BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

BAB III LANDASAN TEORI

Saya yang bernama Nanda Nugraha P. Lubis, mahasiswa tingkat akhir Departemen

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR TETAP SIAGA DARURAT BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. tidak memperhitungkan segala kemungkinan atas ulahnya tersebut. 3-lempeng-tektonik-besar.html diakses pada 24 Januari 2016)

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sehat 2015 adalah lanjutan dari visi pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga. harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007).

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung?

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1554, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Distribusi. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR KORBAN BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I. PENDAHULUAN. lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2018, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KONTIJENSI TSUNAMI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

Disaster Surveillance. Sutjipto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi serta pemulihan prasarana dan sarana. (BNPB, 2012) Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010). Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV yaitu Awas. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan data Media Center di Posko Pendampingan Erupsi Gunung Sinabung 2013, pada tanggal 1 dan 2 November 2013 terjadi peningkatan aktivitas sehingga 8

2 statusnya ditingkatkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 tepatnya pukul 03.00 WIB statusnya kembali ditingkatkan menjadi awas (level IV) dan sejak tanggal 3 November 2013 ditetapkan mulai masa tanggap darurat. Sekitar 28.711 orang dari 32 desa mengungsi (data Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo). (Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo, 2013) Pada tanggal 11 Februari 2014 pukul 10.30 Wib, gunung sinabung kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom erupsi mencapai 2 Km, dengan jangkauan awan panas ke arah tenggara selatan sejauh 4,5 Km. Erupsi kali ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 18 orang. Hal ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat sebelumnya menduga bahwa Gunung Sinabung sedang mengalami penurunan aktivitas. Data terakhir yang diperoleh peneliti erupsi gunung sinabung kembali terjadi pada tanggal 5 Oktober 2014. Kejadian erupsi gunung sinabung yang tidak dapat diprediksi membuat pengungsi harus tetap bertahan di posko pengungsian agar tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Posko pengungsian yang ada di Kabupaten Karo adalah posko pengungsian Gedung Serba Guna, GBKP Kota Berastagi, Klasis GBKP Berastagi, KWK Berastagi, Uka K. Jahe 1, Uka K. Jahe 2 dan Uka K. Jahe 3 Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian terlihat adanya fasilitas sanitasi seperti jamban umum, sanitasi air bersih, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang dibangun pemerintah untuk kebutuhan sanitasi para pengungsi. Selain fasilitas sanitasi yang mendukung personal hygiene para pengungsi juga sangat penting agar para pengungsi tidak tertular dan menularkan penyakit kepada pengungsi lain selama

3 berada di posko pengungsian mengingat bahwa padatnya hunian pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari yang satu kepada yang lain. Masalah kesehatan masyarakat pengungsi, khususnya masalah kesehatan lingkungan yang berpotensi menimbulkan KLB penyakit diare, ISPA, kulit, campak dll yang memerlukan upaya sanitasi darurat. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi seseorang. (Menkes RI,2007). Potensi munculnya penyakit menular sangat erat kaitannya dengan faktor risiko, khususnya di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi, seperti campak, diare, pnemonia, malaria dan penyakit menular lain spesifik lokal. Banyaknya tenda tenda darurat tempat penampungan sementara para pengungsi yang diperkirakan belum dilengkapi dengan berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat diperlukan, akibatnya banyak kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan akan menciptakan breeding site terutama untuk lalat dan serangga pangganggu lain. Hal ini akan menambah faktor resiko terjadinya penularan berbagai penyakit. Keberadaan lalat dan serangga serangga pengganggu lain merupakan vektor mekanik dari berbagai penyakit tertentu dan dari sisi lain keberadaan serangga tersebut menyebabkan gangguan bagi sebagian orang. (Menkes RI, 2011)

4 Masyarakat korban bencana juga harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam, Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. Kemudian banyak masalah kesehatan atau kejadian penyakit sebenarnya dapat ditanggulangi atau dicegah bila memperhatikan aspek perilaku, baik menyangkut perilaku sehubungan dengan lingkungan maupun perilaku sehubungan dengan gaya hidup (sosial budaya). (Menkes RI, 2001) Sanitasi menurut World Health Organization WHO (2002) adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit yang sering timbul pada keadaan darurat seperti bencana adalah dengan pengadaan air bersih untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikonsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Air di sumber sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek. (Menkes RI, 2001).

5 Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa kondisi pengungsi Sinabung masih kondusif. Untuk kebutuhan konsumsi dan logistik para pengungsi masih tercukupi. Pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai. Demikian pula, fasilitas penampung air bersih yang masih sangat kurang dibanding dengan jumlah pengungsi. Pengungsi kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga mereka. Hal ini, menyebabkan para pengungsi tampak kotor dan kumal karena tidak mandi. Banyak peralatan makan yang tergeletak berantakan dalam keadaan kotor, dan anak-anak bahkan orang dewasa yang buang air kecil sembarangan. Terbatasnya persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, personal hygiene yang tidak baik serta menurunnya daya tahan tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk pada suatu standar pelayanan minimal. Dapat diprediksi akan terjadi peningkatan kasus penyakit menular. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Merapi Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.

6 1.2. Perumusan Masalah Erupsi gunung Sinabung merupakan bencana yang diakibatkan faktor alam membuat masyarakat harus tinggal di posko pengungsian. Dalam posko pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai karena kurangnya sarana sanitasi dan lingkungan yang padat pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari satu kepada yang lain. Masalah kesehatan di posko berpotensi menimbulkan KLB. Penyakit yang terjadi di pengungsian seperti diare, ISPA, kulit, campak disebabkan karena jeleknya sanitasai lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015. 2. Untuk mengetahui keluhan kesehatan korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.

7 1.4. Manfaat Penelitian 1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, sebagai data yang diperlukan untuk kegatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan serta membina partisipasi masyarakat pengungsi dalam meningkatkan cakupan fasilitas sanitasi untuk mendukung kesehatan pengungsi di posko pengungsian di Kabupaten Karo. 2. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya fasilitas sanitasi bagi korban letusan gunung merapi di Posko Pengungsian di Kabupaten Karo. 3. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.