22 20 28,57 30,5 F 141 36 33 24 72 36 30 28 400 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: data guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung tahun 2015. Berdasarkan data Tabel 1.3 terlihat bahwa persentase jumlah siswa yang memperoleh nilai UTS di bawah KKM sebesar 30,5%, dengan persentase tertinggi yaitu pada program keahlian Teknik Fabrikasi Logam (TFL) sebesar 47,22%. Berdasarkan penuturan Iis Neni Suryani selaku salah satu guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dalam wawancara pada tanggal 12 Juni 2015 menyatakan bahwa beberapa siswa dengan perolehan nilai UTS di bawah KKM disebabkan karena siswa tidak serius dalam mempelajari mata pelajaran tersebut. Kebanyakkan siswa tidak belajar untuk ujian dikarenakan mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan memiliki materi yang membutuhkan siswa untuk menghafal dan memahami konsep inti. Kejenuhan siswa dalam belajar di kelas menyebabkan siswa bosan, sehingga siswa tidak memiliki kemauan untuk belajar kembali mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Penyampaian guru terhadap materi yang tidak menarik dan variatif membuat beberapa siswa sulit memahami BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

materi dan bosan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh June Hetzel dan Tim Stranske (2007: 7-8) menyatakan bahwa pemberian materi oleh guru yang tidak menarik dan menantang menyebabkan siswa bosan yang mengakibatkan perkembangan kemampuan dan keterampilan siswa terutama kemampuan penyelesaian kesulitan (problem solving skill) dan kemampuan intelektual tidak berkembang bahkan meningkat. Tidak berkembangkan kemampuan dan keterampilan siswa mengakibatkan siswa memperoleh kesulitan dalam mempelajari pelajaran. Selain nilai rata-rata ulangan harian dan UTS, nilai praktek kewirausahaan yang berpengaruh pada perolehan nilai raport mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan terutama pada nilai keterampilan, di mana nilai praktek kewirausahaan memberikan kontribusi sebesar 30% pada nilai raport siswa kelas SMKN 2 Bandung. Lebih rinci nilai rata-rata praktek kewirausahaan siswa kelas pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dapat terlihat pada Tabel 1.4. TABEL 1.4 GAMBARAN NILAI PRAKTEK KEWIRAUSAHAAN KELAS ANGKATAN 2014/2015 BERDASARKAN PENCAPAIAN KKM Skor No. Keterangan TP TFL TGM TPL TKJ RPL MM AM 1. Di atas F 85 27 26 19 49 28 20 23 277 KKM % 59,03 75 78,79 79,17 68,06 77,78 66,67 82,14 69,25 2. KKM F 4 3 4 0 4 0 4 2 21 3. Di bawah KKM % 4,17 8,33 12,12 0 5,56 0 13,33 7,14 5,25 F 50 6 5 5 19 8 6 3 102 % 34,72 16,67 15,15 20,83 26,39 22,22 20 10,71 25,5 F 141 36 33 24 72 36 30 28 400 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: data guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung tahun 2015. 8 Berdasarkan data Tabel 1.4 persentase keseluruhan nilai praktek kewirausahaan siswa SMKN 2 Bandung di bawah KKM masih cukup tinggi yaitu sebesar 25%, dengan persentase jumlah siswa dengan nilai praktek kewirausahaan BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

9 di bawah KKM tertinggi yaitu program studi keahlian TP (Teknik Pemesinan) sebesar 34,72%. Berdasarkan pernyataan Iis Neni Suryani selaku guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dalam wawancara pada tanggal 12 Juni 2015 menyatakan bahwa tingginya siswa yang memperoleh nilai praktek kewirausahaan di bawah KKM karena kurangnya kemampuan dalam menjual produk, di mana para siswa masih mengalami kesulitan dalam mempromosikan produk mereka serta terjadinya persaingan antar siswa yang mayoritas melakukan kegiatan penjualan di tempat dan waktu yang sama. Selain itu, rendahnya kemampuan bertahan dalam kesulitan yang diterima siswa selama melakukan praktek kewirausahaan mengakibatkan siswa menyerah dan berhenti dalam melakukan penjualan maupun promosi pada produknya, serta kurangnya motivasi dan semangat untuk mencoba kembali proses penjualan yang telah dilakukan. Rendahnya keberanian siswa dalam mempromosikan produknya menjadi penyebab lain terhadap buruknya prestasi pada praktek kewirausahaan, beberapa siswa terindikasi kesulitan dalam mempromosikan produk karena rasa malu untuk melakukan penjualan yang tinggi. Budhi Agung Nugroho (2013; 136) mengemukakan bahwa secara individual intensi dan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan kewirausahaan dimasa depan dapat meningkat dengan meningkatnya prestasi belajar siswa dalam bidang kewirausahaan. Kemudian, Genoveva Leo CPR (2013: 93) menyatakan bahwa tingginya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan berdampak pada meningkatnya tingkat intensi siswa dalam melakukan kegiatan kewirausahaan, sebaliknya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan yang rendah dapat mengakibatkan siswa tidak menyukai mata pelajaran tersebut yang berdampak ketidakinginan siswa dalam melakukan segala aktivitas kewirausahaan. Hal tersebut, sesuai dengan kondisi siswa SMKN 2 Bandung yang memperoleh prestasi yang rendah dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan berdampak pada intensi yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan kewirausahaan dimasa depan yang terindikasi rendah. Berdasarkan hasil penyebaran angket pra-penelitian terhadap 113 siswa kelas SMKN 2 Bandung mengenai keinginan berkarir selepas lulus dari BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

10 pendidikan menengah kejuruan terlihat bahwa mayoritas siswa berkeinginan berkarir sebagai teknisi IT dan animator serta teknisi mesin. Lebih rincinya persentase keinginan berkarir siswa SMKN 2 Bandung selepas lulus dapat dilihat pada Gambar 1.2. Sumber: Penyebaran angket; pra-penelitian; 2015. GAMBAR 1.2 PERSENTASE KEINGINAN BERKARIR SISWA SMKN 2 BANDUNG SELEPAS LULUS Berdasarkan data pada gambar 1.2 terlihat bahwa intensi terhadap karir sebagai pengusaha masih terindikasi rendah, di mana persentase keinginan berkarir siswa SMKN 2 Bandung pada profesi pengusaha sebesar 7%. Berdasarkan penyataan Wakasek Hubungan Industri (Hubin) Sudarto dalam wawancara pada tanggal 25 November 2014 di SMKN 2 Bandung menyatakan bahwa siswa SMKN 2 Bandung memiliki keinginan dan motivasi yang rendah dalam penciptakan lapangan pekerjaan sendiri ataupun melakukan kegiatan kewirausahaan, hal tersebut terlihat pada rendahnya jumlah siswa yang membuka lapangan pekerjaan sendiri selepas lulus dari SMKN 2 Bandung. Setiap tahunnya siswa yang membuka lapangan pekerjaan sendiri hanya sebesar kurang dari 10% sedangkan, lulusan yang bekerja yang jumlahnya lebih dari 70%. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

11 Rendahnya intensi berwirausaha pada siswa SMKN 2 Bandung disebabkan karena tingginya keingginan siswa untuk bekerja pada perusahaan swasta maupun negeri, di mana siswa beranggapan bahwa bahwa bekerja pada perusahaan merupakan profesi yang memiliki keunggulan dari segi fasilitas ataupun pekerjaan. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa profesi wirausaha merupakan profesi yang sulit untuk dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama dalam mendapatkan keuntungan dari pekerjaan tersebut, serta sulitnya mendapatkan modal membuat para siswa mengurungkan niatnya untuk berwirausaha. Selain itu, fasilitas yang diberikan oleh sekolah untuk menyalurkan siswa lulusannya untuk bekerja di perusahaan-perusahaan yang telah bekerja sama dengan pihak sekolah membuat para siswa memiliki harapan yang sangat besar untuk langsung bekerja di perusahaan swasta maupun BUMN setelah lulus SMK. Tingkat intensi seorang individu terhadap suatu perilaku termasuk perilaku berwirausaha berperan dalam pembentukkan tingkah laku dan perilaku berwirausaha individu, di mana intensi berwirausaha merupakan prediktor yang kuat dalam pembentukan tingkah laku individu untuk menjadi entrepreneur (Ajzen, 2005;124). Intensi berwirausaha dapat membentuk individu menjadi seorang entrepreneur. Isky Fadli F, Budiarso E, dan Murdani (2009: 96) dalam penelitiannya menyatakan bahwa prestasi dalam bidang kewirausahaan mempengaruhi tingkat intensi berwirausaha yang tinggi. Prestasi belajar dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan terutama dalam praktek kewirausahaan dapat memotivasi siswa dan meningkatkan intensi untuk melakukan kegiatan kewirausahaan dimasa depan bahkan menjadikan profesi entrepreneur sebagai karirnya dimasa depan. Dalam memperoleh prestasi yang baik dalam pembelajaran mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan serta dalam kegiatan kewirausahaan dibutuhkan daya juang siswa dalam meraih kesuksesan serta ketahanan dan kemampuan siswa dalam menghadapi kesulitan pada pembelajaran prakarya dan kewirausahaan serta kegiatan kewirausahaan. Dalam menghadapi kesulitan tersebut siswa SMKN 2 Bandung perlu memiliki adversity quotient untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi belajaranya pada mata pelajaran BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

12 prakarya dan kewirausahaan. Zhou Huijuan (2009: 65) menyatakan bahwa tingkat kesuksesan siswa dalam kegiatan pembelajaran ditentukan oleh Adversity Quotient (AQ) yang dimiliki oleh setiap siswa. Selain itu, Cornista (2013:64) mengemukakan bahwa siswa dengan tingkat Adversity Quotient (AQ) yang tinggi memiliki keuggulan dalam berprestasi, di mana Adversity Quotient (AQ) berpengaruh terhadap prestasi belajar yang diraih oleh siswa. Adversity Quotient (AQ) berperan dalam memberikan gambaran kepada individu berkaitan dengan seberapa jauh individu tersebut mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mampu untuk mengatasinya. Paul G. Stoltz (2000: 8-9) menjelaskan bahwa Adversity Quotient (AQ) mempunyai pengaruh terhadap kinerja, pengetahuan, kreativitas, produktivitas, motivasi, pengambilan resiko, ketekunan, daya tahan, tingkah laku, respon terhadap perubahan dan tingkat kesuksesan yang diperoleh individu. Selain itu, Adversity Quotient (AQ) mampu meramalkan individu yang memiliki potensi untuk melakukan aktivitas dengan melampaui harapan, serta siapa yang akan menyerah atau gagal. Siswa yang memiliki Adversity Quotient (AQ) diduga akan memiliki kemampuan untuk menangkap peluang usaha karena memiliki kemampuan menanggung resiko, orientasi pada peluang atau inisiatif, kreativitas, kemandirian dan pengerahan sumber daya. Kemampuan tersebut memiliki pengaruh terhadap keinginan untuk berprestasi tinggi dan melakukan kegiatan kewirausahaan. Tanpa adanya Adversity Quotient (AQ) yang tinggi dikhawatirkan siswa akan mengalami frustasi dan kegamangan dalam menjalani proses wirausahawan nantinya. Rola Angga Lardika (2014; 83) mengemukakan bahwa sekolah perlu melakukan pengembangan Adversity Quotient (AQ) pada siswa dengan tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi kesulitan, pengembangan Adversity Quotient (AQ) siswa di sekolah dapat dilakukan dengan menerapakan metode dan model pemecahan masalah dan model pembelajaran. Sedangkan, menurut Muhammad Shohib (2013; 37) bahwa pengembangan Adversity Quotient (AQ) siswa tertutama dalam kaitanya terhadap prestasi dalam kegiatan kewirausahaan dapat dilakukan dengan menerapkan program-program kewirausahaan seperti seminar, pelatihan dan praktek kewirausahaan. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

13 Dalam upaya peningkatan Adversity Quotient (AQ) siswa, guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan SMKN 2 Bandung menerapkan metode dan model pembelajaran pemecahan masalah, penemuan atau penciptaan produk, kreativitas dan praktek kewirausahaan. Metode dan model pembelajaran berbasis pemecahan masalah melatih siswa untuk dapat mengenali asal usul kesulitan dan hambatan dalam kegiatan kewirausahaan serta cara penyelesaian terhadap kesulitan tersebut. Sedangkan metode dan model pembelajaran berbasis penemuan dan penciptaan produk serta kreativitas melatih siswa untuk berpikir kreatif dalam menciptakan dan menemukan peluang dalam proses dan kegiatan kewirausahaan untuk memotivasi siswa memulai kegiatan berwirausahaan dengan menciptakan ide-ide produk terlebih dahulu. Praktek kewirausahaan berupa praktek promosi dan penjualan produk memiliki tujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan berwirausahanya dan mengubah persepsi terhadap profesi wirausaha (entrepreneur). Selain itu, praktek kewirausahaan ditujukan untuk meningkatkan daya juang, ketekunan dan melakukan kegiatan kewirausahaan untuk mencapai tujuan tanpa mengenal putus asa. Praktek kewirausahaan yang dilakukan siswa diharapkan dapat membuat siswa merasa dapat menjangkau peluang usaha serta memiliki kemampuan bertahan dan mampu menyelesaikan kesulitan dan tantangan dalam praktek kewirausahaan sehingga siswa tersebut memiliki dorongan melakukan kegiatan kewirausahaan dimasa depan. Peningkatan Adversity Quotient (AQ) pada siswa agar dapat mengatasi tantangan dan kesulitan dalam kegiatan kewirausahaan dan kegiatan lainnya dilakukan dengan harapan bahwa siswa tersebut dapat meraih kesuksesan dalam prestasi dan berkarir dalam bidang kewirausahaan dimasa depan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Adversity Quotient Terhadap Prestasi Belajar serta Dampaknya pada Intensi Berwirausaha (Survei pada Siswa Kelas SMKN 2 Bandung dalam Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan). BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan siswa SMKN 2 Bandung masih terindikasi rendah terlihat pada persentase nilai raport, nilai rata-rata ulangan harian, nilai UTS dan praktek kewirausahaan yang di bawah KKM masih cukup tinggi melebihi target persentase yang telah ditetapkan oleh guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi siswa dalam mata pelajaran prakrya dan kewirausahaa salah satunya disebabkan oleh pemikiran siswa yang kurang baik terhadap mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan mengakibatkan rendahnya keseriusan siswa dalam mempelajari mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Selain itu, kurangnya kemampuan siswa dalam menghadapi kesulitan yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran dan kegiatan praktek kewirausahaan mengakibatkan siswa mudah menyerah dan tidak memiliki keinginan untuk belajar kembali dalam menjalankan proses pembelajaran ataupun praktek kewirausahaan. Prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan yang rendah mengakibatkan siswa tidak menyukai mata pelajaran tersebut yang berdampak ketidakinginan siswa dalam melakukan segala aktivitas kewirausahaan, sehingga intensi berwirausaha yang dimiliki oleh siswa rendah. Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah, maka yang menjadi tema sentralnya adalah : Tingginya persentase siswa kelas SMKN 2 Bandung yang memperoleh nilai raport di bawah KKM dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dipengaruhi oleh nilai rata-rata ulangan harian, nilai UTS dan nilai praktek kewirausahaan, di mana rata-rata persentase siswa dengan perolehan nilai di bawah KKM masih cukup tinggi di atas persentase target guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Hal tersebut berdampak pada intensi melakukan kegiatan kewirausahaan yang masih rendah. Dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan guru SMKN 2 Bandung menerapkan metode dan model pembelajaran pemecahan masalah, penemuan atau penciptaan produk, kreativitas dan praktek kewirausahaan dengan tujuan agar Adversity Quotient (AQ) yang dimiliki siswa dapat berkembang dan meningkat sehingga siswa memiliki kemampuan dalam menghadapi 14 BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

segala kesulitan pada proses pembelajaran dan praktek kewirausahaan serta kemampuan dalam menangkap peluang untuk melakukan kegiatan kewirausahaan dimasa depan yang berasal dari kesulitan yang diperoleh. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat dalam indentifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah. 1. Bagaimana gambaran adversity quotient pada siswa kelas SMKN 2 Bandung. 2. Bagaimana gambaran prestasi belajar siswa kelas SMKN 2 Bandung dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. 3. Bagaimana gambaran Intensi berwirausaha pada siswa kelas SMKN 2 Bandung. 4. Bagaimana pengaruh adversity quotient terhadap prestasi belajar siswa kelas SMKN 2 Bandung. 5. Bagaimana pengaruh prestasi belajar terhadap intensi berwirausaha siswa kelas SMKN 2 Bandung. 15 1.4. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh temuan mengenai. 1. Gambaran adversity quotient pada siswa kelas SMKN 2 Bandung. 2. Gambaran prestasi belajar siswa kelas SMKN 2 Bandung dalam mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. 3. Gambaran Intensi berwirausaha pada siswa kelas SMKN 2 Bandung. 4. Pengaruh adversity quotient terhadap prestasi belajar siswa kelas SMKN 2 Bandung. 5. Pengaruh prestasi belajar terhadap intensi berwirausaha siswa kelas SMKN 2 Bandung. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN

16 1.5. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi dari segi akademik maupun praktisi. 1. Kegunaan Akademik 1) Untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh adversity quotient pada kewirausahaan dalam meneningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dan menumbuhkan intensi berwirausaha siswa. 2) Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pendidikan dan kewirausahaan. 2. Kegunaan Praktisi 1) Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang akan meneliti lebih lanjut mengenai penelitian sejenis dan sebagai bahan pertimbangan penelitian sejenis. 2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak fakultas untuk meningkatkan prestasi pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan serta menumbuhkan semangat dan intensi berwirausaha melalui peningkatan adversity quotient siswa serta mencetak lulusan SMK yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri atau berwirausaha. BERWIRAUSAHA: (SURVEI PADA SISWA KELAS SMKN 2 BANDUNG DALAM MATA PELAJARAN